• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengantar Feromagnetisme: Momen Magnetik Spontan dan Medan Pertukaran

N/A
N/A
Alfazahra Maulidyah

Academic year: 2025

Membagikan "Pengantar Feromagnetisme: Momen Magnetik Spontan dan Medan Pertukaran"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Sebuah feromagnet memiliki momen magnetik spontan, yaitu momen magnetik yang tetap ada meskipun tidak ada medan magnet yang diberikan dari luar. Adanya momen magnetik spontan ini menunjukkan bahwa spin (putaran) dan momen magnetik dari elektron tersusun secara teratur. Susunan ini tidak harus sederhana—semua susunan spin yang digambarkan di Gambar 1, kecuali antiferomagnet sederhana, memiliki momen magnetik spontan yang disebut momen saturasi.

Titik Curie dan Pertukaran Integral

Bayangkan sebuah bahan paramagnetik yang memiliki konsentrasi N ion dengan spin S. Jika ada interaksi internal yang cenderung membuat momen magnetik dari ion-ion tersebut sejajar (searah), maka bahan tersebut akan menjadi feromagnetik. Kita anggap interaksi ini sebagai medan pertukaran (exchange field).

1. Medan pertukaran ini mencoba menyusun spin agar sejajar, tetapi usaha ini dilawan oleh gerakan termal (panas) yang menyebabkan kekacauan arah spin. Pada suhu tinggi, susunan spin ini bisa rusak karena pengaruh panas tersebut.

Untuk menyederhanakan, kita anggap medan pertukaran ini setara dengan medan magnet BE. Medan ini bisa sangat kuat — bisa mencapai 10⁷ gauss atau 10³ tesla. Kita anggap bahwa besar medan BE sebanding dengan magnetisasi M.

Magnetisasi (M) adalah ukuran dari momen magnet per satuan volume. Kecuali disebut lain, nilai magnetisasi ini mengacu pada kondisi keseimbangan termal pada suhu T. Jika dalam bahan terdapat domain (yaitu wilayah dengan arah magnetisasi berbeda-beda), maka magnetisasi di sini merujuk pada nilai dalam satu domain saja.

Magnetisasi (sifat suatu bahan untuk menjadi magnet) akan sebanding dengan medan magnet dikalikan dengan suatu konstanta (disebut kerentanan magnetik atau susceptibility) hanya jika jumlah atom atau molekul yang sejajar dengan medan magnet masih sedikit. Di sinilah asumsi penting masuk: bahwa bahan tersebut berada dalam fase paramagnetik (artinya, belum menjadi magnet permanen dan masih bisa dipengaruhi oleh medan luar).

Dalam pendekatan medan rata-rata (mean-field approximation), kita mengasumsikan bahwa setiap atom magnetik mengalami medan yang sebanding dengan magnetisasi keseluruhan bahan.

BE = lambda M

Konstanta λ\lambdaλ (dalam rumus (1)) adalah nilai tetap yang tidak tergantung pada suhu. Menurut rumus tersebut, setiap spin (momen magnetik partikel) merasakan pengaruh rata-rata dari semua spin lainnya. Sebenarnya, spin itu mungkin hanya dipengaruhi oleh spin-spin tetangganya saja, tapi penyederhanaan ini cukup baik untuk pemahaman awal masalahnya.

Temperatur Curie (Tc) adalah suhu di atas mana magnetisasi spontan akan hilang. Temperatur ini memisahkan dua fase:

Fase paramagnetik (acak dan tidak teratur) terjadi saat T > Tc

Fase feromagnetik (teratur dan bermagnet) terjadi saat T < Tc

Kita bisa menentukan nilai Tc berdasarkan konstanta λ\lambdaλ dalam rumus (1).

