• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENEMPATAN JARAK DUA ABUTMEN JEMBATAN TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN

N/A
N/A
Fauziah Agus

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH PENEMPATAN JARAK DUA ABUTMEN JEMBATAN TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh jarak antara dua abutmen terhadap kedalaman gerusan pada abutmen jembatan dan menentukan jarak efektif terhadap kedalaman gerusan disekitar abutmen jembatan. Berdasarkan hasil observasi pada pengujian tugas akhir ini didapatkan bahwa jarak abutmen 5Dp merupakan jarak yang paling efektif dalam mereduksi kedalaman gerusan dibandingkan dengan pemodelan jarak abutmen lainnya. Hal ini membuktikan bahwa jarak 5Dp antar abutmen merupakan jarak yang paling aman untuk mengurangi kedalaman gerusan di sekitar abutmen jembatan.

METODE PENELITIAN

HASIL PEMBAHASAN

Latar Belakang Masalah

Sampah lokal merupakan sampah yang terdapat di sekitar tiang dan abutmen jembatan akibat terganggunya pola aliran suatu sungai. Aluvium lokal merupakan sisa-sisa hasil pemasangan bangunan perairan sehingga menyebabkan penyempitan penampang sungai. Lubang-lubang puing yang terjadi pada saluran sungai umumnya merupakan korelasi antara kedalaman puing dengan kecepatan aliran, sehingga puing-puing merupakan fungsi waktu.

Identifikasi Masalah

Pembatasan Masalah

Rumusan Masalah

Tujuan Tugas Akhir

Manfaat Tugas Akhir 1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai pengaruh perubahan jarak antara dua tumpuan untuk mengurangi kedalaman gerusan, sehingga dapat merencanakan pembangunan jembatan baru di dekat jembatan lama agar tidak terjadi mengalami goresan berlebihan di sekitar penyangga jembatan.

Kajian Teori

Gerusan merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang disertai perpindahan sedimen sehingga menggerus dasar saluran. Menurut Laursen, gerusan lokal di sekitar struktur jembatan terjadi akibat pola aliran lokal di sekitar struktur sungai. Jumlah bahan abrasif akan sama dengan selisih antara jumlah material yang dikeluarkan dari area yang diampelas dan jumlah material yang dimasukkan ke dalam area yang diampelas.

Kondisi gerusan air jernih merupakan kondisi terjadinya gerusan air bersih apabila material dasar sungai di bagian hulu gerusan tergenang atau belum terangkut (bergerak). Sedangkan kondisi gerusan dasar saluran adalah kondisi gerusan yang disertai dengan transpor sedimen material dasar saluran. Proses erosi dan pengendapan pada sungai umumnya terjadi akibat adanya perubahan pola aliran, khususnya pada sungai aluvial.

Perubahan tersebut terjadi karena adanya hambatan pada aliran sungai, berupa adanya hambatan pada struktur sungai seperti abutmen jembatan, tiang penyangga, puncak sungai, revetment dan lain sebagainya. Bangunan jenis ini dipandang mampu mengubah geometri aliran dan pola aliran yang diikuti dengan gerusan lokal di sekitar bangunan (Joko Legono, 1990). Gerusan lokal (constriction scour) pada saluran sungai terjadi karena adanya penyempitan saluran sungai sehingga alirannya lebih terpusat.

Gerusan lokal di sekitar bangunan terjadi akibat pola aliran lokal di sekitar bangunan sungai.

Mekanisme Gerusan

Kondisi aliran yang membentuk pusaran tersebut mempunyai pengaruh terhadap pengikisan dasar sungai di sekitar bangunan, yaitu terbawa atau terangkut material dasar sungai di sekitar bangunan yang akan mengakibatkan terciptanya lubang gerusan. Peristiwa ini terjadi hingga terjadi keseimbangan tergantung pada media bergerak, air jernih, atau kondisi aliran lemah-apung. Menurut Chabert dan Engeldinger (1956) dalam Breuser dan Reudkivi (1991), proses gerusan dimulai ketika partikel-partikel yang terbawa bergerak sesuai pola aliran dari bagian hulu ke bagian hilir saluran.

