Web Jurnal:
http://ejournal.kemenperin.go.id/jli
Jurnal Litbang Industri
│ p-ISSN: 2252-3367 │ e-ISSN: 2502-5007 │
Pengaruh ukuran pori filter pada penyaringan ekstrak daun gambir dan lama pemanasan terhadap hasil sediaan pewarna tekstil serta aplikasinya dalam mewarnai kain katun
Effect of filter pore size on filtering gambier leaf extract and heating time on the results of textile dye and its application in dyeing of cotton fabrics
F. Failisnur* dan Sofyan Sofyan
Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Padang
Jalan Raya LIK No. 23 Ulu Gadut, Padang, Sumatera Barat, Indonesia
* e-mail: [email protected]
INFO ARTIKEL ABSTRAK
Sejarah artikel: Pemanfaatan pewarna alam dalam mewarnai tekstil memerlukan beberapa tahapan proses yang cukup panjang sehingga menjadi kelemahannya dibandingkan pewarna sintetis yang langsung siap pakai. Pengembangan gambir dalam bentuk pewarna siap pakai mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Pembuatan pewarna dari ekstrak daun gambir dilakukan melalui variasi perlakuan ukuran pori filter saat penyaringan (100, 200, 400 mesh) dan lama pemanasan (10, 30, 50 menit). Pewarna yang diperoleh memiliki rendemen, pH dan kadar tanin rata-rata 95,88%; 3,56; dan 20,89%. Setelah diaplikasikan untuk mewarnai kain katun diperoleh hasil optimal pada perlakuan ukuran pori filter 400 mesh dengan lama pemanasan 30 menit. Dari hasil pengujian diperoleh intensitas warna kain yang diwarnai adalah 10,9184, arah warna hijau kehitaman (L*, a*, b* berturut-turut 35,04; 4,60 dan 13,74). Pengujian ketahanan luntur warna pada pencucian dengan perubahan warna bernilai kurang sampai cukup (2-3), penodaan warna terhadap kain lain bernilai baik sampai sangat baik (4-5), dan terhadap gosokan dan sinar matahari bernilai baik sampai sangat baik (4 - 5).
Diterima:
04 Mei 2023 Direvisi:
23 Juni 2023 Diterbitkan:
30 Juni 2023 Kata kunci:
ekstrak daun gambir;
intensitas warna;
kain katun;
ketahanan luntur warna;
pewarna
ABSTRACT
Keywords: The use of natural dyes in dyeing textiles requires several long stages of the process which is a weakness compared to synthetic dyes which are ready to use immediately.
Gambir in the form of ready-to-use dyes has a good prospects for development. Dye production from gambir leaf extract was carried out through various treatments of filter pore size (100, 200, 400 mesh) and heating time (10, 30, 50 minutes). The dyes obtained had an average yield of 95.88%, were acidic with pH 3.56, and an average tannin content of 20.89%. After being applied to dye cotton cloth, optimal results were obtained in the treatment of 400 mesh filter pore size with 30 minutes of heating time. From the test results, it was found that the color intensity of the dyed cloth was 10.9184, the direction of the color was blackish green (L*, a*, b* respectively 35.04; 4.60 and 13.74).
Color fastness to washing with discoloration was low to moderate (2-3), color staining to other fabrics was good to very good (4 – 5), and color fastness to rubbing and sunlight was good to very good (4-5).
gambier leaf extract;
color intensity;
cotton fabrics;
color fastness;
dyes
© 2023 Penulis. Dipublikasikan oleh Baristand Industri Padang. Akses terbuka dibawah lisensi CC BY-NC-SA
1. Pendahuluan
Penggunaan gambir sebagai pewarna alami pada produk tekstil telah dikembangkan oleh BSPJI Padang sejak tahun 2005. Kandungan tanin yang cukup tinggi pada gambir merupakan potensi pewarna yang baik
terhadap kain polosan, kain batik dan benang tenun (Atika et al., 2016; Failisnur et al., 2017, 2018; Failisnur and Sofyan, 2019, 2016; Sofyan et al., 2015). Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa pewarna alam gambir memberikan intensitas dan ketahanan luntur warna yang lebih baik dibandingkan dengan pewarna
alam dari kayu secang dan kulit jengkol (Failisnur et al., 2019; Sofyan et al., 2018).
