http://jtsl.ub.ac.id 359
PENGARUH PENCAMPURAN LAPISAN OLAH DAN LAPISAN TAPAK BAJAK TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT KIMIA
TANAH SAWAH
The Effect of Mixing Top Soil Layer and Plow Pan Layer on Characteristics of Chemical Properties of Paddy Soil
Rafdea Syafitri*, Hermansah, Yulnafatmawita
Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat 25163
*Penulis korespondensi: [email protected]
Abstract
The increasing of Indonesian population has led to a decrease in the area of rice fields in Indonesia.
Therefore, it is needed to increase the fertility and the productivity of paddy soil. Since 1984, several attempts have been made to increase the productivity of paddy soils through the green revolution program, but this has had a negative effect on the fertility of paddy soils. The exploitation of paddy soil layers which has been increasing for years has decreased paddy soil. Other aspects of paddy soil management need to be done; one of them is a mixture of top soil layer with plow pan layer. The mixture of top soil layer with the plow pan layer is expected to improve the soil fertility. This research was conducted with the aim to study the effect of the top soil layer and plow pan layer on the chemical properties of paddy soil. This study used a completely randomized design with five treatments of mixing paddy soil layers and three replications. The treatments were A1 = 100% top soil layer, A2 = 75% top soil layer + 25% plow pan layer, A3 = 50% top soil layer + 50% plow pan layer, A4 = 25%
top soil layer + 75% plow pan layer, and A5 = 100% plow pan layer. The results showed that the A2 treatment gave changes in optimal soil chemical properties. The A2 treatment decreased EH value to 133 mV, increased pH to 6.08, organic-C 2.22%, total N 0.30%, available P 27.94%, CEC 38.50%, exchangeable Ca 0.88 me 100g-1, exchangeable Mg 0.37%, exchangeable K 0.94% and exchangeable Nadd 0.17%.
Keywords : chemical properties, paddy soil, plow pan, top soil layer
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar. Sampai dengan tahun 2019, terdapat sebanyak +265 juta jiwa penduduk Indonesia dan mengalami peningkatan sebesar +1,3% setiap tahunnya.
Peningkatan jumlah penduduk ini menyebabkan semakin berkurangnya luasan sawah di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2019), luas panen padi di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 15.712.015 ha berkurang menjadi 10.903.835 ha di tahun 2018. Berkurangnya luasan ini disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan pemukiman atau industri. Hal ini berdampak pada penurunan
produksi padi di Indonesia. Sehingga perlu usaha untuk meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah sawah di Indonesia.
Beberapa usaha telah dilakukan sejak tahun 1984 untuk meningkatkan produktivitas sawah di Indonesia, salah satunya dengan program revolusi hijau atau green revolution.
Program yang dilakukan selama revolusi hijau meliputi perbaikan pengolahan tanah, pemakaian bibit unggul, penggunaan pupuk buatan, pemberantasan hama dan penyakit, dan perbaikan irigasi. Namun pada akhirnya produksi beras mengalami pelandaian produksi serta mengalami stagnansi. Darmawan et al.
(2006a) menyatakan bahwa penerapan teknologi
http://jtsl.ub.ac.id 360 pertanian ketika green revolution selama periode
1970-2003 secara dramatis mampu meningkatkan produksi beras. Namun, hal ini menyebabkan efek buruk bagi kesuburan tanah sawah. Sembiring dan Abdulrachman (2008) menyatakan bahwa eksploitasi lapisan olah tanah sawah secara intensif yang telah berlangsung selama bertahun-tahun menyebabkan terjadinya deteriorasi atau penurunan sifat fisika-kimia tanah.
