• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN DAUN JATI (Tectona grandis) SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI TEKSTIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN DAUN JATI (Tectona grandis) SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI TEKSTIL"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

M. MA’SUM AMIRUDIN NIM. 080 500 093

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

S A M A R I N D A

(2)

PEMANFAATAN DAUN JATI (Tectona grandis) SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI TEKSTIL

Oleh :

M. MA’SUM AMIRUDIN NIM. 080 500 093

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri

Samarinda

PROGRAM STUDITEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Karya Ilmiah : PEMANFAATAN DAUN JATI (Tectona grandis) SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI TEKSTIL

Nama : M. Ma’sum Amirudin

NIM : 080 500 093

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Jurusan : Teknologi Pertanian

Lulus ujian pada tanggal : ...

Lulus ujian pada tanggal : ………. Pembimbing,

Ir. Syafii, MP

NIP. 19700830 199703 1 001

Penguji,

Erina Hertianti S.Hut, MP

NIP. 19700503 199512 2 002

Menyetujui,

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Ir. Syafii, MP

NIP. 19700830 199703 1 001

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Teknologi Pertanian

Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP NIP. 19700830 199703 1 001

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD MA’SUM AMIRUDIN (080 500 093), Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis) Sebagai Zat Pewarna Alami Tekstil (di bawah bimbingan SYAFII).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah daun jati dapat dijadikan sebagai zat pewarna alami tekstil serta untuk melihat warna yang dihasilkan dari ekstraksi daun jati tersebut.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pembuatan zat warna alami untuk tekstil dari daun jati serta dapat mempelajari prosesnya, serta bagi masyarakat dapat memanfaatkan daun jati yang mempunyai nilai jual rendah menjadi produk yang lebih berguna sebagai zat warna alami untuk tekstil.

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengekstrak daun jati dengan cara memasak daun jati dengan menggunakan pelarut air sebanyak 5 liter sampai volume air berkurang menjadi setengah dari volume awal yaitu sebanyak 2,5 liter. Kain lalu direndam pada zat pewarna alami hasil ekstraksi dengan lama waktu perendaman yang berbeda yaitu selama 30 menit, 60 menit, dan 24 jam. Kemudian kain difiksasi menggunakan larutan tawas dan terakhir kain dicuci kemudian dikeringkan.

Dari penelitian ini diketahui bahwa daun jati dapat dijadikan sebagai zat pewarna alami dengan cara mengekstrak daun jati tersebut dan warna yang dihasilkan dari proses ekstraksi tersebut adalah ungu kecoklatan.

Lama waktu perendaman dapat mempengaruhi tingkat warna yang dihasilkan. Semakin lama kain mengalami proses perendaman maka akan semakin terang pula warna yang dihasilkan, sebaliknya waktu perendaman yang singkat akan menghasilkan warna yang tidak terlalu terang.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Ma’sum Amirudin, lahir pada tanggal 12 Desember 1983 di Majalengka, Jawa Barat. Merupakan anak ke-3 dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Masrodin dan Ibu Cicih Sumarsih.

Pendidikan dasar dimulai tahun 1991 di MI Al-Fatah Cileungsi kabupaten Bogor Jawa Barat dan lulus pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan pendidikan pada Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Fatah cileungsi yang berbasis pesantren dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan sekolah Madrasah Aliyah (MA) Al-Fatah Cileungsi kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2003. Kemudian pada tahun yang sama bekerja di PT. Caterpilar Indonesia sampai tahun 2006 dan masuk pendidikan tinggi pada tahun yang sama di Bina Sarana Informatika. Kemudian pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan (THH). Pada tanggal 07 Maret 2011 sampai dengan tanggal 21 April 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Jl. Kusuma negara no.7 Yogyakarta.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis) Sebagai Zat Pewarna Alami Tekstil. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Penulisan karya ilmiah ini disusun berdasarkan studi pustaka dan hasil percobaan di Laboratorium Sifat Fisik Kayu dan Analisis Produk Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan jazakalloh khoiron katsiron kepada Bapak dan Mamah tercinta yang telah mengasuh, mendidik dan memberikan bantuan yang sangat berharga kepada penulis baik moril ataupun materiil, juga kepada kakak - kakak dan adik - adikku tersayang yang selalu memberikan dukungannya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dengan baik dan tepat waktu. Dan juga mengucapkan jazakalloh khoiron katsiron kepada :

1. Bapak Ir. Syafi’i, MP, selaku Dosen Pembimbing Jurusan Teknologi Pertanian sekaligus selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda yang banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis.