Produk tekstil yang menggunakan pewarna alami memiliki nilai ekonomi dan nilai jual yang tinggi, ramah lingkungan dan warna tekstil yang dihasilkan lebih lembut, etnik, dan eksklusif. Trend fashion dengan warna alam meningkat dengan adanya laporan bahaya toksik penggunaan pewarna sintetis pada produk tekstil (Baaka et al., 2016; Rossi et al., 2016; Yusuf et al., 2016). Optimalisasi pemanfaatan tanaman sumber pewarna potensi lokal merupakan langkah strategis dalam pengembangan industri tekstil karena ketersediaan bahan baku yang stabil dan bukan produk musiman, salah satunya adalah gambir.
Pemanfaatan gambir atau pewarna alam lainnya dalam mewarnai tekstil, memerlukan beberapa tahapan proses yang cukup Panjang yaitu ekstraksi bahan pewarna, penyaringan, pencelupan berulang, pengeringan, penguncian warna (fiksasi) dan finishing.
Banyaknya tahapan proses yang dilalui menjadi kelemahan dari pewarna alam dibandingkan pewarna sintetis yang langsung siap pakai.
Inovasi dan pengembangan gambir dalam bentuk sediaan pewarna telah dilakukan (Sofyan et al., 2020).
Pembuatan sediaan pewarna berasal dari gambir asalan yang dicampur langsung dengan zat mordan FeSO4 dan dapat diaplikasikan langsung pada kain katun tanpa proses fiksasi dan pencelupan berulang dengan ketahanan luntur warna yang bervariasi dari cukup sampai sangat baik (3-5). Hal ini dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan.
Proses penambahan mordan secara bersamaan ini disebut dengan simultan (meta) mordanting. Metode simultan mordanting telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya (Janani et al., 2014; Kumaresan, 2013; Moiz et al., 2010; Punrattanasin et al., 2013).
Selanjutnya (Sofyan et al., 2020) melaporkan hasil penelitian pembuatan sediaan pewarna gambir melalui metode simultan mordanting, namun zat mordan ditambahkan langsung pada penyiapan zat warna.
Selanjutnya sediaan pewarna ini diaplikasikan dalam mewarnai kain katun dengan hasil ketahanan luntur warna kain memberikan nilai cukup sampai sangat baik.
Proses ini memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan penelitian sebelumnya dimana proses simultan mordanting dilakukan pada saat pencelupan zat warna gambir dengan kain katun yang menghasilkan ketahanan luntur warna dengan nilai cukup sampai sangat baik (Failisnur et al., 2018).
Gambir asalan merupakan produk yang dihasilkan dari ekstrak daun dan ranting muda tanaman gambir melalui proses pemanasan menjadi ekstrak daun gambir yang kemudian dilakukan pengendapan, pengepresan dan pengeringan. Pembuatan sediaan pewarna yang dihasilkan dari ekstraksi daun gambir menjadi lebih efisien dengan pemotongan rantai proses yang lebih pendek baik dalam penyediaan zat warna gambirnya maupun dalam pengaplikasiannya pada pewarnaan tekstil.
Ukuran partikel zat warna dan lama pemanasan sangat berpengaruh terhadap hasil pewarnaan.
Penyaringan ekstrak gambir melalui filter dengan ukuran mesh yang berbeda diasumsikan akan menghasilkan
ukuran partikel yang berbeda juga. Semakin besar ukuran pori filter (mesh) akan menghasilkan ukuran partikel zat warna gambir yang lebih kecil (halus).
