http://jtsl.ub.ac.id 237
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KASCING TERHADAP
KETERSEDIAAN NITROGEN PADA BERBAGAI JENIS TANAH DAN SERAPAN NITROGEN OLEH PAKCOY ( Brassica rapa L.)
Effect of Adding Vermicompost Fertilizer on the Availability of Nitrogen in Various Types of Soil and Nitrogen Uptake by Pakcoy ( Brassica rapa L.)
Tiffani Nur Aisyah Hanafi*, Eko Amiadji Julianto, Lelanti Peniwiratri Program Studi Ilmu Tanah, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Sleman 55283
*Penulis korespondensi: [email protected]
Abstrak
Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro primer yang dibutuhkan tanaman dan berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Regosol, Latosol, dan Grumusol merupakan tanah yang berpotensi sebagai media tumbuh tanaman, dengan perbedaan karakteristik dan tingkat produktivitas serta terkendala pada N tanahnya. Pemberian kascing yang kaya N sebagai alternatif untuk mengatasi kendala ketiga tanah tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap ketersediaan hara N pada Regosol, Latosol, dan Gumusol serta serapan N pakcoy. Penelitian menggunakan Rancangan Split Plot dengan petak utama berupa jenis tanah (T1 = Regosol, T2 = Latosol, dan T3 = Grumusol) dan anak petak berupa dosis kascing (K0 = 0 t ha-1, K1 = 10 t ha-1, K2 = 20 t ha-1, dan K3 = 30 t ha-1) sehingga terdapat 12 perlakuan dan diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kascing pada Regosol, Latosol, dan Grumusol mampu meningkatkan N total, N tersedia, C organik, KPK serta tinggi tanaman, berat basah, berat kering, N jaringan, dan serapan N pakcoy. Pemberian dosis pupuk kascing 20 t ha-1 merupakan dosis optimum terhadap ketersediaan N.
Kata kunci: jenis tanah, kascing, nitrogen, pakcoy
Abstract
Nitrogen is a primary macronutrient needed by plants and has an important role in plant growth. Regosol, Latosol, and Grumusol are soils that have the potential as a medium for plant growth, with different characteristics and levels of productivity and are constrained by soil nitrogen. Application of nitrogen-rich vermicompost as an alternative to overcome the problem of the three soils. The research aimed to determine the available nitrogen content and nitrogen absorption of pakcoy by adding vermicompost to Regosol, Latosol, and Grumusol. The research used a split-plot design with the main plot in the form of soil types (T1 = Regosol, T2 = Latosol, and T3 = Grumusol) and a subplot in the form of a dose of vermicompost fertilizer (K0 = 0 t ha-1, K1 = 10 t ha-1, K2 = 20 t ha-1, and K3 = 30 t ha-1) so there were 12 treatments and repeated three times. The results showed that the application of vermicompost to Regosol, Latosol, and Grumusol increased total N, available N, organic carbon, cation exchange capacity, plant height, fresh weight, dry weight, plant N, and plant N uptake. The dose of vermicompost of 20 t ha-1 was the optimum dose for the parameter of N availability.
Keywords: nitrogen, pakcoy, type of soil, vermicompost
Pendahuluan
Nitrogen (N) merupakan unsur hara utama dan merupakan faktor pembatas dalam budidaya
tanaman, sehingga N menjadi kunci keberhasilan pertumbuhan tanaman. N merupakan unsur essensial yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah banyak (Hanafiah, 2010). Peran N bagi
http://jtsl.ub.ac.id 238 tanaman, yaitu sebagai penyusun protoplasma,
asam nukleat, asam amino, senyawa-senyawa organik lainnya untuk pembentukan protein serta membantu pertumbuhan vegetatif tanaman dan pembentukan zat hijau daun dalam proses fotosintesis (Ma’shum et al., 2003). N di dalam tanah bersifat mobile sehingga keberadaannya mudah hilang atau tidak tersedia. Hilangnya N dalam tanah dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain penguapan, pelindian, denitrifikasi, diserap oleh tanaman, dan erosi (Ashari, 2006).
Ketersediaan hara dipengaruhi oleh dinamika hara atau proses jerapan dan pelepasan hara yang dikendalikan oleh koloid lempung. Besarnya jerapan kation oleh koloid tanah tergantung dari luas permukaan koloid tanah (Tan, 1998).
Pemenuhan kebutuhan hara nitrogen dapat dilakukan dengan pemberian pupuk kascing.