2. Bapak Heriad Daud Salusu S.Hut, MP, selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

3. Bapak Ir. Wartomo, MP, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

(7)

4. Ibu Erina Hertianti S.Hut, MP, selaku dosen penguji.

5. Para staf teknisi dan administrasi yang telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian.

6. Suryani, atas perhatian dan dukungannya yang sangat membantu kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.

7. Sahabat – sahabat seperjuanganku Ade, Junet, Ipol, Dat, dan Joko atas semua kebaikan yang diberikan.

8. Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, BTP, MH, dan TPHP Politeknik Pertanian Negeri Samarinda khususnya angkatan 2008 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Tidak ada harapan lain dari penulis semoga segala kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan ganjaran amal dari Allah SWT dan kita selalu dalam lindungan-Nya, amin. Penulis menyadari bahwa dalam penyusuanan karya ilmiah ini masih terdapat segala kekurangan, namun demikian semoga karya ilmiah ini dapat manfaat bagi yang memerlukannya.

Wassalamu`alaikum Wr. Wb

M. Ma’sum Amirudin

(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PENGESAHAN ... i ABSTRAK ... ii RIWAYAT HIDUP ... iv KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ..………. ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Zat Warna Tekstil ... 3

B. Tanaman Jati ... 5

C. Proses Pewarnaan Pada Tekstil... 8

D. Ekstraksi ... 9

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 12

C. Prosedur Penelitian ... 13

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 16

(9)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 22

B. Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(10)

DAFTAR GAMBAR Tubah utama

No Halaman

1. Gambar 1. Kain hasil perendaman selama 30 menit ... 16

2. Gambar 2. Kain hasil perendaman selama 60 menit ... 17

3. Gambar 3. Kain hasil perendaman selama 24 jam ... 17

4. Gambar 4. Perbandingan antara kain hasil perendaman 30 menit, 60 menit, dan 24 jam yang telah melalui proses Fiksasi dan pencucian ... 18

Lampiran No Halaman 1. Gambar 1. Penimbangan bahan baku ... 26

2. Gambar 2. Perajangan bahan baku ... 26

3. Gambar 3. Pengeringan bahan baku yang telah dirajang ... 26

4. Gambar 4. Tawas (Al2(SO4)3) ... 26

5. Gambar 5. Tawas yang telah dilarutkan oleh air ... 27

6. Gambar 6. Proses mordanting ... 27

7. Gambar 7. Proses ekstraksi ... 27

8. Gambar 8. Proses pewarnaan ... 27

9. Gambar 9. Proses fiksasi ... 27

10.Gambar 10. Proses pencucian kain setelah diwarnai dan difiksasi ... 28

(11)

I. PENDAHULUAN

Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang penggunaannya secara umum dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis (Fitrihana, 2007).

Zat warna alami memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Warna batik tradisional di beberapa daerah dan jogja khususnya adalah biru tua, hitam, soga coklat dan putih. Untuk membuat kain batik berkualitas bagus tentu saja dibutuhkan pewarna alami. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alami memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Bahan – bahan dari tumbuhan yang bisa dibuat menjadi pewarna alami antara lain: daun pohon nila (Indigofera), kulit pohon soga tinggi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifolia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava), daun jarak (Jatropha curcas linneaus), dan kayu ulin (Eucideroxylon zwageri) (Fitrihana, 2007).

