• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bentuk Pilar Terhadap Penggerusan Lokal Di Sekitar Pilar Jembatan Dengan Model Dua Dimensi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Bentuk Pilar Terhadap Penggerusan Lokal Di Sekitar Pilar Jembatan Dengan Model Dua Dimensi."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

viii Universitas Kristen Maranatha

PENGARUH BENTUK PILAR TERHADAP

PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN

DENGAN MODEL DUA DIMENSI

Vinia Kaulika Karmaputeri 0721065

Pembimbing: Endang Ariani, Ir., Dipl., H.E

ABSTRAK

Sungai mempunyai sifat yang dinamis yang dapat berubah dalam dimensi ruang dan waktu. Pada saat kondisi seimbang, aliran akan terganggu dengan adanya pilar jembatan dan akan membentuk kondisi seimbang lagi yang menyebabkan gerusan dasar. Gerusan di sekitar pilar jembatan disebabkan oleh adanya sistem pusaran. Penelitian ini akan mempelajari kedalaman gerusan lokal pada pilar jembatan.

Penelitian ini bertujuan supaya penggerusan yang terjadi di sekitar pilar sedangkal mungkin dan tidak membahayakan pilar itu sendiri. Penelitian menggunakan saluran terbuka model 2 dimensi yang berada di Laboratorium Hidraulika Universitas Kristen Maranatha dengan panjang saluran 9 m, lebar 1 m dan tinggi 0,62 m. Penelitian menggunakan 1 pilar dan 2 pilar yang berukuran 0,06 x 0,24 m. Ukuran dan model pilar mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Tison (1940). Bentuk pilar yang digunakan ada 3 jenis, yaitu tipe A berbentuk empat persegi panjang, tipe B berbentuk elips, dan tipe C berbentuk setengah lingkaran pada satu sisi dan lancip pada sisi lainnya. Material dasar saluran yang digunakan yaitu pasir Galunggung. Aliran tanpa mengandung pasokan sedimen (clear water flow). Pengujian dilakukan selama ±30 menit setelah aliran konstan dengan debit maksimum ±0,0310 m3/detik.

Pola gerusan memberi gambaran tentang gerusan lokal di sekitar pilar jembatan yang mungkin terjadi. Pola gerusan berupa kontur yang didapat dari hasil percobaan digambar setiap penurunan 1 cm. Kedalaman gerusan maksimum dengan menggunakan 1 pilar dan 2 pilar yang terjadi pada pilar tipe A yaitu 4,8 cm dan 6 cm. Kedalaman gerusan maksimum untuk pilar tipe B dengan menggunakan 1 pilar dan 2 pilar yaitu 3 cm dan 2,3 cm. Bentuk pilar yang terbaik adalah tipe C dengan kedalaman gerusan maksimum untuk 1 pilar dan 2 pilar yaitu 2,8 cm dan 1,5 cm.

(2)

ix Universitas Kristen Maranatha

THE EFFECT OF SHAPE PIER AGAINTS

LOCAL SCOURING AROUND BRIDGE PIER

WITH TWO DIMENSIONAL MODEL

Vinia Kaulika Karmaputeri 0721065

Advisor: Endang Ariani, Ir., Dipl., H.E

ABSTRACT

River has a dynamical characteristic which can change in time and place dimension. In balance condition, the bridge pier would disturb the flow, and the flow reaches a balance condition again after bed scouring. The scouring around bridge pier is caused by vortex system. These research would study the depth of scouring around the bridge pier.

This research is initited scouring occurs around the pier at the lowest scour and does not endanger the pier it self. The study uses two-dimensional model of an open channel in the hydraulics laboratory Maranatha Christian University with a channel length of 9 m, width 1 m and height 0,62 m. The study uses one pier and two piers measuring 0,06 m x 0,24 m. Size and pier model refers to research conducted by Tison (1940). Pier shape is used 3 types, there are type A rectangular, elliptical type B and type C formed a half circle on one side and tapered on the other side. Channel base material used is sand Galunggung. Flow used clear water flow. Tests performed for ± 30 minutes after a constant flow with a maximum discharge ± 0.0310 m3/second.