Cacing tanah efektif menjaga keseimbangan proses biogeokimia di dalam tanah dan mengurangi hara – hara mikro yang apabila berlebihan akan merugikan tanaman (Anwar, 2009). Pupuk kascing merupakan pupuk kompos yang dihasilkan dari bahan organik dengan bantuan cacing tanah (Lumbricus rubellus) melalui proses vermikompos dan menghasilkan unsur hara tinggi (Kusumawati, 2011). Mulat (1994) menyatakan bahwa pupuk kascing merupakan pupuk organik kaya hara nitrogen yang berasal dari dekomposisi cacing tanah serta mengandung zat pengatur tumbuh (ZPT), unsur hara makro dan mikro, dan terdapat bakteri Azotobacter sp. yang mampu menambat nitrogen non-simbiotik sehingga mampu menambah pasokan hara nitrogen dalam tanah. Dengan penambahan pupuk kascing, maka terdapat perubahan bentuk nitrogen berupa mineralisasi, yaitu mengubah nitrogen organik menjadi ammonium (NH4+) dan terjadi proses oksidasi dimana hal ini akan mengubah ammonium (NH4+) menjadi nitrat (NO3-) (Reddy dan Patric, 1984; Zahid, 1994).
Vermikompos adalah salah satu jenis pupuk organik yang dihasilkan dari proses pencernaan dalam tubuh cacing, yaitu berupa kotoran yang telah terfermentasi (Banu et al., 2008).
Vermikompos dihasilkan dari aktivitas cacing tanah yang bekerja sama dengan mikrobiota tanah lain, sehingga mengandung banyak hormon pertumbuhan tanaman, enzim, dan kaya hara yang bersifat lepas lambat (Ndegwa dan Thompson, 2001). Kotoran cacing (kascing) yang menjadi kompos merupakan pupuk organik yang sangat baik bagi tumbuhan karena mudah diserap tanaman (Limbong, 2014). Pemberian pupuk kascing berpengaruh sangat nyata terhadap hasil tanaman
sawi hijau, sifat kimia dan biologi tanah. Semakin tinggi dosis kascing yang diberikan, semakin tinggi pula kandungan unsur hara dalam tanah (Sinda et al., 2015). Menurut Oka (2007), pemberian pupuk kascing dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kangkung darat yang meliputi ; tinggi, berat basah, dan berat kering.
Regosol, Latosol, dan Grumusol merupakan tanah yang berpotensi dijadikan sebagai media tumbuh tanaman akan tetapi masing-masing tanah tersebut memiliki karakteristik berbeda dan terdapat kendala yang sama, yaitu rendahnya kandungan hara nitrogen pada ketiga tanah tersebut. Regosol merupakan jenis tanah yang masih dalam proses perkembangan, jenis tanah marjinal yang memiliki produktivitas rendah namun masih dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan tanah. Rendahnya produktivitas Regosol karena unsur hara yang dimiliki sangat sedikit dan belum tersedia. Tanah ini belum mengalami pelapukan atau dekomposisi oleh organisme secara lanjut (Puttinela, 2014).
Regosol memiliki kandungan nitrogen yang rendah disebabkan Regosol memiliki permeabilitas dan inflitrasi yang cepat, daya menahan air dan hara yang sangat rendah, erosi yang tinggi, serta pelindian maupun penguapan yang cepat. Hal ini karena Regosol didominasi pori makro dengan sedikit koloid dan belum terbentuknya muatan.
Latosol atau Inceptisol merupakan tanah dengan proses pembentukan lanjut memiliki kandungan nitrogen yang rendah disebabkan Latosol merupakan tanah masam dengan tingkat pelindian yang tinggi. Proses pedogenesis yang memeprcepat pembentukan Inceptisol adalah pemindahan, penghilangan karbonat, hidrolisis mineral primer menjadi formasi lempung, pelepasan sesquiokisda, akumulasi bahan induk, dan pelapukan (Resman et al., 2006). Latosol biasanya terbentuk pada dataran tinggi dengan curah hujan yang tinggi dengan KPK rendah, kandungan hara mikro berupa Al dan Fe tinggi, permeabilitas tinggi, dan bahan organiknya rendah (Kataren et al,. 2003).
Grumusol memiliki kandungan hara nitrogen yang rendah karena terjadi fiksasi atau penjerapan.