(12)

Di beberapa daerah khususnya di Jawa kebanyakan daun jati hanya dimanfaatkan secara tradisional sebagai pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon. Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe. Dalam perkembangannya daun jati sebenarnya dapat dimanfaatkan secara lebih optimal salah satunya dengan memanfaatkan daun jati sebagai zat pewarna alami untuk tekstil. Sehingga diharapkan daun jati tersebut memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah daun jati dapat dijadikan sebagai zat pewarna alami serta warna yang dihasilkan dari ekstraksi daun jati tersebut.

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat terhadap : 1. Mahasiswa

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pembuatan zat warna alami untuk tekstil dari daun jati serta dapat mempelajari prosesnya.

2. Masyarakat

Dapat memanfaatkan daun jati yang mempunyai nilai jual rendah menjadi produk yang lebih berguna sebagai zat warna alami untuk tekstil.

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Zat Warna Tekstil

Zat warna tekstil - tekstil itu digolongkan menjadi dua yaitu: yang pertama adalah zat pewarna alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan - bahan alam pada umumnya dari hewan ataupun tumbuhan dapat berasal (akar, batang, daun,kulit, dan bunga ). Sedangkan yang kedua adalah zat pewarna sintesis (ZPS) yaitu zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia (Fitrihana, 2007).

Sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan. Di dalam tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya yaitu: klorofil, karotenoid, tanin, dan antosianin. Sifat dari pigmen – pigmen ini umumnya tidak stabil terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu (Anonim, 2007).

Khlorofil (chlorophil) adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi cahaya dalam proses fotosintesis. Klorofil A merupakan salah satu bentuk klorofil yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil B terdapat pada ganggang hijau chlorophyta dan tumbuhan darat. Klorofil C terdapat pada ganggang coklat Phaeophyta serta diatome Bacillariophyta. Klorofil D terdapat pada

(14)

ganggang merah Rhadophyta. Akibat adanya klorofil, tumbuhan dapat menyusun makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari

(Arthazone, 2007).

Karotenoid adalah pigmen yang larut dalam lemak tetapi tidak larut dalam air yaitu pigmen zat warna kuning orange sampai merah. Karotenoid dikenal dalam 2 bentuk (Anonim, 2007).

Antosianin yaitu pigmen yang larut dalam air , yang dapat memberikan warna merah, biru, atau keunguan. Antosianin bagi kesehatan berfungsi sebagai antioksidan (Anonim, 2007).

Tanin ialah pigmen pembentuk warna gelap. Tanin merupakan senyawa kompleks biasanya campuran polifenol tidak mengkristal (tannin extracts) . Tanin disebut juga sebagai asam tanat dan asam galatanat

(Anonim, 2007).

Dari percobaan yang dilakukan oleh Fitri hana (2007) yaitu pembuatan ekstrak zat warna alami dari buah mahkotadewa. Proses ekstrasi ini dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi secara batch dengan pelarut air. Ekstraksi secara batch dilakukan dengan cara merebus dan memekatkan ekstrak sampai 1/3 dari volume awal

(Fitrihana, 2007).

Pembuatan ekstrak zat warna yang dilakukan oleh Anonim (2007) dengan bahan baku biji buah manggis menghasilkan warna coklat tua. Percobaan ini dilakukan dengan cara perebusan (ekstraksi secara batch).

(15)

Perebusan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak zat warnanya, kemudian memekatkannya dengan cara diuapkan (Anonim, 2007).

B. Tanaman Jati

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak

(bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku dalam bahasa Malayalam, bahasa di Negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f. Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata -rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9 -1,5 meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun. Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di bukubukunya (Mahfudz dkk, 1996).

(16)

Daun jati letaknya saling berhadapan berbentuk opposite

bertangkai pendek. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau dan kasar sedangkan bagian bawah berwarna hijau kekuning-kuningan berbulu halus, diantara rambut- rambutnya terdapat kelenjar merah yang menggembung, sedangkan daun yang masih muda berwarna hijau tua keabu-abuan (Mahfudz dkk, 1996).

Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon. Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe.

