• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh emotional intelligence, organizational

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "pengaruh emotional intelligence, organizational"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EMOTIONAL INTELLIGENCE, ORGANIZATIONAL CULTURE DAN TRAINING TERHADAP JOB SATISFACTION

PENELITIAN PADA PT. XYZ

Muhamad Fadhil Surya Putra, S. E

Program Studi Manajemen, STIE Indonesia Banking School Indonesia

Email : [email protected]

ABSTRACT

Employee can be consider as company primary factor to produce and to fulfill their goals in the future and present, as a result to fulfill this goal the demand for good human resource has grow to obtain and maintain good human resource. This main pupose of this study is to investigate the impact of emotional intelligence, organizational culture and training to job satisfaction at PT. XZY.

This research is descriptive research with quantitave approach by taking population as sample of 35 regular employee of PT. XYZ that works at PT. XYZ branch office Lebak Bulus and Pondok Indah Mall 1. The respondent are choosen because of their position as regular employee to describe the best result in this research.

The result of this analysis in this research was tested using SPSS. The result of this research indicate that some hypotheses aren’t supported and doesn’t have positive impact.

Keyword : Emotional Intelligence, Organizational Culture, Training and Job Satisfaction.

(2)

I. Pendahuluan

Fakta yang mengunggkapkan bahwa rendahnya kepuasan kerja yang dimiliki oleh pekerja menjadi pemicu peneliti untuk melakukan penelitian mengenai kepuasan kerja ini, dengan judul penelitian pengaruh emotional intelligence, organizational culture dan training terhadap job satisfaction Penelitian Pada PT. XYZ, variable kecerdasan emosional, budaya organisasi dan pelatihan terhadap job satisfaction sendiri didasari pada fakta keinginan peneliti untuk melihat faktor-faktor lain diluar faktor kompensasi finansial yang mungkin mempengaruhi agar perusahaan dapat memaksimalkan perumusan kegiatan atau program kerja yang paling tepat untuk menjaga kepuasan kerja pekerja tetapnya.

Kecerdasan emosional juga bisa dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami perasaan dirinya sendiri, dapat mengontrol strees, emosi negatif dan frustasi dapat memiliki hubungan yang lebih baik dengan rekan kerja maupun supervisor yang nantinya akan meningkatkan job satisfaction, organizational commitment, dan memiliki performa kerja yang lebih baik (Kafetsios

& Zampetakis, 2008), lebih lanjut kecerdasan emosional juga mampu dapat meningkatkan potensi seorang individu untuk mempelajari kompetensi-kompetensi yang ada dipekerjaannya (Goleman, 1998) sehingga kecerdasan emosional menjadi ketentuan dasar yang penting bagi individu untuk dapat bekerja di organisasi dengan baik dan mampu memberikan performa kerja yang baik dan menurunnya performa pekerja akibat munculnya rasa tidak puas pada pekerja.

Budaya kerja atau organizational culture, yang baik memiliki dampak yang signifikan terhadap job satisfaction dan organizational commitment (Lok & Crawford, 2004) namun hal ini tidak banyak menjadi focus utama dalam banyak organisasi di Indonesia sehingga mendorong pekerja untuk keluar dari organisasi tempat mereka berada dan merasa tidak puas dengan pekerjaan. Hal tersebut diperkuat dengan belum adanya pedoman berprilaku yang baku dalam beberapa perusahaan dalam melakukan segala aktivitas yang ada didalam perusahaan, namun yang umum ada hanyalah peraturan tata tertib kerja yang merupakan bagian kecil dari budaya organisasi (Koesmono, 2005).

Program yang berhubungan dengan pengembangan untuk training di Indonesia sedang dilakukan gencar oleh organisasi

(3)

untuk mengembangkan kemampuan sumber daya manusianya dalam menghadapi perubahan pasar dan dunia akibat berkembang pesatnya dunia informasi dan globalisasi, namun beberapa tahun belakangan muncul trend bahwa pemberian kompensasi finansial merupakan cara utama untuk mempertahankan dan mempertahakan kepuasan kerja hal ini menunjukan masih minimnya pemahaman bahwa training atau development program juga merupakan salah satu cara yang terbukti signifikan untuk meningkatkan kepuasan kerja (Siebern-Thomas, 2005), sehingga peneliti melihat di perlukan penelitian untuk meniliti hubungan antara training dan job satisfaction untuk melakukan perencanaan pengembangan dan menggunakan metoda yang paling efektif agar untuk menjawab kebutuhan organisasi dimasa depan.