Menurut (Bechtold et al., 2007; Hou et al., 2008) menyatakan bahwa semakin kecil ukuran partikel dan semakin lama pemanasan akan menghasilkan kedalaman warna yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perbedaan ukuran pori filter pada penyaringan ekstrak daun gambir dan lama pemanasan terhadap hasil sediaan pewarna dan aplikasinya dalam mewarnai tekstil.
2. Metode
Bahan utama yang digunakan adalah ekstrak daun gambir dari petani gambir di daerah Siguntur Kecamatan Baruang-Baruang Balantai Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia; FeSO4 (tunjung) teknis sebagai mordan merk Brataco dari CV.
Bratachem dan kain katun dari PT. Primisima, Yogyakarta, Indonesia.
Peralatan proses yang digunakan diantaranya adalah filter 100, 200, dan 400 mesh, termometer; peralatan untuk pencelupan berupa bak celup dan alat uji intensitas warna menggunakan UV-Visible spectrophotometer (Premiere colorscan SS 6200, Navi Mumbai, India) serta alat uji ketahanan luntur warna menggunakan laudry meter, crock meter, grey scale dan staining scale.
2.1. Pelaksanaan
2.1.1. Pembuatan larutan pewarna
Larutan hasil ekstraksi tanaman gambir disaring guna memisahkan residu atau kotoran yang terbawa sewaktu proses pengempaan. Selanjutnya dilakukan filterisasi sesuai perlakuan (100, 200 dan 400 mesh). Ke dalam ekstrak daun gambir ditambahkan larutan mordan FeSO4 (tunjung) sebanyak 3% (Sofyan et al., 2020).
Proses pewarnaan tekstil dengan zat warna alam biasanya melalui beberapa tahapan. Tujuan penambahan FeSO4 pada ekstrak gambir adalah untuk membangkitkan warna sekaligus guna memangkas beberapa tahapan proses pewarnaan tekstil seperti proses fiksasi dan pencelupan dengan zat warna secara berulang. Pembuatan sediaan zat warna ini lebih efektif dan efisien dalam pengaplikasiannya dalam mewarnai tekstil.
Zat warna yang telah ditambahkan dengan mordan selanjutnya dipanaskan pada temperatur 70 °C dengan lama pemanasan sesuai perlakuan (10, 30 dan 50 menit).
Kemudian didinginkan, dicetak, dikeringkan dan dihaluskan.
2.1.2. Pencelupan kain dengan pewarna ekstrak daun gambir
Kain katun yang akan dicelup dengan pewarna direndam terlebih dahulu dalam air panas ±70 oC yang sudah ditambahkan deterjen 2 g/10 L air, selama 5-10 menit. Tujuan perendaman adalah untuk menghilangkan kanji ataupun kotoran lainnya dari kain katun.
Selanjutnya kain dibilas dengan air dingin mengalir
sampai bersih, lalu dikering anginkan hingga kadar airnya mencapai 25-30%. Kain dicelupkan ke dalam larutan pewarna dengan konsentrasi 5% (w/v) pada temperatur ±50 oC. Waktu pencelupan ditetapkan selama 10 menit. Kain yang sudah dicelup kemudian dikering anginkan. Pencelupan kain dilakukan sambil diaduk terus pada kondisi suhu dan waktu yang sama dengan tujuan agar diffusi zat warna ke dalam serat kain lebih optimum dan merata.
2.1.3. Pengujian
Karakterisasi pewarna ekstrak daun gambir
Pewarna ekstrak daun gambir yang dihasilkan adalah dalam bentuk bubuk. Pewarna dikarakterisasi beberapa parameter utama terkait fungsinya sebagai pewarna kain.
Karakterisasi pewarna yang dihasilkan meliputi rendemen, pH, kadar tanin dan kadar air.
Pengujian hasil pewarnaan
Hasil pewarnaan kain katun dengan menggunakan sediaan pewarna kemudian diuji intensitas warna, kecerahan, dan arah warna dengan metode CIE-Lab menggunakan “Premiere Colorscan” SS 6200. Uji ketahanan luntur warna dilakukan terhadap pencucian, gosokan dan sinar matahari menggunakan laundry meter, crock meter, grey scale, dan staining scale.
