BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jagung (Zea mays) adalah salah satu bahan pangan yang penting di Indonesia karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras (Ekowati &
Nasir, 2011). Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan bahan baku industri dan pakan ternak. Pakan ternak biasanya diambil bagian tongkol jagung. Sebagai bahan baku industri, biji jagung bisa diambil minyaknya, sedangkan tepung jagung atau maizena berasal biji maupun tongkol jagung (Ariyanti & Masyhuri, 2007).
Kebutuhan terhadap komoditas tersebut meningkat pesat seiring dengan semakin besarnya kebutuhan untuk bahan makanan, pakan ternak, dan bahan baku industri (Agustian, 2014). Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), luas panen, produksi jagung dan produktivitas jagung di Indonesia dari tahun 2013 – 2015 mengalami peningkatan. Produktivitas jagung di Indonesia dari 4,844 ton/ha pada tahun 2013 menjadi 5,178 ton/ha pada tahun 2015. Perbandingan luas panen, produksi dan produktivitas jagung di Indonesia tahun 2013 – 2015 terdapat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Indonesia Tahun 2013 – 2015
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 2013 3.821.504 18.511.853 4,844
2014 3.837.019 19.008.426 4,954 2015 3.787.367 19.612.435 5,178 Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016
Produktivitas jagung sudah mencapai 5,178 ton/ha pada tahun 2015, namun masih jauh dari potensi yang dapat mencapai 10-13 ton/ha (Azizah et al., 2017).
Sekitar 89% tanaman jagung di Indonesia dikembangkan pada dataran rendah dan lahan kering dengan tingkat kesuburan yang rendah sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas jagung (Tenrirawe, 2011). Selain itu, rendahnya produktivitas jagung disebabkan karena adanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Salah satu OPT yang sering dijumpai pada pertanaman jagung adalah ulat penggerek tongkol (Helicoverpa armigera) sehingga dapat menurunkan produksi jagung (Meytiana et al., 2017).
Helicoverpa armigera merupakan serangga yang bersifat polifagus.
Tanaman yang menjadi inang larva H. armigera diantaranya adalah tembakau, jagung, sorgum (gandum-ganduman), kapas, rami, kentang, kacang-kacangan, sayuran dan tanaman hias. Serangan larva H. armigera dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman inang. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari 60 spesies tanaman budidaya dan tanaman liar (Meytiana et al., 2017). Larva instar III hingga VI lebih banyak menyerang bagian-bagian produksi tanaman seperti bunga dan buah (Indrayani, 2011).
Serangga H. armigera mampu menurunkan produksi pertanian karena menyerang sejak fase berbunga penuh sampai pengisian biji. Larva yang baru menetas hidup dengan memakan daun, kemudian larva instar III akan melubangi tongkol jagung (Tenrirawe, 2011). Serangga ini muncul di pertanaman pada umur 45 - 56 hari setelah tanam (HST), bersamaan dengan munculnya rambut-rambut tongkol (Surtikanti, 2011).
Pengendalian hama H. armigera yang dilakukan petani pada umumnya masih menggunakan pestisida sintetik karena lebih efektif, cepat diketahui hasilnya, dan penerapannya relatif mudah (Saputra et al., 2015). Namun, ketergantungan petani terhadap penggunaan pestisida sintetik dapat berdampak buruk bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh misalnya dapat menyebabkan terjadinya ledakan hama baru, hama menjadi kebal (resistensi hama), serta menimbulkan efek residu pada tanaman dan lingkungan sekitarnya.
Upaya untuk menanggulangi dampak-dampak negatif tersebut maka perlu alternatif yaitu menggunakan bahan-bahan alami sebagai pestisida nabati yang ramah terhadap lingkungan (Agazali, 2015).
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan atau bahan-bahan alami. Bahan alami tersebut umumnya memiliki daya racun yang rendah serta relatif aman pada manusia dan lingkungan, sehingga pestisida nabati merupakan salah satu solusi untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pestisida sintetik (Agazali, 2015). Kelebihan utama penggunaan pestisida nabati adalah mudah terurai atau tergradasi secara cepat. Proses pengurainnya dibantu oleh komponen alam, seperti sinar matahari, udara, dan kelembapan.
Berdasarkan hal tersebut maka pestisida nabati yang diaplikasikan beberapa hari sebelum panen tidak akan meninggalkan residu (Rusdy, 2009).
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati adalah tanaman gamal (Gliricidia sepium). Tanaman gamal (Gliricidia sepium) merupakan tanaman perdu yang mudah ditemukan terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman ini umumnya digunakan sebagai pagar lahan pertanian,
peneduh tanaman, tanaman rambatan vanili dan lada. Walaupun demikian tanaman ini memiliki bau sangat menyengat. Bau menyengat tanaman gamal disebabkan karena senyawa metabolit yang dikandungnya baik primer maupun sekunder yang juga berfungsi sebagai pelindung dari predator (Astiti et al., 2016).
Tanaman gamal (Gliricidia sepium) mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid dan tanin sehingga berpotensi sebagai pestisida nabati karena berpengaruh dalam mortalitas ulat grayak (Hidayah, 2017).
Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, saponin dan alkaloid memiliki cara kerja sebagai racun perut dan menghambat kerja enzim kolinesterase pada larva sedangkan flavonoid berperan sebagai racun pernapasan sehingga menyebabkan kematian larva (Cania, 2013). Flavonoid dapat menyerang beberapa organ saraf pada organ vital serangga, sehingga timbul suatu pelemahan saraf pada sistem pernafasan hingga menyebabkan kematian (Muta’ali &
Kristanti, 2015).
Daun tanaman gamal berpotensi dijadikan sebagai pestisida nabati karena mengandung tanin yang toksik terhadap serangga (Noerbaeti et al., 2016).
Berdasarkan hal tersebut, maka akan dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak daun gamal (Gliricidia sepium) sebagai insektisida nabati terhadap mortalitas ulat penggerek tongkol (Helicoverpa armigera) pada tanaman jagung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah ekstrak daun gamal (Gliricidia sepium) berpengaruh terhadap mortalitas Helicoverpa armigera ?
2. Berapakah konsentrasi ekstrak daun gamal (Gliricidia sepium) yang paling efektif dalam membunuh Helicoverpa armigera ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh ekstrak daun gamal (Gliricidia sepium) terhadap mortalitas Helicoverpa armigera
2. Mengetahui konsentrasi ekstrak daun gamal (Gliricidia sepium) yang paling efektif dalam membunuh Helicoverpa armigera
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi Petani
a. Dapat dijadikan informasi mengenai cara pembuatan pestisida nabati b. Dapat dijadikan informasi dalam pengendalian hama H. armigera
melalui cara hayati yang ramah lingkungan
c. Menekan penggunaan pestisida sintetik yang berdampak buruk bagi lingkungan
2. Bagi Peneliti
a. Memberikan informasi tentang senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam daun gamal (Gliricidia sepium)
b. Dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam mengendalikan H. armigera