Beberapa penelitian sudah dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi padi di tanah sawah. Gusnidar et al. (2018) menyatakan bahwa efek sisa dari pemberian bahan organik berupa kompos jerami sebanyak 5 t ha-1 ditambah dengan pupuk buatan sesuai rekomendasi hanya mampu meningkatkan produksi padi sebesar 0,76 t ha-1 gabah kering giling (GKG). Hal ini menunjukkan bahwa unsur hara yang berasal dari sisa bahan organik dengan pupuk sintetis yang diberikan belum mencukupi untuk meningkatkan hasil padi sawah. Kurniadie (2002) menyatakan pemberian pupuk sintetis yang cukup tinggi yaitu Phonska 300 kg ha-1 + ZA 333 kg ha-1 menghasilkan produksi padi tinggi sebanyak 6,17 t ha-1 GKG.
Namun, pemberian pupuk sintetis yang tinggi dikhawatirkan dapat menurunkan kesehatan tanah dan mencemari perairan.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa beberapa usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sawah belum mendapatkan hasil yang optimal. Selain melakukan pemupukan dan penambahan bahan organik, perlu dilakukan kajian aspek lain seperti pencampuran lapisan olah dengan lapisan tapak bajak yang diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah sawah.
Kautsar (2017) menyatakan bahwa lapisan tapak bajak pada lahan sawah intensif yang menggunakan sistem konvensional berada pada kedalaman + 25-40 cm. Lapisan tapak bajak mempunyai potensi dalam penumpukan hara, khususnya penumpukan P (fosfor) dalam tanah akibat dari pengaruh intensifikasi penanaman padi yang disertai dengan penggunaan pupuk sintetis yang terjadi selama Revolusi Hijau antara tahun 1970-2003 (Darmawan et al., 2006a).
Pradiningrum (2018) melaporkan bahwa unsur hara K pada kedalaman 20-30 cm berada pada kriteria sangat tinggi yaitu sebesar 128,0 mg 100 g-1 dan kandungan ini semakin berkurang seiring
dengan meningkatnya kedalaman tanah.
Darmawan et al. (2006b) melaporkan bahwa nilai KTK efektif pada lapisan tanah sawah 0-20 cm sebesar 97,50 kmolc ha−1 meningkat menjadi 375,9 kmolc ha−1 pada kedalaman 0-100 cm.
Putra (2019) menambahkan bahwa lapisan tanah sawah pada kedalaman + 20-50 cm mempunyai kandungan liat yang tinggi.
Tingginya kadar liat ini akan mempengaruhi besarnya nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah. Nilai KTK tanah rata-rata meningkat 1-2 me 100 g-1 pada kedalaman >20 cm dibanding dengan tanah sawah lapisan atas. Besarnya nilai KTK tanah ini akan mempengaruhi kemampuan tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation dan diharapkan akan mempengaruhi kesuburan tanah.
Berdasarkan sifat-sifat lapisan tanah sawah tersebut, diduga pencampuran antara lapisan tapak bajak dengan lapisan olah tanah sawah akan dapat meningkatkan kesuburan tanah sawah sehingga produktivitas tanah sawah dapat meningkat. Bagaimana kandungan hara dan sifat kimia tanah yang sebenarnya terdapat dalam lapisan tapak bajak dan bagaimana perubahan sifat kimia tanah sawah setelah pencampuran lapisan olah dan lapisan tapak bajak adalah pertanyaan yang jawabannya perlu dicari melalui penelitian dasar dan perlu dipelajari melalui penelitian. Untuk itu peneliti melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh dari pencampuran lapisan olah dan lapisan tapak bajak terhadap sifat kimia tanah sawah.
Bahan dan Metode Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada September 2019 sampai Desember 2019 bertempat di Rumah Kawat Fakultas Pertanian dan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang.
Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan pencampuran lapisan olah dengan lapisan tapak bajak dan 3 ulangan. Perlakuan percobaan terdiri atas A1 = 100% lapisan olah, A2 = 75% lapisan olah + 25% lapisan tapak bajak, A3 = 50% lapisan olah + 50% lapisan tapak bajak, A4 = 25% lapisan
http://jtsl.ub.ac.id 361 olah + 75% lapisan tapak bajak, dan A5 = 100%
lapisan tapak bajak. Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji F pada taraf 5%. Jika berbeda nyata (F hitung lebih besar dari F table 5%), maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.
