• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP REGENERSI MANGROVE DI DESA API-API, KECAMATAN BANDAR LAKSAMANA, KABUPATEN BENGKALIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP REGENERSI MANGROVE DI DESA API-API, KECAMATAN BANDAR LAKSAMANA, KABUPATEN BENGKALIS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP REGENERSI MANGROVE DI DESA API-API, KECAMATAN BANDAR LAKSAMANA,

KABUPATEN BENGKALIS

Mellyana Sary1, Vanda Julita Yahya2

1Mahasiswa Program Studi S1 Biologi

2Dosen Bidang Ekologi dan Konservasi Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia

mellyana.sary1931@student.unri.ac.id

ABSTRACT

Mangrove is an important ecosystem in Api-Api Village which is located in the coastal area. The existence of mangroves play an important role as natural resources for the community and for balanced coastal ecosystems. This study aimed to determine the effect of environmental factors on mangrove regeneration in Api-Api Village using purposive sampling method consisting of three observation transects. The study collected data of mangrove types, number of seedlings, height of seedlings, as well as environmental factors that affect mangrove growth such as salinity, water pH, temperature, humidity, light intensity, canopy cover, tides, and rainfall. Result of study showed that the environmental factors classified as suitable for mangrove growth and supporting mangrove regeneration.

Key words: Api-Api Village, environmental factors, Bengkalis Regency, mangroves, mangrove regeneration.

ABSTRAK

Mangrove merupakan ekosistem penting di Desa Api-Api yang berada pada daerah pesisir pantai. Keberadaan mangrove selain sebagai sumberdaya potensial bagi masyarakat juga menjadi penyeimbang ekosistem pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap regenerasi mangrove di Desa Api-Api menggunakan metode purposive sampling dengan dibuat tiga transek pengamatan. Data yang diambil meliputi faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove seperti salinitas, pH air, suhu, kelembapan, intensitas cahaya, tutupan kanopi, substrat, pasang surut, dan curah hujan. Penelitian ini menunjukan bahwa faktor lingkungan sesuai untuk pertumbuhan mangrove dan mendukung regenerasi mangrove.

Kata kunci: Desa Api-Api, faktor lingkungan, Kabupaten Bengkalis, mangrove, regenerasi mangrove.

PENDAHULUAN

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang berada di daerah peralihan antara daratan dan lautan yang memiliki iklim tropis. Mangrove

merupakan tumbuhan yang mampu beradaptasi pada lingkungan bergaram yang berperan penting secara ekonomi maupun ekologi (Djamaluddin 2018).

Mangrove selain dimanfaatkan

(2)

2 sebagai kawasan pariwisata berfungsi

sebagai penyedia berbagai kebutuhan hidup dan penyeimbang ekosistem pesisir (Rahim & Baderan 2017).

Fungsi hutan mangrove secara ekologi yaitu sebagai tempat pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), sebagai sumber makanan (feeding ground) dan menahan gelombang laut kearah darat serta secara ekonomi sebagai penyedia sumber daya kayu (Sudinno et al.

2015).

Desa Api-Api merupakan salah satu desa yang berada di kawasan pesisir Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Berdasarkan letak astronomis kabupaten ini berada diantara 10052’00” Bujur Timur-10210’00”

Bujur Timur dan 0230’00” Lintang Utara. Luas wilayah Desa Api-Api 135 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.564 orang. Desa Api-Api berbatasan langsung dengan Selat Bengkalis dibagian utara, sebelah selatan dengan Kecamatan Pinggir, sebelah barat Tenggayun dan sebelah timur dengan Parit 1 Api-Api (Laporan kependudukan Desa Api-Api 2019). Desa Api-Api termasuk daerah dataran rendah yang memiliki ketinggian lereng rata-rata 2-6,1 m dari permukaan laut, memiliki iklim tropis dengan suhu udara 26-32C.

Substrat pantai yang dijumpai umumnya berpasir dan berlumpur, hal ini dikarenakan bentuk pantai yang landai yang berhadapan langsung dengan perairan Selat Bengkalis.

