• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Interval Waktu Berbeda Pemberian Probiotik Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Ikan Baung (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Pengaruh Interval Waktu Berbeda Pemberian Probiotik Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Ikan Baung ("

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Interval Waktu Berbeda Pemberian Probiotik Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Ikan Baung (Hemibagrus Nemurus) Sistem Bioflok

The Influence Of Different Time Interval Of Probiotics On The Growth And Life Of Baung Fish (Hemibagrus Nemurus) Bioflok System

Bella Vista Ferozaa , Mulyadib, Niken Ayu Pamukas,a,b,*

a Student of the Faculty of Fisheries and Marine, the University of ; Riau ; 28125 ; Pekanbaru

b) Lecturer of the Faculty of Fisheries and Marine, the University of Riau ; Riau ; 28125 ; Pekanbaru

INFORMASIARTIKEL Diterima: 29 April 2021 Distujui: 29 Mei 2021

Keywords: Probiotics, Biofloc, Baung Fish.

ABSTRACT

This research was conducted from November 2020 to Januari 2021 at the Hatchery and Laboratory of Technical Services Unit Aquaculture of Technology, Faculty of Fisheries and Marine University of Riau. This study aims to determine the best time interval for giving probiotics given to the maintenance media of baung fish with the biofloc system and the growth rate and survival. This study used completely randomized design (CRD) of one factor consisting of five levels of treatment with three replications. The treatments applied are (1) control without probiotic (2) once every 5 days, (3) once every 10 days, (4) once every 15 days, and (5) once every 20 days. Research results show that P1 gives the best results, namely 13.63 mL floc volume, water quality such as temperature ranges from 26-27˚C, water pH ranges from 6.4-7.1, dissolved oxygen content (DO) ranges from 6, 1 - 7.7, and ammonia ranges from 0.0011-0.0028. There are 29 types of plankton found in the flock, consisting of 12 types of phytoplankton and 17 types of zooplankton. There are 9 types of plankon eaten by the baung fish, consisting of 5 types of phytoplankton and 4 types of zooplankton. Absolute weight growth of 8.45 g, absolute length growth of 5.41 cm, specific growth rate of 2.68%, FCR of 0.88%, survival of 91.67%.

1. PENDAHULUAN

Ikan baung (Hemibagrus nemurus) merupakan jenis ikan perairan tawar yang hidup di perairan umum seperti di danau, sungai, waduk, dan rawa banjiran. Ikan baung (H.nemurus) merupakan ikan air tawar di Riau yang berpotensi untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ikan baung mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi dengan kadar protein sebesar 17,09%, lemak 0,76% dan kadar air 81,19% (Susilowati, 2017).

Sukemi (2016) menyatakan kebutuhan konsumsi rata-rata ikan baung bagi masyarakat Riau sebanyak ±840 kg/hari untuk musim ikan. Tingginya permintaan akan ikan baung dipasaran terus menerus menuntut para pembudidaya untuk meningkatkan produktifitas.

Usaha pembenihan dan pembesaran ikan baung masih mengalami berbagai kendala salah satunya kualitas media pemeliharaan. . Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah limbah pada budidaya adalah penerapan teknologi bioflok. Teknologi bioflok merupakan teknologi akuakultur yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof dalam mengkonversi nitrogen baik organik maupun anorganik yang terdapat dalam air menjadi biomassa bakteri (De Schryver dan Verstraete, 2009).

Crab et al, (2007), menyatakan teknologi bioflok mampu memberi keuntungan yang lebih karena selain dapat menurunkan limbah nitrogen anorganik, teknologi bioflok juga

(2)

dapat menyediakan pakan tambahan bagi ikan budidaya yaitu berupa flok yang mengandung beberapa jenis plankton yaitu kelompok fitoplankton dan zooplankton yang terdapat pada kolam bioflok (Putri, 2020).