Pembentukan tanahnya melalui dua proses utama, pertama adalah proses terakumulasinya mineral 2 : 1 (smektit) dan kedua adalah proses mengembang mengerut yang terjadi secara periodic hingga membentuk slickenside (Prasetyo, 2007). Grumusol merupakan tanah lempung dengan tipe 2:1 (montmorilonit) bersifat mengembang dan mengerut. Pada kondisi basah Grumusol akan
http://jtsl.ub.ac.id 239 mengembang sehingga hara nitrogen dalam bentuk
NH4+ masuk ke dalam ruang antarkisi tanah yang memiliki diameter sama dan ketika kering ion tersebut tidak tersedia pada Grumusol.
Selain itu rendahnya N dalam ketiga tanah kemungkinan besar dapat disebabkan karena proses denitrifikasi. Denitrifikasi merupakan proses utama pendegradasi senyawa N dalam kondisi tidak ada oksigen atau anaerob yang menghasilkan produk samping berupa N2. Denitrifikasi merupakan konversi biologis senyawa nitrat menjadi nitrit, nitrus oksida, dan gas N dalam proses yang berjalan secara bertahap oleh bakteri fakulatif anaerob (Zumft et al., 1997).
Pakcoy (Brassica rapa L.) merupakan tanaman sayur yang membutuhkan unsur hara N lebih banyak untuk pertumbuhannya atau sering disebut heavy feeders (Pracaya, 2007). Pakcoy digunakan sebagai indikator dari perlakuan pada penelitian.
Rukmana (2014) menyatakan bahwa media tumbuh pakcoy yang baik, yaitu tanah yang gembur, banyak mengandung humus, subur, memiliki pH 6-7, dan berdrainase baik. Pakcoy merupakan tanaman sayur yang dimanfaatkan daunnya, sehingga kebutuhan N sangat diperlukan pada masa pertumbuhan vegetatif. Pakcoy membutuhkan N yang cukup untuk menghasilkan pertumbuhan dan kualitas hasil yang baik. Berdasarkan penelitian Turk et al.
(2009) pemberian N dengan dosis 150 kg ha-1 memberikan pengaruh pada hasil bobot segar daun pakcoy. Menurut Sunarjono (2013), kebutuhan N pakcoy sebesar 138 kg ha-1.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap ketersediaan hara N pada Regosol, Latosol, dan Gumusol serta serapan N pakcoy.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di Desa Nepen, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta menggunakan rumah plastik pada bulan Februari 2022 hingga Mei 2022 dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta.
Sampel tanah yang digunakan ada tiga jenis, yaitu Regosol berasal dari Pakem (Sleman), Latosol berasal dari Pathuk (Gunung Kidul), dan Grumusol berasal dari Gading (Gunung Kidul). Pupuk kascing yang digunakan yaitu pupuk dengan nama dagang
“Farmer Speed” yang di produksi di Umbulmartani, Ngemplak, Sleman. Persiapan tanah yang pertama dilakukan yaitu sampling tanah. Masing-masing
sampel jenis tanah diambil pada tanah tidak terusik dengan solum sedalam 20 cm. Selanjutnya melakukan preparasi tanah berupa mengeringanginkan sampel tanah dan mengayak tanah dengan ukuran ayakan diameter lolos 2 mm.
Persiapan media tanam dilakukan dengan 2 set perlakuan, yaitu set 1 dengan berat tanah kering mutlak sebanyak 2 kg untuk media tanam pakcoy dan set 2 dengan berat tanah kering mutlak sebesar 0,5 kg untuk analisis tanah.
Penelitian menggunakan rancangan split plot dengan petak utama berupa jenis tanah dan anakan petak berupa dosis kascing. Jenis tanah terdiri atas T1 = Regosol, T2 = Latosol, dan T3 = Grumusol dan dosis kascing terdiri atas K0 = dosis kascing 0 t ha-1, K1 = dosis kascing 10 t ha-1, K2 = dosis kascing 20 t ha-1, K3 = dosis kascing 30 t ha-1. Terdapat 12 kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga ada 36 pot percobaan atau perlakuan.
