PENGARUH KOMPETENSI PERSONALITY GURU DALAM MENGEMBANGKAN AFEKSI SISWA
(Studi Kasus RA Durung Kecamatan Masjid Raya Aceh Besar)
NURLAILI
Mahasiswa PIAUD FAI Universitas Serambi Mekkah Aceh
ABSTRAK
Pembelajaran afeksi pada pelajaran adaptif merupakan proses pengembangan seluruh domain afektif, meliputi sikap, etika, kepercayaan, perasaan, namun realitanya kadang tidak demikian.
Tulisan ini mengkaji tentang pengaruh kompetensi personality guru dalam mengembangkan afeksi siswa di RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Dalam kajian ini, penulis merumuskan rumusan masalah yaitu kompetensi personality guru, strategi guru dalam pengembangan afeksi siswa, dan pengaruh kompetensi personality guru dalam mengembangkan afeksi siswa di RA Durung.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitataif dengan mengumpulkan data melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Secara umum bahwa pengaruh kompetensi personality guru dalam mengembangkan afeksi siswa di RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar sudah baik. Guru menerapkan semua aspek kompetensi kepribadian melalui pembiasaan dan keteladanan untuk mengembangkan afeksi (sifat kasih sayang) terhadap anak di RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Guru berhasil dalam mengembangkan sikap afeksi anak melalui implementasi kompetensi kepribadian guru dengan indikator di antaranya: guru memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan dengan menampilkan tindakan yang sesuai dengan norma religius dan memiliki prilaku yang bisa diteladani oleh siswa, memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, serta memiliki kepribadian yang arif dan berwibawa.
Kata Kunci: Kompetensi Personality, Afeksi
A. Pendahuluan
Guru merupakan ujung tombak pendidikan, sebab secara langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan peserta didik. Sebagai ujung tombak, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik, pembimbing dan pengajar. Kemampuan tersebut tercermin pada kompetensi- kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Guru akan mampu mengubah perilaku peserta didik jika dirinya sendiri telah menjadi manusia baik. Menurut Mulyasa sebagaimana dikutip oleh Jejen Musfah mengatakan bahwa “pribadi guru harus baik karena inti pendidikan adalah perubahan tingkah laku, sebagaimana makna pendidikan adalah proses pembebasan peserta didik dari ketidakmampuan, ketidakbenaran, ketidakjujuran dan dari buruknya hati, akhlak dan keimanan”.1
Kompetensi kepribadian, baik itu berupa kearifan, budi pekerti atau akhlak yang baik harus lebih dulu dimiliki oleh seorang guru.
Kepribadian yang mantap, sifat-sifat yang luhur dan suri teladan yang baik dapat meningkatkan kewibawaan guru dan menumbuhkan kemantapan belajar siswa. Sehingga siswa pun akan dengan senang hati menerima setiap materi pelajaran yang disampaikan guru.
Sebagai guru yang bertugas menanamkan nilai-nilai yang baik terhadap anak didiknya, maka sudah sepatutnya guru mempunyai kompetensi kepribadian yang matang, yang dapat memberikan teladan bagi siswa dalam berprilaku. Semua guru dan komponen- komponennya diharapkan dapat bersinergi dalam pembentukan afeksi siswa. Melalui sentuhan guru disekolah diharapkan mampu
1Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Kepribadian Guru: Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 43
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan (akademis), maupun secara sikap mental. Dengan guru yang mempunyai kompetensi kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, disiplin, arif, berwibawa, teladan dan berakhlak mulia, diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang berkarakter dan berakhlak mulia sesuai dengan tujuan pendidikan.
Pendidikan afeksi di sekolah bertujuan mempersiapkan manusia atau peserta didik yang merupakan generasi masa depan bangsa untuk dapat mengisi kepribadian dan kehidupan yang bertanggung jawab, karena penguasaan manusia atas ilmu yang diajarkan atau dipelajari, sehingga akan dapat berdampak positif maupun negatif tergantung pada kepribadiannya.