Scour pattern gives an overview of local scour around bridge piers which may occur. The scours pattern took the form of contour which obtained from the experimental results are drawn every decrease of 1 cm. The maximum scour depth using one pier and two piers that occur on the piers of type A are 4,8 cm and 6 cm. The maximum depth of scour for pier type B by using one pier and two piers, are 3 cm and 2,3 cm. The best pier shape is type C with a maximum depth of scour for the one pier and two piers are 2,8 cm and 1,5 cm.

(3)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Surat Keterangan Tugas Akhir ... ii

Surat Keterangan Selesai Tugas Akhir ... iii

Lembar Pengesahan ...iv

Pernyataan Orisinalitas Laporan Tugas Akhir ... v

Kata Pengantar ... vi

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 2

1.4 Sistematika Penulisan ... 3

1.5 Diagram Alir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Gerusan ... 5

2.2 Mekanisme gerusan lokal ... 6

2.3 Faktor Penggerusan ... 9

2.3.1 Gradasi Sedimen ... 9

2.3.2 Ukuran Pilar ... 10

2.3.3 Kedalaman Aliran ... 10

2.3.4 Bentuk Pilar ... 11

2.3.5 Arah Pilar ... 11

2.3.6 Kecepatan Aliran ... 12

(4)

xi Universitas Kristen Maranatha

2.5 Debit Aliran ... 13

2.6.Analisis Ayak ... 14

2.6.1 Standar Acuan ... 14

2.6.2 Maksud dan Tujuan ... 14

2.6.3 Tata Cara Perhitungan Analisis Ayak ... 14

2.7 Atterberg Limit ... 16

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum ...17

3.2 Perencanaan Model Pilar ... 19

3.3 Analisis Ayak ... 22

3.4 Lengkung Debit Thompson ... 24

3.5 Penggerusan Lokal di Sekitar Pilar Tipe A ... 26

3.6 Penggerusan Lokal di Sekitar Pilar Tipe B ... 31

3.7 Penggerusan Lokal di Sekitar Pilar Tipe C ... 36

BAB IV HASIL ANALISIS PENELITIAN 4.1 Analisis Ayak ... 41

4.2 Lengkung Debit Thompson ... 42

4.3 Kedalaman Gerusan Maksimum ... 43

4.4 Pola Gerusan ... 44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

(5)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kegagalan struktur jembatan akibat penggerusan ... 1

Gambar 1.2 Diagram alir penelitian ... 4

Gambar 2.1 Hubungan antara kedalaman gerusan dengan waktu ... 7

Gambar 2.2 Mekanisme gerusan akibat pola aliran air di sekitar pilar ... 8

Gambar 2.3 Pola aliran dan gerusan lokal di sekitar pilar ... 9

Gambar 2.4 Bentuk gerusan untuk pilar searah aliran dan pilar bersudut ... 12

Gambar 2.5 Alat ukur Thompson ... 13

Gambar 3.8 Mesin pengguncang ... 23

Gambar 3.9 Contoh tanah yang sudah ditimbang ... 24

Gambar 3.10 Meteran taraf ... 25

Gambar 3.11 Pintu air ... 25

Gambar 3.12 Pasir pada saluran ... 27

Gambar 3.13 Pilar A1 pada saluran ... 28

Gambar 3.14 Rip-rap ... 28

Gambar 3.15 Aliran air pada saluran untuk pilar A1 ... 29

Gambar 3.16 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe A1 ... 29

Gambar 3.17 Tampak atas pilar tipe A2 ... 30

Gambar 3.18 Posisi pilar A2 ... 30

Gambar 3.19 Aliran air pada saluran untuk pilar A2 ... 31

Gambar 3.20 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe A2 ... 31

Gambar 3.21 Pilar B1 pada saluran ... 33

Gambar 3.22 Aliran air pada saluran untuk pilar B1 ... 33

Gambar 3.23 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe B1 ... 34

(6)