Penambahan probiotik pada media pemeliharaan biasanya ditambahkan satu kali selama pemeliharaan. Flok-flok yang mengandung mikroorganisme pada media pemeliharaan sebagai sumber pakan alami akan terus dimakan oleh ikan dan semakin besar tubuh ikan maka akan semakin besar pula jumlah pakan yang dibutuhkan ikan. Oleh karena itu pemberian probiotik dengan interval waktu yang tepat juga diperlukan untuk diteliti guna menjamin ketersediaan flok-flok dan tidak menyebabkan blooming fitoplankton akibat terlalu sering pemberian probiotik. Oleh karena permasalahan di atas, maka penulis tertarik mengangkat penelitian dengan judul pengaruh interval waktu berbeda pemberian probiotik terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan ikan baung (hemibagrus nemurus) sistem bioflok.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2020 - Januari 2021. Penelitian ini dilakukan selama 50 hari di Hatchery dan Laboratorium Teknologi Budidaya Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 faktor dengan 5 taraf perlakuan dan 3 kali ulangan (Sudjana, 1991). Perlakuan yang digunakan adalah frekuensi penambahan probiotik pada tiap wadah untuk mengetahui pengaruh laju pertumbuhan dan kelulushidupan ikan baung (Hemibagrus nemurus) dengan teknologi bioflok.

Adapun perlakuan yang digunakan adalah frekuensi penambahan probiotik berbeda yang mengacu pada penelitian Shafiq (2020) adalah :

P0 : Tanpa pemberian Probiotik (kontrol)

P1 : Pemberian Probiotik 5 hari/ sekali dengan dosis 10 ml/m³ P2 : Pemberian Probiotik 10 hari/ sekali dengan dosis 10 ml/m³ P3 : Pemberian Probiotik 15 hari/ sekali dengan dosis 10 ml/m³ P4 : Pemberian Probiotik 20 hari/ sekali dengan dosis 10 ml/m³

Adapun prosedur penelitian yaitu persiapan wadah dan air media pemeliharaan, pemberian sumber karbon, pemberian probiotik, pemeliharaan ikan uji dan pemberian pakan, dan pengukuran parameter uji yang terdiri dari pertumbuhan bobot mutlak (Wm), panjang mutlak (Lm), Laju Pertumbuhan Spesifik, Rasio Konversi Pakan, Kelulushidupan, Volume flok, Identifikasi dan Kelimpahan Plankton, dan Analisis Isi Lambung.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Flok

Volume flok adalah jumlah gumpalan (flok) yang terbentuk pada wadah pemeliharaan .Volume flok adalah jumlah padatan tersuspensi selama periode waktu tertentu pada wadah kerucut terbalik (Effendi,2003). Volume flok pada media pemeliharaan ikan baung selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

(3)

Tabel 1. Rata–rata Volume Flok Ikan Baung

Volume flok pada media pemeliharaan sistem bioflok tertinggi pada P1 (5 hari sekali) dengan nilai 13,63 mL. nilai terendah pada P4 dengan nilai 11,23 mL.

Pada P1 (5 hari sekali) menunjukkan rata-rata volume flok tertinggi dari perlakuan lainnya sebesar 13,63 mL selama masa pemeliharaan. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh interval waktu pemberian probiotik pada media pemeliharaaan. Interval waktu 5 hari sekali merupakan waktu yang optimal dalam penambahan probiotik ke media pemeliharaan. Hal ini disebabkan flok-flok di media pemeliharaan akan berkurang karena dikonsumsi oleh ikan baung setiap harinya, sehinga diperlukan ketersediaan flok. Penambahan probiotik bertujuan untuk meningkatkan populasi bakteri dalam media pemeliharaan yang akan meningkatkan nutrisi dan volume flok. Sebaliknya, apabila penambahan probiotik pada media pemeliharaan terlalu lama seperti P4 (20 hari sekali) ketersediaan flok di media pemeliharaan terus berkurang.

Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya ikan sebagai media hidup ikan.