Klasifikasi ilmiah jati adalah :

o Kerajaan :Plantae o Divisi :Magnoliophyta o Kelas :Magnoliopsida o Ordo :Lamiales o Famili :Verbenaceae o Genus :Tectona o Spesies : T. Grandis

o Nama binomial : Tectona grandis (Mahfudz dkk, 1996).

Di Indonesia, jati tersebar di Jawa, Muna, Bali dan Nusa Tenggara. Sekarang, di luar Jawa, kita dapat menemukan hutan jati secara terbatas

(17)

di beberapa tempat di Pulau Sulawesi, Pulau Muna, daerah Bima di Pulau Sumbawa, dan Pulau Buru. Jati berkembang juga di daerah Lampung di Pulau Sumatera. Ada sekitar 7.000 ha di Pulau Muna dan 1.000 ha di pedalaman Pulau Butung di Teluk Sampolawa (Mahfudz dkk, 1996).

Di Pulau Jawa hutan jati tersebar di pantai utara Jawa, mulai dari Kerawang hingga ke ujung timur pulau ini. Namun, hutan jati paling banyak menyebar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hutan jati yang cukup luas di Jawa terpusat di daerah alas roban Rembang, Blora, Groboragan, dan Pati. Bahkan, jati jawa dengan mutu terbaik dihasilkan di daerah tanah perkapuran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah

(Mahfudz dkk, 1996).

Pada 1995, luas lahan hutan Perhutani mencapai hampir seperempat luas Pulau Jawa. Luas lahan hutan jati Perhutani di Jawa mencapai sekitar 1,5 juta hektar. Ini nyaris setara dengan setengah luas lahan hutan Perhutani atau sekitar 11% luas Pulau Jawa (Mahfudz dkk, 1996).

Kandungan dari jati antara lain : ? Kandungan kimia

• Kulit : asam, damar, zat samak • Tanaman / daun : zat pahit, glukose dan lemak

• Efek farmakologis : anti diare, astringen, dan menguruskan badan dengan cara melarutkan lemak.

(18)

? Kandungan fisik :

•Daun tunggal, bulat telur, permukaan kasar, tepi bergerigi, ujungruncing, pangkal berlekuk, penulangan menyirip, panjang 10 – 16 cm, warna hijau (Mahfudz dkk, 1996).

C. Proses Pewarnaan Pada Tekstil

Proses pewarnaan pada tekstil secara sederhana meliputi mordanting, pewarnaan, fiksasi, dan pengeringan. Mordanting adalah perlakuan awal pada kain yang akan diwarnai agar lemak, minyak, kanji, dan kotoran yang tertinggal pada proses penenunan dapat dihila ngkan. Pada proses ini kain dimasukkan ke dalam larutan tawas yang akan dipanaskan sampai mendidih. Proses pewarnaan dilakukan dengan pencelupan kain pada zat warna. Proses fiksasi adalah proses mengunci warna kain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan tawas yang telah dilarutkan oleh air (Moerdoko, 1975).

1. Proses mordanting

Kain tekstil yang hendak diwarnai harus diproses mordanting terlebih dahulu. Proses mordanting ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik zat warna alami terhadap tekstil serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik.

2. Pembuatan larutan fixer (pengunci warna)

Pada pecelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup

(19)

dengan zat warna alam agar memiliki ketahanan luntur yang baik, ada tiga jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas

(Al2(SO4)3), dan kapur tohor (CaCO3). Untuk itu sebelum melakukan

pencelupan kita perlu menyiapkan larutan fixer terlebih dahulu dengan cara: (Fitrihana, 2007).

a. Larutan fixer tunjung : larutkan 70 gram tunjung dalam tiap liter air yang digunakan (resep ini bisa divariasikan). Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

b. Larutan fixer tawas : larutkan 70 gram tawas dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

c. Larutan fixer kapur tohor : larutkan 70 gram kapur tohor dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

Dari percobaan yang telah dilakukan oleh Anonim (2007) proses fiksasi pada kain yang telah diwarnai dengan zat warna alami dari akar mengkudu difiksasi menggunakan larutan tawas (5 gr tawas dalam 1 liter air) ( Anonim, 2007).

D. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu metode untuk mengeluarkan suatu komponen tertentu dari zat padat atau zat cair dengan bantuan pelarut. Teknik ini dapat dikategorikan dalam dua kategori :

(20)

1. Ekstraksi zat padat (leaching)

Pada ekstraksi padat-cair,satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Jenis pelarut menentukan kecepatan ekstraksi. Selain jenis pelarut, kecepatan ekstraksi juga ditentukan oleh : (Anonim, 2007).

a. Kain (bahan)

Kain harus memiliki permukaan yang seluas mungkin karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fase padat dan fase cair. Ini dapat dicapai dengan memperkecil ukuran bahan ekstraksi.

b. Rasio bahan padatan dan pelarut

Perbandingan jumlah bahan padatan dan pelarut harus tepat. c. Suhu

Suhu yang lebih tinggi, viskositas pelarut yang lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih besar.

2. Ekstraksi zat cair

Ekstraksi zat cair digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur dengan menggunakan suatu pelarut yang melarutkan salah satu komponen dalam campuran itu.

Bila pemisahan dengan destilasi sangat sulit dilakukan dan tidak efektif, maka ekstraksi zat cair adalah alternative utama yang perlu diperhatikan. Campuran dari zat yang titik didihnya berdekatan, biasanya dipisahkan dari ketidakmurniannya dengan cara ekstraksi, yang

(21)

menggunakan perbedaan kimia sebagai pengganti perbedaan tekanan uap (Guenter, 1987).

(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan selama dua minggu, dari tanggal 7 - 17 Agustus 2011. Yang meliputi persiapan bahan baku, ekstraksi, dan pewarnaan dan penulisan karya ilmiah.

2. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sifat Fisik Kayu dan Analisis Produk Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan yang digunakan a. Daun jati sebanyak 500 gr

b. Tawas ( A12(SO4)3) sebanyak 70 gr

c. Kain blacu berukuran 5 x 5 cm sebanyak 10 lembar d. Sabun sebanyak 2 gr

e. Air sebanyak 5 liter 2. Alat yang digunakan

a. Kompor listrik

b. Panci stainless

c. Gelas ukur

(23)

e. Parang

f. Stop watch

g. Wadah (baskom)

h. Timbangan

i. Kasa penyaring (saringan)

C. Prosedur Penelitian

1. Pengambilan bahan baku yaitu daun jati sebanyak 500 gr yang diambil secara acak baik daun muda maupun daun yang sudah tua kemudian daun dipotong atau dirajang menjadi ukuran kecil – kecil lalu diangin – anginkan.

2. Memasukkan potongan-potongan daun yang telah dirajang tersebut ke dalam panci. Tambahkan air dengan perbandingan 1:10. Contohnya jika berat bahan yang diekstrak sebanyak 500 gr maka airnya 5 liter.

3. Merebus bahan hingga volume air menjadi setengahnya (2,5 liter). Jika menghendaki larutan zat warna jadi lebih kental, volume sisa perebusan bisa diperkecil misalnya menjadi sepertiganya.

4. Menyaring dengan kasa penyaring larutan hasil proses ekstraksi tersebut untuk memisahkan dengan sisa bahan yang diesktrak (residu). Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna alam. Setelah dingin larutan siap digunakan.

(24)

Sebelum dilakukan pencelupan dengan larutan zat warna alam pada kain katun tersebut, perlu terlebih dahulu dilakukan beberapa proses persiapan sebagai berikut:

a. Proses Mordanting

Kain tekstil jenis blacu yang telah dibeli dan akan diwarnai harus diproses mordanting terlebih dahulu. Proses mordanting ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik zat warna alami terhadap kain tekstil serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik.

Proses mordanting dilakukan sebagai berikut:

1) Memotong kain tekstil sebagai sample untuk diwarnai dengan ukuran 5 x 5 cm ata u sesuai keinginan sebanyak sepuluh lembar.

