• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SEMANGAT KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. SINAR TAMBANG ARTHALESTARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH SEMANGAT KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. SINAR TAMBANG ARTHALESTARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Komitmen organisasi 1. Pengertian

Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada organisasi tersebut untuk selalu memprioritaskan masalah organisasi dan tujuan organisasinya.

Mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya mendahulukan misi organisasi daripada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009). Secara teoritis terdapat perbedaan dalam mendefinisikan konsep komitmen organisasi diantara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006).

Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk mendefinisikan komitmen organisasi. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain pendekatan perilaku, pendekatan sikap, dan pendekatan multidimensional (Zangaro, 2001). Komitmen organisasi sebagai salah satu sikap dalam pekerjaan didefinisikan sebagai orientasi seseorang terhadap organisasi dalam arti kesetiaan, identifikasi, dan keterlibatan (Muchlas, 2008).

Allen dan Meyer (1991) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Sedangkan Baron dan Greenberg (1990) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan, dimana individu akan

9

(2)

berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di perusahaan tersebut.

Komitmen organisasi mampu mendorong seorang karyawan untuk menunjukkan perilaku yang positif seperti, meningkatkan disiplin kerja, mematuhi kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan organisasi, membangun hubungan yang baik dengan rekan kerja, serta meningkatkan pencapaian dalam pekerjaan. Baron dan Greenberg (1990) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan, dimana individu akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di perusahaan tersebut.

Berdasarkan definisi dari berbagai sumber mengenai komitmen terhadap organisasi maka dapat disimpulkan bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan bentuk perilaku seseorang terhadap organisasinya dimana akan selalu berada dalam organisasi tersebut dan akan selalu memprioritaskan urusan organisanya. Karena jika organisasi tersebut ditinggalkan individu tersebut akan lebih berfikir tentang kerugian organisasinya jika ditinggalkan.

2. Dimensi-dimensi komitmen

Allen dan Meyer (1991) merumuskan tiga dimensi dalam berorganisasi, yaitu:

a. Affective commitment (Komitmen Afektif)

Affective commitment berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment

(3)

yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memiliki keinginan untuk itu.

b. Continuance commitment (Komitmen Berkelanjutan)

Continuance commitment berkaitan dengan kesadaran anggota orgnisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut.

c. Normative commitment (Komitmen Normatif)

Normative commitment menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut (Allen dan Meyer, 1997).

Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen memiliki tiga aspek atau komponen yaitu komitmen normatif yang didasarkan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi dan tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Komitmen berkelanjutan yang didasarkan hasrat yang dimiliki oleh individu didasarkan pada persepsi tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi, sehingga individu merasa membutuhkan untuk dihubungkan dengan organisasi serta komitmen afektif,s yaitu suatu pendekatan emosional dari individu dalam keterlibatan dengan organisasi, sehingga individu akan merasa dihubungkan dengan organisasi, berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan didalam suatu organisasi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi menurut (Allen dan Meyer, 2004) yaitu:

(4)

a. Karakteristik pribadi individu

Karakteristik pribadi terbagi kedalam dua variabel, yaitu variabel demografis dan variabel disposisional. Variabel demografis mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Sedangkan variabel disposisional mencakup kepribadian dan nilai yang dimiliki anggota organisasi (Allen dan Meyer, 1997). Variabel disposisional ini memiliki hubungan yang lebih kuat dengan komitmen berorganisasi, karena adanya perbedaan pengalaman masin-masing anggota dalam organisasi tersebut (Allen dan Meyer, 1997).

b. Karakteristik organisasi

Yang termasuk dalam karakteristik organisasi itu sendiri yaitu : struktur organisasi, desain kebijaksanaan dalam organisasi dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut disosialisasikan.

c. Pengalaman organisasi

Sedangkan pengalaman berorganisasi tercakup kedalam kepuasan dan motivasi anggota organisasi selam berada dalam organisasi, perannya dalam organisasi tersebut, dan hubungan antara anggota organisasi dengan supervisor atau pimpinannya (Allen dan Meyer, 1997).

Menurut pendapat di atas dikemukakan bahwa komitmen dapat dimiliki karyawan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, dengan demikian berarti bawha komitmen karyawan tidak akan terjadi begitu saja melainkan terjadi secara bertahap, untuk menjaga agar karyawan selalu memiliki komitmen, maka perusahaan harus memiliki strategi untuk menjaga dan meningkatkan komitmen karyawan. Sementara itu, menurut Minner dalam Sopiah (2008) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan antara lain :

(5)

a. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan kepribadian.

b. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

c. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

d. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi.

Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan ada empat faktor diantaranya faktor personal, karakteristik jabatan, karakteristik struktur dan pengalaman kerja, sehingga dengan adanya faktor-faktor tersebut maka karyawan memiliki komitmen terhadap pekerjaan dan perusahaan dimana mereka bekerja.

B. Semangat Kerja

1. Pengertian Semangat Kerja

Nitisemito (1996) mengatakan bahwa semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik.

Sedangkan Hasibuan (2005) mengatakan semangat kerja sebagai keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaanya dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal.

(6)

Menurut Nitisemito (1992), semangat dan gairah kerja sulit untuk dipisah- pisahkan meski semangat kerja memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap semangat kerja. Dengan meningkatnya semangat dan gairah kerja, maka pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan dan semua pengaruh buruk dari menurunnya semangat kerja seperti absensi dan selanjutnya akan dapat diperkecil dan selanjutnya menaikkan semangat dan gairah kerja yang berarti diharapkan juga meningkatkan produktivitas karyawan.

Semangat kerja dapat diartikan sebagai semacam pernyataan ringkas dari kekuatan-kekuatan psikologis yang beraneka ragam yang menekan sehubungan dengan pekerjaan mereka. Semangat kerja dapat diartikan juga sebagai suatu iklim atau suasana kerja yang terdapat di dalam suatu organisasi yang menunjukkan rasa kegairahan di dalam melaksanakan pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja secara lebih baik dan lebih produktif.

2. Determinan Semangat Kerja

Zainun (1991) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya semangat kerja. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah

a. Hubungan yang harmonis antara pimpinan dengan bawahan terutama antara pimpinan kerja sehari-hari langsung berhubungan dan berhadapan dengan para bawahan.

b. Kepuasan para petugas terhadap tugas dan pekerjaannya karena memperoleh tugas yang disukai sepenuhnya.

c. Terdapat satu suasana dan iklim kerja yang yang bersahabat dengan anggota organisasi, apabila dengan mereka yang sehari-hari banyak berhubungan dengan pekerjaan.

(7)

d. Rasa pemanfaatan bagi tercapainya tujuan organisasi yang juga merupakan tujuan bersama mereka yang harus diwujudkan secara bersama-sama pula.

e. Adanya tingkat kepuasan ekonomis dan kepuasan nilai lainnya yang memadai sebagai imbalan yang dirasakan adil terhadap jarih payah yang telah diberikan kepada organisasi.

f. Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membahayakan diri pribadi dan karier dalam perjalanan.

3. Aspek-aspek Semangat Kerja

Aspek-aspek semangat kerja perlu untuk dipelajari karena di dalam aspek tersebut dapat mengukur tinggi rendahnya semangat kerja. Menurut Maier (1998), seseorang yang memiliki semangat kerja tinggi mempunyai alasan tersendiri untuk bekerja yaitu benar-benar menginginkannya. Hal tersebut mengakibatkan orang tersebut memiliki kegairahan, kualitas bertahan dalam menghadapi kesulitan untuk melawan frustasi, serta memiliki semangat berkelompok. Ada empat aspek yang menunjukan seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi yaitu :

a. Kegairahan

Seseorang yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki motivasi dan dorongan bekerja. Motivasi tersebut akan terbentuk bila seseorang memiliki keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya. Menurut Jucius (1959) yang lebih dipentingkan oleh para karyawan adalah yang seharusnya

bekerja untuk organisasi

bukan lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat.

b. Kekuatan untuk melawan frustasi

(8)

Aspek ini menunjukan adanya kekuatan seseorang untuk selalu konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya dalam bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak akan memiliki sifat pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.

c. Kualitas untuk bertahan

Aspek ini tidak langsung menyatakan seseorang yang mempunyai semangat kerja yang tinggi maka tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesukaran- kesukaran di dalam pekerjaannya. Ini berarti ada ketekunan dan keyakinan penuh dalam dirinya. Keyakinan ini menurut Maier (1998) menunjukan bahwa seseorang yang mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa yang akan datang dengan baik. Hal ini yang meningkatkan kualitas untuk bertahan.

Ketekunan mencerminkan seseorang memiliki kesungguhan dalam bekerja.

Sehingga tidak menganggap bahwa bekerja bukan hanya menghasilkan waktu saja, malainkan sesuatu yang penting.

d. Semangat kelompok

Semangat kelompok menggambarkan hubungan antar karyawan. Dengan adanya semangat kerja maka para karyawan akan saling bekerja sama, tolong menolong, dan tidak saling menjatuhkan. Jadi semangat kerja di sini menunjukkan adanya kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain agar orang lain dapat mencapai tujuan bersama.