Keberadaan Desa Api-Api yang berada di daerah pesisir ini umumnya ditumbuhi oleh hutan mangrove yang membentang sepanjang garis pantai.

Luas hutan mangrove di Desa Api-Api yaitu 60 ha (Laporan kependudukan

Desa Api-Api 2019). Ekosistem mangrove di Desa Api-Api tergolong masih alami dan belum dilakukannya kegiatan rehabilitasi hutan mangrove.

Mangrove di Desa Api-Api menjadi salah satu sumber daya potensial bagi masyarakat desa. Selain ditumbuhi dengan hutan mangrove, potensi lainnya dari desa ini merupakan sumberdaya perikanan yang bermanfaat bagi nelayan.

Zona pantai di Desa Api-Api yang berhubungan langsung dengan aktivitas masyarakat secara langsung dan tidak langsung akan berpengaruh terhadap kondisi ekosistem di sekitarnya, khususnya daerah pantai seperti hutan mangrove dan organisme perairan. Sebagai salah satu desa yang berada di daerah pesisir, mangrove Desa Api-Api tidak terlepas dari pengaruh abrasi yang menyebabkan kerusakan pada ekosistem mangrove.

Selain itu, kegiatan masyarakat Desa Api-Api yang berkaitan dengan penebangan mangrove sebagai kayu bakar (illegal loging), penggunaan lahan untuk pemukiman, pertambakan, dan meningkatnya kebutuhan masyarakat dapat merusak dan mempengaruhi keberlanjutan ekosistem mangrove kedepannya (Nurrachmi 2019).

Regenerasi mangrove secara alami menggunakan biji dan propagul alami (wildlings) sebagai sumber bibitnya (Fahmi 2014). Ketersediaan semai merupakan hal yang sangat

penting dalam menjaga

keberlangsungan ekosistem mangrove dalam upaya regenerasinya (Desrita et al. 2019). Menurut Mukhlisi &

Gunawan (2016), regenerasi semai berhubungan erat dengan suksesi sekunder serta ketersediaan ekosistem mangrove di alam. Data dan informasi

(3)

3 ilmiah yang berkaitan dengan

regenerasi alami semai mangrove berguna dalam mempertahankan fungsi ekosistem mangrove (Manan 2021).

Penelitian mengenai regenerasi mangrove telah dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia, seperti pada Taman Nasional Kutai (Mukhlisi &

Gunawan 2016), kawasan perminyakan Provinsi Riau (Syahrial et al. 2017), Pulau Tunda Serang Banten (Syahrial et al. 2020), Biak Numfor Papua (Manan et al. 2021), Teluk Benoa Bali (Dewi et al. 2021), Sungai Apit Riau (Hamid et al. 2015), Indragiri Hilir Riau (Misnawati &

Khairijon 2020). Namun penelitian mengenai pengaruh faktor lingkungan terhadap regenerasi mangrove di Desa Api-Api belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2022. Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan di Desa Api-api, Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Analisis data dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, tali rafia, kayu pancang, parang, kamera, GPS (Global Positioning System), Lux meter, pH meter, aplikasi GLAMA (Gap Light Analysis Mobile Application),

refraktometer, termometer, bambu, alat tulis dan buku identifikasi mangrove.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, kertas label dan vegetasi mangrove di Desa Api-Api.

Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode purposive sampling. Pembuatan transek dengan metode garis (strip sampling) (Noor et al. 2006) sebanyak tiga transek.

Panjang transek dalam penelitian ini 160 m dengan lebar 10 m. Transek pengamatan dibuat dari garis pantai ke arah zona belakang mangrove (Wicaksono & Muhdin 2015). Lokasi penelitian dibagi menjadi tiga titik transek menyesuaikan dengan pembagian kawasan mangrove di Desa Api-Api menjadi tiga zona. Dalam setiap zona dibuat plot pengamatan semai berukuran 2x2 m2 sebanyak lima plot. Plot dibuat berdasarkan tingkat kerapatan vegetasi mangrove di lapangan.

Analisis Data

Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi pengukuran faktor lingkungan terdiri atas salinitas, pH air, suhu, kelembapan, intensitas cahaya, tutupan kanopi, substrat dan pasang surut. Curah hujan merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS Kota Dumai.