2) Merendam kain tekstil yang akan diwarnai dalam larutan 2 gr/liter sabun cuci. Artinya setiap 1 liter air yang digunakan ditambahkan 2 gram sabun cuci. Perendaman dilakukan selama 2 jam. Bisa juga direndam selama semalam. Setelah itu kain dicuci atau dibilas lalu dianginkan.

b. Pembuatan Larutan Fixer (pengunci warna)

Pada proses pencelupan kain tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi (fixer) yaitu proses penguncian warna setelah kain dicelup dengan zat warna alam agar warna memiliki ketahanan luntur yang baik, untuk itu sebelum

(25)

melakukan pencelupan kita perlu menyiapkan larutan fixer terlebih dahulu dengan cara melarutkan 70 gram tawas dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

c. Proses Pencelupan Dengan Zat Pewarna Alami

Setelah kain dimordanting dan larutan fixer siap maka proses pencelupan kain tekstil dapat segera dilakukan dengan jalan sebagai berikut :

1) Menyiapkan larutan zat warna alami hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan atau perendaman.

2) Memasukkan kain tekstil yang telah dimordanting kedalam larutan zat warna alami dan diproses pencelupan atau perendaman dengan lama waktu perendan yang berbeda selama 30 menit, 60 menit dan 24 jam.

3) Memasukkan kain kedalam larutan fixer (larutan tawas). Kain diproses dalam larutan fixer selama 10 - 15 menit.

4) Mencuci dan membilas kain yang telah diwarnai lalu keringkan. Kain telah selesai diwarnai dengan larutan zat warna alami.

(26)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Daun jati dapat dijadikan sebagai zat pewarna alami melalui proses ekstraksi. Warna yang didapatkan dari hasil ekstraksi adalah ungu kecoklatan. Pada tiga perlakuan yaitu perendaman 30 menit, 60 menit, dan 24 jam pada kain tekstil didapatkan hasil warna kain yang berbeda pada tiap perlakuan.

1. Kain hasil perendaman selama 30 menit

A B C D

Gambar 1. Kain hasil perendaman selama 30 menit. Keterangan:

A : Kain putih sebagai pembanding

B : Kain yang telah direndam selama 30 menit tanpa dilakukan proses fiksasi dan pencucian

C : Kain yang telah direndam selama 30 menit dan melalui proses fiksasi

D : Kain yang telah direndam selama 30 menit dan melalui proses fiksasi kemudian dicuci

(27)

2. Kain hasil perendaman selama 60 menit

A B C D

Gambar 2. Kain hasil perendaman selama 60 menit. Keterangan :

A : Kain putih sebagai pembanding

B : Kain yang telah direndam selama 60 menit tanpa dilakukan proses fiksasi dan pencucian

C : Kain yang telah direndam selama 60 menit dan melalui proses fiksasi

D : Kain yang telah direndam selama 60 menit dan melalui proses fiksasi kemudian dicuci

3. Kain hasil perendaman selama 24 jam

A B C D

Gambar 3. Kain hasil perendaman selama 24 jam. Keterangan :

A : Kain putih sebagai pembanding

B : Kain yang telah direndam selama 24 jam tanpa dilakukan proses fiksasi dan pencucian

C : Kain yang telah direndam selama 24 jam dan melalui proses fiksasi

D : Kain yang telah direndam selama 24 jam dan melalui proses fiksasi kemudian dicuci

(28)

4. Perbandingan warna antara kain hasil perendaman selama 30 menit, 60 menit, dan 24 jam

A B C D

Gambar 4. Perbandingan antara kain hasil perendaman selama 30 menit, 60 menit, dan 24 jam yang telah melalui proses fiksasi dan pencucian.

Keterangan :

A : Kain putih sebagai pembanding

B : Kain yang telah direndam selama 30 menit C : Kain yang telah direndam selama 60 menit D : Kain yang telah direndam selama 24 jam.