Selain sumber dan kuantitas harus memadai, air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan harus memenuhi kebutuhan optimal ikan (Ghufran, 2011). Adapun parameter kualitas air yang dimaksud adalah suhu, pH, DO dan amoniak. Data hasil pengukuran kualitas air tiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kualitas Air Selama Penelitian

P Suhu (oC) pH DO (mg/L) Amoniak (mg/L)

P0 26-27,1 6,1-6,8 6,2-7,7 0,0024-0,0047

P1 26-27,0 6,4-7,1 6,1-7,7 0,0011-0,0028

P2 26-27,0 6,4-6,7 6-7,6 0,0019-0,0030

P3 26-27,0 6,4-6,9 5,9-7,5 0,0019-0,0031

P4 26,1-27,1 6,4-6,6 5,9-7,5 0,0018-0,0030

Tabel 2 diatas dapat disimpulkan bahwa kisaran kualitas air pada setiap perlakuan masih dalam standar toleransi benih ikan baung dimana kualitas air masih dalam kondisi baik dalam pemeliharaan benih ikan baung. Nilai kualitas air yang optimal tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Azim dan Little (2008) yang menyatakan bahwa kualitas air pada media budidaya ikan dengan sistem bioflok yakni suhu berkisar 26 - 30 oC, oksigen terlarut 3 - 7,5 mg/L, pH 5 - 8,5 dan amoniak <0,2 mg/L.

P Jumlah Flok Hari Ke-…(mL)

1 8 15 22 29 36 43 50

P0 - - - - - - - -

P1 2,76 4,76 6,5 8 9,67 11,33 12,16 13,63

P2 2,67 4,5 5,5 7,33 8,83 9,83 11,00 12,10

P3 2,17 3,67 4,67 6 7,33 8,67 9,5 11,76

P4 2,67 3,33 4,17 5,17 6,5 7,33 8,33 11,23

(4)

Kisaran suhu yang baik untuk organisme didaerah tropis yaitu 25 - 32 oC. Suhu selama penelitian berkisar antara 26-28 oC. . Fluktuasi suhu selama penelitian sebesar 20C termasuk dalam batas yang bisa ditoleransi oleh organisme akuatik. Rendahnya fluktuasi suhu pada media pemeliharaan disebabkan pemberian probiotik meningkatkan volume flok yang terkandung plankton pada media pemeliharaan, terlihat dari warna air yang kecoklatan, sehingga penetrasi cahaya yang masuk ke air tidak terlalu besar.

Nilai pH selama penelitian berkisar antara 6,1-7,1 sehingga masih tergolong standar kualitas air yang baik untuk kelangsungan hidup ikan baung. Keberadaan fitoplankton dalam volume flok di media pemeliharaan dalam proses fotosintesis menghasilkan oksigen sehingga pH cenderung stabil. Pemberian probiotik berguna untuk menstabilkan pH .

Nilai DO selama penelitian berkisar antara 5,9-7,7 sehingga masih tergolong standar kualitas air yang baik untuk kelangsungan hidup ikan baung. Teknologi bioflok dengan penambahan probiotik salah satunya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan pakan alami pada media dan meningkatkan oksigen terlarut.

Amoniak selama penelitian berkisar 0,0011-0,0047. Kadar amoniak pada P1 ( 5 hari sekali) tergolong rendah dikarenakan volume flok yang meningkat mampu menekan kadar amoniak dalam air sehingga amoniak tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Amoniak yang tinggi dalam perairan menyebabkan terganggunya budidaya yang menyebabkan toksisitas amoniak di perairan.

Jenis Plankton Pada Flok Dan Kelimpahan Plankton

Pengamatan dan identifikasi plankton dilakukan untuk mengetahui jenis plankton yang ada di media pemeliharaan. jumlah jenis plankton yang ditemukan terdiri dari 12 jenis fitoplankton dan 17 jenis zooplankton termasuk ke dalam 13 kelas dan 12 filum. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh penambahan probiotik pada media pemeliharaan bioflok sehingga plankton di dalam media pemeliharaan tumbuh dengan baik. Tingginya jumlah zooplankton di media pemeliharaan bioflok karena volume flok yang dalamnya terkandung bakteri baik seperti Bacillus sp, Nitrosomonas sp¸dan Nitrobacter sp yang didapatkan dari penambahan dari probiotik menyediakan kebutuhan primer bagi zooplankton. Sehingga zooplankton ditemukan di media pemeliharaan. Namun, kelimpahan zooplankton tidak lebih tinggi dibandingkan dengan fitoplankton dikarenakan ikan baung merupakan jenis ikan omnivor cenderung karnivor sehingga ikan baung banyak memakan zooplankton.