Pelaksanaan penelitian
Tanah yang digunakan adalah tanah sawah intensif di Kecamatan Nanggalo, Kota Padang.
Pengambilan tanah dilakukan dengan cara pembuatan profil tanah terlebih dahulu untuk pengamatan dan melihat perbedaan lapisan olah dengan lapisan tapak bajak. Tanah dengan perakaran makro yang banyak adalah tanah lapisan olah sedangkan tanah dengan perakaran meso dan makro yang sedikit adalah tanah lapisan tapak bajak. Tanah lapisan olah dan lapisan tapak bajak kemudian dikering anginkan, dan diayak dengan ayakan 2 mm. Selanjutnya, tanah sebanyak 8 kg setara Berat Kering Mutlak (BKM) dimasukkan ke dalam ember sesuai dengan perbandingan perlakuan yang diberikan.
Tanah kemudian genangi dengan air sampai jenuh dan diinkubasi selama 14 hari. Analisis tanah dilakukan terhadap tanah awal dan tanah setelah inkubasi. Analisis tanah meliputi analisis pH (H2O) dengan metoda pH meter, redok potensial (EH) dengan metoda potensial meter, C-organik dengan metoda Walkley and Black, N-total dengan metoda Kjeldhal, N-amonium dengan metoda steam destilation, P-tersedia
dengan metoda Bray-I, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan basa-basa dapat dipertukarkan dengan metoda leaching dengan amonium asetat (NH4OAc) 1 N pH 7.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik kimia lapisan olah dan lapisan tapak bajak tanah sawah
Hasil analisis sifat kimia tanah yang menunjukkan perbedaan antara lapisan olah dan lapisan tapak bajak disajikan pada Tabel 1.
Kemasaman tanah sawah pada lapisan olah dan lapisan tapak bajak berada pada kriteria masam yaitu sebesar 5,10 dan 4,7. Hal ini karena pada saat pengambilan tanah sawah di lapangan, tanah sawah berada dalam keadaan kering atau aerob, keadaan ini menyebabkan tanah sawah berada dalam keadaan teroksidasi dan pH tanah menjadi masam. Hal ini sejalan dengan pernyataan Laode (2016), yang menyatakan bahwa proses penggenangan pada lahan sawah mengakibatkan perubahan pH kearah netral, akan tetapi pada kondisi tanah kering disaat panen terjadi oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+
sehingga pH tanah berubah kembali menjadi masam. Nilai EH tanah sawah pada lapisan olah dan lapisan tapak bajak berada dalam kriteria reduksi sedang yaitu sebesar 137 mV dan 131 mV. Nilai EH pada tanah lapisan olah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai EH di lapisan tapak bajak.
Tabel 1. Perbedaan sifat kimia tanah lapisan olah dan lapisan tapak bajak tanah sawah.
Parameter Satuan Lapisan Olah Lapisan Tapak Bajak
pH H2O - 5,10 m 4,7 m
EH mV 137 rs 131 rs
C-organik % 2,06 s 1,27 r
N-total % 0,31 s 0,27 s
N-amonium ppm 17,50 t 14 t
P-tersedia ppm 22,00 st 27,93 st
KTK me 100 g-1 23,45 s 36,65 t
Cadd me 100 g-1 0,63 sr 0,80 sr
Mgdd me 100 g-1 0,47 r 0,35 r
Kdd me 100 g-1 0,14 r 0,23 r
Nadd me 100 g-1 0,13 r 0,22 r
Keterangan: m = masam, sr = sangat rendah, r = rendah; s = sedang, t = tinggi, st = sangat tinggi, rs= reduksi sedang (Balai Penelitian Tanah, 2009).
http://jtsl.ub.ac.id 362 Menurut Setyorini dan Abdulrachman (2008),
hal ini di sebabkan oleh tanah yang tergenang tidak tereduksi secara keseluruhan, pada lapisan atas (2 mm-20 mm) tetapi oksidatif karena berada dalam keseimbangan dengan oksigen yang terlarut dalam lapisan air. Lapisan di bawahnya merupakan lapisan tereduksi kecuali daerah perakaran yang aktif karena mengeluarkan senyawa teroksidasi oleh akar yang memperoleh oksigen dari bagian atas aerenkhima.
