• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LINDUNG NILAI DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DERIVATIF PADA PERFORMA PERUSAHAAN INDONESIA

N/A
N/A
ririnnafisa

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH LINDUNG NILAI DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DERIVATIF PADA PERFORMA PERUSAHAAN INDONESIA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

3rd NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia)

“Business Knowledge to be Elevated: Advancing Disruptive Innovation”

21 November 2019, Tangerang.

PENGARUH LINDUNG NILAI DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DERIVATIF PADA PERFORMA PERUSAHAAN INDONESIA

Vania Febriana1) dan Rita Juliana2)

1) Universitas Pelita Harapan, Tangerang

2) Universitas Pelita Harapan, Tangerang

Email: [email protected]; [email protected]*

ABSTRACT

This study aim to find the effect of hedging by adopting derivative such as option, forward and future to Indonesian corporation’s performance. Deravative instruments are adopted to reduce the risk exposure such as foreign exchange risk, commodity price risk and interest rate risk. Risk management will decrease firm’s cost of capital and bankruptcy cost so that it will increase their performance. The sample used are listed companies in Indonesia Stock Exchange with period 2007-2016 with total 1980 observations. By using balanced panel data, the method used in this research is the two-stage linear square (2sls). The results show that the usage of derivative have a negative relationship towards firm’s performance. This result can be concluded that the usage of derivative by Indonesian companies are still ineffective so that it can not produce the adding value to the firm.

Keywords: Hedging; Derivative; ROA; Tobin’s Q; 2sls

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari lindung nilai dengan mengadopsi derivatif seperti opsi, forward dan future terhadap performa perusahaan di Indonesia. Instrumen derivatif diadopsi dengan tujuan untuk mengurangi eksposur risiko seperti risiko nilai tukar mata uang, harga komoditas dan tingkat bunga. Manajemen risiko ini mengurangi biaya modal dan biaya kebangkrutan perusahaan sehingga dapat meningkat performa perusahaan. Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada periode 2007-2016 dengan total 1980 observasi. Dengan menggunakan balanced panel data, metode yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 stage linear square (2sls). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan derivatif memiliki hubungan negatif dengan performa perusahaan. Hal ini menunjukkan penggunaan derivatif pada perusahaan di Indonesia masih belum efisien untuk menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan.

Keywords: Lindung nilai; derivatif; ROA; Tobin’s Q; 2sls

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya era globalisasi, tantangan dan risiko global kian meningkat, sehingga upaya dalam pengelolaan risiko menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1958) mengenai teori struktur modal, dikatakan bahwa manajemen risiko perusahaan tidak relevan dalam memaksimalkan nilai perusahan di pasar modal yang sempurna. Akan tetapi, pasar modal tidak sempurna ketika berada di dunia nyata, sehingga manajemen risiko

perusahaan bisa menjadi suatu hal yang menguntungkan untuk nilai perusahaan ketika biaya keagenan dan pajak perusahaan dipertimbangkan (Aretz dan Bartram, 2010).

Risiko dapat timbul dari perubahan dalam jangka waktu yang relatif singkat, seperti harga komoditas, valuta asing dan tingkat suku bunga (Fatemi dan Luft, 2002).

Ketidakpastian kondisi makroekonomi global dapat memberikan dampak negatif untuk ekonomi dunia, khususnya untuk perusahaan yang tengah beroperasi.

Lindung nilai merupakan salah satu cara yang efektif dan umum digunakan untuk

(2)

mengurangi risiko (Nance et al., 1993;

Smith dan Stulz, 1985). Di dewasa ini, pasar derivatif sedang berkembang pesat di dunia dan kontrak derivatif telah menjadi instrumen lindung nilai pertama dan yang paling menjanjikan dalam pengelolaan risiko antara perusahaan (Pérez-González dan Yun, 2013). Beberapa penelitian (Allayannis dan Weston, 2001; Graham dan Rogers, 2002) menemukan bahwa perusahaan yang menggunakan derivatif berhasil mengurangi risiko pasar yaitu risiko total, risiko idiosinkratik dan risiko eksposur.

Dikatakan dalam Laporan Perekonomian Indonesia (Bank Indonesia, 2016) bahwa perekenomian di Indonesia sampai pada akhir tahun 2016 masih menghadapi beberapa risiko yang telah mengemuka pada tahun 2015 sebelumnya. Tiga risiko utama yang terlihat kembali pada tahun 2016 adalah pertumbuhan ekonomi yang menurun, harga komoditas yang masih rendah, dan ketidakpastian di pasar keuangan yang tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara yang aktif dalam pasar internasional. Kegiatan impor dan eskpor merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh berbagai perusahaan di Indonesia. Akan tetapi, aktivitas ini harus diperhatikan dengan baik, sebab jika tidak, maka dapat memberikan kerugian. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam aktivitas ini adalah kondisi nilai tukar mata

uang Rupiah.