Jumlah jenis plankton yang paling banyak dijumpai pada filum Trochelminthes (6 jenis), Chlorophyta (4 jenis) dan Arthropoda (4 jenis). Hal ini disebabkan kualitas air pada semua perlakuan sesuai untuk pertumbuhan dari ketiga kelas plankton tersebut. Kelimpahan yang paling tinggi ditemukan pada fitoplankton kelas Chlorophyta. Menurut Wijayanti (2010) Chlorophyta mudah ditemukan dalam lingkungan yang stabil. Kelas Chlorophyta pada kisaran suhu 20-30 0C. Dhahiyat et al (2003) melaporkan bahwa kondisi optimum untuk plankton ditemukan pada pH 6-9. Menurut Putri et al (2020) banyaknya jenis zooplankton dikarenakan kualitas air mempengaruhi pertumbuhan zooplankton pada kolam bioflok yaitu salah satunya pH 6-8. Ukuran pH ini sudah sesuai dengan media pemeliharaan sehingga zooplankton pun banyak dijumpai.

(5)

Tingginya volume flok yang dalamnya terkandung bakteri baik seperti Bacillus sp, Nitrosomonas sp¸dan Nitrobacter sp yang didapatkan dari penambahan dari probiotik menyediakan kebutuhan primer bagi zooplankton. Sehingga zooplankton ditemukan di media pemeliharaan.

P1 (5 hari sekali) kelimpahan plankton tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh penambahan probiotik dengan interval waktu 5 hari memberikan volume flok yang meningkat dari perlakuannya. Volume flok yang meningkat sejalan dengan meningkatnya kelimpahan plankton di media pemeliharaan.

Analisis Isi Lambung

Hasil analisis isi lambung menunjukkan bahwa ikan baung mengkonsumsi plankton yang tersedia di media pemeliharaan. Proporsi isi lambung terdiri dari pellet sebesar 96,72%

dan plankton 3,28 % (Tabel 8). Menurut Putri (2020) pakan utama ikan baung adalah zooplankton dan ikan ini mampu beradaptasi terhadap perubahan sumberdaya makanan. Pada media pemeliharaan bioflok, jenis plankton yang sering ditemukan seperti kelas Cyanobacteria, Chlorophyta, Bacillariophyta, Annelida, dan jenis crustacean lainnya (Putri, 2020). Jenis plankton yang ditemukan adalah Annelida, Dinoflagellata, Trochehelminthes, Cyanobacteria, Chlorophyta, Amoebozoa, Euglenozoa, Bacillariophyta, dan Crustacea.

Pada P1( 5 hari sekali) terlihat flok-flok temakan oleh ikan, selain itu banyak ditemukannya zooplankton dan fitoplankton pada lambung. Hal ini dikarenakan volume flok pada P1( 5 hari sekali) tinggi, sehingga sejalan dengan plankton yang dihasilkan juga banyak.

Tersedianya kebutuhan primer bagi zooplankton dan lingkungan sesuai untuk hidupnya fitoplankton menyebabkan plankton banyak ditemukan di perlakuan P1 (5 hari sekali).