xiii Universitas Kristen Maranatha

Gambar 3.25 Posisi pilar B2 ... 35

Gambar 3.26 Aliran air pada saluran untuk pilar B2 ... 35

Gambar 3.27 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe B2 ... 36

Gambar 3.28 Pilar C1 pada saluran ... 37

Gambar 3.29 Aliran air pada saluran untuk pilar C1 ... 37

Gambar 3.30 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe C1 ... 38

Gambar 3.31 Tampak atas pilar tipe C2 ... 39

Gambar 3.32 Posisi pilar C2 ... 39

Gambar 3.33 Aliran air pada saluran untuk pilar C2 ... 39

Gambar 3.34 Kontur gerusan lokal di sekitar pilar tipe C2 ... 40

Gambar 4.1 Kurva distribusi ukuran butir ... 43

Gambar 4.2 Lengkung debit Thomposon ... 47

Gambar 4.3 Pola gerusan pilar tipe A1 ... 50

Gambar 4.4 Pola gerusan pilar tipe A2 ... 50

Gambar 4.5 Pola gerusan pilar tipe B1 ... 51

Gambar 4.6 Pola gerusan pilar tipe B2 ... 51

Gambar 4.7 Pola gerusan pilar tipe C1 ... 52

(7)

xiv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil penelitian Tison pada tahun 1940 ... 13

Tabel 2.2 Nilai tipikal Atterberg limit untuk tanah ... 16

Tabel 3.1 Peralatan yang digunakan untuk analisis ayak ... 22

Tabel 3.2 Peralatan yang digunakan untuk debit Thompson ... 24

Tabel 3.3 Peralatan yang digunakan untuk penggerusan lokal ... 26

Tabel 3.4 Bahan yang digunakan untuk penggerusan lokal pilar tipe A ... 27

Tabel 3.5 Bahan yang digunakan untuk penggerusan lokal pilar tipe B ... 32

Tabel 3.6 Bahan yang digunakan untuk penggerusan lokal pilar tipe C ... 36

Tabel 4.1 Analisis ayak ... 41

Tabel 4.2 Klasifikasi tanah ... 45

Tabel 4.3 Debit Thompson ... 46

(8)

xv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR NOTASI

(a) : Ayakan no. (a) (b) : Ayakan no. (b) (c) : Ayakan no. (c)

c : Koefisien aliran (1,39) W1 : Berat wadah

W2 : Berat wadah + tanah kering W3 : Berat tanah kering

CC : Koefisien gradasi CU : Koefisien keseragaman

D10 : Diameter butir yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan (mm) D30 : Diameter butir yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan (mm) D60 : Diameter butir yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan (mm) Fi : Persentase lolos saringan no. i

Ri : Persentase kumulatif tertahan saringan no. i Q : Debit aliran (m3/detik)

α : Sudut pada alat ukur Thompson (90°)

(9)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai sebagai salah satu daerah aliran tidak terlepas dari pengaruh gerusan karena aliran pada sungai disertai dengan angkutan sedimen. Aliran air pada suatu sungai mempunyai energi sehingga mampu mengangkut sedimen. Sebagai konsekuensi dari angkutan sedimen tersebut maka terjadi proses gerusan.

Kebutuhan akan adanya fasilitas jembatan yang memadai merupakan kondisi yang hendak dicapai. Jembatan merupakan struktur yang melintasi sungai sehingga memungkinkan kendaraan, kereta api maupun pejalan kaki melintas dengan lancar dan aman. Jembatan dapat dikatakan mempunyai fungsi keseimbangan (balancing) sistem transportasi karena jembatan akan menjadi pengontrol volume dan berat lalu lintas yang dapat dilayani oleh sistem transportasi. Adapun fungsi dari jembatan untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan - rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai saluran irigasi.