Gambar 1 menunjukan kondisi pergerakan nilai tukar Rupiah pada tahun 2016.

Dibandingkan dengan tahun 2015, nilai tukar Rupiah relatif lebih stabil. Secara point to point, nilai tukar rupiah pada 2016 melemah sebesar 3,13% menjadi Rp 13.473 per dolar AS. Contoh dari akibat ketidakpastian eksternal tersebut adalah pasca pemilihan presiden di Amerika Serikat, sentiment politik global yang meningkat, rencana kenaikan Fed Fund Rate, dinamika Brexit, dan perkembangan perekonomian Tiongkok yang dibawah perkiraan, yang membuat Rupiah mengalami depresiasi.

Menggali lebih dalam lagi tentang pasar valuta asing yang terjadi di Indonesia, menurut Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia pada tahun 2016, rata – rata harian volume transasksi di pasar valuta asing mengalami peningkatan yang baik. Pada gambar 2 menjelaskan bahwa peningkatan pada triwulan IV-2016

sebesar 3% dibandingkan triwulan III-2016.

Sementara itu, peningkatan volume transaksi tahun 2016 meningkat sebesar 11%

dibandingkan tahun 2015 yakni dari 4,53 miliar dolar AS menjadi 5,01 miliar dolar Gambar 1. Nilai Tukar

Rupiah

Sumber: Bank Indonesia (2016)

Gambar 2. Volume Transaksi Pasar Valuta Asing

Sumber: Bank Indonesia (2016)

(3)

3rd NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia)

“Business Knowledge to be Elevated: Advancing Disruptive Innovation”

21 November 2019, Tangerang.

AS. Transaksi spot masih mendominasi volume transaksi domestik. Akan tetapi, dapat dilihat bahwa proporsi volume transaksi derivatif meningkat. Transaksi swap meningkat sebesar 5,48% dari 1,54 miliar dolar AS pada triwulan III-2016 menjadi 1,62 miliar dolar AS pada triwulan IV-2016. Selain itu, transaksi forward meningkat sebesar 18% pada triwulan III- 2016 menjadi 0,27 miliar dolar AS pada triwulan IV-2016 (Gambar 3). Penurunan transaksi spot dengan peningkatan transaksi swap dan forward menyebabkan meningkatnya proporsi rata-rata harian volume derivatif terhadap transaksi valas yang pada tahun 2015 sebesar 36% menjadi 38% pada tahun 2016 (Gambar 3). Hal ini dipacu karena hal tersebut sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang memberikan fleksibilitas pelaku pasar dalam melakukan transaksi lindung nilai.

Akibat dengan beberapa ketidakpastian eksternal yang dapat terjadi, selain melakukan transaksi swap dan forward, Bank Indonesia juga menambahkan peraturan di dalam (PBI) No. 18/8/PBI/2016 tentang transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia. Inti dari peraturan tersebut adalah bahwa transaksi ini dilakukan melalui skema Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dengan bank sentral dan/atau otoritas moneter negara lain.

Peraturan tersebut juga memperluas cakupan mata uang transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang tertentu pada pasar valas domestik dalam memenuhi kebutuhannya.

Upaya yang baru ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS.

Dengan beberapa faktor yang mempengaruhi perekonomian di Indonesia, maka Bank Indonesia sedang menggalakkan transaksi lindung nilai. Bank Indonesia terus mendorong agar sektor perbankan meningkatkan pengembangan produk

derivatif untuk tujuan lindung nilai. Lindung nilai dengan menggunakan instrumen derivatif semakin dimintai oleh perusahaan Indonesia. Melihat fenomena tersebut, penelitian ini dilakukan sebagai studi untuk melihat bagaimana lindung nilai dapat mempengaruhi nilai dan performa perusahaan di Indonesia. Penelitian ini dapat berkontribusi terhadap literatur mengenai lindung nilai di Indonesia, serta dapat membangkitkan kesadaran dalam perusahaan dan pemerintah mengenai betapa pentingnya manajemen risiko terutama dalam penggunaan derivatif.

2. LANDASAN TEORI 2.1 Risiko

Para peneliti terdahulu yang meneliti pengaruh hedging pada risiko keuangan perusahaan membagi risiko menjadi tiga:

risiko nilai tukar mata uang, risiko harga komoditas dan risiko tingkat suku bunga.

Álvarez-Díez et al. (2016) berargumen bahwa perubahaan pada nilai tukar mata uang asing dapat menjadi risiko utama untuk perusahaan, terutama perusahaan yang aktivitasnya bergantung pada dasar nilai tukar seperti ekspor impor. Hal ini mengakibatkan nilai perusahan bergantung pada dampak dari perubahan nilai tukar.