Terdapat juga perbedaan antara lapisan olah dan lapisan tapak bajak pada kandungan C- organik. Kandungan C-organik pada lapisan olah sebesar 2,06% dengan kriteria sedang, nilai ini lebih tinggi daripada lapisan tapak bajak sebesar 1,27% dengan kriteria rendah. Hal ini karena pada lapisan olah terdapat bahan organik yang berasal dari penumpukan jerami padi setelah panen yang dibiarkan berada di lahan sawah. Hal ini juga sejalan dengan kandungan N-total dalam lapisan olah yang lebih tinggi daripada lapisan tapak bajak. Jerami yang dibiarkan oleh petani tersebut menjadi sumber bahan organik yang mengalami dekomposisi dan menghasilkan N-total pada lapisan olah sebesar 0,31 % dan lebih tinggi daripada lapisan tapak bajak yang hanya 0,27 %. Kapasitas tukar kation pada tanah lapisan olah sebesar 23,45 me 100 g-1 dengan kriteria rendah, nilai ini lebih kecil daripada lapisan tapak bajak yaitu sebesar 36,65 me 100 g-1 dengan kriteria tinggi. Hal ini karena kandungan liat pada lapisan tapak bajak lebih tinggi daripada lapisan olah. Nilai KTK tanah berbanding lurus dengan kandungan liat.
Semakin tinggi kandungan liat tanah maka nilai KTK tanah semakin tinggi. Kandungan kation dapat di tukar didominasi oleh Ca dan Mg walaupun secara keseluruhan berada dalam kriteria sedang sampai dengan sangat rendah.
Konsentrasi Ca sebesar 0,63 – 0,80 me 100 g-1 tanah, sedangkan kandungan Mg sebesar 0,35 – 0,47 me 100 g-1 tanah. Konsentrasi K dan Na berada dalam konsentrasi yang lebih kecil yaitu secara berturut-turut sebesar 14 – 23 me 100 g-1 dan 0,13 – 0,22 me 100 g-1 tanah. Menurut Prasetyo (2006), rendahnya kandungan basa basa dapat tukar disebabkan oleh bahan induk tanahnya yang miskin akan sumber basa-basa dan juga dapat disebabkan oleh proses pelapukan dan pencucian yang intensif.
Karakteristik kimia tanah sawah setelah pencampuran lapisan olah dan lapisan tapak bajak
Karakteristik kimia tanah sawah setelah pencampuran lapisan olah dan lapisan tapak bajak disajikan pada Tabel 2. Terjadi penurunan EH dan peningkatan pH dari tanah sebelum inkubasi dan tanah setelah inkubasi. Nilai pH tanah setelah inkubasi meningkat mendekati netral dengan nilai 6,10 – 6,05. Hal ini karena adanya bahan organik yang berasal dari perlakuan petani terhadap jerami yang selalu dibiarkan dan dibenamkan berada di dalam tanah sawah. Menurut Duane et al. (2012) semakin tinggi kandungan jerami dalam tanah maka semakin tinggi dan cepat laju konsumsi oksigen untuk proses dekomposisi, sehingga semakin menurunkan EH.
Tabel 2. Karakteristik sifat kimia tanah sawah setelah pencampuran lapisan olah dan lapisan tapak bajak tanah sawah.
Perlakuan pH EH C-organik N-total N-amonium P-tersedia
(mV) ……..%... ……ppm…….