Pertumbuhan Bobot Mutlak

Tabel 3. Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan Baung yang Diukur Selama Penelitian

Ulangan Pertumbuhan Bobot Mutlak (g) Ikan Baung Selama Penelitian

P0 P1 P2 P3 P4

1 3,93 9,50 5,99 5,08 4,63

2 4,20 8,52 5,72 5,26 5,86

3 4,74 7,33 5,09 4,15 5,03

Jumlah 12,87 25,35 16,80 14,49 15,52

Rata-rata 4,29±

0,41a

8,45±

1,08b

5,60±

0,46a

4,83±

0,59a

5,17±

0,62a

Ket. : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

Tabel 3 menunjukan bahwa nilai pertumbuhan bobot mutlak ikan baung terdapat perbedaan pada beberapa perlakuan., dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan bobot mutlak ikan baung tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (5 hari sekali) dengan nilai 8,45 g sedangkan untuk nilai terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu 4,29 g.

Pada perlakuan P1 (5 hari sekali) memberikan hasil yang terbaik dibandingkan dengan P0, P1, P2 dan P3 dimana pemberian probiotik dengan interval waktu 5 hari sekali

(6)

menghasilkan flok sebesar 13,62 ml yang dapat dikategorikan baik. Hal ini diduga karena jumlah dosis yang diberikan serta interval waktu pada perlakuan P1 dengan kandungan bakteri pada probiotik termanfaatkan secara efektif untuk menyediakan flok yang berkelanjutan pada wadah pemeliharaan sehingga ikan dapat tumbuh lebih optimal. Volume flok pada P1 (5 hari sekali) tergolong optimal dan mampu memberikan kesediaan pakan alami tambahan di media pemeliharaan pada ikan. Flok-flok yang terkandung pada media pemeliharaan mengandung plankton yang bermanfaat bagi pakan tambahan untuk ikan baung dan meningkatkan pertumbuhan. Patang dan Idris (2019) menyatakan bahwa fitoplankton dan zooplankton berperan sangat penting sebagai sumber makanan organisme lainnya yang hidup pada tingkatan trofik yang lebih tinggi dalam perairan.

Hasil uji ANAVA menunjukan bahwa frekuensi pemberian probiotik yang pada media berpengaruh nyata terhadap bobot mutlak ikan baung (P<0,05). Hasil uji lanjut Student Newman Keuhls menunjukan perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2,P3,P4 dan P0,.

Namun, P0 (tanpa perlakuan) tidak berbeda nyata dengan P2 (10 hari sekali), P3 (15 hari sekali),dan P4 (20 hari sekali).

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Tabel 4. Pertumbuhan Panjang Mutlak Ikan Baung yang Diukur Selama Penelitian

Ulangan

Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Benih Ikan Baung Selama Penelitian

P0 P1 P2 P3 P4

1 3,34 5,40 4,69 3,91 3,47

2 3,72 5,60 3,81 4,71 4,13

3 3,52 5,24 4,57 3,34 3,40

Jumlah 10,58 16,24 13,07 11,96 11

Rata-rata 3,53±

-0,19a

5,41±

0,18b

4,36±

0,47a

3,99±

0,68a

3,67±

0,40a

Ket. : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

Tabel 4 menunjukan bahwa nilai pertumbuhan panjang mutlak ikan baung terdapat perbedaan pada setiap perlakuan, dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan panjang mutlak ikan baung tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dengan pemberian probiotik 5 hari sekali dengan nilai 5,41 cm sedangkan untuk nilai terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu 3,53 cm. Pertumbuhan panjang mutlak ikan baung yang diberi penambahan probiotik pada media pemeliharaannya lebih cepat dari yang tidak diberikan penamban probiotik serta tidak menggunakan sistem bioflok yaitu perlakuan kontrol (P0). Hal ini dikarenakan pertumbuhan volume flok yang optimal pada media pemeliharaan benih ikan baung sehingga ketersediaan pakan alami tambahan mempengaruhi pertumbuhan benih ikan baung daripada yang kontrol, sehingga energi yang diperlukan untuk pertumbuhan lebih optimal.

Hasil uji ANAVA menunjukan bahwa frekuensi pemberian probiotik yang berbeda berpengaruh nyata terhadap panjang mutlak ikan baung (P<0,05). Hasil uji lanjut Student Newman Keuhls menunjukan perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2,P3,P4 dan P0,.