Pada kecepatan tinggi, semakin banyak partikel yang tertahan dan lubang gerusan akan bertambah baik ukuran maupun kedalamannya. Lubang gerusan yang terjadi pada saluran sungai merupakan hubungan antara kedalaman dan waktu (Gambar 1) dan hubungan antara kedalaman gerusan dengan laju geser (Gambar 2). Dijelaskan lebih lanjut bahwa laju gerusan relatif konstan, meskipun terjadi peningkatan laju terkait angkutan sedimen baik masuk maupun keluar lubang gerusan.

Jadi rata-rata kedalaman abrasi pada kondisi seimbang (equilibrium abrasi dept), otomatis menjadi lebih kecil dengan semakin maksimalnya kedalaman abrasi. Keseimbangan kedalaman gerusan biasanya akan tercapai pada arus yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama.

Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Kedalaman Gerusan 1. Debit Aliran

  • Kedalaman Aliran
  • Kecepatan Geser dan Tegangan Geser
  • Diameter Ukuran Butir Sedimen

Pengaruh kedalaman gerusan dapat diabaikan untuk Yo/b yang lebih besar dari 2 hingga 3 dengan menggunakan data yang disediakan oleh Laursen dan Toch, yang menunjukkan persamaan kedalaman gerusan sebagai fungsi kedalaman aliran. Saluran terbuka yang mempunyai sedimen lepas disusun pada kemiringan tertentu sehingga terjadi aliran seragam pada debit yang berbeda-beda. Akibatnya pada debit rendah ketika kedalaman dan tegangan geser kecil maka partikel sedimen akan terhenti dan aliran menjadi merata.

Ketika debit meningkat secara bertahap, tercapai suatu tahap di mana beberapa partikel di dasar bergerak sebentar-sebentar. Di luar batas yang menandai permulaan pergerakan sedimen, kondisi kritis mempengaruhi desain saluran rawan erosi (saluran erotis) yang mengangkut air, dan sebenarnya mempengaruhi susunan endapan lumpur di waduk. Oleh karena itu, ada keuntungan dalam memahami secara cermat kondisi hidrolik yang memulai pergerakan pada lapisan yang mengandung sedimen dengan karakter yang diketahui.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar ukuran butir sedimen (b/d50), maka kedalaman gerusan semakin besar. Keadaan ini sudah tidak terlihat lagi pada w/d50= 50mm, kedalaman abrasi tidak lagi dipengaruhi oleh besar kecilnya butiran sedimen. Ettema menjelaskan, berkurangnya kedalaman gerusan pada ukuran butir sedimen yang relatif besar disebabkan karena butir sedimen yang besar menghalangi proses erosi di dasar lubang gerusan dan menghamburkan aliran energi ke zona erosi.

Aliran Pada Air Jernih 1. Bilangan Froude

  • Koefisien Kekasaran Dasar
  • Debit Aliran
  • Kecepatan Aliran Rata-rata
  • Persamaan Kedalaman Gerusan

Namun dapat dipastikan jika abutmen akhir direncanakan aman berdasarkan peninjauan terhadap bahan dasar yang tidak bersebelahan, maka hasil yang diperoleh cukup aman.

Tempat dan Waktu Penelitian

Objek Kajian

Bahan Penelitian

  • Pasir

Air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Laboratorium Hidrolika Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Kedalaman aliran air dibuat sama begitu pula debit aliran air juga dibuat sama pada saat percobaan, pasir dalam keadaan diam sehingga tercapai kondisi aliran tanpa transpor sedimen (gerusan air jernih). Model penyangga jembatan yang digunakan untuk memvisualisasikan substruktur jembatan yang terletak pada kedua ujung jembatan terbuat dari bahan fiberglas yang berfungsi sebagai pemikul seluruh beban hidup, beban tumbukan, beban sekunder, beban khusus dan beban mati pada jembatan.

Tabel 1. Hasil Penelitian Gerusan Lokal Dua Abutmen Jarak 2 Dp
Tabel 1. Hasil Penelitian Gerusan Lokal Dua Abutmen Jarak 2 Dp

Alat Penelitian

Stopwatch merupakan alat yang digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan untuk memperoleh data dalam penelitian. Dalam penelitian ini stopwatch digunakan untuk menentukan waktu pengukuran kedalaman abrasi selama penelitian dijalankan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengamati abrasi yang terjadi pada masing-masing model abutmen hingga abrasi stabil.Percobaan dilakukan sebanyak lima kali.