4. Fakor-faktor yang memperngaruhi semangat kerja

Menurut Nawawi (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja adalah

a. Minat seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukan. Seseorang yang berminat dalam pekerjaannya akan dapat meningkatkan semangat kerja.

(9)

b. Faktor gaji atau upah tinggi akan meningkatkan semangat kerja seseorang.

c. Status sosial pekerjaan. Pekerjaan yang memiliki status sosial yang tinggi dan memberi posisi yang tinggi dapat menjadi faktor penentu meningkatnya semangat kerja.

d. Suasana kerja dan hubungan dalam pekerjaan. Penerimaan dan penghargaan dapat meningkatkan semangat kerja.

e. Tujuan pekerjaan. Tujuan yang mulia dapat mendorong semangat kerja seseorang Semangat kerja tidak selalu ada dalam diri karyawan. Terkadang semangat kerja dapat pula menurun. Indikasi-indikasi menurunnya semangat kerja selalu ada dan memang secara umum dapat terjadi. Menurut Nitisemito (1992), indikasi-indikasi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

a. Rendahnya produktivitas kerja

Menurunnya produktivitas dapat terjadi karena kemalasan, menunda pekerjaan, dan sebagainya. Bila terjadi penurunan produktivitas, maka hal ini berarti indikasi dalam organisasi tersebut telah terjadi penurunan semangat kerja.

b. Tingkat absensi yang naik atau tinggi

Pada umumnya, bila semangat kerja menurun, maka karyawan dihinggapi rasa malas untuk bekerja. Apalagi kompensasi atau upah yang diterimanya tidak dikenakan potongan saat mereka tidak masuk bekerja. Dengan demikian dapat menimbulkan penggunaan waktu luang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi, meski hanya untuk sementara.

c. Tingkat perpindahan karyawan yang tinggi Keluar masuk karyawan yang meningkat terutama disebabkan karyawan mengalami ketidaksenangan atau ketidaknyamanan saat mereka bekerja, sehingga mereka berniat bahkan

(10)

memutuskan untuk mencari tempat pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan alasan mencari kenyamanan dalam bekerja.

d. Tingkat kerusakan yang meningkat

Meningkatnya tingkat kerusakan sebenarnya menunjukkan bahwa perhatian dalam pekerjaan berkurang. Selain itu dapat juga terjadi kecerobohan dalam pekerjaan dan sebagainya. Dengan naiknya tingkat kerusakan merupakan indikasi yang cukup kuat bahwa semangat kerja telah menurun.

e. Kegelisahan dimana-mana

Kegelisahan tersebut dapat berbentuk ketidaktenangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal-hal lain. Terusiknya kenyamanan karyawan memungkinkan akan berlanjut pada perilaku yang dapat merugikan organsasi itu sendiri.

f. Tuntutan yang sering terjadi

Tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, di mana pada tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. Organisasi harus mewaspadai tuntutan secara massal dari pihak karyawan.

g. Pemogokan

Pemogokan adalah wujud dari ketidakpuasan, kegelisahan dan sebagainya.

Jika hal ini terus berlanjut maka akan berunjung ada munculnya tuntutan dan pemogokan. Sebaliknya ada beberapa penyebab rendahnya semangat kerja karyawan. Hal ini terkait dengan kurang diperhatikannya pengaturan kerja mengenai disiplin kerja, kondisi kerja dan kekurangan tenaga kerja yang terampil dan ahli dibidangnya.

Steers,dkk (1995) mengemukakan mengapa seseorang tenaga kerja tidak menyukai pekerjaannya sendiri, yaitu :

a. Pekerjaan yang terpecah-pecah

(11)

b. Kerja yang berulang-ulang

c. Terlalu sedikit menggunakan keterampilan d. Daur kerja pendek

e. Kerja remeh serta tidak adanya dukungan sosial

Menurut Nitisemito (1992), ada beberapa cara untuk meningkatkan semangat kerja karyawan. Caranya dapat bersifat materi maupun non materi, seperti antara lain : a. Gaji yang sesuai dengan pekerjaan.

b. Memperhatikan kebutuhan rohani.

c. Sekali-kali perlu menciptakan suasana kerja yang santai yang dapat mengurangi beban kerja.

d. Harga diri karyawan perlu mendapatkan perhatian.

e. Tempatkan para karyawan pada posisi yang tepat.

f. Berikan kesempatan pada mereka yang berprestasi.

g. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan.

h. Usahakan para karyawan memiliki loyalitas dan keperdulian terhadap organisasi.

i. Sekali-kali para karyawan perlu diajak berunding untuk membahas kepentingan bersama.

j. Pemberian insentif yang terarah dalam aturan yang jelas.

k. Fasilitas kerja yang menyenangkan yang dapat membangkitkan gairah kerja.