A1 6,10 135 b 2,52 0,31 ab 27,32 23,61 a
A2 6,08 133 ab 2,22 0,30 ab 25,64 27,94 bc
A3 6,06 133 ab 2,07 0,27 ab 25,32 27,52 bc
A4 6,06 132 ab 1,97 0,25 ab 24,76 26,82 abc
A5 6,05 130 a 1,95 0,09 b 24,93 29,29 c
KK (%) 1,39 1,46 18,84 14,12 11,58 7,53
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf nyata 5%. A1 = 100% lapisan olah; A2 = 75% lapisan olah + 25% lapisan tapak bajak; A3 = 50% lapisan olah + 50% lapisan tapak bajak; A4 = 25% lapisan olah + 75% lapisan tapak bajak;
A5 = 100% lapisan tapak bajak.
http://jtsl.ub.ac.id 363 Penurunan EH ini menyebabkan reduksi
Fe(OH)3 menjadi Fe(OH)2 dan melepaskan OH- sehingga meningkatkan pH tanah menurut reaksi : Fe(OH)3 + e- Fe(OH)2 + OH- (Sudadi et al., 2017). Kandungan C-organik mengalami peningkatan di semua perlakuan setelah diinkubasi, hal ini karena selama penggenangan kondisi tanah berada dalam keadaan anaerob atau reduksi dimana keberadaan oksigen sangat sedikit. Menurut Sudadi et al. (2017), keadaan ini menyebabkan dekomposisi bahan organik tidak berjalan optimal dan proses fermentasi merupakan bentuk utama transformasi yang berlangsung. Akibatnya, kandungan bahan organik tanah lebih tinggi dibandingkan tanah kering. Namun, kandungan C-organik semakin menurun seiring dengan meningkatnya perlakuan pencampuran lapisan olah dengan lapisan tapak bajak, hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang berasal dari jerami padi yang lebih tinggi di tanah lapisan olah dibandingkan dengan lapisan tapak bajak.
Kandungan C-organik ini berpengaruh terhadap nilai N-total dan N-amonium. Kandungan N- total dan N-amonium semakin menurun seiring dengan meningkatnya perlakuan pencampuran lapisan olah dengan lapisan tapak bajak tanah sawah. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada lapisan olah. Menurut Iranpour et al. (2014), peningkatan dosis ameliorasi bahan organik dan dekomposisinya akan meningkatkan nilai DHL tanah sawah yang kemudian melepaskan ion-ion hara ke larutan tanah, diantaranya NH4+ sebagai hasil amonifikasi bahan organik. Pembentukan NH4+ lebih cepat terjadi pada tanah dengan kadar N dan bahan organik yang tinggi (Pampolino et al., 2008; Nayak et al., 2009). Hal inilah yang menyebabkan kandungan NH4+
semakin menurun dengan meningkatnya perlakuan pencampuran lapisan tanah karena kandungan C-organik yang semakin menurun sengan meningkatnya perlakuan.
Nilai P tersedia pada tanah lapisan olah lebih rendah daripada tanah dengan perlakuan pencampuran lapisan tapak bajak, hal ini karena keadaan tanah lapisan olah yang lebih oksidatif dibandingkan dengan tanah yang di campur dengan lapisan tapak bajak. Hal ini ditandai dengan nilai EH yang lebih tinggi di lapisan olah dibandingkan dengan tanah yang dicampur dengan lapisan tapak bajak. Ketersediaan P pada
kondisi tanah yang lebih oksidatif akan berkurang karena difiksasi oleh Fe3+ dalam bentuk FePO4 yang sukar larut (Sudadi et al., 2017).
Kandungan basa-basa dapat tukar dan KTK tanah sawah dapat dilihat pada Tabel 3.