Idealnya, pembelajaran afeksi pada pelajaran adaptif di Raudhatul Athfal (RA) adalah proses pengembangan seluruh domain afektif, meliputi: sikap, etika, kepercayaan, perasaan. Pengamatan terhadap praktek pendidikan di beberapa RA pada saat ini, menunjukkan bahwa pembelajaran di sekolah merupakan “praktek pemenjaraan” karena guru terlalu mengkondisikan kegiatan belajar mengajar dengan norma perilaku tertentu yang bersifat represif dan evaluatif. Pendidikan tidak lebih dari sekedar mengajarkan siswa dengan pengetahuan yang konvensional dan menanamkan nilai atau moral pada siswa tanpa keteladanan.
B. Pengertian dan Karakteristik Kompetensi Personality
Tentang kompetensi ini ada beberapa rumusan atau pengertian yang perlu dicermati yaitu kompetensi (competence) menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan
perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Kompetensi mengacu kepada perilaku yang dapat diamati, yang diperlukan untuk menuntaskan kegiatan sehari-hari.2
Dalam UU guru dan guru, Bab I (Ketentuan Umum) pasal 1 ayat 10 bahwa pengertian kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.3
Kompetensi diartikan sebagai suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Kompetensi didefinisikan sebagai kewenangan (memutuskan sesuatu). Ada juga yang mengatakan bahwa kompetensi atau secara umum diartikan sebagai kemampuan dapat bersifat mental maupun fisik.
Sesuai dengan Undang-Undang Peraturan Pemerintah. No. 14 tahun 2005 pada pasal 8 mengatakan tentang kompetensi seorang guru atau guru. Ada 4 kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru atau guru, antara lain: kompetensi personality, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.4 Dalam UU guru dan guru pada BAB II (kompetensi dan sertifikasi) pasal 2 “guru atau guru wajib memilki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
2Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), hal. 15.
3Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru dan Guru, (Bandung: Fokus Media, 2011), hal. 4.
4Imam Wahyudi, Panduan Lengkap…, hal. 18.
nasional. Dan dijelaskan dalam pasal 3 ayat 2 kompetensi guru atau guru sebagaimana yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi personality, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.5
Pada mulanya personality atau personality berasal dari bahasa Latin persona, mengacu pada topeng yang dipakai oleh aktor-aktor pada masa Romawi kuno dalam pertunjukan drama atau teater mereka. Dalam perkembangannya istilah personality atau personality tersebut didefinisikan oleh banyak psikolog. Personality atau personality menurut Gordon W. Allport adalah organisasi dinamis di dalam individu yang terdiri dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan tingkah laku dan pikirannya secara karakteristik.6 Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah personality terutama menunjukkan suatu organisme atau susunan sifat-sifat dan aspek-aspek tingkah laku lainnya yang saling berhubungan di dalam suatu individu.7
Personality adalah himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang. Hal ini sering digambarkan dalam bentuk sifat- sifat yang dapat diukur dan diperlihatkan seseorang.8
Personality sering diidentikkan dengan ciri, karakter atau sifat- sifat yang melekat pada diri seseorang yang membedakan ia dengan yang lainnya. Personality dapat terbentuk karena faktor bawaan
5Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru dan Guru…, hal.
65.
6Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul asli
“Dictionary of Psichology”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 32.
7Purwanto, M.N., Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hal. 154.
8Rivai, V., Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), hal. 228.
(genetik) dan faktor lingkungan. Dari berbagai pendapat tersebut di atas peneliti menyimpulkan bahwa personality adalah sifat khas yang dimiliki individu dan bersifat relatif menetap.
Kompetensi personality dalam bahasa Inggris adalah gabungan dari kata personal (personality) pribadi, personality, perseorangan, dan competency (Competence), yang berarti kecakapan, kemampuan, kompetensi atau wewenang.9 Personality berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Mc Leod sebagaimana yang telah dikutip Muhibbin Syah, mengartikan personality (personality) sebagai sifat khas yang dimilki seseorang. Kata lain yang sangat dekat artinya dengan personality adalah karakter dan identitas.10
Kompetensi personality adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru atau guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari- hari.11 Kompetensi personal, artinya sikap personality yang mantap sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti memiliki personality yang pantas diteladani, mampu melaksanakan kepemimpinan. Dengan kompetensi personality maka guru atau guru akan menjadi contoh dan teladan, serta membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Oleh karena itu, seorang guru dituntut melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya sebagai panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya.