(7)

Namun, P0 (tanpa perlakuan) tidak berbeda nyata dengan P2 (10 hari sekali), P3 (15 hari sekali),dan P4 (20 hari sekali)

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 pemberian probiotik 5 hari sekali dan terendah pada perlakuan P0. Hasil pengamatan laju pertumbuhan spesifik ikan baung pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Laju Pertumbuhan Spesifik Ikan Baung yang Diukur Selama Penelitian

Ulangan Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Benih Ikan Baung Selama Penelitian

P0 P1 P2 P3 P4

1 1,29 2,80 1,89 1,59 1,45

2 1,76 2,97 2,18 1,74 2,10

3 2,21 2,28 1,65 1,37 1,87

Jumlah 5,26 8,05 5,72 4,70 5,42

Rata-rata 1,75±

0,46a

2,68±

0,35b

1,91±

0,26a

1,57±

0,18a

1,81±

0,32a

Ket.: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

Tabel 5 menjelaskan hasil laju pertumbuhan spesifik ikan baung yang tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dengan pemberian probiotik 5 hari sekali dengan nilai 2,68%

sedangkan untuk nilai terendah terdapat pada perlakuan P3 dengan nilai 1,57 %.

Hasil uji ANAVA pada lampiran 5 menunjukkan P<0,05 artinya frekuensi pemberian probiotik yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan laju pertumbuhan spesifik ikan baung sehingga dilakukan uji lanjut untuk melihat pengaruh antar perlakuan. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan P1 berbeda nyata dengan P2, P3, P4 dan P0.

Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan merupakan kemampuan ikan untuk mengubah pakan menjadi daging. Nilai konversi pakan menunjukkan bahwa berapa jumlah pakan yang efisien dan dapat dimanfaatkan oleh ikan dalam menghasilkan 1 kg daging.

Tabel 6. Rasio Konversi Pakan Ikan Baung yang Diukur Selama Penelitian

Ulangan Rasio Konversi Pakan (%) Benih Ikan Baung Selama Penelitian

P0 P1 P2 P3 P4

1 1,96 0,80 1,49 1,81 1,84

2 1,74 0,79 1,13 1,54 1,11

3 1,44 1,05 1,91 1,90 1,34

Jumlah 5,14 2,64 4,53 5,25 4,29

Rata-rata 1,71±

0,26b

0,88±

0,14a

1,51±

0,39ab

1,75±

0,18b

1,43±

0,37ab Ket.: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata

(P<0,05).

(8)

Hasil uji Analisis Variansi (ANAVA) P < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan nyata antar setiap perlakuan. Perlakuan P1(5 hari sekali) berbeda nyata terhadap P0 dan P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan P2 dan P4. Perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan P4. Maka sumbangan pakan alami pada perlakuan ini lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya.

Tabel 6 menunjukkan bahwa FCR terbaik terdapat pada perlakuan P1 dengan FCR 0,88 yang berarti untuk menghasilkan 1 kg daging membutuhkan 0,88 kg pakan yang artinya memberikan dampak terhadap hasil FCR. Pada perlakuan P0 tidak terbentuknya flok, sehingga tidak dapat menekan FCR pakan yang diberi. Pada P1 (5 hari sekali) volume flok yang terbentuk tergolong tinggi sampai akhir pemeliharaan sehingga ketersediannya pakan alami tambahan pada ikan dapat menekankan nilai FCR dibandingkan dengan P0(tanpa perlakuan) yang tidak ada flok-flok sehingga pakan yang diberikan juga semakin banyak.

Kelulushidupan (Survival Rate)

Kelulushidupan yaitu tingkat kelangsungan hidup ikan dalam proses budidaya dari mulai awal ikan ditebar hingga dipanen. Hasil pengamatan kelulushidupan ikan baung dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kelulushidupan Ikan Baung

Ulangan Kelulushidupan (%) Benih Ikan Baung Selama Penelitian

P0 P1 P2 P3 P4

1 90 90 90 85 90

2 90 95 90 90 85

3 90 90 85 85 90

Jumlah 270 275 265 260 265

Rata-rata 80±

0,00a

91,67±

2,88a

88,33±

2,88a

86,67±

2,88a

88,33±

2,88a

Ket.: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

Tabel 7 didapatkan hasil kelulushidupan ikan baung yang tertinggi terdapat pada perlakuan P1 dengan frekuensi 5 hari sekali dengan nilai 91,67% sedangkan untuk nilai terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu 80%.