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat perbedaan tingkat warna pada tiap perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa lama perendaman mempengaruhi tingkat warna yang dihasilkan. Semakin lama kain direndam dalam zat pewarna maka semakin terang pula warna yang dihasilkan.

B. Pembahasan

Ekstrak zat warna dari daun jati dapat dihasilkan dengan merebus daun jati dengan menggunakan pelarut air. Perebusan dilakukan hingga warna air berubah menjadi warna merah tua dan volume air menjadi setengah dari volume awal. Setelah itu disaring untuk memisahkan hasil ekstaksi dengan padatan atau daun sisa ekstraksi.

(29)

Penelitian ini menggunakan tiga perlakuan yang berbeda pada lama perendamannya yakni perendaman 30 menit, perendaman 1 jam, dan perendaman 24 jam.

Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa kain yang direndam pada larutan hasil ekstraksi daun jati selama 30 menit tanpa mendapatkan perlakuan fiksasi setelah perendaman memiliki warna ungu kecoklatan dan masih mengandung kotoran-kotoran yang berasal dari endapan rendaman. Setelah kain mendapatkan perlakuan fiksasi setelah perendaman, didapatkan warna ungu yang lebih muda. Hal ini disebabkan oleh lunturnya kotoran-kotoran hasil endapan yang terdapat pada kain sehingga yang tersisa hanyalah warna yang telah menyerap kedalam serat kain. Kain kemudian dicuci untuk mengetahui ketahanan warna kain yang telah mengalami proses fiksasi, pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa warna kain tidak mengalami perubahan warna. Hal ini menunjukkan bahwa zat pewarna telah benar – benar menyerap kedalam kain dan warnanya telah diikat oleh larutan tawas. Warna ungu yang dihasilkan dari perendaman adalah warna ungu muda yang tidak terlalu terang, hal ini disebabkan oleh lama perendaman yang singkat sehingga zat pewarna alami tersebut tidak terlalu menyerap kedalam serat kain.

Pada Gambar 2, dapat dilihat hasil perendaman kain pada zat pewarna alami selama 60 menit atau 1 jam warna kain adalah ungu kecoklatan yang lebih terang sebelum mengalami proses fiksasi dibandingkan warna kain yang direndam selama 30 menit, hal ini

(30)

disebabkan oleh lama waktu perendaman yang lebih lama sehingga zat pewarna alami tersebut lebih menyerap kedalam serat kain. Begitu pula setelah kain melalui proses fiksasi dan pencucian, warna kain menjadi ungu muda tapi lebih terang dari pada kain yang diberi perlakuan perendaman selama 30 menit. Seperti halnya pada perlakuan yang pertama, kain yang diberi perlakuan ke dua yaitu perendaman selama 60 menit atau 1 jam perbedaan warna kain antara kain yang direndam tanpa perlakuan fiksasi dan pencucian dengan kain yang telah melalui proses fiksasi dan pencucian disebabkan oleh lunturnya kotoran – kotoran endapan larutan zat pewarna alami pada saat proses fiksasi dan pencucian sehingga yang tersisa adalah zat pewarna alami yang telah meresap kedalam serat kain dan telah diikat oleh larutan pengikat yaitu larutan tawas.

Pada Gambar 3, dapat dilihat hasil perendaman kain pada larutan zat pewarna alami dari ekstraksi daun jati selama 24 jam yaitu kain menjadi berwarna ungu kecoklatan yang lebih pekat atau tua dibandingkan kain yang direndam selama 30 menit dan 60 menit. Hal ini disebabkan lamanya perendaman sehingga zat pewarna alami lebih menyerap kedalam serat – serat kain.

Dari tiga perlakuan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa perbedaan lama perendaman mempengaruhi tingkatan warna yang dihasilkan. Semakin lama kain direndam pada zat pewarna alami

(31)

tersebut, maka semakin terang atau tua juga warna yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Warna kain yang dihasilkan dari perendaman zat pewarna alami dari ekstraksi daun jati adalah keunguan, warna ungu ini didapatkan dari unsur pigmen yang terdapat pada daun jati yaitu antosianin. Seperti yang dikemukakan oleh Anonim (2007) yang menyatakan bahwa antosianin yaitu pigmen yang larut dalam air yang dapat memberikan warna merah, biru, atau keunguan.