Lindung nilai yang umum digunakan tidak lain adalah menggunakan instrumen derivatif yaitu currency futures atau dengan melakukan cross hedging pada situasi tertentu. Selain risiko nilai tukar mata uang, volatilitas pada harga komoditas juga dapat mempengaruhi perusahaan dalam mencapai tujuan kebutuhan konsumen, sulit mengambil keputusan dalam menentukan rencana keuangan dan akhirnya dapat mengurangi profit dari perusahaan (Matook et al., 2009). Harga komoditas dapat berkurang sehingga menghasilkan kerugian dalam transaksi finansial, namun dapat menguntungkan karena harga rendah yang dibayarkan untuk komoditas aslinya. Risiko suku bunga juga dapat mempengaruhi nilai

Gambar 3. Jumlah dan Proporsi Transaksi Spot dan Derivatif Indonesia (2015-2016)

Sumber: Bank Indonesia (2016)

(4)

perusahaan. Menurut Chernenko dan Faulkender (2011), investasi pendapatan tetap seperti obligasi memiliki risiko karena volatilitas harga dapat mempengaruhi hal yang tidak terduga antara untung atau rugi.

Hal ini dikarenakan instrumen investasi ini sangat sensitif pada perubahan suku bunga.

Risiko dari suku bunga lebih memberi dampak pada nilai obligasi daripada saham.

Ketika suku bunga meningkat, harga obligasi turun dan sebaliknya. Efek dari volatilas suku bunga dapat memberikan dampak ketidakpastian pada arus kas sehingga meningkatkan risiko pada investor, perusahaan ataupun bank.

2.2 Lindung Nilai

Perusahaan menganggap bahwa manajemen risiko merupakah salah satu hal yang sangat serius, survei terbaru menemukan bahwa manajemen risiko merupakan salah satu tujuan utama manajemen keuangan (Froot et al., 2003). Beberapa penelitian menunjukkan manfaat lindung nilai sebagai strategi manajemen risiko perusahaan. Pajak menjadi salah satu alasan mengapa manajemen risiko dilakukan. Pendapatan yang lebih berfluktuasi akan menyebabkan pajak yang tidak tetap dan relatif tinggi daripada pendapatan yang lebih stabil (Smith dan Stulz, 1985).

Stulz (1990) menemukan lindung nilai dapat memberikan nilai tambah dengan cara mengurangi investasi yang terkait dengan pembiayaan hutang. Tanpa lindung nilai, perusahaan dapat tidak melakukan investasi sehingga pendanaan eksternal tidak mungkin untuk meningkat. lindung nilai dapat membantu perusahaan mengurangi probabilitas gagal bayar hutang (Smith dan Stulz, 1985). Sehingga ketika ada biaya kesulitan keuangan dan keuntungan untuk memiliki hutang dalam struktur modal maka lindung nilai dapat digunakan dalam artian untuk meningkatkan kapasitas hutang.

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan memberikan bukti empiris mengapa lindung

nilai penting untuk dilakukan oleh perusahaan dalam mengurangi risiko (Finley dan Pettit, 2011; Hamilton dan Wu, 2015;

Nissanke, 2012). Smith dan Stulz (1985) berargumen bahwa lindung nilai dapat meningkatkan nilai perusahaan dan memberikan efek yang besar untuk perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan. Hal ini dikarenakan bahwa dengan melakukan lindung nilai pada risiko keuangan seperti nilai tukar, tingkat suku bunga dan komoditas, perusahaan bisa menurunkan volatilitas arus kas. Dengan mengurangi volatilitas arus kas, perusahaan mengurangi kemungkinan kesulitan keuangan dan biaya keagenan, dengan demikian akan meningkatkan nilai sekarang pada arus kas yang diharapkan. Selain itu, menurunkan volatilias arus kas dapat meningkatkan probabilitas dalam memiliki dana internal yang memadai untuk perencanaan di masa depan.

2.3 Penelitian Sebelumnya

Dalam dekade terakhir ini, beberapa penelitian mengenai transaksi lindung nilai sudah banyak dilakukan. Allayannis dan Weston (2001) melakukan penelitian untuk melakukan uji coba apakah penggunaan lindung nilai memiliki hubungan langsung dengan nilai perusahaan atau tidak. Allaynis dan Weston menggunakan 720 sampel perusahaan non-keuangan besar di Amerika Serika diantara tahun 1990 dan 1995.

Mereka menggunakan Tobin’s Q sebagai ukuran nilai perusahaan dan analisis antara sampel perusahaan yang terkena risiko nilai tukar melalui penjualan dari operasi luar negeri dan tanpa penjualan luar negeri akan terpisah. Mereka menemukan perusahaan yang menggunakan derivatif keuangan akan memiliki nilai pasar perusahaan yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak menggunakan derivatif.

Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Carter et al. (2006). Dengan menggunakan 228 observasi (1992-2003), mereka menemukan perusahaan pada industri

(5)

3rd NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia)

“Business Knowledge to be Elevated: Advancing Disruptive Innovation”

21 November 2019, Tangerang.

penerbangan yang melakukan lindung nilai pada harga bahan bakar jet memiliki nilai perusahaan 4,42% lebih tinggi dari pada perusahaan yang tidak melakukan lindung nilai. Secara singkat, penelitian ini menunjukkan bahwa transaksi lindung nilai ini memberikan nilai tambah untuk perusahaan. Peneltian ini memberikan penjelasan bahwa lindung nilai akan mengurangi risiko eksposur pada harga bahan bakar jet sehingga akan memberikan efek pada pertukaran kas atau cash flow dan secara otomatis meningkatkan nilai perusahaan. Selain itu, mereka juga menjelaskan bahwa lindung nilai memberikan sumber kas tambahan untuk melakukan akuisisi pada pereusahaan yang kekurangan aset ketika pada periode harga bahan bakar jet yang meningkat.

Penelitian mengenai manfaat lindung nilai pada negara berkembang pernah dilakukan oleh Kwong (2016). Dia melakukan penelitian pada 680 perusahaan non- finansial yang terdaftar di Bursa Malaysia.

Penelitian ini melihat pengaruh derivatif pada nilai dan performa keuangan pada penggunaan derivatif. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa nilai perusahaan dan performa keuangan lebih bagus dengan menggunakan derivatif daripada yang tidak menggunaan derivatif.

2.5 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan pada teori dan penelitian sebelumnya yang sudah dijelaskan di atas, peneliti memformulasikan beberapa logika lebih jauh sebagai hipotesis penelitian ini.

Secara singkat dapat disimpulkan, penelitian terdahulu (Allayannis dan Weston, 2001;

Carter et al., 2006) menemukan bahwa lindung nilai dapat meningkatkan nilai perusahaan dan juga mengurangi biaya investasi. Aretz dan Bartram (2010) menyatakan upaya mengurangi risiko ini memberikan dana internal yang lebih stabil untuk memaksimalkan nilai proyek masa depan, daripada menggunakan modal eksternal yang dapat meningkatkan biaya

modal dan menurunkan nilai perusahaan.

Arnold et al. (2014) dan Stulz (1984) menambahkan bahwa manajer memegang tanggung jawab atas risiko yang ada di perusahaan, dimana risiko ini bisa merupaka secara risiko keuangan atau non keuangan seperti reputasi atau peluang karir di perusahaan. Hal ini membuat manajer meminta kompensasi yang besar dalam menghadapi tanggung jawab di dalam perusahaan. Dengan perusahaan menggunakan lindung nilai, maka risiko yang dihadapi oleh manajer dapat berkurang sehingga kompensasi yang diberikan juga berkurang dan dengan adanya lindung nilai maka dapat menambah nilai perusahaan.

Selanjutnya gerakan pasar menjadikan salah satu konsedarsi dimana dengan aktivitas lindung nilai memperbolehkan pinjaman yang tinggi, mendorong nilai perusahan dengan tax savings, menurunkan tingkat kebangkrutan dan potensi biaya kesulitan keuangan.

Volatilitas tingkat suku bunga dapat memberikan dampak pada biaya suku bunga perusahaan dan mengurangi keuntungan sebelum pajak (Kwong, 2016). Selain itu, volatilitas harga komoditas pada sebuah indutrsi bisa memberikan dampak pada penjualan, biaya penjualan dan juga gross margin serta pendapatan perusahaan.

Volatilitas ini dapat dicegah dengan menggunakan derivatif. Ketika derivatif dapat bekerja dengan efisien, maka perusahaan yang menggunakan lindung nilai harus memiliki keuangan dan operasi yang lebih efisien sehingga merefleksikan performa keuangannya (Kwong, 2016).

Maka dari itu, rumusan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Performa keuangan perusahaan yang menggunakan lindung nilai akan lebih baik daripada yang tidak menggunakan lindung nilai.

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Penelitian

(6)

Penelitian ini menggunakan sampel dari perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menerbitkan laporan keuangan ataupun laporan tahunan dari 2007 hingga 2016. Seluruh data yang digunakan diambil dari laporan keuangan dan laporan tahunan yang disedikan pada website resmi Bursa Efek Indonesia. Dari 555 perusahan yang tercatat, perusahan – perusahan yang tidak memiliki laporan keuangan atau laporan tahunan yang lengkap akan dikeluarkan dari sampel penelitian.