Kandungan basa-basa dapat dipertukarkan setelah inkubasi masih didominasi oleh unsur K yang mengalami peningkatan signifikan pada tanah lapisan olah dan tanah dengan pencampuran lapisan tapak bajak. Nilai Kdd
setelah inkubasi berada dalam kriteria sangat tinggi dengan rentang 0,94 – 1,75 me 100 g-1 yang semakin meningkat dengan meningkatnya perlakuan pencampuran lapisan olah dengan lapisan tapak bajak. Hal ini selain disebabkan oleh penumpukan pupuk sintetis yang selalu diberikan oleh petani setiap musim tanam juga disebabkan oleh nilai EH yang semakin menurun dengan meningkatnya perlakuan dan penggenangan selama inkubasi. Menurut Setyorini dan Abdulrachman (2008), penggenangan menurunkan potensial redoks (EH) tanah sehingga meningkatkan kelarutan Fe2+ dan Mn2+, kation-kation ini dapat menggantikan K yang diadsorpsi liat sehingga K dilepaskan ke dalam larutan tanah. Oleh sebab itu, penggenangan dapat meningkatkan ketersediaan Kdd tanah.
Basa-basa dapat dipertukarkan lainnya, yaitu Cadd, Mgdd dan Nadd rata-rata mengalami peningkatan setelah inkubasi namun tidak signifikan. Cadd setelah inkubasi berada pada kriteria sangat rendah dengan rentang 0,86 – 1,12 me 100 g-1 tanah sedangkan Mgdd dan Nadd
berada pada kriteria rendah. Hal ini selain disebabkan oleh unsur basa yang terangkut saat panen juga karena tidak adanya input pupuk mikro yang diberikan oleh petani selama musim tanam dan akibat pencucian yang intensif.
Menurut Prasetyo (2006), rendahnya kandungan basa basa dapat ditukar disebabkan oleh bahan induk tanahnya yang miskin akan sumber basa- basa dan juga dapat disebabkan oleh proses pelapukan dan pencucian yang intensif. Nilai KTK tanah setelah inkubasi rata-rata mengalami peningkatkatan menjadi 30,54-38,50 me 100 g-1 dengan kriteria tinggi. Peningkatan KTK tanah ini sejalan dengan meningkatnya kandungan C- organik pada tanah sawah. Peningkatan tertinggi terdapat pada tanah dengan perlakuan A2 (75%
lapisan olah + 25% lapisan tapak bajak). Hal ini
http://jtsl.ub.ac.id 364 karena selain masih tingginya kandungan C-
organik pada perlakuan A2 juga disebabkan oleh adanya kandungan liat pada tanah lapisan tapak bajak yang dicampur pada perlakuan A2.
Meningkatnya kandungan liat dan bahan organik berbanding lurus dengan meningkatnya
nilai KTK tanah. Perlakuan A3, A4 dan A5 setelah pencampuran juga meningkatkan jumlah liat pada tanah, namun memiliki nilai C-organik yang lebih rendah dibandingkan dengan A2.
Sehingga nilai KTK-nya tidak lebih tinggi dibandingkan dengan A2.
Tabel 3. Kandungan basa-basa dan KTK tanah sawah setelah pencampuran lapisan olah dan lapisan tapak bajak tanah sawah.
Perlakuan Cadd Mgdd Kdd Nadd KTK
…………..… me 100 g-1………..……
A1 1,12 c 0,36 0,94 a 0,19 30,54 a
A2 0,88 b 0,37 0,94 a 0,17 38,50 b
A3 0,85 b 0,37 0,96 a 0,18 36,18 ab
A4 0,82 ba 0,37 1,56 b 0,15 35,05 ab
A5 0,86 b 0,38 1,75 b 0,15 35,52 ab
KK (%) 10,36 13,64 25,42 30,93 8,46
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf nyata 5%. A1 = 100% lapisan olah; A2 = 75% lapisan olah + 25% lapisan tapak bajak; A3 = 50% lapisan olah + 50% lapisan tapak bajak; A4 = 25% lapisan olah + 75% lapisan tapak bajak;
A5 = 100% lapisan tapak bajak.
Kesimpulan
Pencampuran lapisan olah dan lapisan tapak bajak berpengaruh terhadap nilai pH, EH, C- organik, N-total, N-amonium, P-tersedia, Cadd, Mgdd, Kdd, Nadd dan KTK tanah sawah.