(32)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Daun jati dapat dijadikan sebagai zat pewarna alami dengan cara diekstraksi. Warna yang dihasilkan dari proses ekstraksi adalah ungu kecoklatan.

2. Kain yang direndam selama 30 menit, 60 menit, dan 24 jam memiliki tingkatan warna yang berbeda. Semakin lama kain direndam dalam zat pewarna maka semakin terang pula warna yang dihasilkan.

3. Daun jati dapat memiliki nilai ekonomi yang tinggi apabila dilakukan pengolahan yang benar dan tepat guna sebagai zat pewarna alami untuk tekstil.

B. Saran

1. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengulangan perlakuan, pengaruh suhu, atau pengujian terhadap kecerahan warna dan mengenai bahan baku lain yang dapat dimanfaatkan sebagai zat pewarna alami yang berasal dari tanaman kehutanan agar didapatkan zat pewarna alami yang beranekaragam warna.

2. Agar lembaga menyempurnakan pengadaan alat – alat yang mendukung penelitian mengenai zat pewarna alami

(33)

sehingga nantinya penelitian ini dapat terus berkembang dan dapat dijadikan sebagai materi perkuliahan dan praktikum.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. ”Pemanfaatan Zat Warna Alam Untuk Bahan Tekstil danTenun ” www.gemaindustrikecil.com

Arthazone. 2007. ”Klorofil Zat Tanaman yang Memiliki Banyak Khasiat Kesehatan” www.arthazone.com

Fitrihana N. 2007. ”Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam dari Tanaman Di Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil” www.batikindonesia.com

Guenter E. 1987. “Minyak Atsiri “, jilid 1, UI Press, Jakarta

Mahfudz dkk. 1996. “Sekilas Jati”. Puslitbang Biotek dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Jogyakarta

Moerdoko W. 1975. “Evaluasi Tekstil Bagian Kimia“, Institut Teknologi Tekstil, Bandung

(35)
(36)

Gambar 1. Penimbangan bahan baku Gambar 2. Perajangan bahan baku

Gambar 3. Pengeringan bahan baku yang telah dirajang

(37)

Gambar 5. Tawas yang telah dilarutkan oleh air

Gambar 6. Proses mordanting Gambar 7. Proses ekstraksi

(38)

Gambar

Gambar 1.  Kain hasil perendaman selama 30 menit.
Gambar 2.  Kain hasil perendaman selama 60 menit.
Gambar 4.  Perbandingan antara kain hasil perendaman selama  30    menit, 60 menit, dan 24 jam yang telah melalui  proses fiksasi dan pencucian
Gambar 1. Penimbangan bahan baku  Gambar 2. Perajangan bahan baku
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Persentase ketepatan klasifikasi data latih nasabah kredit bank “X” di Kota Pati sebesar 64,33% data tepat diklasifikasikan dengan banyaknya data keanggotaan aktual yang

‘Keep the rest back,’ said the Doctor to Mike Yates, as if Miss Hawthorne had said nothing?. But the Doctor had gone, sprinting past the still bemused Bok towards

Beberapa plasma nutfah padi lokal asal Kalimantan Barat memiliki keunikan dalam hal warna beras, aroma, maupun tekstur nasi, di antaranya padi hitam varietas Balik, padi ungu

Proses ini adalah suatu pengolahan kimiawi yang kontinyu menggunakan asam asetat anhidrid diikuti dengan pembilasan dengan soda pekat, untuk mengolah nafta ringan

Pengkaji menganalisa pasal 194 KHI menegaskan bahawa orang berwasiat ialah orang yang telah dewasa secara undang-undang, dan berbeza dalam fiqh bahawa seorang lelaki pernah ihtilam

Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kudus (Lembaran

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai salah satu acuan atau referensi bagi seluruh pihak yang berkepentingan terhadap supplier selection ataupun metode AHP.