Penelitian ini akan menggunakan objek PT. XYZ cabang Lebak Bulus dan Pondok Indah Mall 1 dengan responden pekerja tetap. Pekerja tetap memiliki peran yang penting dalam kegiatan operasional PT. XYZ baik dalam front office maupun back office. II. Landasan Teori

Teori Emotional Intelligence

Menurut Goleman (1995) kemampuan seseorang untuk mengetahui emosi dirinya dan diri orang lain serta menilai emosi mana yang baik dan menggunakannya sebagai landasan untuk berpikir dan berperilaku. Dalam melakukan, penelitian lanjutan mendefinisikan bagaimana tolak ukur seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik di jelaskan kembali pada tahun (Goleman, 1998), diperkenalkan Emotional Intelligence framework yang mencakup ;

(4)

1. Self Awareness

Kemampuan untuk mengetahui emosi, kekuatan, kelemahan, dorongan, nilai dan tujuan diri dan mengetahui dampaknya apalagi di laksanakan dengan mempertimbangkan perasaan untuk memandu dalam mengambil keputusan

2. Self Regulation

Melakukan control dan mengarahkan emosi diri sendiri dan beradaptasi serta merubahnya sesuai dengan kondisi.

3. Social Skill

Membangun dan memlihara hubungan dengan orang lain agar menuju arah yang diinginkan

4. Motivation

Kencenderungan emosi yang menjadi pedoman atau fasilitator dalam mencapai tujuan yang diinginkan

5. Emphaty

Kemampuan untuk mengetahui emosi, keinginan dan kekhawatiran pihak lainnya

Teori Organizational Culture

Budaya berasal dari Bahasa sansekerta budhayyah yang merupakan jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia, sehingga budaya organisasi dapat diartikan secara harfiah sebagai budi dan akal manusia dalam suatu organisasi, lebih lanjut para ahli management mengembangkan pengertian management menjadi lebih lanjut seperti yang jelaskan oleh (Robbins & Coulter, 2005) didefinisikan sebagai nilai, prinsip dan tradisi yang dipegang bersama dan cara organisasi melakukan kegiatannya yang mempengaruhi orang atau pegawai yang berada di dalam organisasi tersebut lebih lanjut (Robbins & Judge, 2007) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah suatu system makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.

Teori Training

Secara tradisional pelatihan bertujuan untuk membantu pekerja atau anggota organisasi untuk meningkatkan Job Performance pekerjaan yang sedang dilaksanakannya,(Noe et al.,

(5)

2007) pendapat lainnya juga yang juga menegaskan hal ini mengatakan bahwa Pelatihan adalah proses mengajarkan karyawan baru ataupun yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka (Dessler, 2009) sedangkan pakar lainnya memiliki pendapat sedikit berbeda namun menuju tujuan yang sama mengatakan bahwa pelatihan merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan (Simamora, 2006) Apapun itu pelatihan merupakan bagian dari Human resource management yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu yang merupakan bagian dari perusahaan untuk menjawab tantangan organisasi di masa depan, di beberapa literature Training dan Development merupakan satu bagian yang sama namun memiliki.

Teori Job Satisfaction

Kepuasan kerja adalah Sesuatu yang unik beberapa survey yang dilakukan sebelumnya oleh beberapa lembaga survey menemukan bahwa di Negara-negara asia tenggara utamanya singapura dan Indonesia memiliki tingkat kepuasan kerja yang cukup rendah jika dibandingkan dengan Negara-negara barat atau pasifik seperti Australia dan new Zealand pengertian job satisfaction sendiri menurut (Hasibuan, 2007) adalah sikap emosional yang menyenangkan dan menyukai pekerjaannya, sedangkan menurut pakar lainnya (Robbins & Coulter, 2005) kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya dapat disimpulkan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaannya akan menentukan apakah seseorang tersebut memiliki kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukannya atau tidak, orang yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya akan memiliki kepuasan kerja yang lebih baik terhadap orang yang bersikap negatif terhadap pekerjaannya, hal ini diperkuat dengan pernyataan dari (Rivai, 2004) bahwa kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikap senang atau tidak puas dalam bekerja.