Dalam fase paramagnetik: ketika ada medan magnet luar BaB_aBa yang diberikan, bahan tersebut akan mengalami magnetisasi (artinya, akan muncul medan magnet di dalam bahan). Magnetisasi ini kemudian akan menyebabkan munculnya medan pertukaran BEB_EBE (yaitu medan tambahan akibat interaksi antar momen magnet di dalam bahan). Jika χp\chi_pχp adalah kerentanan paramagnetik (ukuran seberapa mudah bahan menjadi termagnetisasi oleh medan luar),

(2)

Kalimat ini merupakan bagian dari penjelasan fisika tentang bagaimana bahan paramagnetik merespons medan magnet luar, termasuk efek interaksi internal antarmomen magnetik di dalam bahan tersebut.

Kerentanan magnetik pada bahan paramagnetik mengikuti hukum Curie:

χₚ = C/T,

di mana C adalah konstanta Curie dan T adalah suhu.

Jika kita mengganti persamaan (1) ke dalam persamaan (2), maka akan diperoleh:

MT = C(Bₐ − αM)

Artinya, magnetisasi dikalikan suhu (MT) sebanding dengan medan luar (Bₐ) dikurangi dengan efek medan dari magnetisasi itu sendiri (αM). Ini menunjukkan bahwa magnetisasi dipengaruhi oleh medan luar dan juga oleh medan internal bahan tersebut.

 Ada suhu tertentu (T = C, disebut suhu Curie) di mana terjadi perubahan besar dalam sifat magnetik suatu bahan.

 Di suhu ini atau lebih rendah, bahan bisa menjadi magnet sendiri tanpa perlu diberi medan magnet dari luar.

 Ini terjadi karena nilai kerentanan magnetiknya menjadi sangat besar.

 Fenomena ini dijelaskan oleh hukum Curie-Weiss, yang menjelaskan bagaimana kerentanan magnetik berubah terhadap suhu.

"Rumus ini cukup baik menggambarkan perubahan kemagnetan yang diamati pada daerah paramagnetik, yaitu di atas titik Curie.

Grafik kebalikan dari kemagnetan nikel ditunjukkan pada Gambar 2."

Penjelasan tambahan:

Susceptibility (kemagnetan) menunjukkan seberapa mudah suatu bahan menjadi magnet.

Reciprocal susceptibility adalah kebalikannya (1/kemagnetan), sering digunakan untuk menganalisis sifat magnetik bahan.

Paramagnetic region above the Curie point adalah kondisi di mana bahan tidak lagi bersifat magnet permanen karena suhunya sudah melebihi titik Curie.
(3)

Gambar 2: Kebalikan dari kemagnetan (susceptibility) per gram nikel di sekitar suhu Curie (358°C). Kerapatan (massa jenis) nikel dian ggap tetap. Garis putus-putus menunjukkan perkiraan garis lurus berdasarkan data dari suhu tinggi. (Diadaptasi dari P. Weiss dan R. Forrer.) Penjelasan tambahan jika dibutuhkan:

Susceptibility menunjukkan seberapa mudah suatu bahan menjadi magnet saat diberi medan magnet.

Kebalikan susceptibility berarti semakin kecil nilainya, semakin besar kemagnetannya.

Suhu Curie adalah suhu di mana bahan feromagnetik seperti nikel kehilangan sifat magnetiknya.

"Dari persamaan (4) dan definisi konstanta Curie C pada persamaan (11.22), kita dapat menentukan nilai dari konstanta medan rata-rata 𝜆 pada persamaan (1)."

Untuk besi (iron) dengan suhu Curie (Tc) sebesar 1000 K, faktor g sebesar 2, dan spin (S) sebesar 1, dari persamaan (5) kita dapatkan nilai sekitar 5000.

Dengan magnetisasi spontan (Ms) sebesar 1700, maka medan pertukaran (exchange field) BE dapat dihitung sebagai:

BE = M × (5000) × (1700) = 107 Gauss = 10³ Tesla.

Medan pertukaran ini jauh lebih kuat dibandingkan medan magnet biasa yang dihasilkan oleh ion magnetik lain dalam kristal. Sebagai perbandingan, medan magnet yang dihasilkan oleh satu ion magnetik pada titik kisi tetangganya kira-kira sebesar:

B / a³ ≈ 1000 Gauss = 0,1 Tesla.

Jadi, medan pertukaran jauh lebih besar.