9John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta:
Gramedia, 2000), hal. 426.
10Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hal. 225.
11Moh. Roqib dan Nurfuadi, Personality Guru: Upaya Mengembangkan Personality Guru yang Sehat di Masa Depan, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2009), hal. 122.
Guru atau guru sebagai pengemban amanah pembelajaran haruslah memiliki pribadi yang shaleh. Karena personality adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengemban sumber daya manusia. Karena dalam situasi pendidikan dan pengajaran terjalin interaksi antara dua personality, yaitu personality guru dengan personality siswa sebagai anak yang belum dewasa dan sedang berkembang mencari bentuk kedewasaan.
C. Kompetensi Personality Seorang Pendidik
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Th. 2007 kompetensi personality guru atau guru mencakup lima kompetensi, yaitu personality yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia.12
Kompetensi personality yang mantap dan stabil adalah bertindak sesuai dengan norma hukum, bertindak sesuai dengan norma sosial, sebagai guru atau guru dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Kompetensi personality yang dewasa memiliki indikator: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru atau guru.
Subkompetensi personality yang arif memiliki indikator:
menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak. Kompetensi personality yang berwibawa memiliki indikator: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
12Sudarman Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru (Tilikan Indonesia dan Mancanegara), (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 23.
Kompetensi akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator: bertindak sesuai dengan norma agama (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani siswa. Personality guru akan sangat mewarnai kinerjanya dalam mengelola kelas dan berinteraksi dengan siswa.
Dalam sejarah pendidikan Islam profesi guru memiliki beberapa sebutan seperti Al-Qari (qur’an reader), yakni mereka yang ahli membaca dan mengajarkan al-Qur’an, Al-Muaddib (private teacher) yakni guru khusus bagi anak-anak khalifah atau para pembesar yang lain atau al-qos (story teller) yakni mereka yang profesinya menceritakan kisah-kisah masa lalu. Seiring dengan lahirnya lembaga pendidikan “madrasah”, guru sering disebut al-ustadz atau al- mudaris sedangkan asisten guru disebut al-mu’id, adapun istilah syeikh lebih sering dipakai untuk menyebut seorang yang tua atau alim dalam hal agama sering disebut dalam dunia tasawuf.
D. Peran Pendidikan Islam dalam Kompetensi Personality
Manusia dalam pandangan Islam, memiliki potensi dasar dan luhur yang merupakan anugerah dan amanat Allah Swt. Potensi dasar tersebut merupakan “bahan mentah” yang harus terus dikembangkan agar menjadi sempurna. Potensi dasar tersebut disebut fitrah. Al- Qur’an menjelaskan bahwa Allah Swt telah memberikan fitrah kepada manusia. Fitrah bermakna khilqah yang berarti manusia diciptakan memiliki pembawaan beragama tauhid. Fitrah manusia merupakan pola dasar yang sekaligus menjadi potensi dan pembawaan hakiki manusia. Dalam surat Al-Rum ayat 30 Allah Swt menjelaskankan tentang fitrah tersebut:
óΟÏ%r'sù
y7yγô_uρ
ÈÏe$#Ï9
$Z ‹ÏΖym
4
|NtôÜÏù
«!$#
ÉL©9$#
tsÜsù
}¨$¨Ζ9$#
$pκön=tæ
4Ÿ
Ÿ ω
≅ƒÏ‰ö7s?
È,ù=y⇐Ï9
«!$#
4 šÏ9≡sŒÚÏe$!$#ÞΟÍhŠs)ø9$# ∅Å3≈s9uρusYò2r&Ĩ$¨Ζ9$#Ÿωtβθßϑn=ôètƒ)ﻡﻭﺮﻟﺍ :٣٠(
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (QS. Ar-Rum: 30)
Ayat tersebut secara tekstual menegaskan bahwa manusia diciptakan Allah Swt atas fitrah tersebut. Fitrah yang merupakan acuan penciptaan manusia itu berasal dari fitrah Allah Swt.