(6)

Kerangka Konseptual

Pengaruh Emotional intelligence terhadap Job satisfaction Menurut Brayfield dan Rothe dalam (Panggabean, 2004) bahwa kepuasan pekerja dapat diduga dari sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Berdasarkan penelitian emotional intelligence individu atau seseorang akan menentukan bagaimana dirinya bersikap dan bereaksi terhadap lingkungan di sekitarnya sehingga tidak mudah di pengaruhi oleh pengaruh negatif sehingga memiliki job satisfaction yang baik di tempatnya bekerja (Wong &

Law, 2002), penelitian lainnya menegaskan bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh penting terhadap kepuasan kerja (Çekmecelioğlu, Günsel, & Ulutaş, 2012) hasil ini diperkuat oleh penelitian lainnya mengatakan bahwa emotional intelligence adalah kunci untuk memprediksi hasil dari organisasi termasuk job satisfaction (Daus & Ashkanasy, 2005). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Luh, Nurangingsih dan Putra (2015) yang melakukan penelitian pada karyawan di The Seminyak Beach Resort and Spa dengan hasil 0,745 sehingga positif dan signifikan hal ini sesuai karena kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan, dimana karyawan merasa senang dengan tempat kerjanya dan hubungan dengan rekan kerjanya, berdasarkan teori dan hasil penelitian tersebut

H1 : Emotional intelligence berpengaruh positif terhadap Job satisfaction.

Pengaruh Organizational culture terhadap Job satisfaction Kemampuan seseorang, ekspektasi dan perilaku seseorang dapat berbeda beda tergantung dengan budaya yang berbeda juga (Redding, 1992) , lebih lanjut budaya organisasi juga menggambarkan asumsi, nilai dan kepercayaan yang di pegang bersama dan merupakan perekat sosial yang menyatukan organisasi menjadi satu (Treviño & Nelson, 2011) sehingga organisasi yang baik seharusnya memiliki budaya organisasi yang baik akan memiliki nilai dan etika yang sama bagi pegawainya yang akan membantu mereka menyelesaikan tugas dan tantangan yang dihadapi perusahaan sehingga akan mempengaruhi Job Satisfaction pada anggota atau pekerja dalam organisasi tersebut, definisi ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh (Robbins &

(7)

Judge, 2007) bahwa budaya organisasi adalah suatu system makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Koesmono, 2005) dalam jurnal dengan judul pengaruh budaya organisasi dan motivasi terhadap kepuasan kerja serta kinerja karyawan pada sub sector industry pengolahan kayu skala menengah di jawa timur, menegaskan bahwa faktor budaya organisasi memiliki pengaruh secara positif terhadap kepuasan pekerja dengan hasil sebesar 0,994 penelitian ini menggunakan metoda path analysis. Hal ini menjadi relevan karena dalam mencapai kepuasan kerja yang baik pekerja harus merasa nyaman dan memahami budaya tempatnya berada. Namun pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Rumaysha, 2014) dengan judul Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Perilaku Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja dengan Studi pada Komisi Yudisial, diketahui bahwa budaya organisasi tidak memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang disebutkan sebelumnyam, pada penelitian ini dilakukan pengujian dengan menggunakan metoda SPSS dengan hasil 0,137 sehingga tidak memiliki pengaruh secara positif.

H2 : Organizational culture berpengaruh positif terhadap Job satisfaction

Pengaruh Training terhadap Job satisfaction

pelatihan bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan seseorang namun individu yang diberikan pelatihan juga mendapatkan kepuasan kerja (Lodjo, 2013) hasil penelitiannya menunjukan bahwa T hitung 2.034> T tabel 1.6634 sehingga training memiliki pengaruh yang positif terhadap job satisfaction. hal ini juga diperkuat pada penelitian yang dilakukan oleh Supatmi, Nimran dan Utami (2012) dengan hasil positive dan signifikan berpengaruh dengan hasil 0,170 lebih lanjut diketahui hasil dari pelatihan bagi responden adalah karyawan secara individu dapat mengambil keputusan yang lebih baik dan pemecahan masalah yang efektif, merasakan perubahan untuk bersedia membantu dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri, selalu bersemangat untuk terus mau belajar dan mengurangi

(8)

rasa takut atau khawatir dalam mencoba melakukan tugas baru, serta dengan kepuasan kerja yang baik maka pekerja akan memberikan pelayanan kepada konsumen yang lebih baik.