HASIL DAN PEMBAHASAN Regenerasi mangrove pada tingkat pertumbuhan semai, pancang hingga pohon sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Regenerasi alami dari jenis mangrove dapat dipengaruhi oleh faktor biologi dan fisik seperti stabilitas tanah dan genangan, elevasi

(4)

4 tempat tumbuh, kadar salinitas, serta

ketersediaan propagul (Krauss &

Allen 2003). Faktor lingkungan yang baik bagi pertumbuhan mangrove seharusnya berada pada kisaran yang optimal agar mangrove tumbuh dengan baik (Setiawan et al. 2017).

Salinitas memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan hutan mangrove dibandingkan faktor- faktor lingkungan lainnya (Muryani 2009). Mangrove dapat tumbuh dengan baik jika dalam keadaan salinitas yang sesuai. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan Tingkat salinitas pada vegetasi mangrove berbeda berdasarkan dari ketiga zona, yaitu zona depan, zona tengah dan zona belakang. Hasil pengukuran salinitas di lokasi penelitian berkisar 13-24 ‰, yaitu pada zona depan 24,11 ‰, zona tengah 13,44 ‰ dan zona belakang 15,55 ‰. Salinitas rendah yaitu di zona tengah, hal ini dikarenakan saat pasang tidak selalu memasuki zona tengah, hanya saat pasang tertinggi.

Berdasarkan nilai salinitas tersebut, lokasi penelitian memiliki salinitas yang sesuai bagi pertumbuhan mangrove. Salinitas yang tidak sesuai dapat mengancam, keberadaan spesies mangrove yang tidak toleran terhadap salinitas yang optimal.

Ketersediaan jenis R. apiculata juga dipengaruhi oleh salinitas, sesuai dengan Irpan, Manurung, & Muflihati (2017), genus Rhizophora mendominasi pada daerah yang memiliki pasokan air tawar banyak dengan kondisi salinitas rendah.

Menurut Suwondo et al. (2006), genus Rhizophora memiliki toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan genus lainnya.

Jenis R. apiculata ini mampu tumbuh

dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar hingga kadar salinitas 90‰ yang juga dipengaruhi oleh substrat berlumpur yang sangat baik untuk tegakannya. Jenis ini ditemukan pada setiap zona pada lokasi penelitian.

Nilai pH pada perairan di kawasan mangrove memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan hidup mangrove. Keadaan perairan dengan nilai pH yang terlalu asam atau terlalu basa akan menyebabkan gangguan terhadap respirasi dan metabolisme dari mangrove serta membahayakan kelangsungan hidup organisme (Rosalina & Rombe 2021).

Kadar pH air di lokasi penelitian berada dalam kisaran pH 6,06-6,28 yaitu pada zona depan 6,28, zona tengah 6,28 dan zona belakang 6,06 Menurut Usman et al. (2013), umumnya pH air mangrove berkisar antara 6-7 dan sesuai dengan nilai pH pada lokasi penelitian. Nilai pH ini cukup optimal dalam pertumbuhan berbagai jenis mangrove.

Suhu pada ekosistem mangrove dapat mempengaruhi proses fotosintesis tumbuhan (Hambran et al. 2014; Wang et al. 2019). Toleransi suhu maksimum yang bisa di tolerir oleh mangrove yaitu sekitar 25-40ᴼC (Farhaby 2017). Suhu yang diperoleh di lokasi penelitian yaitu berkisar antara 27-29 ᴼC, pada zona depan 29,45 ᴼC, zona tengah 27,33 ᴼC dan zona belakang 27,89 ᴼC suhu ini sangat cocok bagi pertumbuhan mangrove. Suhu rata-rata di daerah tropis merupakan habitat terbaik bagi tumbuhan mangrove. Suhu pada pertumbuhan jenis R. apiculata di lokasi penelitian berkisar antara 27- 29ᴼC sesuai dengan suhu optimal jenis Rhizophora sp. yaitu pada suhu 26- 28ᴼC (Darmadi et al. 2012). Suhu yang

(5)

5 terlalu tinggi dapat menyebabkan

peningkatan penguapan air dari tumbuhan.