Baharuddin menganalisis, fitrah merupakan potensi yang ada pada manusia dan berasal dari Allah Swt, oleh karena itu seharusnya fitrah dipandang dari dua sisi pula. Pertama, fitrah yang berhubungan dengan Allah yaitu milik Allah Swt. Kedua, fitrah dalam hubugannya dengan manusia merupakan landasan penciptaan manusia yang kemudian menjadi milik manusia. Dengan kata lain, manusia diciptakan menganut pola tertentu yang disebut fitrah.13
Teori fitrah menginformasikan bahwa bakat manusia bersifat baik (beragama tauhid) tetapi pada perkembangannya, seorang dapat keluar dari bakat tersebut karena pengaruh lingkungan khususnya keluarga. Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, yang artinya; “Dari Abi Hurairah radhiyallahu ’anhu berkata Rasulullah Saw: “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), kedua orang
13Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar., 2005), hal. 20
tuanyalah yang mendidik ia yahudi, nasrani atau majusi. (HR.
Bukhari)”.14
Berdasarkan teori fitrah, Baharuddin menjelaskan fungsi pendidikan Islam yaitu untuk menjaga dan menumbuh-kembangkan iman anak. Materi dan kurikulum pendidikan Islam harus berusaha memberikan nuansa yang kondusif bagi perkembangan potensi baik anak dan menutupi potensi jahat yang menutupinya. Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam adalah untuk menumbuh-kembangkan iman, bukan mengerosi (mengikis) iman.15
Menurut pendapat Achmadi menjelaskan bahwa pencapaian tertinggi yang menjadi tujuan dasar pendidikan Islam yang bersifat mutlak yaitu:
1. Menjadi hamba Allah Swt yang bertakwa
Tujuan ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Dari itu pendidikan Islam harus mencakup dua hal, yaitu: Pertama, pendidikan harus memungkinkan manusia mengerti Tuhannya, sehingga seluruh rangkaian ibadahnya dilakukan dengan penuh penghayatan akan keesaan-Nya serta senantiasa tunduk pada syariah dan petunjuk Ilahi. Kedua, pendidikan harus menggerakkan kemampuan manusia untuk memahami, memanfaatkan dan menggunakan segala ciptaan Allah Swt untuk mempertahankan iman dan menopang agamanya.
2. Mengantarkan peserta didik menjadi khalifatullah fil ard (wakil Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkan, membudayakan
14Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz. II, (Kairo: Darul Mutabi’aby, t. t), hal.
118.
15Baharuddin, Aktualisasi Psikologi…, hal. 145.
dan, lebih jauh lagi, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
Untuk memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat, baik individu maupun masyarakat.16 Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia, manusia memerlukan kemampuan untuk memperolehnya berupa ilmu dan ketrampilan-ketrampilan teknis lainnya. Begitu pula untuk mencapai kebahagiaan akhirat manusia juga memerlukan ilmunya. Dalam surat Al-Mujadalah ayat 11, Allah Swt berfirman sebagai berikut:
$ p κš‰ r ' ¯ ≈ t ƒ
t Ï % © !$ #
( #þθãΖ t Β# u
# s ŒÎ)
Ÿ ≅ŠÏ%
öΝä3 s 9
( #θßs¡¡ x s ?
† Îû
ħÎ=≈ y f y ϑø9 $ #
( #θßs | ¡øù $ $ s ù
Ëx | ¡ø t ƒ
ª ! $ #
öΝä3 s 9
(
# s ŒÎ) u ρ
Ÿ ≅ŠÏ%
( #ρâ“à±Σ $ # ( #ρâ“à±Σ $ $ s ù
Æì s ùö t ƒ
ª ! $ #
t Ï % © !$ #
( #θãΖ t Β# u
öΝä3ΖÏΒ
t Ï % © !$ # u ρ
( #θè?ρé&
z Οù=Ïèø9 $ #
;M≈ y _ u ‘ y Š
4 ª
! $ # u ρ
$ y ϑÎ/
t βθè= y ϑ÷è s ?
×Î7 y z
) ﺔﻟﺩﺎﺠﻤﻟﺍ : ١١ (
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah: 11)
Pendidikan agama Islam mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan personality peserta didik. Melalui pendidikan, peserta didik dibekali ilmu pengetahuan serta ketrampilan sehingga diharapkan mereka dapat menjadi manusia yang mempunyai personality unggul baik secara intelektual, sosial maupun spiritual.
16Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media dan IAIN Walisongo Press, 1992), hal. 63-64.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa kompetensi personality merupakan kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai- nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Adapun karakteristik kompetensi personaliti harus ditunjukkan dalam penampilan dan sifat serta ucapan yang komptensinya meliputi mempunyai watak baik, komunikasi aktif, memerhatikan kemampuan dan keadaan peserta didik, ikhlas, sehat jasmani dan rohani, tanggung jawab, mampu mengatasi problem peserta didik. Sehingga dengan mampu mengimplementasikannya terhadap mahasiswa, maka akan dapat berperan dengan maksimal dalam pengembangan personality.
E. Kompetensi Personality Guru RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar
Kompetensi guru dalam mendidik siswa merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan dan sebagai pembuktiannya harus disertakan dengan bukti sertifikat atau ijazah bidang keahlian. Hal ini dimaksudkan agar siswa benar-benar mendapatkan pendidikan yang baik dan sesuai dengan harapan semua pihak. Sementara itu, salah satu kompetensi yang harus dimili oleh guru adalah kompetensi personality.
Kompetensi ini memang sudah diatur dalam undang-undang tentang guru dan dosen, maka sudah semestinya seorang guru itu harus memiliki kepribadian yang baik, dan ia mampu menularkan kepribadianya tersebut kepada siswa-siswa yang berada dalam tanggungjawab pendidikannya, demikian juga halnya dengan guru-guru yang mengajar pada RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar.
Hasil penelitian yang penulis lakukan di RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar, bu Nur’aini selaku guru kelompok B sudah menerapkan kompetensi kepribadian guru dengan baik, sekolah juga memiliki andil yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian guru dan peserta didik. Banyak peraturan- peraturan atau budaya sekolah yang ikut menunjang terbentuknya kepribadian guru dan karakter peserta didik di RA Durung baik yang terpajang di dinding sekolah maupun ruang kelas. Peraturan yang dibuat oleh kepala sekolah dan guru dalam bentuk tulisan dan pembudayaan dipatuhi oleh seluruh warga sekolah, antara lain:
a. Pembentukan kepribadian dengan pengembangan afeksi siswa di RA Durung dengan menerapkan peraturan sebagai berikut:
5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun).17
Dengan konsep 5S tersebut, diharapkan akan terbina sikap dan sifat kasih sayang antara sesama warga RA Durung baik antar sesama guru, sesama siswa, maupun antara guru dengan siswa dan pada akhirnya akan diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta menjadi karakter pada siswa tersebut.
b. Dari data yang penulis dapatkan menunjukkan bahwa budaya sekolah di RA Durung ini diterapkan oleh seluruh dewan guru dan murid. Dalam hal ini, gurulah yang menjadi teladan bagi peserta didik
c. Pembentukan Karakter Disiplin, sekolah mempunyai peraturan sebagai berikut:
Tata Tertib RA Durung
17Hasil Wawancara dengan Nur’ani, (Guru RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar), tanggal. 12 November 2019.
- Anak-anak masuk kelas pada tepat pukul 08: 00 WIB
Ini merupakan aturan yang sudah berlaku umum atau berlaku pada umumnya di lembaga-lembaga pendidikan yang lain.
- Anak-anak diwajibkan memakai sepatu hitam dan kaos kaki berwarna putih
Aturan ini mengacu pada standar umum nasional dalam hal pakaian seragam siswa. Namun demikian, pada RA Durung juga ada pakaian-pakain lainnya dan menyesuaikan dengan aturan memakai baju menurut hari-hari yang sudah ditentukan.
- Anak-anak tidak diperkenankan memakai perhiasan yang berharga
Aturan semacam ini juga merupakan aturan yang sifatnya sudah dimaklumi, apalagi anak usia RA, tentu ia belum mampu menjaga dengan baik barang-barang berharga, maka membawa Handphone apalagi perhiasan mahal-mahal ke sekolah tentu itu merupakan suatu hal yang sangat membahayakan bagi anak dan lingkungannya.