J adalah suatu nilai yang disebut exchange integral (integral pertukaran), dan nilainya berkaitan dengan seberapa besar tumpang tindih distribusi muatan listrik dari dua atom i dan j. Persamaan (6) disebut sebagai model Heisenberg.

Distribusi muatan dari dua elektron tergantung pada apakah arah putaran (spin) mereka sejajar (parallel) atau berlawanan (antiparallel). Ini karena menurut prinsip Pauli, dua elektron dengan spin yang sama tidak bisa berada di tempat yang sama secara bersamaan. Tapi jika spin-nya berlawanan, maka hal itu masih mungkin.

Akibatnya, energi elektrostatik dari sistem akan bergantung pada arah relatif spin dari dua elektron tersebut. Perbedaan energi inilah yang disebut energi pertukaran (exchange energy).

Energi pertukaran antara dua elektron ini bisa dituliskan dalam bentuk:

E = 2J · s₁ · s₂

seperti dalam Persamaan (6), seolah-olah ada gaya tarik-menarik langsung antara arah dua spin tersebut. Dalam banyak kasus pada

feromagnetisme, pendekatan yang cukup baik adalah memperlakukan spin seperti vektor momentum sudut klasik (bisa dibayangkan seperti panah kecil yang menunjukkan arah spin).

Kita juga bisa membuat hubungan kira-kira antara exchange integral J dan suhu Curie (Tc), yaitu suhu di mana suatu bahan feromagnetik kehilangan sifat magnetiknya.

Misalnya, kita anggap bahwa satu atom memiliki z tetangga terdekat, dan setiap pasangan atom terhubung melalui interaksi sebesar J. Untuk atom-atom yang lebih jauh, kita anggap interaksinya nol. Dengan pendekatan teori medan rata-rata (mean field theory), kita bisa mendapatkan hubungan antara J dan Tc.

(4)

Pendekatan statistik yang lebih baik memberikan hasil yang sedikit berbeda. Untuk struktur kristal seperti sc (simple cubic), bcc (body-centered cubic), dan fcc (face-centered cubic), dengan spin S = ½, peneliti Rushbrooke dan Wood memberikan nilai perbandingan kBTc/zJ (di mana Tc adalah suhu Curie, J adalah interaksi antar spin, dan z adalah jumlah tetangga terdekat) masing-masing sekitar 0,28; 0,325; dan 0,346. Ini berbeda dengan nilai 0,500 yang didapat dari pendekatan sederhana sebelumnya.

Jika kita ingin menggambarkan besi (iron) menggunakan model Heisenberg dengan spin S = 1, maka suhu Curie yang teramati (yakni suhu saat magnetisasi hilang) menunjukkan bahwa nilai J-nya sekitar 11,9 meV (mili-elektronvolt).

Selanjutnya, kita juga bisa menggunakan pendekatan medan rata-rata (mean field) untuk suhu di bawah suhu Curie agar bisa mengetahui bagaimana magnetisasi berubah terhadap suhu. Caranya mirip dengan sebelumnya, tapi kali ini kita tidak lagi memakai hukum Curie yang sederhana, melainkan memakai rumus Brillouin penuh untuk menghitung magnetisasi. Untuk spin tertentu, rumus Brillouin menyatakan bahwa magnetisasi M = Nμ tanh(μB/kBT), di mana:

N = jumlah atom

μ = momen magnetik per atom

B = medan magnet

kB = konstanta Boltzmann

T = suhu mutlak (Kelvin)

Jika tidak ada medan magnet luar, maka medan B ini kita ganti dengan medan molekuler (medan yang berasal dari atom-atom sekitarnya) yang disebut BE, dan ini sebanding dengan magnetisasi M itu sendiri (BE = λM), dengan λ adalah konstanta yang tergantung pada bahan.

Singkatnya:

Dengan pendekatan yang lebih realistis, suhu Curie untuk material magnetik bisa dihitung lebih akurat.

Kita juga bisa memodelkan bagaimana magnetisasi turun saat suhu naik, menggunakan rumus yang lebih kompleks daripada hukum Curie biasa.