3. Hasil dan pembahasan
3.1. Karakteristik dan arah warna pewarna ekstrak daun gambir
Hasil pengamatan dan analisis pewarna gambir dengan perlakuan variasi ukuran penyaringan (mesh) dan waktu pemanasan (menit) pada 70 oC ditampilkan pada Tabel 1. Rendemen berkisar antara 94,90-96,90%
dengan rendemen rata-rata semua perlakuan adalah 96,10%. Lama pemanasan yang sama dengan ukuran penyaringan yang berbeda menghasilkan rendemen yang cenderung meningkat dengan bertambahnya ukuran penyaringan. Pada ukuran penyaringan yang sama dengan semakin lama pemanasan menghasilkan rendemen yang cenderung meningkat, kecuali pada penyaringan 400 mesh, terjadi penurunan rendemen pada lama pemanasan 50 menit.
pH larutan pewarna bersifat asam dengan pH rata- rata 3,56. Tabel 1 menunjukkan tingkat keasaman larutan pewarna untuk semua perlakuan tidak berbeda nyata. pH berpengaruh terhadap arah dan nilai koordinat warna kain hasil pencelupan, dimana pada suasana asam akan memberikan arah warna yang berbeda pada kain dibandingkan dalam suasana basa.
Kadar tanin pada ukuran penyaringan yang sama menunjukkan peningkatan dengan lamanya pemanasan.
Kadar tanin berkisar antara 15,92-28,19%. Semakin besar ukuran mesh penyaring dan semakin lama pemanasan menyebabkan kenaikan pada kadar tanin.
Tanin rata-rata pada ukuran mesh 100, 200 dan 400 mesh berturut-turut adalah 18,06%, 19,3%, dan 25,3%.
Sementara dengan waktu pemanasan 10, 30, dan 50 menit berturut-turut menghasilkan kadar tanin 14,09;
18,12%, 22,07% dan 22,48%, dimana terjadi
peningkatan kadar tanin dengan bertambahnya ukuran mesh dan lamanya pemanasan.
Tabel 1.
Karakteristik pewarna dari ekstrak daun gambir
Perlakuan Hasil
Filter (mesh)
Lama Pemanasan (menit)
Rendemen (%)
pH Tanin (%)
Kadar Air (%)
100
10 94,10 3,58 15,92 10,57
30 95,70 3,58 18,92 10,21
50 95,90 3,57 19,35 10,05
200
10 95,50 3,52 18,46 10,47
30 95,90 3,59 19,55 10,36
50 95,90 3,59 19,89 10,09
400
10 96,50 3,52 19,99 11,77
30 96,90 3,58 28,19 10,74
50 96,50 3,58 27,73 10,70
Analisis arah warna dari pewarna ekstrak daun gambir menggunakan nilai koordinat warna CIE 1976 (L*a*b*). Nilai koordinat warna pada ruang warna, yaitu L* (lightness/terang), serta a* (kemerahan/+ dan kehijauan/- dan b* (kekuningan/+ dan kebiruan/-).
Besarnya intensitas warna (K/S) dan nilai koordinat warna (L* a* b*) yang dimiliki kain hasil pewarnaan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2.