Problematika yang sudah sering kali ditemui pada jembatan melintang sungai adalah kurang berfungsinya struktur bawah jembatan (fondasi, pilar, pangkal/abutment) dalam menopang jembatan. Pada beberapa kasus, hal ini berujung pada keruntuhan jembatan. Ancaman terhadap keamanan struktur bawah jembatan sering kali bersumber pada dinamika sungai, khususnya dinamika dasar sungai di sekitar fondasi dan pilar jembatan. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.1

(10)

2 Universitas Kristen Maranatha

Penyebab utama dari rusaknya jembatan adalah pilar jembatan yang tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kurang berfungsinya pilar jembatan tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh adanya proses gerusan lokal yang terjadi pada dasar sungai yang perlahan – lahan dapat membahayakan konstruksi jembatan secara keseluruhan. Gerusan lokal pada aliran tanpa sedimen terjadi apabila kecepatan air rata – rata lebih kecil daripada kecepatan ambang yang dapat menyebabkan sedimen bergerak (sediment entrainment). Aliran yang terjadi pada sungai biasanya disertai proses penggerusan/erosi dan endapan sedimen/deposisi. Proses penggerusan yang terjadi dapat diakibatkan karena kondisi morfologi sungai dan adanya bentuk pilar yang menghalangi aliran. Bangunan seperti pilar jembatan dapat merubah pola aliran, sehingga secara umum dapat menyebabkan terjadinya gerusan lokal. Penelitian tentang pola gerusan di sekitar pilar dengan variasi bentuk pilar dilakukan untuk mempelajari pengaruh pola gerusan dan besarnya kedalaman gerusan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat bahwa penambahan kedalaman gerusan pada menit-menit awal terjadi sangat cepat dengan kedalaman gerusan bertambah seiring dengan lama waktu pengamatan dan selanjutnya besarnya penambahan kedalaman gerusan semakin kecil setelah mendekati kondisi keseimbangan (equilibrium scour depth).

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bentuk pilar yang paling efektif. 2. Untuk mempelajari penggerusan lokal di sekitar pilar.

(11)

3 Universitas Kristen Maranatha 1.3 Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian menggunakan saluran terbuka model 2 dimensi yang berada di Laboratorium Hidraulika, Universitas Kristen Maranatha.

2. Pengujian menggunakan 1 pilar dan 2 pilar

3. Pilar terbuat dari kayu mahoni yang diberi lapisan cat.

4. Bentuk pilar yang pertama yaitu empat persegi panjang, bentuk pilar kedua yaitu elips, dan ketiga berbentuk setengah lingkaran pada satu sisi dan lancip pada sisi lainnya.

5. Mengalirkan debit maksimum ±0,0310 m3/detik

6. Ukuran dan model pilar mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Tison dengan ukuran pilar 0,06 m x 0,24 m.

7. Pengolahan data hasil penelitian di Laboratorium Hidraulika, Universitas Kristen Maranatha.

8. Gambar hasil dari penelitian di Laboratorium Hidraulika, Universitas Kristen Maranatha.

9. Arah pilar sejajar aliran.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian ini berdasarkan urutan kegiatan yang dibagi menjadi beberapa bab, sehingga dapat memberikan pengertian yang jelas dan mudah untuk dipahami, yaitu:

Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang Latar Belakang, Maksud dan Tujuan Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Sistematika Penulisan dan Diagram Alir Penelitian.

Bab II Tinjauan Literatur, menguraikan tentang dasar teori penelitian, dan rumusan-rumusan yang digunakan.

Bab III Metodologi Penelitian, menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan, data-data yang digunakan dalam penelitian, dan data hasil dari penelitian.

Bab IV Hasil Analisis Penelitian, menguraikan tentang hasil penelitian.