Hasil uji ANAVA pada lampiran 14 menunjukan P<0,05 artinya frekuensi pemberian probiotik tidak berpengaruh nyata terhadap kelulushidupan ikan baung. Pada P1 (5 hari sekali) kelulushidupan tinggi dari perlakuan lainnya (P0, P2, P3, dan P4). Kelulushidupan terendah pada P0. Hal ini dikarenakan kualitas air dan volume flok pada media pemeliharaan P1 (5 hari sekali) optimal. Penambahan probiotik pada media dengan interval waktu yang tepat akan memberikan pengaruh kelulushidupan ikan baung.

Tingkat kelulushidupan benih selama penelitian tergolong baik, hal ini dinyatakan oleh Husen dalam Simanullang (2017) bahwa tingkat kelulushidupan >50 % tergolong baik, 30-50 % sedang dan <30 % tidak baik.

(9)

4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh penambahan probiotik dengan interval waktu berbeda terhadap pertumbuhan dan kelushidupan ikan baung (H.nemurus).

Perlakuan terbaik dijumpai pada pemberian probiotik dengan interval waktu 5 hari sekali (P1) yang memberikan volume flok 13,63 mL, kualitas air seperti suhu berkisar antara 26-27˚C , pH air berkisar antara 6,4-7,1, kandungan oksigen terlarut (DO) berkisar antara 6,1 – 7,7, dan amoniak berkisar antara 0,0011-0,0028. Adapun nilai pada parameter kualitas air selama penelitian masih mendukung untuk pertumbuhan dan kehidupan ikan baung (H. nemurus).

Jenis plankton yang dijumpai pada flok sebanyak 29 jenis yang terdiri dari 12 jenis fitoplankton dan 17 jenis zooplankton. Jenis plankon yang dimakan oleh ikan baung sebanyak 9 jenis terdiri dari 5 jenis fitoplankton dan 4 jenis zooplankton.

Pemberian probiotik 5 hari sekali (P1) memberikan pertumbuhan bobot mutlak sebesar 8,45 g, pertumbuhan panjang mutlak sebesar 5,41 cm , laju pertumbuhan spesifik sebesar 2,68 % , FCR sebesar 0,88% , dan kelulushidupan sebesar 91,67%.

Saran

Informasi yang diperoleh sebagai acuan untuk pembudidaya ikan baung terutama dengan menggunakan sistem bioflok dapat memberikan probiotik sel multi dengan interval waktu terbaik 5 hari sekali dengan dosis 10 mL/L. Pada penelitian selanjutnya disarankan melakukan pemeliharaan ikan baung (H.nemurus) dapat dilakukan dengan wadah media pemeliharaan berbeda seperti bak bulat serta meningkatkan kepadatan ikan baung yang dipelihara dengan teknologi bioflok .

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing Bapak Dr. Ir.

Mulyadi, M.Phil dan Ibu Dr. Ir, Niken Ayu Pamukas., M.Si yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penelitian dan penyusunaan laporan hasil penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman dan berbagai pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil dalam penyusunan laporan hasil penelitian.

6. DAFTAR PUSTAKA

Apha. 1989. Standart Methods For Examination of Water and Waste Water. American Public Health Association. INC, New York. 215 pp.

Azim, M.E and D.C. Little. 2008. The Biofloc Technology (BFT) in Indoor Tanks:

Water Quality, Biofloc Composition, and Growth and Welfare of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture, 283:29-35.

Crab, R., Avnimelech, Y., Defoirdt, T., Bossier, P., Verstraete, W., 2007. Nitrogen removal techniques in aquaculture for a sustainable production. Aquaculture 270, 1–14.