H3 : Training berpengaruh positif terhadap Job satisfaction.

Model Penelitian

III. Model Penelitian Objek Penelitian

Penelitian ini meneliti mengenai pengaruh emotional intelligence, organizational culture dan training terhadap job satisfaction penelitian terhadap PT. XYZ Cab. Lebak Bulus dan Karang Tengah. adapun yang menjadi responden penelitian kali ini adalah karyawan tetap pada PT. XYZ cabang lebak bulus yang peralamat di ruko Bona Indah Plaza, Jalan Karang Tengah Raya, Jakarta selatan dan kantor cabang pembantu Pondok Indah Mall 1 yang beralamat pada Jalan Metro Pondok Indah Blok 3b, Jakarta selatan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2016 pada tanggal 14 dan 18. Pada penelitian ini peneliti menggunakan seluruh populasi pekerja tetap sebagai sample yaitu sejumlah 35 pekerja dari kedua kantor cabang.

(9)

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian descriptive. Yaitu jenis penelitian yang memiliki tujuan utama mendeskripsikan sesuatu biasanya karakteristik atau fungsi pasar (Maholtra, 2006). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif yang dilakukan satu kali pada satu periode (cross sectional design).

Metode penelitian kuantitatif sendiri bertujuan untuk mengukur data dan umumnya ada di dalam bentuk analisis statistik (Maholtra, 2006). Pengumpulan data sendiri dilakukan dengan menggunakan metode survey dengan kuisioner dalam bentuk pertanyaan yang di isi oleh responden pekerja tetap PT. XYZ dan diolah menggunakan SPSS 21.

Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan adalah:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli dan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang sesuai dengan keinginan peneliti (Maholtra, 2006)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan selain menyelesaikan masalah yang dihadapi (Maholtra, 2006) Populasi dan Sample

Populasi adalah suatu kelompok atau kumpulan subjek atau objek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian. Sehingga dalam penelitian akan menggunakan seluruh populasi sebagai sample dengan jumlah seluruh karyawan tetap pada dua kantor cabang pembantu PT. XYZ yang berlokasi di Lebak Bulus dan Pondok Indah Mall 1 yang berjumlah 35 pekerja pada bulan desember 2015.

(10)

Operasional Variabel

Variabel Definisi Alat Ukur Skala

Pengukuran

Emotional Intelligence (EI)

kemampuan seseorang untuk mengetahui emosi dirinya dan diri orang lain serta menilai emosi mana yang baik dan

menggunakannya sebagai landasan untuk berpikir dan berperilaku (Goleman, 1995)

EI1: Saya mengetahui perasaan atau emosi diri sendiri.

EI2: Saya mengetahui kemampuan saya dalam bekerja.

EI3: Saya yakin pada kemampuan saya dalam bekerja.

EI4: Saya dapat menjaga emosi saya.

EI5: Saya dapat bersikap jujur.

EI6: Saya dapat menjaga performa kerja saya.

EI7: Saya dapat beradaptasi dengan perubahan di tempat kerja.

EI8: Saya merasa nyaman dengan hal- hal baru yang berkaitan dengan pekerjaan.

EI9: Saya senantiasa meningkatkan kualitas pekerjaan saya.

EI10 : Pekerjaan saya selalu

disesuaikan dengan tujuan perusahaan.

EI11: Saya selalu siap untuk

Interval 1-7

(11)

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Pengukuran mengambil

kesempatan yang ada

EI12 : Kesulitan bukanlah halangan bagi saya

EI13 : Saya memahami perasaan atau emosi rekan kerja saya EI14 : Saya memahami

kemampuan bekerja rekan kerja saya.