Kalimat asli:

We shall see that solutions of this equation with nonzero M exist in the temperature range between 0 and Tc.

“Kita memisahkan kedua sisi dari persamaan ini dan menggambarkannya sebagai grafik terhadap variabel m, seperti pada Gambar 3. Titik potong antara dua kurva ini menunjukkan nilai m pada suhu yang sedang kita amati. Suhu kritisnya terjadi ketika t = 1, atau dalam bentuk rumus Tc = (N

× J^2) / kB.”

Penjelasan tambahan:

Kita membuat dua grafik: satu untuk sisi kiri persamaan dan satu lagi untuk sisi kanan.

Di mana grafik tersebut berpotongan (memiliki nilai m yang sama), itu adalah solusi yang kita cari untuk nilai m pada suhu tertentu.

Tc adalah suhu kritis, yaitu suhu saat sistem mengalami perubahan penting (misalnya transisi fase).

N dan J adalah konstanta tertentu, dan kB adalah konstanta Boltzmann.
(5)

Gambar 3 menunjukkan solusi grafik dari Persamaan (9), yang menggambarkan hubungan antara magnetisasi tereduksi (m) dan suhu.

Magnetisasi tereduksi m didefinisikan sebagai m = M/N, yaitu perbandingan antara magnetisasi total M dan jumlah partikel N.

Di grafik tersebut:

Garis lurus dengan kemiringan 1 (garis m) mewakili sisi kiri dari Persamaan (9).

Sisi kanan dari persamaan tersebut adalah fungsi tanh(m/t), yaitu fungsi matematika hiperbolik, dan digambarkan dalam grafik untuk tiga nilai suhu berbeda (dinyatakan dalam suhu tereduksi t = T/Tc, di mana Tc adalah suhu kritis).

Ketiga kurva itu menunjukkan tiga kondisi suhu:

1. Suhu tinggi (t = 2 atau T = 2Tc):

Kurva tanh(m/t) hanya memotong garis lurus di titik m = 0. Artinya, pada suhu ini tidak ada magnetisasi — sistem bersifat paramagnetik (tidak ada magnet permanen terbentuk).

2. Suhu kritis (t = 1 atau T = Tc):

Kurva tanh(m/t) bersinggungan (menyentuh) garis lurus tepat di titik m = 0. Ini menandai titik transisi antara sifat paramagnetik dan feromagnetik — di sinilah feromagnetisme mulai muncul.

3. Suhu rendah (t = 0.5 atau T = 0.5Tc):

Kurva tanh(m/t) memotong garis lurus di sekitar m = 0.94. Artinya, pada suhu ini terdapat magnetisasi yang kuat — sistem bersifat feromagnetik. Jika suhu mendekati nol mutlak (t → 0), titik potong akan mendekati m = 1, yang menunjukkan bahwa semua momen magnet sejajar sempurna.

Singkatnya: Grafik ini menunjukkan bagaimana sistem berubah dari tidak bermagnet (paramagnetik) menjadi bermagnet (feromagnetik) saat suhunya menurun, dan titik transisinya terjadi pada suhu kritis Tc.

"Grafik pada Gambar 4 menunjukkan bagaimana nilai kemagnetan jenuh (saturation magnetization) pada logam nikel berubah seiring dengan perubahan suhu. Grafik ini juga membandingkan hasil percobaan dari P. Weiss dan R. Forrer dengan kurva teori berdasarkan teori medan rata- rata (mean field theory) untuk nilai spin S = 1."

“Kurva antara M (magnetisasi) terhadap T (suhu) yang diperoleh dengan cara ini secara umum menyerupai hasil eksperimen, seperti ditunjukkan dalam Gambar 4 untuk nikel. Saat suhu T meningkat, nilai magnetisasi M menurun secara perlahan hingga mencapai nol pada suhu kritis Tc.

Perilaku ini menunjukkan bahwa transisi dari keadaan feromagnetik ke paramagnetik merupakan transisi orde dua (second-order transition)."