Disamping itu perusahaan pada industri keuangan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia juga dieliminasi, hal ini dikarenakan industry keuangan memiliki peraturan dan bentuk laporan keuangan yang berbeda dari industri lainnya. Setelah melalui proses eliminasi tersebut sehingga tersisa sebanyak 198 perusahaan yang digunakan sebagai sampel. Dikarenakan data panel yang digunakan adalah balanced panel data maka Total dari observasi yang digunakan adalah sebanyak 1980 observasi.

3.2 Model Empiris

Mendasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Allayannis dan Weston (2001), Bartram et al. (2011) dan Kwong (2016), penelitian ini menggunakan Tobin’s Q dan ROA untuk mengukur performa perusahaan sebagai variable dependen dari model. Model empiris yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

¿ ¿i, t+β3LEVi , t+β4MBRi , t+β5ROAi ,t+ε

Performancei , t=β0+β1DERIVATIVEi ,t+β2¿ Keterangan:

Performance = Performa

perusahaan diukur dengan menggunakan Tobin’s Q dan ROA

DERIVATIVE =Perusahaan

menggunakan derivatif atau tidak (variabel dummy).

¿ ¿ = Ukuran perusahaan.

LEV = Leverage.

MBR = Market to Book

Ratio.

ROA = Return on Assets.

Kwong (2016) mengatakan bahwa adanya permasalah endogenitas antara

penggunaan derivatif dan performa perusahaan. Perusahaan besar yang memiliki performa yang lebih

unggul umumnya memiliki kemungkinan menggunakan derivatif untuk mengurangi risiko dibanding perusahaan kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan besar akan lebih berani untuk mengambil hutang lebih

banyak untuk mengembangkan

perusahaannya, sehingga risiko yang dihadapi akan lebih besar. Sehingga nilai tambah bagi perusahaan besar dalam menggunakan derivative akan lebih besar.

Sama saja hal ini jika terjadi pada perusahaan yang memiliki keuntungan yang besar, perusahaan bisa saja menggunakan derivatif untuk menjaga kestabilan keuntungannya akan tetapi, perusahaan yang memiliki volatilitas profit yang tinggi akan menggunakan derivatif. Untuk mengatasi permasalahan simultan, maka metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan two-stage linear square (2sls), dengan persamaan tahap satu sebagi berikut:

β2¿ ¿i ,t+β3OPMi , t+β4FMVi ,t+β5INDUSTRI+β6Year+ε

Derivativei ,t=β0+β1LEVi ,t+¿ Keterangan:

Derivative = Derivatif.

LEV = Leverage.

¿ ¿ = Ukuran perusahan.

OPM =Operating profit

margin.

FMV =Nilai perusahaan

yang diukur dengan variabel Tobin’s Q.

INDUSTRI = Klasifikasi Industri.

Year = Efek Tahun

Untuk mengatasi masalah endogenitas, penelitian ini merujuk pada Kwong (2016) yaitu dengan menggunakan model two-stage

(1)

(7)

3rd NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia)

“Business Knowledge to be Elevated: Advancing Disruptive Innovation”

21 November 2019, Tangerang.

least square dalam mengestimasi parameter untuk seluruh persamaan baik pada dependen variable Tobin’s Q maupun ROA.

Pada tahap pertama, peneliti melakukan regresi probit pada derivatif sebagai dependen variabel yang berbentuk dummy variable (persamaaan 2). Kemudian, mengambil fitted value dari regresi tersebut dan menggunakan nilai residu tersebut sebagai independent variable Derivatif dan melakukan regresi pada persamaan 1 yang untuk hubungan performa perusahaan sebagai dependen variabel dan penggunaan derivative perusahaan.

3.3 Operasionalisasi Variabel 3.3.1 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah performa perusahaan yaitu Tobin’s Q dan Return on Assets. Penjelasan dari variabel dependen adalah sebagai berikut:

Tobin’sQ:

market value equity+book value totalliabilities book value of totalassets

Return on Assets:

profit for the year book value of total assets 3.3.2 Variabel Independen

Dibawah ini adalah beberapa variable independent yang digunakan dalam model penelitian. Berikut adalah penjelasan mengenai variabel-variabel independen yang digunakan pada penelitian ini:

 Variabel derivatif: Variabel ini merupakan variabel biner atau dummy, dimana perusahaan yang menggunakan derivatif akan ditandakan dengan=1 dan bagi perusahaan yang tidak menggunakan derivatif akan ditandakan dengan=0. Peneliti mencari kata kunci pada laporan keuangan perusahaan seperti “hedging”, “lindung nilai”,

forward”, “future”, “swap”, “option”, dll.