Perubahan sifat kimia dari pencampuran lapisan olah dan lapisan tapak bajak yang optimal berada pada perlakuan A2 (lapisan olah + 25%
lapisan tapak bajak). Perlakuan A2 menurunkan nilai EH tanah, tetapi meningkatkan P-tersedia, Mgdd dan KTK tanah.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teknisi Laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Indonesia Statistical Yearbook of Indonesia 2019. Katalog Badan Pusat Statistik. Jakarta. 738 Hal.
Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian. Edisi Petunjuk Teknis 2.
246 hal.
Darmawan, K., Kyuma, A., Saleh, H., Subagjo, Masunaga, T. and Wakatsuki, T. 2006a. Effect of green revolution technology during the period 1970–2003 on sawah soil properties in Java, Indonesia: II. Changes in the chemical properties of soils. Soil Science and Plant Nutrition 52(5):
645-653.
Darmawan, K. Kyuma, A., Saleh, H., Subagjo, Masunaga, T. and Wakatsuki, T. 2006b. Effect of long-term intensive rice cultivation on the available silica content of sawah soils: Java Island, Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition 52(6):
745-753.
Duane, T., Gardiner, S. and James, S. 2012. Wet soil redox chemistry as affected by organic matter and nitrate. American Journal of Climate Change 1: 205-209.
Gusnidar, S., Yasin, M., Harianti dan Oktaviana, T.
2018. Efek sisa jerami dan titonia yang dikomposkan terhadap produksi padi sawah.
Jurnal Solum 15(2) : 83-92.
Iranpour, M., Lakzian, A. and Korrasami, R. 2014.
Effect of cadmium and organic matter on soil pH, electrical conductivity and their roles in cadmium availibility in soil. Journal of Middle East Applied Science and Technology 18: 643- 646.
http://jtsl.ub.ac.id 365 Kautsar, V. 2017. Pengaruh budidaya padi organik
terhadap kompaksi dan tranformasi lapisan tapak bajak. Jurnal Agroteknose 8(2): 45- 56.
Kurniadie, D. 2002. Pengaruh kombinasi dosis pupuk majemuk NPK Phonska dan pupuk N terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah (oryza sativa L) varietas IR 64. Jurnal Bionatura 4(3): 137-147.
Laode, M. 2016. Dinamika Sifat Kimia dan Fraksi Fosfor Tanah Sawah Terkait Indeks Pertanaman Padi Sawah dan Kondisi Penggenangan. Tesis Pascasarjana Program Studi Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. 46 hal.
Nayak, P., Patel, D., Ramakrishnan, B., Mishra, A.K.
and Samantaray, R.N. 2009. Long-term aplication effects of chemical fertilizer and compost on soil organic carbon under intensive rice-rice cultivation. Nutrient Cycling in Agroecosystem 83: 259-269.
Pampolino, M.F., Laureles, E.V., Gines, H.C. and Buresh, R.J. 2008. Soil carbon and nitrogen changes in long-term continuous lowland rice cropping. Soil Science Society of America Journal 2: 798-807.
Pradiningrum, K. 2018. Distribusi Vertikal C- Organik dan Unsur Hara Utama (N, P, K) Pada Beberapa Penggunaan dan Pengelolaan Lahan Pertanian di Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.
Prasetyo, B.H. 2006. Evaluasi tanah sawah bukaan baru di daerah Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 8(1): 31-43.
Putra, S.P. 2019. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Nagari Simawang Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.
Sembiring, H. dan Abdulrachman, S. 2008. Potensi penerapan dan pengembangan PTT dalam upaya peningkatan produksi padi. Jurnal IPTEK Tanaman Pangan 3(2 : 145-155.
Setyorini, D. dan Abdulrachman, S. 2008.
Pengelolaan hara mineral tanaman padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor 109-148.
Sudadi, U., Ramadhan, L.M.A.H., Nugroho, B. dan Hartono, A. 2017. Dinamika fraksi fosfor dan sifat kimia tanah sawah terkait indeks pertanaman padi sawah dan praktik pengairan. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 19(1) : 19-25.
http://jtsl.ub.ac.id 366 halaman ini sengaja dikosongkan