Pelaksanaan 8B:
1) Berbaris Tertib 2) Bersalaman 3) Berdoa 4) Bersemangat 5) Belajar Giat 6) Berprestasi 7) Berdedikasi 8) Bersaudara
Pelaksanaan 8B tersebut merupakan suatu aturan sikap yang dibangun dan diberikan terhadap siswa, agar mereka tertanam di dalam jiwa-jiwa mereka terhadap kepribadian tersebut dan menjadi suatu karakter nantinya dalam kehidupan sehari-hari dan semua itu juga menjadi bahagian dari proses pembinaan dan pendidikan anak di RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar.
Selanjutnya adapun 10 penerapan disiplin Budaya Malu RA Durung, yaitu sebagai berikut: 1) Malu datang terlambat, 2) Malu tidak apel, 3) Malu pulang awal, 4) Malu tidak masuk kerja, 5) Malu banyak izin, 6) Malu tidak memakai pakaian dinas, 7) Malu tidak terprogram, 8) Malu pekerjaan terbengkalai, 9) Malu bekerja tanpa tanggung jawab, dan 10) Malu tidak bertatakrama dan bersopan santun
Aturan-aturan penerapan disiplin budaya malu RA Durung sebagaimana diuraikan di atas merupakan suatu bentuk pembinaan agar siswa semanjak diberikan pembinaan dan pendidikan tersebut sampai ia beranjak dewasa, sikap malu tersebut senantiasa menjadi suatu pondasi dalam kahidupannya sehari-hari. Selain itu, untuk mengembangkan karakter disiplin seluruh penghuni sekolah, peraturan ini cukup membantu dalam proses pembentukan karakter disiplin peserta didik di RA Durung Kacamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar.
“Buanglah Sampah Pada Tempatnya” di setiap kelas terdapat satu tempat sampah yang disediakan untuk penampungan sampah, begitupun di halaman sekolah, pihak sekolah menyediakan satu tempat sampah. Semua guru sangat menjaga kebersihan sekolah maupun ruang kelas, terlihat saat penulis melalkukan penelitian setiap pagi dewan guru bergotong-royong untuk membersihkan halaman sekolah, dan jika ada sampah yang berserakan di halaman saat murid sedang bermain,
ibu guru atau kepala sekolah meminta tolong kepada murid tersebut untuk membersihkan sampahnya. Hal ini bisa menjadi teladan baik bagi peserta didik sekaligus membentuk karakter tanggungjawab peserta didik di RA Durung Kacamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar.
Seluruh peraturan atau budaya sekolah di RA Durung Kacamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar yang ada benar-benar diterapkan oleh semua guru dan murid, Ibu Ita Handayani sebagai kepala sekolah selalu memantau terlaksananya semua peraturan ini dan menindaklanjuti dengan segera untuk memperabaiki keadaan jika ada dewan guru atau peserta didik yang tidak menaati peraturan.
Pendekatan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah tentunya dengan model afeksi atau mengedepankan sikap kasih sayang, sehingga baik guru maupun siswa ikut merasakan sikap kasih saying tersebut.
F. Kesimpulan
Secara umum bahwa pengaruh kompetensi personality guru dalam mengembangkan afeksi siswa di RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar sudah baik. Guru menerapkan semua aspek kompetensi kepribadian melalui pembiasaan dan keteladanan untuk mengembangkan afeksi (sifat kasih sayang) terhadap anak di RA Durung Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar.
Guru berhasil dalam mengembangkan sikap afeksi anak melalui implementasi kompetensi kepribadian guru dengan indikator di antaranya: guru memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan dengan menampilkan tindakan yang sesuai dengan norma religius dan memiliki prilaku yang bisa diteladani oleh siswa, memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, serta memiliki kepribadian yang arif dan berwibawa.
Daftar Pustaka
Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media dan IAIN Walisongo Press, 1992.
Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar., 2005.
Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul asli
“Dictionary of Psichology”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru dan Guru, Bandung: Fokus Media, 2011.
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz. II, Kairo: Darul Mutabi’aby, t. t.
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Kepribadian Guru: Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011.
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:
Gramedia, 2000.
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Moh. Roqib dan Nurfuadi, Personality Guru: Upaya Mengembangkan Personality Guru yang Sehat di Masa Depan, Yogyakarta:
Grafindo Litera Media, 2009.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2002.
Purwanto, M.N., Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
Rivai, V., Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2003.
Sudarman Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru (Tilikan Indonesia dan Mancanegara), Bandung: Alfabeta, 2010.