EI15: saya selalu mendorong agar kemampuan bekerja rekan kerja saya berkembang.

EI13 : Saya selalu mengantisipasi keinginan pelanggan.

EI14: Saya memahami keinginan pelanggan.

EI15: Saya selalu memenuhi keinginan pelanggan.

EI16 : Saya mengetahui kekerabatan yang kuat antara rekan kerja saya.

EI17: saya memahami kekerabatan yang

(12)

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Pengukuran kuat antara rekan

kerja saya.

EI18: Saya Selalu Memberikan Pesan yang Jelas Ketika Berkomunikasi dengan Rekan Kerja Saya

EI19: disetiap konflik saya selalu berkomunikasi dengan pihak yg berkonflik.

EI20: Saya selalu menyelesaikan pebedaan di lingkungan kerja.

EI21 : saya selalu membangun hubungan kekerabatan yang baik dengan rekan kerja.

EI22 : Saya selalu bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersana

(Goleman, 1998)

Organizational Culture (OC)

sebagai nilai, prinsip dan tradisi yang dipegang bersama dan cara organisasi

melakukan kegiatannya yang mempengaruhi orang atau pegawai yang berada di dalam organisasi tersebut

OC1: Kebebasan memberikan ide-ide kepada perusahaan.

OC2: Kebebasan dalam mengambil keputusan dalam bekerja.

OC3: Perusahaan mementingkan hasil akhir dari pada proses pekerjaan.

Interval 1-7

(13)

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Pengukuran (Stephen P.

Robins, 2012)

OC4: Perhatian perusahaan terhadap konflik yang terjadi OC5: Perhatian perusahaan terhadap suasana bekerja.

OC6: Perusahaan mengutamakan kerjasama tim daripada individu.

OC7: Perusahaan melihat cara yang digunakan dalam memperoleh hasil.

OC8: Perhatian perusahaan terhadap rencana jangka panjang

(Robbins & Coulter, 2005)

Training (TN)

Pelatihan adalah proses

mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, kerampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka (Dessler, 2009)

TN1: Program training fokus pada bagaimana

memperbaiki kinerja saya.

TN2: Program training yang saya terima secara konsisten

dievaluasi.

TN3: saya

menerima training tentang bagaimana melayani pelanggan yang lebih baik.

TN4: saya

menerima training untuk menangani pekerjaan saya.

(Masoud &

Hmeidan, 2013)

Interval 1-7

(14)

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Pengukuran

Job Satisfaction (JS)

Sikap umum

terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukan perbedaan antara jumlah

penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yakini seharusnya mereka terima.

(Robbins &

Coulter, 2005)

JS1: Saya nyaman karena kondisi tempat saya bekerja yang baik.

JS2: Saya nyaman dengan pekerjaan saya karena mendapatkan bimbingan yang baik dari atasan saya.

JS3: Saya senang dengan pekerjaan saya karena kompensasinya sesuai dengan kinerja saya.

JS4: Saya merasa senang karena perusahaan

menawarkan kesempatan karir yang sesuai dengan kinerja saya.

JS5: Saya merasa senang bekerja diperusahaan ini karena dapat mengerjakan pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuan saya.

(Khan et al., 2014)

Interval 1-7

IV. Profil Perusahaan

Dikutip dari website perusahaan PT. XYZ didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank pemerintah -- yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank

(15)

Pembangunan Indonesia -- dilebur menjadi PT. XYZ, dimana masing-masing bank tersebut memiliki peran yang tak terpisahkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Sampai dengan hari ini, Bank Mandiri meneruskan tradisi selama lebih dari 14 tahun memberikan kontribusi dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia.

Hasil Analisis

Setelah melakukan analisa menggunakan SPSS diketahui bahwa hasil penelitian memenuhi syarat yaitu validitas dan reliabilitas sehingga data yang digunakan baik terlihat pada tabel 4.3 hasil penelitian, sedangkan melalui normalitas terbukti bahwa data terdistribusi normal dan dapat digunakan, melalui uji hipotesis diketahui bahwa hipotesis 1 dan 3 tidak berpengaruh dan signifikan namun pada hipotesis 2 diketahui memiliki pengaruh potisive dan signifikan sehingga hipotesis 2 dapat diterima adapun penjelasan hipotesis adalah sebagai berikut.