"Namun, teori medan rata-rata (mean-field theory) tidak menggambarkan dengan baik perubahan M pada suhu rendah. Untuk T yang jauh lebih kecil dari Tc, nilai dalam fungsi tanh (pada persamaan 9) menjadi sangat besar..."

Penjelasan tambahan:

M adalah magnetisasi, yaitu seberapa kuat bahan menjadi magnet.
(6)

Tc adalah suhu kritis (Curie temperature), yaitu titik di mana bahan feromagnetik kehilangan sifat magnetiknya.

Transisi orde dua berarti perubahan sifat terjadi secara bertahap, tidak tiba-tiba.

Fungsi tanh di sini menunjukkan hubungan matematis dalam teori.

"tangen hiperbolik dari xi kira-kira sama dengan satu dikurangi dua dikali e pangkat minus dua xi."

"Jika kita hanya melihat perubahan yang paling sederhana (tingkat pertama) dari magnetisasi, maka penyimpangannya dari nilai awal (pada suhu 0) dapat diperkirakan sebagai M(T)."

Dengan kata lain:

"Perubahan magnetisasi dari keadaan awalnya kira-kira sama dengan nilai magnetisasi pada suhu T, jika kita mengabaikan efek yang lebih rumit."

Penjelasan:

M adalah magnetisasi pada suhu T.

M(0) adalah magnetisasi saat suhu nol.

M − M(0) adalah selisih atau perubahan magnetisasi.

"To lowest order" berarti hanya mempertimbangkan pendekatan paling sederhana, biasanya linier terhadap suhu atau variabel kecil lainnya.

Argumen dari fungsi eksponensial adalah 2Tc / T. Artinya, nilai di dalam eksponen bergantung pada rasio antara suhu kritis Tc dan suhu saat ini T.

Ketika suhu T sangat kecil, yaitu sekitar 0,1 kali Tc (T ≈ 0,1Tc), maka:

M / N ≈ 4 × 10⁻⁹

Artinya, jumlah M dibandingkan dengan N sangat kecil (hanya 0,000000004 kali N) pada suhu rendah.

Namun, hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai M sangat cepat berubah terhadap suhu, terutama pada suhu rendah.

Sebagai contoh, saat T ≈ 0,1Tc, dari grafik (misalnya Gambar 5), kita dapatkan:

M / M₀ ≈ 2 × 10⁻³

Artinya, pada suhu rendah, nilai M hanya sekitar 0,002 dari nilai maksimum atau nilai acuan M₀.

Dari hasil eksperimen, diketahui bahwa perubahan utama pada M mengikuti bentuk tertentu, yang terlihat jelas dari data percobaan.

Singkatnya: Eksperimen menunjukkan bahwa M sangat sensitif terhadap suhu rendah, jauh lebih cepat berubah dari yang diperkirakan secara teoritis.

"Konstanta A memiliki nilai eksperimen sebesar (7,5 ± 0,2) × 10⁻⁶ derajat^(3/2) untuk nikel (Ni), dan (3,4 ± 0,2) × 10⁻⁶ derajat^(3/2) untuk besi (Fe). Hasil pada persamaan (11) dapat dijelaskan secara alami menggunakan teori gelombang spin (spin wave theory)."

(7)

Penjelasan sederhananya:

Ada sebuah konstanta (disebut A) yang diukur dari percobaan.

Nilainya berbeda untuk dua logam:

o

Nikel (Ni): 7,5 dikali 10 pangkat -6 derajat^(3/2)

o

Besi (Fe): 3,4 dikali 10 pangkat -6 derajat^(3/2)

Angka ±0,2 menunjukkan ketidakpastian pengukuran (bisa lebih atau kurang 0,2).

Nilai-nilai ini cocok dengan hasil dari persamaan nomor 11 dalam penelitian tersebut.

Dan hasil itu bisa dijelaskan menggunakan teori gelombang spin, yaitu teori fisika yang menjelaskan bagaimana arah spin (putaran partikel) dalam bahan magnetik bisa berubah seperti gelombang.