(10)

Darmawan. 2017. Pemeliharaan Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) dengan Teknologi Bioflok pada Media Air Rawa Gambut. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau.

De Schryver P, Verstraete W. 2009. Nitrogent removal from aquaculture pond water by heterotrophic nitrogen assimilation: in lab-scale sequencing batch reactors.

Bioresource Tecnology 100: 1162-1167.

Dhahiyat, Y., D. Evantara dan T. Resmiati. 2003. Hubungan Kandungan Klorofil a Dengan Struktural Komunitas Fitoplankton di Sekitar Keramba Jaring Apung Waduk Ir. H.

Juanda, Jatiluhur, Purwakarta. Jurnal Bioetika. 2(2): 44-45.

Effendie, M.I. 2003. Biologi Perikanan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 166

Putra, I., Rusliadi., Fauzi, M., Tang U.M. dan Muchlisin, Z.A. 2017.Growth performance and feed utilization of African catfish fed a commercial diet and reared in theClarias gariepinus biofloc system enhanced with probiotic [version 1; referees: 2 approved].Jurnal F1000Research.

Putra. I., I. Efendi., I. Lukisyowati., U.M.Tang., Rusliadi. 2020. Effects ofVarious Carbon Doses on Tilapia (Orechromis sp) Culture with Biofloc Technology. IOP Publishing Ltd : 1-2

Putri, Y.H. 2020. Keanekaragaman Plankton pada Kolam Bioflok. Jurnal Ilmiah Biosaintropis. Vol(6) No.1: 84-85

Simanullang, D. F. P. 2017. Pengaruh Penambahan Sumber Karbon yang Berbeda pada sistem Bioflok terhadap Laju Pertumbuhan dan Kelulushidupan ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau Susilowati, R., D. Fithriani, dan Sugiyono. 2017. Kandungan Nutrisi, Aktivitas Penghambat Ace dan Antioksidan Hemibagrus nemurus Asal Waduk Cirata, Jawa Barat, Indonesia. Jurnal Kelautan dan Perikanan, 12(2): 151-164.

Sukemi. Hendrik., R. Hendri. 2016. Pemasaran Ikan Air Tawar Di Pasar Teratak Buluh Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Media Neliti. 1(1): 5-6.

Shafiq, M. 2019. Pengaruh Frekuensi Penambahan Probiotik Pada Pemeliharaan Ikan Baung (Hemibagrus Nemurus) Pada Media Air Rawa Gambut Dengan Teknologi Bioflok.

[Skripsi]. Universitas Riau : Pekanbaru

Wijayanti, K. 2010. Pengaruh Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Sintasan dan Pertubuhan Benih Ikan Palmas (Polypterus senegalus senegalus Cuvier, 182).

[Skripsi]. Universitas Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Secara statstik pengaruh pemberian probiotik terhadap konsumsi ransum menunjukkan perbedaan yang nyata (P&lt;0,05), yaitu konsumsi ransum perlakuan kontrol (768,16

Rendahnya nilai pertumbuhan berat rata-rata pada perlakuan Kontrol (P0) diduga karena tidak adanya bakteri pro- biotik yang dapat membantu proses degradasi senyawa organik dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% penambahan probiotik dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan patin dan kelulushidupan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah penambahan vitamin C dan probiotik pada pakan berpengaruh nyata dan memiliki interaksi terhadap efisiensi pemanfaatan

Hal ini diduga karena dosis penambahan probiotik EM-4 yang mengandung bakteri Lactobacillus sp., Actinomycetes., Photosynthetic., dan Yeast, pemberian dosis sebanyak 20

Hasil analisis ragam data kelulushidupan pada ikan tawes ( P. javanicus ) dengan penambahan probiotik menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata (P&lt;0,05).

Dan dapat diketahui juga hasil terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan lele dumbo adalah pada perlakuan P5 yaitu dengan penambahan dosis probiotik sebesar 25

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) waktu pemberian probiotik yang berbeda berpengaruh nyata terhadap peningkatan respon imun non-spesifik yang ditandai dengan