Implikasi

1. Organizational culture berpengaruh positif terhadap Job satisfaction

Setelah melihat hasil dari data dan uji hipotesis diketahui bahwa pada pekerja tetap PT. XYZ cabang Lebak Bulus dan Pondok Indah Mall 1 Organizational Culture memiliki pengaruh positive terhadap Job Satisfaction, sehingga dengan dengan memperkuat budaya organisasi dan mengimplementasikannya pekerja dapat merasa lebih puas dan nyaman bekerja di perusahaan tempatnya bekerja.

Pada tabel diatas diketahui bahwa jawaban responden secara menyeluruh setuju dengan masing-masing pertanyaan karena nilainya berada diatas 3 sebagai standart minimum setuju. Rata-rata jawaban pada variabel budaya ogranisasi adalah 6,01 artinya sebagian besar pekerja PT. XYZ cabang Lebak Bulus dan Pondok Indah Mall 1 sudah menerapkan budaya organisasi.

2. Emotional Intelligence tidak berpengaruh positif terhadap Job satisfaction.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Emotional Intelligence tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Job

(16)

Satisfaction karena kemampuan kecerdasan emosional yang baik hanya dapat meningkatakan kepuasan kerja apabila kebutuhdan dasar atau yang berada di level lebih rendah sudah dipenuhi terlebih dahulu sehingga PT. XYZ cabang Lebak Bulus dan Pondok Indah Mall 1 sebaiknya meningkatkan kebutuhan dasar pekerja seperti rasa aman yang belum tercipta dengan baik.

3. Hasil penelitian juga menemukan bahwa Training tidak memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap Job Satisfaction, setelah melihat hasil dari rata-rata jawaban responden diketahui jenjang karir yang diberikan dinilai belum cukup oleh responden sehingga faktor lainnya seperti pelatihan tidak dapat memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja.

V. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa variabel Emotional Intelligence tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Job Satisfaction.

2. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa variabel Organizational Culture berpengaruh positive dan signifikan terhadap Job Satisfaction.

3. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa variabel Training tidak berpengaruh Positive dan signifikan terhadap Job Satisfaction.

Saran

1. Untuk perusahaan PT. XYZ cabang Lebak Bulus dan Pondok Indah Mall 1.

a. Organizational Culture terhadap Job Satisfaction

Untuk menjaga agar kepuasan kerja terjaga di tingkat yang terbaiknya agar budaya organisasi di perkuat dan meningkatkan bekerja secara tim agar lebih kuat dan dapat meningkatkan kepuasan kerja lebih baik lagi

b. Training terhadap Job Satisfaction

Agar dapat merumuskan jenjang karir dan kompensasi yang lebih baik karena responden menilai belum memuaskannya jenjang karir dan kompensasi yang diberikan oleh organisasi.

(17)

c. Emotional Intelligence terhadap Job Satisfaction

Agar meningkatkan supervisi terhadap konflik yang terjadi diantara responden dan menjadi penengan ketika konflik karena ada kecenderungan responden tidak melakukan komunikasi yang baik sehingga tidak terciptanya rasa aman.

2. Untuk Penelitian Selanjutnya.

a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mencoba untuk mengembangkan objek penelitian menjadi lebih variatif dan dengan responden yang berbeda untuk mengetahui apakah terdapat hasil berbeda dengan penelitian pada responden dan objek penelitian yang berbeda.

Daftar Pustaka

Aghdasi, S., Kiamanesh, A. R., & Ebrahim, A. N. (2011).

Emotional intelligence and organizational commitment:

Testing the mediatory role of occupational stress and job satisfaction. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29, 1965–1976. doi:10.1016/j.sbspro.2011.11.447

Altaf, A., & Awan, M. A. (2011). Moderating Affect of Workplace Spirituality on the Relationship of Job Overload and Job Satisfaction. Journal of Business Ethics, 104(1), 93–99.

doi:10.1007/s10551-011-0891-0

Baldwin, J. R., & Johnson, J. (1995). Human Capital Development and Innovation: The Case of Training in Small and Medium Sized-Firms, (March).