Menurut Ng & Sivasothi (2001) tingkat kelembapan mangrove lebih tinggi daripada hutan tropis pada umumnya karena adanya angin laut.

Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove yaitu kelembapan. Nilai kelembapan udara yang diperoleh di lokasi penelitian yaitu berkisar antara 78- 84% pada ketiga zona mangrove. Hal ini sesuai dengan nilai kelembapan tinggi yang diperoleh di lokasi penelitian.

Intensitas cahaya memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan mangrove berdasarkan jumlah intensitas cahaya yang mengenai mangrove. Pengaruh intensitas cahaya pada saat mangrove memproduksi bunga dan daun serta dalam pembentukan tunas (Gultom 2015).

Hasil pengukuran intensitas cahaya di lokasi penelitian berkisar antara 1000- 3000 lux dari setiap zona dan berkisar 162-28000 lux dari seluruh plot pengamatan. menurut Rahmadhani et al. (2021), intensitas cahaya yang optimal untuk pertumbuhan mangrove yaitu berkisar 3000-3800. Intensitas cahaya yang baik yaitu yang berada di zona depan karena dalam memperoleh cahaya mangrove tidak terhalangi oleh tutupan kanopi dibandingkan zona tengah dan belakang.

Intensitas cahaya yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan semai karena dapat menyebabkan kekeringan (Manurung et al. 2019).

berdasarkan penelitian Manurung et al. (2019), bahwa perlakuan intensitas cahaya pada jenis R. apiculata tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan R. apiculata karena jenis

ini mampu beradaptasi dengan baik.

Pada intensitas cahaya rendah produk fotosintesis yang dihasilkan tidak maksimal, sedangkan intensitas cahaya yang tinggi akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas sel-sel stomata daun dalam mengurangi transpirasi sehingga pertumbuhan akan terhambat (Kurniaty et al. 2010).

Tutupan kanopi juga memberikan pengaruh dalam pertumbuhan semai mangrove.

Perannya dalam ekosistem mangrove seperti pada proses fotosintesis yang dinilai dari bentuk maupun kerapatan tajuk. Ketika tutupan kanopi semakin rapat maka cahaya matahari akan semakin sulit masuk menembus kanopi mencapai anakan dan semai mangrove (Sadono 2018). Tutupan kanopi berkisar antara 50-60% dari setiap zona dan 41-48% dari seluruh plot pengamatan.

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 tahun 2004, tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove bahwa nilai dari tutupan kanopi mangrove dikategorikan menjadi tiga yaitu jarang <50%, sedang 50->75% dan padat ≥75%.

Berdasarkan hal tersebut hasil pengukuran tutupan kanopi di lokasi penelitian termasuk dalam kategori sedang.

Substrat merupakan tempat tumbuhnya akar mangrove. Dalam setiap habitat mangrove memiliki perbedaan substrat. Menurut Nyabakken dalam Darmadi et al.

(2012), karakteristik substrat merupakan faktor pembatas kehidupan mangrove. Substrat pada lahan mangrove berdasarkan ukuran butiran dapat dibagi menjadi pasir, liat, debu, dan lempung. Pada umumnya kondisi

(6)

6 lahan mangrove yang masih alami

memiliki substrat berupa lempung dan lempung berpasir (Djamaluddin 2018).

Menurut Masruroh & Insafitri (2020), mangrove dapat tumbuh dengan baik pada substrat lumpur.

Berdasarkan jenis substrat pada lokasi penelitian yaitu zona depan berpasir dan berlumpur, zona tengah tanah kering dan berlumpur, dan zona belakang berlumpur dan tergenang.

Substrat ini cocok dalam pertumbuhan mangrove, terutama dari jenis R.

apiculata yang mampu hidup pada substrat pasir berlumpur dan tergenang sehingga jenis ini ditemukan di seluruh lokasi dan transek penelitian. Kondisi substrat pada lokasi penelitian sangat mendukung dalam pertumbuhan famili Rhizophoraceae. Hal ini sesuai dengan Masithah et al. (2016); Saptarini (2012) bahwa untuk jenis Rhizophora ini mampu tumbuh pada substrat yang umumnya berjenis tanah lempung dan berlumpur dengan bahan-bahan organik.