(12)

4 Universitas Kristen Maranatha 1.5 Diagram Alir Penelitian

TIDAK

YA

Gambar 1.2 Diagram Alir Penelitian MEMBUAT LENGKUNG

DEBIT THOMPSON

MENENTUKAN DEBIT

ALIRAN MULAI

PERENCANAAN MODEL PILAR

Selesai

PENGUJIAN PENGGERUSAN

TERHADAP PILAR

GAMBAR PENGGERUSAN

PENGGERUSAN

DANGKAL

PENGUJIAN PENGGERUSAN

TERHADAP PILAR

GAMBAR PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR

PILAR

MODIFIKASI BENTUK PILAR PENGISIAN PASIR DI

(13)

53 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

 Bentuk pilar berpengaruh terhadap kedalaman gerusan. Dalam percobaan penggerusan lokal yang dilakukan, bentuk pilar B dan C mempunyai kedalaman gerusan yang lebih dangkal dibanding dengan pilar A. Hal ini membuktikan bahwa bentuk muka pilar yang dibulatkan dapat mengurangi kedalaman gerusan lokal dibanding dengan bentuk muka pilar yang empat persegi panjang.

 Pada pilar tipe A dengan bentuk empat persegi panjang menghasilkan gerusan yang sangat dalam, yaitu 4,8 cm untuk 1 pilar, dan 6 cm untuk 2 pilar.

 Pilar B yang berbentuk elips menghasilkan gerusan yaitu 3 cm untuk 1 pilar, 2,3 cm untuk 2 pilar.

 Bentuk pilar yang terbaik adalah pilar tipe C dengan kedalaman gerusan yang sangat dangkal dan tidak akan membahayakan pilar itu sendiri. Gerusan yang terjadi pada pilar tipe C dengan bentuk setengah lingkaran pada udik dan elips di hilir menghasilkan kedalaman gerusan 2,8 cm untuk 1 pilar, 1,5 cm untuk 2 pilar.

5.2 Saran

(14)

54 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

1. Breusers, H.N.C., 1977, Local Scour Around Cylindrical Piers, Journal of Hydraulic Research 15(3) pp. 211-252.

2. Breuser, H.N.C. dan Raudkivi, A.J., 1991, Scouring, IAHR Hydraulic Structure Design Manual., AA Balkema, Rotterdam.

3. Lajuardy, 2011, Pengaruh Pola Aliran dan Penggerusan Lokal di Sekitar Pilar Jembatan Dengan Model Dua Dimensi, Universitas Kristen

Maranatha, Bandung

4. Melville, B.W. dan Coleman, S.E., 2000., Bridge Scour, Water Resources Publications, LLC, Colorado.

Gambar

Gambar 1.1 Kegagalan struktur jembatan akibat penggerusan
GAMBAR PENGGERUSAN LOKAL DISEKITAR

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian, Pondok Pesantren Amanatul Ummah merupakan pondok pesantren yang dengan tekun dan konsisten mengajarkan kitab Ta’lim al – Muta’allim kepada murid – muridnya untuk

Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Good corporate governance dan profitabilitas secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan

Pada matakuliah keterampilan berbicara baik tingkat dasar maupun tingkat lanjut mahasiswa diharapkan mampu mengungkapkan ide/pikiran/pendapat secara lisan dalam bahasa

1) LPDB-KUMKM beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (“Kementerian KUKM”) untuk tujuan mengelola dana bergulir bagi KUMKM yang

seperti yang dikutip oleh Taylor (1991) menemukan kemungkinan variasi dari kedua strategi coping tersebut, sehingga memunculkan adanya delapan strategi coping,

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan latar belakang masalah tersebut, yang menggambarkan bahwa pengeluaran orang tua untuk biaya sekolah anaknya masih terbilang

Ketidakpatuhan pajak dapat disebabkan karena adanya penerapan sanksi pajak yang dinilai tidak efektif sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap para penunggak pajak

Maka sukalah saya menyarankan kepimpinan BKSU untuk turut memberi komitmen berterusan terhadap inisiatif sokongan seperti acara pada petang ini yang menyumbang