Burgard, C., & Görlitz, K. (2014). Continuous training, job satisfaction and gender. Evidence-Based HRM: A Global Forum for Empirical Scholarship, 2(2), 126–144.

doi:10.1108/EBHRM-11-2012-0016

Çekmecelioğlu, H. G., Günsel, A., & Ulutaş, T. (2012). Effects of Emotional Intelligence on Job Satisfaction: An Empirical Study on Call Center Employees. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 58, 363–369.

doi:10.1016/j.sbspro.2012.09.1012

Cherniss, C. (2000). Emotional Intelligence: What it is and why it matters. Consortium for Research on Emotional Intelligence

(18)

in Organizations, 1–14. doi:10.1037//0021-9010.87.5.819 Daus, C. S., & Ashkanasy, N. M. (2005). The case for the ability-

based model of emotional intelligence in organizational behavior. Journal of Organizational Behavior, 26(4), 453–

466. doi:10.1002/job.321

Dessler, G. (2009). Human Resource Management (11th ed.).

Pearson Prentice Hall.

Forgas, J. P., Mayer, J. D., & Ciarrochi, J. (1997). Effectiveness, Emotional Intelligenceorganizational. Emotional intelligence in everyday life A scientific inquiry. New York : Psychological Press.

Ghozali, A. (2006). Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Badan Pustaka Universitas Diponegoro Semarang.

Goleman, D. (1995). Emotional intelligence. Personality and Individual Differences, 9(5), 1091–1100.

doi:10.1016/j.paid.2003.12.003

Goleman, D. (1998). Working with Emotional Intelligence. Futurist, 33, 14. doi:98-18706 Library of Congress

Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2010).

Multivariate Data Analysis. Vectors. doi:10.1016/j.ijpharm.2011.02.019

Hasibuan, M. S. (2007). Manajemen Sumber daya Manusia (Revisi). Bumi Aksara.

Jones, M. K., Jones, R. J., Latreille, P. L., Sloane, P. J., Jones, M.

K., Jones, R. J., & Sloane, P. J. (2008). Training , Job

Satisfaction and Workplace Performance in Britain : Evidence from WERS 2004. Discussion Paper, 1–45.

Kafetsios, K., & Zampetakis, L. a. (2008). Emotional intelligence and job satisfaction: Testing the mediatory role of positive and negative affect at work. Personality and Individual Differences, 44(3), 712–722. doi:10.1016/j.paid.2007.10.004 Khan, M. S., Khan, I., Muhammad, D. G., Khan, S., Nawaz, A.,

Khan, F., & Yar, N. B. (2014). The impact of job satisfaction and organizational context variables on organizational commitment. International Journal of Business and Public Administration, 11(2), 1–19. doi:10.6007/IJARBSS/v4-i2/562 Koesmono, H. T. (2005). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di

(19)

Jawa Timur. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan,

7(Universitas Katholik Widya Mandala, Surabaya), 171–188.

Lockhart, J. (2012). Indonesian Employees Are The Most Unhappy With Their Jobs. Business Insider Australia.

Retrieved from http://www.businessinsider.com.au/singapore- employees-are-among-the-most-dissatisfied-with-their-jobs- 2012-3

Lodjo, F. S. (2013). Pengaruh Pelatihan, Pemberdayaan dan Efikasi Diri Terhadap Kepuasan Kerja, 1(3), 747–755.

Lok, P., & Crawford, J. (2004). The effect of organisational culture and leadership style on job satisfaction and organisational commitment: A cross-national comparison. Journal of Management Development.

doi:10.1108/02621710410529785

Luh, N., Nuraningsih, P., & Putra, M. S. (2015). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja dan stres kerja pada the seminyak beach resort and spa, 4(10), 2955–

2981.

Maholtra, N. K. (2006). Riset Pemasaran. PT. Indeks, Jakarta.

Masoud, E. Y., & Hmeidan, T. A. (2013). the Effect of Perceived Work Environment on Frontline Employees ’ Service Recovery Performance : the Case of Four and Five Star Hotels in Jordan. European Scientific Journal, 9(11), 129–

147.