Analisis tanah yang dilakukan berupa analisis awal dan analisis akhir. Analisis awal pada tanah antara lain: pH H2O, N total, N tersedia, C organik, tekstur, dan KPK. Analisis awal pada pupuk kascing antara lain: pH H2O, N total, C organik, dan KPK. Analisis akhir antara lain pH H2O, N total, N tersedia, C organik, dan KPK. Analisis pertumbuhan vegetatif tanaman berupa tinggi tanaman, berat basah tanaman, berat kering tanaman, kadar hara nitrogen, dan serapan hara nitrogen. Analisis data dilakukan menggunakan ANOVA dan Uji Beda Nyata dilakukan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Hasil dan Pembahasan pH H2O
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap pH H2O disajikan pada Tabel 1. Rata-rata pH H2O pada Regosol bersifat netral karena Regosol merupakan tanah yang baru terbentuk dan banyak unsur hara yang belum tersedia, Latosol bersifat masam karena Latosol merupakan tanah tua yang di dominasi unsur hara masam dan sering mengalami pelindian basa-basa, dan Grumusol bersifat agak alkalis karena berasal dari bahan induk napal, tuff, dan kapur yang kaya Ca dan Mg. Pemberian pupuk kascing mengakibatkan penurunan pH H2O Regosol dan Latosol karena adanya pelepasan asam-asam organik yang berasal dari pupuk.
Namun, pada Grumusol terjadi peningkatan pH H2O akibat terbebasnya ammonium di dalam tanah.
http://jtsl.ub.ac.id 240 Tabel 1. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap pH H2O.
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata
T1 (Regosol) 6,757 ef 6,800 f 6,587 d 6,640 de 6,696
T2 (Latosol) 5,600 c 5,507 bc 5,413 ab 5,313 a 5,458
T3 (Grumusol) 7,813 gh 7,723 g 8,007 i 7,917 h 7,865
Rerata 6,723 6,677 6,669 6,623 (+)
N total
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap N total disajikan pada Tabel 2. Rata-rata N total Regosol, Latosol, dan Grumusol berharkat tinggi hingga sangat tinggi. N total mengalami peningkatan seiring dengan penambahan pupuk yang diberikan. Nilai rata-rata N total tertinggi terdapat pada Latosol dan terendah terdapat pada Grumusol. N yang rendah pada Grumusol selain terjerap dalam ruang antarkisi juga dapat terjadi
karena tingginya denitrifikasi, yaitu tereduksinya NO3- menjadi N2 dalam keadaan anaerob. Ketika basah dan mengembang pori Grumusol akan terisi dengan air sehingga oksigen dalam tanah sedikit (anaerob) dan menyebabkan terjadinya denitrifikasi pada tanah. Semakin rendah kandungan oksigen dalam tanah maka semakin besar terjadinya denitrifikasi. N total pada Latosol tinggi karena Latosol memiliki pH yang masam, proses denitrifikasi akan menurun atau rendah pada tanah yang masam.
Tabel 2. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap N total (%).
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata
T1 (Regosol) 0,437 0,823 0,910 0,963 0,783 p
T2 (Latosol) 1,070 1,080 1,103 1,170 1,106 q
T3 (Grumusol) 0,663 0,703 0,830 0,833 0,756 p
Rerata 0,723 a 0,869 a 0,948 a 0,989 a (-)
N tersedia
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap N tersedia disajikan pada Tabel 3. Rata-rata N tersedia Regosol, Latosol, dan Grumusol berharkat sangat rendah. Grumusol merupakan jenis tanah yang mengalami peningkatan N tersedianya secara signifikan, sedangkan Regosol kenaikan N tersedianya tidak signifikan. Regosol memiliki nilai rata-rata N tersedia sebesar 34,023 ppm. Latosol nilai rata-rata N tersedia sebesar 73,372 ppm.
Grumusol nilai rata-rata N tersedia sebesar 56,823 ppm. Hasil tersebut menunjukkan adanya kenaikan
kandungan N tersedia dari pemberian pupuk kascing yang pengaruhnya tergantung pada jenis tanah. Latosol memiliki nilai rata-rata N tersedia tertinggi karena tanah ini bersifat masam dan pada tanah masam proses denitrifikasi cenderung rendah. Hal ini mengakibatkan Latosol memiliki nilai N tersedia tertinggi. Nilai N tersedia Regosol, Latosol, dan Grumusol mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan dosis pupuk yang diberikan. Dosis pupuk kascing yang memiliki hasil optimal pada parameter N tersedia terdapat pada perlakuan dosis 20 t ha-1.
Tabel 3. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap N tersedia (ppm).