"Gambar 5: Penurunan magnetisasi nikel terhadap suhu, diambil dari penelitian Argyle, Charap, dan Pugh. Pada grafik tersebut, salah satu titik pengukuran dilakukan pada suhu 4,2 K."

Saturasi Magnetisasi pada Suhu Nol Mutlak

Tabel 1 menunjukkan beberapa contoh nilai dari:

Magnetisasi saturasi (Ms),

Temperatur Curie (suhu di mana material feromagnetik kehilangan sifat magnetnya), dan

Jumlah magneton efektif (nB), yang didefinisikan oleh rumus:

Ms(0) = nB × N × μB, di mana:

o

Ms(0) adalah magnetisasi saturasi pada suhu nol mutlak,

o

N adalah jumlah satuan rumus kimia per satuan volume (jumlah "molekul" dalam setiap cm³ misalnya),

o

μB (Bohr magneton) adalah satuan dasar momen magnetik.

⚠️ Catatan penting:

Jangan bingung antara nB ini dengan p, yaitu jumlah magneton efektif dalam keadaan paramagnetik, yang didefinisikan oleh rumus (11.23) dalam buku (biasanya untuk suhu tinggi, saat material belum menjadi feromagnetik).

(8)

Nilai nB yang Tidak Bulat

Nilai nB (momen magnetik per atom dalam satuan magneton Bohr) yang diamati seringkali tidak berupa bilangan bulat. Ada beberapa alasan untuk hal ini:

1. Interaksi spin-orbit: Ini bisa menambahkan atau mengurangi sedikit momen magnetik dari gerakan elektron di orbital.

2. Logam feromagnetik: Di sini, elektron konduksi (yang bebas bergerak) bisa termagnetisasi di sekitar inti ion paramagnetik, menambah momen magnetik lokal.

3. Susunan spin ferrimagnetik: Misalnya seperti pada Gambar 1 yang menunjukkan susunan spin dalam ferrimagnet. Jika ada 1 atom dengan spin S dan 2 atom dengan spin –S, maka rata-rata spin akan tetap S. Ini menyebabkan nilai nB tidak bulat.

🔍 Feromagnetik pada Isolator

Pertanyaannya adalah: Apakah ada isolator sederhana yang benar-benar feromagnetik, di mana semua spin ion sejajar di keadaan dasarnya?

Jawabannya: Ada beberapa contoh, walau jarang. Contohnya:

CrBr₃

EuO

EuS

🧠 Model Band (Elektron Itineran) pada Logam Feromagnetik

Feromagnetisme pada logam seperti besi (Fe), kobalt (Co), dan nikel (Ni) dijelaskan dengan model pita energi elektron (band model).

Gambar 6 menunjukkan hubungan antara pita 4s dan 3d pada tembaga (Cu) — tembaga sendiri tidak feromagnetik. Tapi kalau satu elektron diambil dari tembaga, maka kita mendapatkan nikel, yang punya kemungkinan terdapat "lubang" (hole) di pita 3d. Ini bisa menyebabkan sifat feromagnetik.

🔬 Struktur Pita Nikel

Gambar 7a menunjukkan struktur pita nikel saat suhu di atas suhu Curie (T > Tc):

(9)

Sekitar 0,27 hingga 0,54 elektron diambil dari pita 3d.

Sekitar 0,46 elektron diambil dari pita 4s.

Gambar 7b menunjukkan struktur pita nikel pada suhu nol mutlak (T = 0 K):

Nikel bersifat feromagnetik.

Nilai nB = 0,60 magneton Bohr per atom.

Setelah memperhitungkan kontribusi dari momen orbital, terdapat kelebihan 0,54 elektron per atom yang spin-nya lebih banyak mengarah ke satu arah (terpolarisasi spin).

🔷 Gambar 6a: Hubungan pita energi 4s dan 3d pada tembaga (copper)

Dalam tembaga, terdapat dua jenis pita energi yang penting: pita 3d dan pita 4s.

Pita 3d terisi penuh oleh 10 elektron per atom.