Menurut Haya et al. (2015), pertumbuhan spesies Nypa fruticans terdapat pada substrat yang sedikit keras dekat ke daratan berbeda dengan kesesuaian substrat jenis R. apiculata.

Sesuai dengan yang ditemukan pada lokasi penelitian untuk jenis N.

Fruticans ini ditemukan banyak pada zona belakang mangrove.

Keadaan pasang surut air laut berpengaruh terhadap penyebaran bibit mangrove di daerah pesisir dan penyebaran tersebut akan mempengaruhi regenerasi mangrove.

Dinamika pasang surut perairan laut Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh rambatan gelombang pasang surut yang berasal dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia (Djamaluddin 2018).

Menurut Erwin (2005), pasang surut yang secara tidak langsung mengatur dalamnya muka air, salinitas air dan tanah yang berkaitan terhadap kemampuan spesies terhadap kadar garam dan tipe tanah yang menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase, pasokan dan aliran air tawar serta cahaya yang mempengaruhi pertumbuhan dari spesies yang tidak toleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia. Hasil pengukuran pasang surut pada lokasi penelitian yaitu mencapai 2 meter dengan jarak antar pasang tertinggi dan surut terendah yaitu 157,50 m. Menurut PERKA BNPB (2012), tinggi gelombang 1-2,5 m dikategorikan sebagai salah satu faktor ancaman terhadap vegetasi mangrove.

Berdasarkan hal tersebut pasang tertinggi di lokasi penelitian dapat menjadi ancaman terhadap regenerasi mangrove di Desa Api-Api. Jenis pasang surut di pantai Desa Api-Api termasuk tipe pasang surut harian ganda. Menurut Winarno (2012) pasang surut harian ganda (semidiurnal tide) terjadi dua kali pasang dan dua kali surut di dalam satu hari dengan tinggi yang hampir sama dan terjadi secara teratur.

Curah hujan dapat

mempengaruhi salinitas di vegetasi mangrove, seperti jumlah, lama dan distribusi hujan yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan mangrove. Secara umum mangrove dapat tumbuh ketika curah hujan berkisar antara 1500- 3000 mm/tahun dan terdapat beberapa jenis mangrove yang dapat tumbuh pada curah hujan 4000 mm/tahun (Katili et al. 2020). Berdasarkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota

(7)

7 Dumai, kisaran curah hujan dari tahun

2019-2021 berkisar antara 1700-2900 mm/tahun.

Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan adanya unsur hara yang banyak sehingga dapat membantu nutrisi bagi pertumbuhan mangrove.

Data curah hujan mengindikasikan bahwa curah hujan di lokasi penelitian masih tergolong baik dan sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan semai mangrove di Desa Api-Api.

KESIMPULAN

Faktor lingkungan yang meliputi salinitas, pH air, suhu air, kelembapan, intensitas cahaya, tutupan kanopi, pasang surut, dan curah hujan masih tergolong optimal dan baik bagi pertumbuhan mangrove tingkat semai sebagai pendukung proses regenerasi mangrove di Desa Api-Api.

DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2012. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Data dan Informasi Bencana Indonesia.

Darmadi, Lewaru, MW, AMA Khan.

2012. Struktur komunitas vegetasi mangrove berdasarkan karakteristik substrat di Muara Harmin Desa Cangkring Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(3), pp. 347-358.

Desrita, Lesmana I, Leidonaldz R, Muhtadi A. 2019. Aplikasi teknologi pembibitan mangrove untuk rehabilitasi dan program optimalisasi kawasan pesisir menjadi ekowisata daerah di

Belawan Sicanang. ABDIMAS TALENTA 4(2): 377-385.

Dewi IGAIP, Faiqoh E, As-syakur AR, Dharmawan IWE. 2021.

Regenerasi alami semaian mangrove di kawasan Teluk Benoa, Bali. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 13(3): 395-410.

Djamaluddin R. 2018. Mangrove Biologi, Ekologi, Rehabilitasi, dan Konservasi. Manado: Unsrat Press.