Mathis, R. L., & Jackson, J. H. (2010). Human Resource Management. Workforce (Vol. 46). doi:10.1055/s-0030- 1270560

Noe, R. a, Hollenbeck, J. R., Gerhart, B., & Wright, P. M. (2007).

Fundamentals of Human Resource Management. Human Resource Management, 2(1), 594. Retrieved from

http://cws.cengage.co.uk/price_fundamentals/

Panggabean, M. S. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia (2nd ed.). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Priyatno, D. (2010). Belajar Cepat Olah Data Dengan SPSS. Andir Jakarta.

Redding, S. (1992). The Spirit of Chinese Capitalism. 1990.

Walterole Gruyter, Berlin, 1990–1992. Retrieved from

http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=int itle:The+Spirit+of+Chinese+Capitalism+by#2

(20)

Rivai, V. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia : dari teori ke praktik. Raja Grafindo Persada.

Robbins, S. P., & Coulter, M. (2005). Manajemen. In Management. Pearson Prentice Hall.

Robbins, S. P., & Judge, T. a. (2007). Organizational Behavior.

Source, 21(4), 115–134. Retrieved from

http://books.google.com/books?id=VAfMJO11rWIC&pgis=1 Rumaysha, Z. (2014). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap

Perilaku Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja. STIE Indonesia Banking School.

Sekaran, U. (1992). Research Methods for Business, A Skill Building Approach (2nd Editio). John Willey n Sons.

Siebern-Thomas, F. (2005). Job quality in European labour

markets. In Job Quality and Employer Behaviour (pp. 31–66).

Simamora, H. (2006). Manajemen Sumberdaya Manusia (3rd ed.).

STIE YKPN Yogyakarta.

Slaski, M., & Cartwright, S. (2003). Emotional intelligence training and its implications for stress, health and performance.

Stress and Health, 19(4), 233–239. doi:10.1002/smi.979 Stephen P. Robins, M. C. (2012). Management. Angewandte Chemie International Edition (Vol. 40). doi:10.1002/1521- 3773(20010316)40:6<9823::AID-ANIE9823>3.3.CO;2-C Sugiyono. (2009). Metoda Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. CV.

Alfabeta, Bandung.

Supatmi., M. E., Nimran, U., & Utami, H. N. (2012). Pengaruh pelatihan, kompensasi terhadap kepuasan kerja karyawan dan kinerja karyawan. Jurnal Profit, 7, 25–37.

Treviño, L. K., & Nelson, K. A. (2011). Managing Business Ethics:

Straight Talk About How To Do It Right. Vasa (5th ed.). John Willey n Sons.

Wong, C. S., & Law, K. S. (2002). The effects of leader and follower emotional intelligence on performance and attitude:

An exploratory study. Leadership Quarterly (Vol. 13).

doi:10.1016/S1048-9843(02)00099-1

Wright, R., Powell, M. B., & Ridge, D. (2006). Child abuse investigation: An in-depth analysis of how police officers perceive and cope with daily work challenges. Policing: An International Journal of Police Strategies & Management, 29(3), 498–512. doi:10.1108/13639510610684728

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Based on a sample of 279 Chinese hotel employees, results showed that: 1 while deep acting partially mediated the effect of emotional intelligence on job satisfaction, surface acting did

The Effect of Organizational Culture and Job Satisfaction Simultaneously on Employee Performance The results of this study indicate that organizational culture and performance

2002 ‘The hospitality industry culture profile: A measure of individual values, organizational culture, and person-organization fit as predictors of job satisfaction and behavioral

Pengaruh positif Organizational Culture terhadap Job Satisfaction Menurut Marcoulides dan Heck 1993 pada penelitiannya membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan

Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa job satisfaction menjadi variabel antara organizational culture terhadap employee engagement atau adanya organizational culture dalam

The objectives of the study was to evaluate how organizational culture influences employee performance and job satisfaction and the relationship between organizational culture, employee

Theories of job satisfaction: Herzberg's Two-Factor Theory 13 2.3 Organizational Learning Culture 15 2.4 Relationship between Continuous Learning and Job Satisfaction 17 2.5

Result: The results indicate that Organizational Culture positively and significantly influences Job Satisfaction, Work Motivation, and Employee Performance.. Furthermore, Job