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata
T1 (Regosol) 31,680 a 32,857 ab 35,320 bc 36,230 bcd 34,022
T2 (Latosol) 64,533 e 72,797 f 76,930 g 79,240 g 73,375
T3 (Grumusol) 52,660 d 53,003 d 65,053 e 66,260 e 56,823
Rerata 49,624 52,886 59,101 60,577 (+)
C organik
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap C organik disajikan pada Tabel 4. Rata-rata C organik Regosol, Latosol, dan Grumusol berharkat sedang
hingga sangat tinggi. C organik mengalami peningkatan seiring dengan penambahan pupuk yang diberikan. Hal ini karena adanya aktivitas kascing yang menyebabkan peningkatan
http://jtsl.ub.ac.id 241 metabolisme dalam tanah. Dari hasil analisis C
organik dengan dosis perlakuan 0, 10, 20, dan 30 t ha-1, nilai tertinggi terdapat pada Grumusol dan nilai terendah terdapat pada Regosol. Regosol memiliki tekstur yang didominasi oleh fraksi kasar. Tanah
dengan tekstur kasar memiliki luas permukaan dan koloid tanah yang sedikit. Hal ini menyebabkan tanah tidak mampu mengikat atau memegang air dan hara serta cenderung mengalami pelindian unsur hara.
Tabel 4. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap C organik (%).
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata
T1 (Regosol) 1,143 2,523 4,303 4,757 3,182 p
T2 (Latosol) 3,080 4,823 5,730 6,407 5,010 q
T3 (Grumusol) 4,080 5,643 7,320 7,717 6,190 r
Rerata 2,768 a 4,330 b 5,783 c 6,294 d (-)
KPK
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap KPK disajikan pada Tabel 5. Rata-rata KPK Regosol, Latosol, dan Grumusol berharkat sangat rendah hingga sangat tinggi. KPK Grumusol memiliki kenaikan yang signifikan terutama pada dosis kascing 20 t ha-1, sedangkan Regosol dan Latosol terdapat kenaikan yang tidak signifikan. Grumusol memiliki nilai rata-rata KPK tertinggi karena tekstur Grumusol berupa lempung memiliki banyak koloid
tanah. Besarnya KPK tanah tergantung dengan tekstur tanah, semakin tinggi kandungan lempung atau fraksi halus dalam tanah maka KPK tanah semakin besar (Tan, 1998). Ketiga tanah mengalami peningkatan nilai KPK seiring dengan peningkatan pemberian dosis pupuk kascing. Dapat diartikan bahwa pemberian bahan organik berkontribusi dalam meningkatkan muatan negatif pada tanah sehingga dapat meningkatkan KPK. Dosis pupuk kascing yang memiliki hasil optimal pada parameter KPK terdapat pada perlakuan dosis 20 t ha-1.
Tabel 5. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap KPK (me 100 g-1).
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata T1 (Regosol) 3,820 a 3,840 a 4,710 b 4,783 b 4,288
T2 (Latosol) 12,143 c 12,640 d 13,070 e 13,137 e 12,748
T3 (Grumusol) 33,437 f 33,530 f 36,543 g 36,583 g 35,023
Rerata 16,476 16,670 18,108 18,168 (+)
Tinggi tanaman
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap tinggi pakcoy disajikan pada Tabel 6. Nilai rata-rata tinggi tanaman tertinggi terdapat pada media Regosol sebesar 17,89 cm dengan peningkatan panjang tanaman yang cukup signifikan pada dosis 30 t ha-1.
Media Latosol memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman sebesar 19,19 cm dengan nilai tinggi tanaman tertinggi pada dosis 10 t ha-1. Tinggi tanaman dengan media Grumusol memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman sebesar 19,20 cm dengan nilai tinggi tanaman tertinggi pada dosis 10 t ha-1.
Tabel 6. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap tinggi pakcoy (cm).
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata
T1 (Regosol) 15,90 17,33 17,87 20,47 17,89 p
T2 (Latosol) 15,17 22,87 18,13 20,60 19,19 p
T3 (Grumusol) 14,30 21,60 20,33 20,70 19,23 p
Rerata 15,12 a 20,60 b 18,78 ab 20,59 b (-)
Berat basah
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap berat basah pakcoy disajikan pada Tabel 7. Dari hasil niali rata-rata berat basah, pupuk kascing mampu
meningkatkan berat basah tanaman. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan sampel yang diberi perlakuan pupuk kascing dengan sampel yang tidak diberi perlakuan pupuk kascing atau kontrol. Dapat
http://jtsl.ub.ac.id 242 diartikan bahwa pemberian pupuk kascing mampu
mencukupi unsur hara bagi pertumbuhan pakcoy.