Intensitas warna (K/S) dan koordinat warna dari pewarna ekstrak daun gambir
Perlakuan
K/S L* a* b*
Filter (mesh)
Lama Pemanasan (menit)
100
10 3,8144 40,00 1,19 3,41
30 4,1510 40,24 1,20 3,52
50 4,1666 42,19 1,26 4,20
200
10 3,9152 40,32 1,01 2,72
30 4,2349 41,07 1,34 2,98
50 4,0156 41,96 1,98 3,47
400
10 3,9530 30,21 1,09 2, 19 30 4, 3774 40,29 1,24 2,72 50 4, 0849 39,12 1,16 2, 22 Terjadi kecenderungan peningkatan intensitas warna (K/S) dari sediaan dengan bertambahnya ukuran mesh penyaring dan lama pemanasan. Pewarna gambir berwarna semakin terang (L*) dengan berkurangnya ukuran mesh penyaring dan lama pemanasan, namun menurun setelah lama pemanasan 50 menit pada penyaringan 400 mesh. Arah warna kemerahan ataupun kekuningan rata-rata meningkat. Bila dilihat secara visual pewarna yang dihasilkan memiliki warna hijau kehitaman. Warna ini merupakan warna khas yang dihasilkan ketika menggunakan mordan FeSO4. Arah
warna yang sama dihasilkan pada penelitian zat warna cair dari limbah gambir menggunakan mordan FeSO4
yaitu hijau tua (Sofyan et al., 2020). Intensitas warna (K/S) paling tinggi dihasilkan pada perlakuan penyaringan 400 mesh dan lama pemanasan 30 menit yaitu 4,3774. Nilai ini masih lebih tinggi dari intensitas warna pada zat warna cair limbah gambir dengan nilai K/S menggunakan mordan FeSO4 5% yaitu 3,70 (Sofyan et al., 2020).
3.2. Pengujian hasil pewarnaan
3.2.1. Intensitas (K/S) dan koordinat warna kain celupan
Hasil pengamatan dan analisis arah warna, intensitas (K/S) dan nilai koordinat warna dari kain katun setelah dicelup dengan pewarna ekstrak daun gambir ditunjukkan pada Tabel 3. Secara visual, arah warna menunjukkan kehijauan sampai hijau kehitaman. Hasil
pencelupan kain katun dengan pewarna ekstrak daun gambir memperlihatkan bahwa semua perlakuan memiliki arah warna yang identik atau sama. Namun, dari uji spektrofotometri nilai K/S memberikan nilai yang cukup berbeda. Pada umumnya semua perlakuan memberikan nilai ketuaan warna yang lebih besar dari sampel target (standar) yaitu K/S=8,6784. Kain katun dengan intensitas warna paling tinggi yang secara visual memiliki warna paling tua diperoleh pada perlakuan penyaringan 400 mesh dan lama pemanasan 30 menit dengan nilai K/S 10,9184. Rata-rata intensitas warna dari semua perlakuan diperoleh 9,8652.
Tabel 3 memperlihatkan bahwa semakin besar ukuran mesh penyaring dan lama pemanasan menyebabkan nilai K/S hasil pewarnaan makin meningkat. Beberapa penelitian yang membahas tentang pengaruh pemanasan menyatakan hal yang sama (Hou et al., 2013; Pisitsak et al., 2016; Punrattanasin et al., 2013).
Tabel 3.
Intensitas (K/S) dan nilai koordinat warna kain hasil pencelupan Perlakuan
K/S L* a* b* Arah
Warna Penyaringan
(mesh)
Lama Pemanasan (menit)
100
10 8,6784 39,62 4,32 13,25
30 9,5945 38,88 4,33 13,64
50 10,2830 35,88 4,66 13,01
200
10 8,4730 39,38 4,42 13,23
30 9,7162 36,78 4,47 13,30
50 10,9078 35,63 4,55 13,54
400
10 9,5280 38,58 4,50 13,64
30 10,9184 35,04 4,60 13,74
50 9,9975 35,37 4,47 13,17
3.2.2. Ketahanan luntur warna kain
Ketahanan luntur warna terhadap pencucian 40 oC Hasil uji ketahanan luntur warna pada kain katun ditampilkan pada Tabel 4 dan 5. Perubahan warna saat pencucian untuk semua perlakuan memberikan nilai kurang sampai cukup (2-3). Artinya terjadi perubahan warna kain hasil pewarnaan akibat proses pencucian.
Sedangkan untuk penodaan terhadap kain putih jenis serat lainnya, hampir semua perlakuan memberikan nilai baik sampai sangat baik (4-5) (Tabel 4). Hal ini menandakan bahwa kain katun hasil pewarnaan
menggunakan pewarna ekstrak daun gambir tidak menodai kain putih dari jenis serat asetat, kapas, poliamida, poliester, akrilat dan wool saat pencucian dilakukan.
Hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ketahanan luntur warna benang katun yang diwarnai dengan gambir asalan terhadap perubahan warna saat pencucian 40 °C menunjukkan nilai yang bervariasi dari kurang sampai baik (2-4). Namun untuk nilai penodaan terhadap kain putih lainnya bernilai baik sampai sangat baik (4-5) (Failisnur and Sofyan, 2016). Nilai rata-rata ketahanan luntur warna pada pencucian 40 °C pada
penelitian ini sama dengan penelitian aplikasi zat warna cair limbah gambir pada kain katun yaitu 2-3 (Sofyan et al., 2020).
Ketahanan luntur warna terhadap sinar dan gosokan Perubahan warna terhadap gosokan dari kain katun dengan pewarna ekstrak daun gambir dilakukan secara langsung dan perubahan warna setelah 4 jam. Hasil pengamatan yang diperoleh memperlihatkan bahwa hampir tidak terjadi perubahan warna dari kain katun pada saat dilakukan gosokan maupun setelah 4 jam gosokan, dengan nilai rata-rata baik (4) untuk semua perlakuan (Tabel 5).
Pewarna alam ekstrak daun gambir rata-rata ketahanan luntur warnanya bernilai baik terhadap pengaruh sinar dan gosokan. Hasil yang sama dilaporkan pada penelitian pewarnaan kain menggunakan Sambucus
ebulus L (Dayioglu et al., 2015), Juglans regia L, (Jabli et al., 2017) dan pewarnaan dengan Brassica oleracea L. pada wol dan kain sutera (Haddar et al., 2018) yang menghasilkan ketahanan luntur warna terhadap gosokan atau penyeterikaan memberikan nilai baik sampai sangat baik (4-5).
Pada uji ketahanan luntur warna kain katun terhadap sinar matahari rata-rata memberikan nilai yang baik (4).
Artinya tidak terjadi perubahan atau penodaan warna yang berarti karena pengaruh sinar matahari. Hasil ini memberikan peluang yang cukup baik untuk pengembangan gambir sebagai pewarna tekstil, karena menurut Cristea and Vilarem (2006), kebanyakan pewarna alami memiliki ketahanan luntur yang rendah terhadap cahaya. Hal ini disebabkan pewarna alami mudah terdegradasi karena pengaruh sinar melalui fotooksidasi (Kesornsit et al., 2019).
Tabel 4.
Ketahanan luntur warna kain terhadap pencucian Perlakuan
Perubahan warna
Penodaan Warna Penyaringan
(mesh)
Lama Pemanasan (menit)
Asetat Kapas Poliamida Poliester Akrilat Wool
100
10 2-3 4 4 4 4-5 4-5 4-5
30 2-3 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
50 2-3 4 4 4-5 4-5 4-5 4-5
200
10 2-3 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
30 2-3 4-4 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
50 2-3 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
400
10 2-3 4-5 4 4-5 4-5 4-5 4-5
30 2-3 4-5 4 4-5 4-5 4-5 4-5
50 2-3 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
Tabel 5.
Ketahanan luntur warna kain terhadap sinar dan gosokan Perlakuan
sinar
gosokan Penyaringan
(mesh)
Lama Pemanasan (menit)
Kapas kering
Kapas basah
100
10 3-4 4-5 4
30 4 4-5 4-5
50 4 4 4
200
10 4 4 4
30 4 4 4
50 4 4-5 4
400
10 3-4 4-5 4-5
30 4 4-5 4
50 4 4-5 4
4. Kesimpulan
Pewarna tekstil yang dibuat dari ekstrak daun gambir melalui perlakuan ukuran pori filter saat penyaringan dan lama pemanasan memberikan pengaruh terhadap nilai intensitas warna (K/S), L*, a*, b* kain yang
diwarnai. Semakin besar ukuran mesh penyaring pada saat penyaringan ekstrak dan semakin lama pemanasan memperlihatkan kenaikan pada rendemen dan kadar tanin ekstrak gambir. Pada pengaplikasiannya dalam mewarnai kain katun, terjadi peningkatan nilai intensitas warna (K/S) dan ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan dan sinar matahari. Namun terjadi penurunan nilai pada hampir semua parameter uji pada ukuran penyaring 400 mesh dengan lama pemanasan 50 menit.