 Variabel firm size: logaritma natural dari total asset perusahaan

 Variabel leverage:

book value of total debts book value of total equity

 Variabel market to book ratio = market value of equity

book value of equity

 Variabel operating income margin:

operating income net sales

 Variabel net profit margin:

net profit for the year net sales

 Variabel assets turnover:

net sales

book value of total assets

 Variabel industry effect =Dummy klasifikasi industri.

 Variabel time = Dummy variabel tahun.

4. HASIL DAN DISKUSI 4.1 Statistika Deskriptif

Hasil dari statistika deskriptif menunjukkan nilai mean, standard deviation, minimum dan maximum dari variabel data penelitian.

Tabel 1. Statistika Deskriptif

Sumber: diolah penulis

(8)

Berikut adalah hasil karakteristik dari penelitian:

Tabel 1 menunjukan hasil statisika deskriptif sampel penelitian dari 198 perusahaan di Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun, yang menunjukan total 1980 observasi. Pada hasil statistika desktriptif pada tabel 4.1 telah dilakukan winsorization dengan level satu percentile. Winsorization adalah teknik statistik yang umum digunakan untuk mengurangi efek dari outlier. Dari table 1 diatas, dapat dilihat bahwa rata – rata darinilai perusahaan adalah 1.96, nilai minimum 0.262 dan nilai maksimum adalah 23.712. Secara keseluruhan dari observasi pada sampel penelitian ini, perusahaan di Indonesia memiliki nilai rata – rata keuntungan yang diukur dengan ROA

sebesar 5.2% dengan nilai minimum -31.2%

dan nilai maksimum 40.7%. Selanjutnya, dilihat dari hasil variabel dummy hedging yang memiliki nilai minimum 0 yang menggambarkan perusahaan yang tidak menggunakan derivatif dan nilai maksimum 1 yang menjelaskan perusahaan yang menggunakan derivatif. Dummy hedging didapatkan dengan melihat laporan keuangan perusahaan, apabila teradapat kata kunci yang menunjukkan aktifitas lindung nilai (contoh: hedging, lindung nilai, forward, future, swap, derivative, dll) maka akan diberikan angka 1. Nilai rata – rata dari variabel dummy derivative adalah 0.252, yang artinya 25.2% perusahaan mengimplementasikan strategi lindung nilai dari 1980 observasi.

Berikutnya variabel Size memiliki nilai rata – rata 6.297 dengan nilai minimum 4.404 dan nilai maksimum 7.96. Tingkat hutang (Leverage) sampel perusahaan memiliki nilai rata – rata 0.49 dengan nilai minimum -1.5979 dan nilai maksimum 4.86. Nilai minimum leverage yang mencapai hingga nilai negatif dikarenakan beberapa perusahaan di Indonesia memiliki nilai buku ekuitas yang negatif. Market to Book Ratio perusahaan sampel memiliki nilai rata – rata 2.15 dengan nilai minimum -0.62 dan nilai maksimum 29.3. Net Profit Margin sampel perusahaan memiliki nilai rata – rata 0.0441 dengan nilai minimum -1.76 dan nilai maksimum 1.185. Asset Turnover sampel perusahaan memiliki nilai rata – rata 1.037 dengan nilai minimum 0.0266 dan nilai maksimum 5.03. Operating Profit Margin sampel perusahaan memiliki nilai rata – rata 0.103 dengan nilai minimum -1.198 dan nilai maksimum 0.823.

4.2 Analisa Hasil Regresi

Pada bagian ini, peneliti akan membahas lebih lanjut dari hasil regresi seluruh model penelitian. Setelah melakukan uji panel data

model, di dapatkan bahwa model panel data yang cocok dengan data penelitian ini adalah fixed effect model. Kemudia, setelah melakukan tahapan pengujian pada seluruh fixed effect model regresi penelitian, peneliti menggunakan Discroll-Kraay standard errors untuk mengatasi permasalahan asumsi klasik seperti autokorelasi, heteroskedastisitas, dan cross-sectional dependence. Pada model regresi penelitian ini, analisa dilakukan dengan tingkat signifikansi 1%, 5% dan 10%. Berikut adalah hasil regresi dari model penelitian:

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penelitian ini menggunakan two- stage least square untuk mengatasi permasalah simultan antara penggunaan hedging dan performa perusahaan. Pada tabel 2 ditampilkan hasil regresi tahap pertama dan tahap kedua dari model empiris yang sebelumnya sudah dijelaskan pada bagian metode penelitian. Pada kolom (1) menunjukkan hasil regresi probit tahap satu dengan variabel biner penggunaan derivatif sebagai dependen variabel. Dapat dilihat bahwa perusahaan besar memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk Tabel 2. Hasil Regresi

(9)

3rd NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia)

“Business Knowledge to be Elevated: Advancing Disruptive Innovation”

21 November 2019, Tangerang.

menggunakan derivatif sebagai lindung nilai. Dari regresi tahap 1 akan di ambil fitted value yang digunakan pada regresi tahap 2 untuk mengestimasi performa perusahaan.

Berdasarkan Tabel 2, nilai R2 dari model dengan dependen variable Tobins’s Q pada kolom 2 adalah sebesar 62.44% dan ROA pada kolom 3 adalah sebesar 36.49%. Nilai R2 dari second-stage regression ini juga menunjukkan bahwa variabel independen dan variabel kontrol yang digunakan dapat lebih menjelaskan nilai perusahaan yang diukur dalam Tobin’s Q dibandingkan tingkat pengembalian aset. Selain itu juga nilai Prob>F-Statistics sebesar 0.0000 juga menjelaskan bahwa secara keseluruhan variabel independen memilki pengaruh yang signifikan terhadap kedua variabel dependen, Tobin’s Q dan ROA. Berdasarkan dari Tabel 2 pengaruh penggunaan derivatif terhadap nilai perusahaan mempunyai pengaruh negative pada Tobin’s Q maupun pada ROA. Koefisien dari penggunaan derivatif signifikan dalam tingkat 10%.

Arouri et al. (2012) mengatakan bahwa umumnya perusahaan yang menggunakan derivatif adalah perusahaan yang memiliki performa yang tinggi. Perusahaan yang memiliki nilai ROA yang tinggi artinya perusahaan memiliki posisi perusahaan yang lebih baik dan kuat sehingga tingkat penggunaan derivatif berkurang karena probabilitas kesulitan dan risiko keuangan rendah. Beberapa perusahaan di Indonesia memiliki nilai ROA yang relatif rendah sehingga penggunaan derivatif tidak banyak.

Penggunaan derivatif memerlukan biaya yang relatif besar sehingga ketika perusahaan menggunakan derivatif, maka perusahaan menjadikan ini sebagai biaya yang dapat mengurangi pendapatan

perusahaan. Return on Asset adalah pendapatan bersih dibagi dengan total aset.

Semakin kecil pendapatan bersih yang ada, maka semakin kecil ROA perusahaan tersebut. Hal ini yang akan memberikan korelasi yang negatif antara penggunaan derivatif terhadap tingkat pengembalian aset perusahaan.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini dilakukan untuk melihat implementasi penggunaan lindung nilai khususnya derivatif di perusahaan Indonesia apakah akan memberikan nilai positif pada nilai perusahaan dan performa keuangan perusahaan. Berdasarkan dari hasil penggunaan derivatif terhadap tingkat pengembalian aset, penelitian ini meunjukkan korelasi yang negatif dimana penggunaan derivatif menurunkan performa perusahaan. Sesuai dengan yang ditunjukkan oleh Arouri et al. (2012) bahwa perusahaan yang memiliki ROA rendah tidak menggunakan derivatif. Melihat perusahaan di Indonesia yang memiliki ROA relatif rendah mendukung alasan kenapa penggunaan derivatif di perusahaan Indonesia berkolerasi negatif dengan tingkat pengembalian aset perusahaan.

Berdasarkan dari hasil penelitian-penelitian yang dilakukan pada negara maju bahwa lindung nilai dapat meningkat nilai perusahaan sehingga ada baiknya Bank Indonesia berkerja sama dengan pemerintah dapat memberikan pengenalan akan penggunaan derivatif untuk manajemen resiko yang efisien sehingga derivatif bukan hanya dipandang sebagai biaya tetapi sebagai proteksi yang melindungi perusahaan dari resiko yang mengganggu aktifitas dan keuangan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Allayannis, G., dan James Weston. (2001). “The Use of Foreign Currency Derivatives and Firm Market Value”. Review of Financial Studies, 14(1), pp. 243-276.

Álvarez-Díez, Susana, Eva Alfaro-Cid, and Matilde O. Fernández-Blanco. (2016). "Hedging Sumber: Hasil pengolahan data oleh penulis

Signifikansi pada tingkat *10% ** 5%*** 1%

(10)

foreign exchange rate risk: Multi-currency diversification." European Journal of Management and Business Economics 25, no. 1, pp. 2-7.

Aretz, Kevin, & Söhnke M. Bartram. (2010). “Corporate Hedging and Shareholder Value”.

Journal of Financial Research, 33(4), pp. 317-371.

Arnold, Matthias M., Andreas W. Rathgeber, and Stefan Stöckl. "Determinants of corporate hedging: A (statistical) meta-analysis." Quarterly Review of Economics and Finance, 54, no. 4, pp. 443-458.