Hasil rata-rata dosis berat basah dari tertinggi hingga terendah, yaitu Grumusol, Latosol, dan
Regosol. Pemberian dosis pupuk kascing yang semakin meningkat akan mengakibatkan semakin meningkatnya pula unsur hara di dalam tanah yang bermanfaat untuk tanah.
Tabel 7. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap berat basah pakcoy (g).
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata
T1 (Regosol) 3,83 4,10 5,00 5,10 4,51 p
T2 (Latosol) 4,53 9,10 9,30 11,30 8,56 q
T3 (Grumusol) 4,40 9,83 11,13 11,23 9,15 q
Rerata 4,26 a 7,68 b 8,48 b 9,21 b (-)
Berat kering
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap berat kering pakcoy disajikan pada Tabel 8. Pemberian pupuk kascing mampu meningkatkan berat kering tanaman. Dapat diartikan penambahan pupuk kascing dalam tanah mampu menyediakan unsur hara bagi kebutuhan tanaman sehingga
meningkatkan bobot tanaman. Dari ketiga tanah, tanah yang memiliki hasil paling rendah terdapat pada media Regosol yaitu 0,417 g dan tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan, kemudian media Grumusol yaitu 0,692 g dan menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan, dan tertinggi media Latosol yaitu 0,700 g.
Tabel 8. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap berat kering pakcoy (g).
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata
T1 (Regosol) 0,333 0,400 0,467 0,467 0,417 p
T2 (Latosol) 0,433 0,733 0,733 0,900 0,700 q
T3 (Grumusol) 0,333 0,767 0,800 0,867 0,692 q
Rerata 0,367 a 0,633 b 0,667 b 0,744 b (-)
N jaringan
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap N jaringan pakcoy disajikan pada Tabel 9. Hasil rata- rata kandungan N jaringan tanaman berbanding lurus dengan kandungan N total dan N tersedia, yaitu tertinggi pada Latosol. Pemberian dosis kascing K0, K1, K2, dan K3 mampu meningkat N
jaringan secara signifikan pada Grumusol dan Regosol, tetapi pada Latosol tidak signifikan. Hal ini karena Latosol merupakan tanah yang memiliki sifat kimia kurang baik sehingga apabila diberi pupuk maka akan cepat untuk meresponnya. N jaringan tanaman meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk yang diberikan pada masing masing jenis tanah.
Tabel 9. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap N jaringan pakcoy (%).
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata
T1 (Regosol) 0,13 a 0,16 b 0,21 c 0,22 d 0,18
T2 (Latosol) 0,38 f 0,44 g 0,45 gh 0,47 h 0,43
T3 (Grumusol) 0,32 e 0,33 e 0,46 h 0,47 h 0,40
Rerata 0,27 0,31 0,37 0,39 (+)
Serapan N
Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap serapan N pakcoy disajikan pada Tabel 10. Dari ketiga tanah, nilai rata-rata serapan N paling tinggi terdapat pada media tanam Latosol, kemudian Grumusol, dan terakhir Regosol. Hal ini sesuai dengan nilai N yang terdapat pada jaringan
tanaman. Terdapat perbedaan tingkat signifikansi penyerapan N dalam tanaman yang dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing tanah. Regosol merupakan tanah yang kurang signifikan terhadap serapan N karena tanah ini belum mengalami pelapukan lanjut sehingga sifat fisik dan kimia Regosol kurang baik.
http://jtsl.ub.ac.id 243 Tabel 10. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap serapan N pakcoy (g tanaman-1).
Faktor K0 (0 t ha-1) K1 (10 t ha-1) K2 (20 t ha-1) K3 (30 t ha-1) Rerata
T1 (Regosol) 0,04 a 0,06 a 0,10 a 0,11 b 0,08
T2 (Latosol) 0,16 b 0,32 c 0,33 d 0,37 d 0,30
T3 (Grumusol) 0,11 a 0,26 c 0,37 d 0,42 e 0,29
Rerata 0,10 0,21 0,27 0,30 (+)
Kesimpulan
Pemberian pupuk kascing meningkatkan N total, N tersedia, C organik, KPK, tinggi tanaman, berat basah, berat kering, N jaringan, dan serapan N.