Erwin. 2005. Studi kesesuaian Lahan untuk Penanaman Mangrove Ditinjau dari Kondisi Fisika Oseanografi dan Morfologi Pantai Pada Desa Sanjai – Pasi Marannu, Kab. Sinjai. [Skripsi].

Universitas Hasanuddin, Makassar.Hal: 7 – 10.

Fahmi MAF. 2014. Identifikasi tumbuhan mangrove di Sungai Tallo Kota Makasar, Sulawesi Selatan. [Skripsi]. Makasar:

Universitas Islam Negeri Alauddin.

Farhaby AM. 2017. Kajian karakteristik biometrika kepiting bakau (Scylla sp.) di Kabupaten Pemalang, studi kasus di Desa Mojo Kecamatan Ulujami.

Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 11(1): 48-53.

Gultom EN, Basyumi M, Utomo B.

2015. Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan dan konten rantai panjang Polyisoprenoid pada mangrove sejati mayor berjenis sekresi Sonneratia caseolaris (L).

Peronema Forestry Science Journal 4(3): 172-179.

Hambran R, Linda, I Lovadi. 2014.

Analisis vegetasi mangrove di Desa Sebubus Kecamatan Paloh

(8)

8 Kabupaten Sambas. J.

Protobiont, 3(2): 201-208.

Hamid M, Khairijon, Sofiyanti N.

2015. Regenerasi Rhizophora di kawasan mangrove Desa Sungai Rawa Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

JOM FMIPA, 2(1): 10-22.

Haya N, Zamani NP, Soedharma D.

2015. Analisis struktur ekosistem mangrove di Desa

Kukupang Kecamatan

Kepulauan Joronga. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan 6(1): 79-89.

Irpan FB, Manurung TF, Muflihati.

2017. Komposisi dan struktur vegetasi penyusun zonasi hutan mangrove Tanjung Prapat Muda- Tanjung Bakau, Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Hutan Lestari, 5(1): 104-112.

Katili AS, Mamu HD, Husain IH.

2020. Potensi Struktur Vegetasi Mangrove dan Nilai Serapan Biomassa Karbon. Gorontalo:

Ideas Publishing.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor. 201.

2004. Kriteria Baku dan Pedoman Kerusakan Mangrove.

Krauss KW, Allen JA. 2003. Factor influencing the regeneration of the mangrove Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk. on a tropical Pasific Island. Forest Ecology and Management 176:

49 – 60.

Kurniaty R, Budiman B, Surtani M.

2010. Pengaruh Media dan Naungan Terhadap Mutu Bibit Suren (Toona sureni MERR.).

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 7 (2): 77-83.

Manan J, Manumpil AW, Asaribab PY, Saleky D. 2021. Potensi

regenerasi alami semai mangrove di Pesisir Kampung Dafi Kabupaten Biak Numfor, Papua. Jurnal Ilmiah Platax 9(2): 197-203.

Manurung CYN, Kushadiwijayanto AA, Nurdiansyah SI. 2019. Laju pertumbuhan Rhizophora apiculata pada intensitas cahaya yang berbeda di Mempawah Mangrove Park Kalimantan Barat. Jurnal Laut Khatulistiwa 2(2): 66-71.

Masithah D, Kustanti A, Hilmanto R.

2016. Nilai ekonomi komoditi hutan mangrove di Desa Merah Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

Jurnal Sylva Lestari 4(1).

Misnawati, Khairijon. 2020. Struktur dan regenerasi vegetasi mangrove Desa Sungai Asam, Kecamatan Reteh, Indragiri Hilir. Universitas Riau, 1-15.

Mukhlisi, Gunawan W. 2016.

Regenerasi alami semai mangrove di areal terdegradasi Taman Nasional Kutai. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 5(2): 113-122.

Muryani C. 2009. Analisis faktor- faktor lingkungan hutan mangrove pantai Pasuruan.

Jurnal Geografi 8(1): 1113- 1127.