Ucapan terimakasih
Terima kasih disampaikan kepada Pimpinan dan staf terkait di Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Padang, Kementerian Perindustrian untuk bantuan pendanaan dan fasilitas penelitian serta dukungan kerjasamanya.
Daftar pustaka
Atika, V., Farida, Pujilestari, T., 2016. Kualitas pewarnaan ekstrak gambir pada batik sutera. Din.
Kerajinan dan Batik 25–32.
Baaka, N., Mahfoudhi, A., Haddar, W., Mhenni, M.F.,
Mighri, Z., 2016. Green dyeing process of modified cotton fibres using natural dyes extracted from Tamarix aphylla (L.) Karst. leaves. Nat. Prod. Res.
31, 22–31. https://doi.org/10.1080/
14786419.2016.1207072
Bechtold, T., Mahmud-Ali, A., Mussak, R., 2007.
Natural dyes for textile dyeing: A comparison of methods to assess the quality of Canadian golden rod plant material. Dye. Pigment.
Cristea, D., Vilarem, G., 2006. Improving light fastness of natural dyes on cotton yarn. Dye. Pigment. 70, 238–245. https://doi.org/10.1016/j.dyepig.
2005.03.006
Dayioglu, H., Kut, D., Merdan, N., Canbolat, S., 2015.
The effect of dyeing properties of fixing agent and plasma treatment on silk fabric dyed with natural dye extract obtained from Sambucus ebulus L. plant, in:
Social and Behavioral Sciences. Elsevier B.V., pp.
1609–1617. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.
2015.06.201
Failisnur, F., Sofyan, S., 2019. Karakteristik kain batik hasil pewarnaan menggunakan pewarna alam gambir (Uncaria Gambir Roxb). Pros. Semin. Nas. Has.
Litbangyasa Ind. II 2, 228–235.
Failisnur, F., Sofyan, S., Kasim, A., Angraini, T., 2018.
Study of cotton fabric dyeing process with some mordant methods by using gambier (Uncaria gambir Roxb) extract. Int. J. Adv. Sci. Eng. Inf. Technol. 8, 1098–1104. https://doi.org/10.18517/ijaseit.8.4.4861 Failisnur, F., Sofyan, S., Silfia, S., 2019. Ekstraksi kayu
secang (Caesalpinia sappan Linn) dan aplikasinya pada pewarnaan kain katun dan sutera . J. Litbang Ind. 9, 33–40. https://doi.org/10.24960/jli.
v8i2.5272.33-40
Failisnur, Sofyan, 2016. Pengaruh suhu dan lama pencelupan benang katun pada pewarnaan alami dengan ekstrak gambir (Uncaria gambir Roxb). J.
Litbang Ind. 6, 25–37. https://doi.org/
10.24960/jli.v6i1.716.25-37
Failisnur, Sofyan, Hermianti, W., 2017. Pemanfaatan limbah cair pengempaan gambir untuk pewarnaan kain batik. J. Litbang Ind. 7, 19–28.
https://doi.org/10.24960/jli.v7i1.2695.19-28
Haddar, W., Ben Ticha, M., Meksi, N., Guesmi, A., 2018. Application of anthocyanins as natural dye extracted from Brassica oleracea L. var. capitata f.
rubra: dyeing studies of wool and silk fibres. Nat.
Prod. Res. 32, 141–148. https://doi.org/
10.1080/14786419.2017.1342080
Hou, X., Chen, X., Cheng, Y., Xu, H., Chen, L., Yang, Y., 2013. Dyeing and UV-protection properties of water extracts from orange peel. J. Clean. Prod. 52, 410–419. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.