Data yang diambil adalah pada saat jarak abutmen 2Dp, saat jarak abutmen 3Dp, saat jarak abutmen 4Dp, saat jarak abutmen 5Dp, dan saat jarak abutmen 6Dp. Data abrasi diambil dengan mencatat hasil pengukuran kedalaman yang terjadi di sekitar titik abutment jembatan.

Gambar 8. Point Gauge  7.  Stopwatch
Gambar 8. Point Gauge 7. Stopwatch

Pelaksanaan Penelitian

  • Tahap Persiapan

Bahan dasar yang telah disiapkan dituangkan ke dalam saluran dari ujung atas balok kayu sampai ke ujung. pada balok kayu ke bawah. Variasi penempatan kedua jarak tersebut dengan mengukur kedalaman gesekan di sekitar abutmen untuk masing-masing model kedua jarak antar abutmen dibagi menjadi 5 jenis variasi seperti terlihat pada tabel berikut. Tipe (a) Jarak antar abutmen (b) Jarak 2Dp 2x panjang model abutmen Jarak 3Dp 3x panjang model abutmen Jarak 4Dp 4x panjang model abutmen Jarak 5Dp 5x panjang model abutmen Jarak 6Dp 6x panjang model abutmen.

Fase ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan acuan awal besarnya gerusan yang terjadi di sekitar aburment tanpa adanya pergerakan sedimen dasar. Fase lari ini dilakukan dengan menggunakan jenis abutmen yang disebutkan dalam prosedur persiapan lari di atas, setelah itu berbagai kedalaman aliran yang terbentuk di sekitar abutmen diukur. Kedalaman proses gerusan di sekitar abutmen diamati dan dicatat dalam selang waktu yang telah ditentukan yaitu 120 menit, dengan rincian 0 – 60 menit dicatat pada interval 5 menit, dan 60 – 120 menit dicatat pada interval 10 menit. .

Pada 120 menit ketika kedalaman pembersihan mencapai maksimum atau relatif stabil, pompa dimatikan. g) Pengamatan korosi pada kondisi air bersih. Fase ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan acuan awal besarnya gerusan yang terjadi di sekitar abutment pada kondisi tanpa pergerakan sedimen. Setelah dilakukan pengamatan gerusan pada kondisi air jernih, salah satu abutmen dipindahkan ke jarak yang telah ditentukan (jarak antara 2 abutmen pada model yang lain) dipasang kembali pada saluran, dan pasir ditempatkan kembali pada jarak yang sama. tinggi 10 cm. i) Permukaan saluran diratakan kembali.

Setelah selesai pemasangan model abutment, padatkan pasir dan lakukan percobaan kembali sesuai jarak abutment yang direncanakan. dan ratakan kembali permukaan pasir setinggi 10 cm. j) Analisis hasil.

Tabel 2. Variasi Jarak Model Dua Abutmen
Tabel 2. Variasi Jarak Model Dua Abutmen

Alur Penelitian

Hasil Pengamatan

Pembahasan

  • Variasi Penempatan Jarak Abutmen a) Jarak Abutmen 2Dp
  • Jarak Efektif Dua Abutmen Jembatan
  • Variasi Gabungan Penempatan Jarak Abutmen

Berdasarkan pengamatan pemodelan abutmen dengan jarak abutmen 2 Dp terlihat bahwa gerusan maksimum terjadi pada bagian hulu abutmen setelah waktu 55 menit dengan kedalaman gerusan -8 mm. Pengukuran ini dilakukan dengan alat yang disebut spot gauge yang berfungsi mengukur kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar abutment. Berdasarkan hasil pengukuran titik kedalaman gerusan, diperoleh gambar kontur isometri seperti terlihat pada gambar di atas.

Gerusan yang terjadi pada pemodelan ini mempunyai kedalaman gerusan yang sama dengan abutment dengan jarak 2 Dp. Kedalaman pengamplasan maksimal pada abutment dengan jarak abutment 3 Dp adalah -8 mm, hasilnya sama dengan kedalaman pengamplasan maksimal pada model abutment dengan jarak 2 Dp yaitu -8 mm. Dengan mengamati pemodelan abutmen dengan jarak abutmen 4 Dp terlihat abrasi maksimum terjadi pada bagian hulu abutmen pada menit ke 15 dengan kedalaman abrasi -8 cm.