Pita 4s bisa menampung 2 elektron per atom, tetapi pada tembaga hanya terisi 1 elektron saja — ini adalah elektron valensi (elektron luar) yang bebas bergerak dan membuat tembaga bersifat konduktor (penghantar listrik).

Jadi, pita 4s ditunjukkan dalam keadaan setengah terisi.

🔷 Gambar 6b: Pita 3d yang terisi penuh ditampilkan sebagai dua sub-pita dengan arah spin berlawanan

Pita 3d dibagi menjadi dua sub-pita, masing-masing mewakili arah spin yang berlawanan (atas dan bawah).

Masing-masing sub-pita memuat 5 elektron, sehingga total tetap 10 elektron (penuh).

Karena kedua arah spin berlawanan dan jumlahnya sama, maka spin total = 0.

Akibatnya, tidak ada magnetisasi bersih (net magnetization) dari pita 3d ini.

💡 Singkatnya:

Tembaga punya satu elektron valensi yang bisa bergerak (di pita 4s), sehingga bisa menghantarkan listrik.

Pita 3d-nya penuh, dan karena isi spin-nya seimbang, tembaga tidak bersifat magnetik.

📊 Gambar 7a: Hubungan pita energi nikel di atas suhu Curie

Pada suhu di atas suhu Curie, nikel tidak bersifat magnetik.

Hal ini karena jumlah lubang (kekosongan elektron) di pita energi 3d dengan spin ke atas (↑) sama banyaknya dengan yang spin ke bawah (↓).

Jadi, tidak ada perbedaan jumlah elektron antara keduanya → momen magnetik total = 0.
(10)

❄️ Gambar 7b: Hubungan pita energi nikel pada suhu 0 Kelvin (nol mutlak)

Di suhu sangat rendah (nol mutlak), terjadi pemisahan energi antara pita 3d ↑ dan 3d ↓.

Ini disebabkan oleh interaksi pertukaran (exchange interaction), yaitu efek kuantum yang membuat elektron cenderung memiliki arah spin yang sama.

📌 Rincian isi pita:

Pita 3d ↑ penuh → semua tempat diisi oleh elektron.

Pita 3d ↓ hanya terisi 4,46 elektron, sehingga masih ada 0,54 "lubang".

Pita 4s (energi lebih tinggi) tidak menunjukkan perbedaan antara spin ↑ dan ↓, jadi tidak dibedakan lebih lanjut.

📎 Hasil akhirnya:

Karena pita 3d ↑ lebih penuh daripada 3d ↓, maka ada kelebihan elektron dengan spin ↑.

Inilah yang menyebabkan momen magnetik pada atom nikel.

Momen magnetik total adalah 0,54 μB per atom, dan ini sering dijelaskan seolah-olah berasal dari 0,54 lubang di pita 3d ↓.

🔁 Kesimpulan:

Magnetisasi pada nikel muncul karena ketidakseimbangan pengisian elektron antara pita spin atas dan bawah, khususnya di pita 3d. Saat dingin (di bawah suhu Curie), pita 3d ↑ jadi lebih penuh dari 3d ↓ → menciptakan momen magnetik tetap.

Referensi

Dokumen terkait

Penetrasi pengelasan pada material stainless steel SS304 dengan menggunakan pengaruh medan elektro- magnetik untuk arus I = 85 A dan delay 150 ms memiliki

menjelaskan tentang kompas, Kompas digunakan di Tiongkok dan dunia Arab selama berabad-abad sebelum Petrus Peregrinus pada tahun 1269 memberikan deskripsi Eropa pertama tentang kompas yang berfungsi. Kompas paling awal adalah batu magnet, bijih magnetit yang terbentuk secara alami (Fe3O4). Area atau kutub tertentu dari satu batu magnet akan menarik atau menolaknya kutub batu magnet lain. Polarisasi magnetik ini adalah kunci penggunaannya sebagai kompas dalam navigasi. garis Magnetisme di alam dengan garis medan imajiner yang menghubungkan kutub geomagnetik utara dan selatan. Di dalam terminologi modern, magnetisasi M sejajar dengan medan