Muzaki FK, D Saptarini, I Trisnawati, Aunurohim, M Muryono, I Desmawati. 2019. Identifikasi Jenis Mangrove Pesisir Jawa Timur. Surabaya: Laboratorium Ekologi, Departemen Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Ng, Sivasothi N. 2001. A Guide to Mangroves of Singapore Volume 1 The Ecosystem & Plant

(9)

9 Diversity and Volume 2.

Singapore: The Singapore Science Centre.

Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: PKA/WI-IP.

Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2012. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: PKA/WI-IP.

Nurrachmi I, Amin B, Galib M. 2019.

Kesadaran Lingkungan dan pendidikan mangrove kepada pelajar dan masyarakat di Desa Sepahat, Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis. Journal of Rural and

Urban Community

Empowerment 1(1): 29-34.

Nyabakken, JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rahim S, Baderan DWK. 2017. Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya.

Yogyakarta: Deepublish (Grup Penerbitan CV Budi Utama).

Rahmadhani T, Rahmawati YF, Qolbi R, Fithriyyah NHP, Husna SN.

2021. Zonasi dan formasi vegetasi hutan mangrove: studi kasus di Pantai Baros, Yogyakarta. Junal Sains Dasar 10(2): 69-73.

Sadono R. 2018. Prediski lebar tajuk pohon dominan pada pertanaman jati asal kebun benih klon di Kesatuan Pemangkuan Hutan Ngawi, Jawa Timur. Jurnal Ilmu Kehutanan 12:127-141. DOI:

10.22146/jik.40143.

Saptarini D. 2012. Menjelajah Mangrove Surabaya. Surabaya:

Pusat Studi Kelautan LPPM ITS.

Setiawan H. 2017. Status ekologi hutan mangrove pada berbagai tingkat ketebalan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 2(2): 104-120.

Sudinno D, Jubaedah I, Anas P. 2015.

Kualitas air dan komunitas plankton pada tambak pesisir Kabupaten Subang Jawa Barat.

Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan 9(1): 13-28.

Suwondo E, Febrita, F Sumanti. 2006.

Struktur komunitas gastropoda di hutan mangrove di Pulau Sipora.

Jurnal Biogenesis, 2(1): 25-29.

Syahrial, Sustriani Y, Susammesin VA, Taher D, Purnamasari, Atikah N, Lubis KM, Ilahi I, Mulyadi A, Amin B, Siregar SH.

2017. Regenerasi alami semai Rhizophora apiculata di Kawasan Industri Perminyakan dan Kawasan Non Industri Provinsi Riau. Universitas Riau, 2: 208-217.

Syahrial, Saleki D, Samad APA, Antariksa I, Tasabaramo IA.

2020. Ekologi erairan pulau unda Serang Bnaten: keadaan umum hutan mangrove. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik 4(1): 53-68.

Usman L, Syamsuddin, Hamzah N.

2013. Analisis vegetasi mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 1(1):

11-17.

Wang L, Meirong Mo, Xiaofei Li, Peng L, Wenqin W. 2010.

Differentiation Between True Mangrove and Mangrove Associates Based On Leaf Traits and Salt Contents. Journal Of

(10)

10 Plant Ecology, Xiamen

University, Pages 1-10.

Wang Z, D Yu, C Zheng, Y Wang, L Cai, J Guo, W Song, L Ji. 2019.

Ecophysiological analysis of mangrove seedlings Kandelia obovate exposed to natural low temperature at near 30ᴼN. J. Of Marine Science and Engineering, 7(9): 1-11.

Wicaksono FB, Muhdin. 2015.

Komposisi jenis pohon dan struktur tegakan hutan mangrove di Desa Pasarbanggi, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Bonorowo Wetlands 5(2): 55-62.

Winarno B. 2012. Kebijakan Publik:

Teori, Proses, dan Studi Kasus.

Yogyakarta: CAPS.

Referensi

Dokumen terkait

2 empty Trial completion date empty Scientific title The effect of IL-6 inhibitor Tocilizumab on the prognosis of covid-19 patients with acute respiratory failure Public title The

HUBUNGAN KEBISINGAN TERHADAP TEKANAN DARAH PADA MASYARAKAT YANG TINGGAL DI SEKITAR REL KERETA API KABUPATEN KENDAL ISTIQOMAH-25000118120113 2022-SKRIPSI Kereta api merupakan salah