Arouri, Mohamed El Hedi, Jamel Jouini, and Duc Khuong Nguyen. (2012). “On the impacts of oil price fluctuations on European equity markets: Volatility spillover and hedging effectiveness”. Energy Economics, 34(2), pp. 611-617.

Bank Indonesia. (2016). Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2016. Retrieved from https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Pages/LPI_2016.aspx artram, Söhnke M., Gregory W. Brown, and Jennifer Conrad. (2011). “The Effects of

Derivatives on Firm Risk And Value”. Journal of Financial and Quantitative Analysis 46(4), pp. 967-999”.

Carter, David A., Daniel A. Rogers, and Betty J. Simkins. (2006). “Hedging and Value in the U.S. Airline Industry”. Journal of Applied Corporate Finance 18(4), pp. 21-33.

Chernenko, Sergey, and Michael Faulkender. (2011). “The Two Sides of Derivatives Usage:

Hedging and Speculating with Interest Rate Swaps”. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 46(6), pp. 1727-1754.

Fatemi, Ali, and Carl Luft. (2002). “Corporate Risk Management Costs and Benefits”. Global Finance Journal 13(1), pp. 29-38.

Finley, Blaine, and Justin Pettit. (2011). “Creating Value at the Intersection of Sourcing, Hedging and Trading”. Journal of Applied Corporate Finance, 23(4), pp. 83-89.

Froot, Kenneth A., David S. Scharfstein, and Jeremy C. Stein. (1993). “Risk Management:

Coordinating Corporate Investment and Financing Policies”. Journal of Finance, 48(5), pp.

1629-1658.

Graham, John R., and Daniel A. Rogers. (2002). “Do firms hedge in response to tax incentives?”. Journal of Finance 57 (2), pp. 815-839.

Hamilton, James D., and Jing Cynthia Wu. (2015). “Effects of Index-Fund Investing on Commodity Futures Prices”. International Economic Review, 56(1), 187-205.

Kwong, L. C. (2016). “How Corporate Derivatives Use Impact Firm Performance?”. Pacific- Basin Finance Journal, 40 pp. 102-114.

Matook, Sabine, Rainer Lasch, and Rick Tamaschke. (2009). “Supplier Development with Benchmarking as Part of a Comprehensive Supplier Risk Management Framework”.

International Journal of Operations and Production Management 29(3), 241-267.

Modigliani, Franco, and Merton H. Miller. (1958). “The Cost of Capital, Corporation Finance and the theory of Investment”. The American Economic Review, 48(3), 261–297.

Nance, Deana R., Clifford W. Smith Jr, and Charles W. Smithson. (1993). “On the Determinants of Corporate Hedging”. Journal of Finance, 48(1), 267-284.

Nissanke, M. (2012). “Commodity Market Linkages in the Global Financial Crisis: Excess Volatility and Development Impacts”. Journal of Development Studies, 48(6), 732-750.

Pérez González, Francisco, and Hayong Yun. (2013). “Risk management and firm value:‐ Evidence from weather derivatives”. Journal of Finance, 68(5), pp. 2143-2176.

Smith, Clifford W., and Rene M. Stulz. (1985). “The Determinants of Firms’ Hedging Policies”.

Journal of Financial and Quantitative Analysis, 20, pp.391–405.

Stulz, R. M. (1984). “Optimal Hedging Policies”. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 19(02), pp. 127–140.

Stulz, R. M. (1990). “Managerial Discretion and Optimal Financing Policies”. Journal of

(11)

3rd NCBMA (Universitas Pelita Harapan, Indonesia)

“Business Knowledge to be Elevated: Advancing Disruptive Innovation”

21 November 2019, Tangerang.

Financial Economics, 20(4), 391-405.

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa penghitungan nilai perusahaan pada perusahaan perbankan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central

Karena tidak sedikit perusahaan jasa yang memiliki utang atau piutang dalam denominasi mata uang asing, maka dari itu perusahaan memutuskan untuk menggunakan lindung nilai

Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan yaitu earning management dan lindung nilai bersifat substitusi, earning management tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Lindung Nilai (Hedging) Instrumen Derivatif Valuta Asing (Studi Kasus Perusahaan Pertambangan Yang terdaftar Di

1) Kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Apabila kebijakan dividen meningkat maka nilai perusahaan juga meningkat. Hal ini

Penelitian yang menguji pengaruh aktivitas lindung nilai terhadap agresivitas pajak dimulai oleh Graham dan Smith (1999) yang menemukan bahwa perusahaan yang

5 Bank Negara Indonesia Tbk BBNI 6 Bank Nusantara Parahyangan Tbk BBNP 7 Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk BBRI 8 Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk BBTN 9 Bank

Hasil penelitian Lins (2003) mengenai struktur kepemilikan saham terhadap nilai perusahaan di negara berkembang mengatakan bahwa pemegang saham blok non- manajerial,