Namun, pemberian pupuk kascing menurunkan pH. Pada parameter N tersedia dan serapan N, Latosol paling responsif terhadap pemberian kascing. Pemberian pupuk kascing dengan dosis 20 t ha-1 memberikan hasil optimum serapan N Latosol serta ketersediaan N pada Regosol, Latosol, dan Grumusol. Namun, pada serapan N, Regosol dan Grumusol terdapat pada dosis 30 t ha-1.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta atas dukungan dana melalui Hibah Bantuan Riset Mahasiswa Tahun 2022.
Daftar Pustaka
Anwar, E.K. 2009. Efektivitas cacing tanah Pheretima hupiensis, Edrellus sp. dan Lumbricus sp. dalam proses dekomposisi bahan organik. Jurnal Tanah Tropika 14(2):149-158.
Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press.
Jakarta.
Banu, J.R., Yoem, I.T., Esakkiraj, S., Kumar, N. and Logakanthi, S. 2008. Biomanagement of sago sludge using an earthworm Eudrilus eugeniae. Journal of Environmental Biology 9(1):453-468.
Hanafiah, K.A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Kataren. S.E., Marbun, P. dan Marpaung, P. 2014.
Klasifikasi Inceptisol pada ketinggian tempat yang berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(4):1451- 1458.
Kusumawati, N. 2011. Evaluasi perubahan temperatur, pH, dan kelembaban media pada pembuatan vermikompos dari campuran jerami padi dan kotoran sapi menggunakan Lumbricus rubellus. Jurnal Inovasi dan Aplikasi Teknologi 15(1):45-56.
Limbong, B., Putri, L.A.P. dan Kardhinata, E.H. 2014.
Respon pertumbuhan sawi hijau terhadap pemberian pupuk organik kascing. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(4):1485-1489.
Ma’shum, M., Soedarsono, J. dan Susilowati, L.E. 2003.
Biologi Tanah. CPIU Pasca IAEUP. Jakarta.
Mulat, T. 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kascing, Pupuk Organik Berkualitas. Agromedia-Jakarta.
Ndegwa, P.M. and Thompson, S.A. 2001. Effect of C and N ratio on vermicomposting in the treatment and bioconversion of biosolids. Bioresource Technology 76:7-12.
Oka, A.A. 2007. Pengaruh pemberian pupuk kascing terhadap pertumbuhan tanaman kangkung darat (Ipomea reptans P.). Jurnal Sains MIPA 13(1):26-28.
Prascaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prasetyo, B.H. 2007. Perbedaan sifat-sifat tanah Vertisol dari berbagai bahan induk. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 9(1):20-30.
Puttinela, J.A. 2014. Perubahan distribusi pori tanah Regosol akibat pemberian kompos ela sagu dan pupuk organik cair. Buana Sains 14(2):123-129.
Reddy, K.R. and Patric, W.H. 1984. Nitrogen transformations and loss in flooded soils and sediments. CRC Critical Reviews in Environmental Control 13:273-309.
Resman, A.S., Syamsul, S. dan Bambang, H.S. 2006.
Kajian beberapa sifat kimia dan fisika Inceptisol pada toposekuen lereng selatan Gunung Merapi Kabupaten Sleman. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6(2):101-108.
Rukmana, R. 2014. Bertanam Petsai dan Sawi. Kansius, Yogyakarta.
Sinda, K.M.N.K., Kartini, N.L. dan Atmaja, I.W.D.
2015. Pengaruh dosis pupuk kascing terhadap hail tanaman sawi (Brassica juncea L.), sifat kimia dan biologi pada tanah Inceptisol Klungkung. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 4(3):170-179.
Sunarjono. 2013. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press.
Jakarta.
Tan, K H. 1998. Principles of Soil Chemistry. 3nd Ed.
Marcel Decker, Inc. New York.
Turk, M., Albayrak, S., Balabanli, C. and Yuksel, O. 2009.
Effect of fertilization on root and leaf yield and quality of forage turnip (Brassica rapa L.). Journal of Food, Agriculture and Environment 7(3):339-342.
Zahid, A. 1994. Manfaat Ekonomis dan Ekologi Daur Ulang Limbah. Kotoran Ternak Sapi Menjadi Kascing. Studi Kasus di PT. Pola Nusa Duta, Ciamis.
Fakultas Kedokteran Hewan. IPB, pp. 6-14.
Zumft, W.G. 1997. Cell biology and molecular basic of denitrification. Microbiology and Molecular Biology Review 61(4):533-616.