Setelah 15 menit aliran mulai stabil atau mencapai titik setimbang, yang mengakibatkan gerusan yang terjadi di sekitar abutment jembatan lokal menjadi semakin kecil bahkan tidak lagi mengalami peningkatan kedalaman gerusan. Setelah 10 menit aliran mulai stabil atau telah mencapai titik keseimbangan, yang mengakibatkan gerusan yang terjadi di sekitar abutment jembatan lokal menjadi semakin kecil bahkan tidak lagi mengalami peningkatan kedalaman gerusan. Berdasarkan hasil pengukuran dengan titik pengukur kedalaman goresan, diperoleh gambar kontur isometri seperti terlihat pada gambar di atas.

Berdasarkan pengamatan pemodelan abutmen dengan jarak abutmen 6 Dp diperoleh bahwa gerusan maksimum terjadi pada bagian hulu abutmen setelah waktu 50 menit dengan kedalaman gerusan -8 mm. Berdasarkan hasil pengukuran titik kedalaman gerusan, diperoleh gambar kontur isometri seperti terlihat pada gambar di atas. Berikut grafik gabungan kedalaman gerusan maksimum (Y/Ymax) kelima model dengan waktu untuk debit yang sama yaitu (Q)= 0,908 lt/detik.

Gambar 13. Hubungan Kedalaman Gerusan Maximum Terhadap Waktu  Pada Model Abutmen Jarak 2Dp
Gambar 13. Hubungan Kedalaman Gerusan Maximum Terhadap Waktu Pada Model Abutmen Jarak 2Dp

Kesimpulan

Saran

Untuk memperoleh hasil yang sempurna, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap gerusan lokal dan pengaruh jarak antar dua abutmen. Namun dipastikan dengan memberikan jarak atau jarak antar abutmen dapat mengurangi kedalaman gerusan di sekitar jembatan. Joko Nugroho, dkk (2011) “Perbandingan gerusan lokal yang terjadi di sekitar abutment dinding vertikal tanpa sayap dan dengan sayap pada saluran lurus, tikungan 90° dan 180° (studi laboratorium)”.

Analisis Abrasi Lokal di Sekitar End Cap Setengah Lingkaran dengan Ambang Batas Perlindungan pada Froud Number (Fr) 0.2”.

Tabel 3. Kedalaman Profil Gerusan Dengan Jarak Dua Abutmen 2Dp
Tabel 3. Kedalaman Profil Gerusan Dengan Jarak Dua Abutmen 2Dp

Gambar

Gambar 2. Hubungan Kedalaman Gerusan Dengan Kecepatan Geser  (Breuses dan raudkivi, 1991)
Gambar 1. Hubungan Kedalaman Gerusan Dengan Waktu  (Breuses dan raudkivi, 1991)
Gambar 3. Pasir
Tabel 1. Hasil Penelitian Gerusan Lokal Dua Abutmen Jarak 2 Dp
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Perlu dilaksanakan penelitian dengan bentuk pilar yang lebih variatif agar mendapatkan perbandingan kedalaman gerusan lokal dari setiap bentuk pilar dan

Dari hasil pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa penggunaan sayap pada pilar dapat mengurangi gerusan di hulu pilar satu dan di hilir pilar dua dan jarak antara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perkuatan tanah pasir yang menggunakan geogrid dengan variasi panjang pondasi (L/B) dan variasi jarak antar

1) Model pilar diletakkan di tengah flume dan di hulu aliran juga diletakkan tirai yang diberi jarak yang sudah direncanakan kemudian diatur dengan material pasir dalam

Sama halnya dengan pilar tanpa tirai maupun pilar dengan 1 baris lurus, pada pilar dengan 1 baris lengkung mengalami gerusan maksimum pada menit 10, keadaan tersebut stabil

Dari perbandingan pola gerusan pada grafik hubungan kedalaman gerusan di titik B diketahui bahwa pada pilar yang menggunakan variasi tirai segitiga lurus dapat mengurangi

Dari hasil pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa penggunaan sayap pada pilar dapat mengurangi gerusan di hulu pilar satu dan di hilir pilar dua dan jarak antara

Dari perbandingan pola gerusan pada grafik hubungan kedalaman gerusan di titik A diketahui bahwa pada pilar yang menggunakan variasi tirai sejajar 3 baris lurus