2013.03.004
Hou, X., Wei, L., Zhang, X., Wu, H., Zhou, Q., Wang, S., 2008. Dyeing properties to wool fabrics of catechu dye purified by micro-filtration membrane.
Res. J. Text. Appar. 12, 32–38.
https://doi.org/10.1108/RJTA-12-01-2008-B004 Jabli, M., Sebeia, N., Boulares, M., Faidi, K., 2017.
Chemical analysis of the characteristics of Tunisian
Juglans regia L. fractions: Antibacterial potential, gas chromatography–mass spectroscopy and a full investigation of their dyeing properties. Ind. Crops Prod. 108, 690–699. https://doi.org/10.1016/
j.indcrop.2017.07.032
Janani, L., Hillary, L., Phillips, K., 2014. Mordanting methods for dyeing cotton fabrics with dye from Albizia coriaria plant species. Int. J. Sci. Res. Publ. 4, 1–6.
Kesornsit, S., Jitjankarn, P., Sajomsang, W., Gonil, P., Bremner, J.B., Chairat, M., 2019. Polydopamine- coated silk yarn for improving the light fastness of natural dyes. Color. Technol. 135, 143–151.
https://doi.org/10.1111/cote.12390
Kumaresan, 2013. Comparison of fastness properties and colour strength of dyed cotton fabrics with eco- friendly natural dyes. Exp. 8, 483–489.
Moiz, A., Aleem Ahmed, M., Kausar, N., Ahmed, K., Sohail, M., 2010. Study the effect of metal ion on wool fabric dyeing with tea as natural dye. J. Saudi Chem. Soc. 14, 69–76. https://doi.org/10.1016/
j.jscs.2009.12.011
Pisitsak, P., Hutakamol, J., Thongcharoen, R., Phokaew, P., Kanjanawan, K., Saksaeng, N., 2016. Improving the dyeability of cotton with tannin-rich natural dye through pretreatment with whey protein isolate. Ind.
Crops Prod. 79, 47–56. https://doi.org/10.1016/
j.indcrop.2015.10.043
Punrattanasin, N., Nakpathom, M., Somboon, B., Narumol, N., Rungruangkitkrai, N., Mongkholrattanasit, R., 2013. Silk fabric dyeing with natural dye from mangrove bark (Rhizophora apiculata Blume) extract. Ind. Crops Prod. 49, 122–
129. https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2013.04.041 Rossi, T., Silva, P.M.S., De Moura, L.F., Araújo, M.C.,
Brito, J.O., Freeman, H.S., 2016. Waste from eucalyptus wood steaming as a natural dye source for textile fibers. J. Clean. Prod.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2016.12.109
Sofyan, S., Failisnur, F., Silfia, S., 2018. The effect of type and method of mordant towards cotton fabric dyeing quality using jengkol (Archidendron jiringa) pod waste . J. Litbang Ind. 8, 1–9.
https://doi.org/10.24960/jli.v8i1.3830.1-9
Sofyan, S., Failisnur, F., Silfia, S., Salmariza, S., Ardinal, A., 2020. Natural Liquid Dyestuff from Wastewater of Gambier Processing (Uncaria gambir Roxb) as Textile Dye. Int. J. Adv. Sci. Eng. Inf.
Technol. 10. https://doi.org/10.18517/
ijaseit.10.6.12891
Sofyan, S., Failisnur, F., Sy, S., 2015. Pengaruh perlakuan limbah dan jenis mordan kapur, tawas, dan tunjung terhadap mutu pewarnaan kain sutera dan katun menggunakan limbah cair gambir (. J. Litbang Indsutri 5, 79–89.
Yusuf, M., Khan, S.A., Shabbir, M., Mohammad, F., 2016. Developing a Shade Range on Wool by Madder (Rubia cordifolia) Root Extract with Gallnut (Quercus infectoria) as Biomordant. J. Nat. Fibers 14, 597–607. https://doi.org/10.1080/15440478.
2016.1240641