5. Dimensi semangat kerja

Didasarkan pada konsep mengenai dimensi semangat kerja yang dikemukakan Blum (1968) yaitu:

a. Sedikitnya perilaku yang agresif yang menimbulkan frustasi.

b. Individu bekerja dengan suatu perasaan bahagia dan perasaan lain yang menyenangkan.

(12)

c. Individu dapat menyesuaikan diri dengan teman-teman sekerjanya secara baik.

d. Egonya sangat berpengaruh dalam pekerjaannya.

Menurut Nitisemito (1992), faktor-faktor untuk mengukur semangat kerja adalah :

a. Absensi karena absensi menunjukkan ketidakhadiran karyawan dalam tugasnya.

Hal ini termasuk waktu yang hilang karena sakit, kecelakaan, dan pergi meninggalkan pekerjaan karena alasan pribadi tanpa diberi wewenang. Yang tidak diperhitungkan sebagai absensi adalah diberhentikan untuk sementara, tidak ada pekerjaan, cuti yang sah, atau periode libur, dan pemberhentian kerja.

b. Kerja sama dalam bentuk tindakan kolektif seseorang terhadap orang lain.

Kerjasama dapat dilihat dari kesediaan karyawan untuk bekerja sama dengan rekan kerja atau dengan atasan mereka berdasarkan untuk mencapai tujuan bersama.

Selain itu, kerjasama dapat dilihat dari kesediaan untuk saling membantu di antara rekan sekerja sehubungan dengan tugas-tugasnya dan terlihat keaktifan dalam kegiatan organisasi.

c. Kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

d. Kedisiplinan sebagai suatu sikap dan tingkah laku yang sesuai peraturan organasasi dalam bentuk tertulis maupun tidak. Dalam prakteknya bila suatu organisasi telah mengupayakan sebagian besar dari peraturan-peraturan yang ditaati oleh sebagian besar karyawan, maka kedisiplinan telah dapat ditegakkan.

C. Pengaruh Semangat Kerja terhadap Komitmen Organisasi pada Karyawan PT.

Sinar Tambang Arthalestari Ajibarang

(13)

Komitmen organisasi sebagai salah satu sikap dalam pekerjaan didefinisikan sebagai orientasi seseorang terhadap organisasi dalam arti kesetiaan, identifikasi, dan keterlibatan (Muchlas, 2008).

Allen dan Meyer (1991) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Sedangkan Baron dan Greenberg (1990) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan, dimana individu akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di perusahaan tersebut.

Menurut Nitisemito (1992), semangat dan gairah kerja sulit untuk dipisahpisahkan meski semangat kerja memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap semangat kerja.

Dengan meningkatnya semangat dan gairah kerja, maka pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan dan semua pengaruh buruk dari menurunnya semangat kerja seperti absensi dan selanjutnya akan dapat diperkecil dan selanjutnya menaikkan semangat dan gairah kerja yang berarti diharapkan juga meningkatkan produktivitas karyawan.

Chaplin (2006) berpendapat semangat kerja adalah sikap atau semangat yang ditandai secara khas oleh adanya kepercayaan diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan organisasi yang baik.

D. Kerangka Berpikir

Individu dengan semangat kerja yang tinggi akan bertahan untuk tetap pada organisasi tersebut dan bisa menerima kondisi yang muncul pada lingkungan organisasinya serta dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik, namun sebaliknya dimana individu yang mempunyai semangat kerja yang rendah akan kesulitan menerima

(14)

kondisi organisasi yang muncul serta akan menghambat terlaksananya job desc dari individu tersebut.

Gambar 1 Kerangka Berpkir E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori yang telah di uraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh semangat kerja terhadap komitmen organisasi pada karyawan.

Komitmen Organisasi 1. Komitmen Afektif 2. Komitmen Kontinual 3. Komitmen Normatif Semangat Kerja

a. Kegairahan

b. Kekuatan untuk melawan frustasi c. Kualitas untuk bertahan

d. Semangat kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Inti 9. Guru menyampaikan materi yang akan dibahas di dalam kelas. Guru memberikan penjelasan tentang pluralitas masyarakat Indonesia. Guru membagi siswa kedalam 2

KOMITMEN ORGANISASI, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN..