• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN FORIGN DIRECT INVESTMENT TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN DI ASEAN-5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN FORIGN DIRECT INVESTMENT TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN DI ASEAN-5"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN FORIGN DIRECT INVESTMENT TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN DI ASEAN-5

Febri Azka Dzikrullah1), Deris Desmawan2)

1-2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa email: [email protected], [email protected]

ABSTACT

Environmental degradation and global warming are serious challenges occurring in the world today, and their damaging impacts are closely linked to economic activity. Along with rapid economic growth, human activities, such as industry, transportation, and agriculture, have increased greenhouse gas (GHG) emissions. The purpose of this study is to analyze the impact of Foreign Direct Investment (FDI) and economic growth on environmental degradation and test the existence of the Environmental Kuznets Curve (EKC) in five ASEAN countries namely Indonesia, Malaysia, Thailand, Philippines, and Vietnam in the period 2001 to 2019. In this study, panel regression was used for data analysis with the estimation model is Fixed Effect Cross-Section Weights. The results showed that economic growth has a significant positive effect on environmental degradation. FDI has a positive and significant effect on environmental degradation. Economic growth variable has a positive direction and GDP per capita squared has a negative direction on environmental degradation. This means that the Environmental Kuznets Curve Analysis applied in this study confirms the existence of an "Inverted U-Curve" formed in 5 ASEAN countries.

Keywords: Environmental degradation, EKC , economic growth, FDI, C02

1. PENDAHULUAN

Degradasi lingkungan dan pemanasan global merupakan tantangan serius yang terjadi di dunia saat ini, dan dampaknya yang merusak sangat erat terkait dengan aktivitas ekonomi.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, aktivitas manusia, seperti industri, transportasi, dan pertanian, telah meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau terjadi degradasi lingkungan [1]. Emisi gas karbon dioksida (CO2) adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan perubahan iklim global dan peningkatannya secara umum disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang tidak ramah lingkungan [2]. Untuk mengontrol peningkatan tingkat degradasi lingkungan, sangat penting untuk menganalisis komponen yang berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan. Teori Pollution Haven Hypothesis (PHH) dan Environmental Kuznets Curve (EKC) menjelaskan faktor-faktor yang menentukan kerusakan lingkungan. Kedua teori ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara foreign direct investment (FDI) dan PDB per

kapita terhadap degradasi lingkungan

[3]

Hipotesis Environmental Kuznets Curve (EKC) menjelaskan hubungan yang memiliki bentuk huruf U terbalik antara degradasi lingkungan dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti tekanan lingkungan meningkat pada tahap awal pertumbuhan ekonomi karena meningkatnya pelepasan polutan serta eksploitasi sumber daya alam yang ekstensif dan intensif yang terkait dengan penggunaan produksi yang lebih besar

[4]

. Menurut teori ini, hubungan PDB per kapita terhadap kerusakan lingkungan bersifat positif dalam jangka pendek dan negatif dalam jangka panjang [5] . Temuan empiris yang telah menguji hubungan antara pendapatan per kapita dengan kerusakan lingkungan dengan menggunakan teori EKC adalah seperti penelitian, [6], [7], [8].

Menurut Teori Pollution Haven Hypothesis (PHH), penanaman modal asing adalah penggerak utama pertumbuhan ekonomi negara berkembang karena merupakan sumber utama transfer teknologi dan modal. FDI dapat meningkatkan produktivitas dengan membawa

(2)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137

pengetahuan, manajemen canggih, dan jaringan ke negara yang dituju. Namun, FDI juga dapat merusak lingkungan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa bisnis di negara maju cenderung membangun bisnis mereka di negara berkembang karena biaya tenaga kerja dan sumber daya yang lebih murah. Negara berkembang juga umumnya memiliki peraturan lingkungan yang tidak terlalu ketat, yang merupakan faktor lain yang pada akhirnya mengurangi biaya produksi, terutama untuk produksi yang padat polusi [9]. Semua faktor tersebut dapat menjadi daya tarik untuk menarik FDI ke negara berkembang. Meskipun FDI membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara penerima, namun di sisi lain, terutama negara yang memiliki industri yang berpolusi, FDI memiliki hubungan yang negatif terhadap kualitas lingkungan [10]. Temuan empiris yang telah menguji hubungan FDI dengan kerusakan lingkungan dengan menggunakan teori PHH adalah seperti penelitian yang dilakukan oleh Mert & Caglar [11]. Dalam penelitian tersebut,

Mert & Caglar [11]

juga menggunakan FDI sebagai proksi untuk membuktikan teori pollution haven hypothesis. penelitian terkait juga dilakukan oleh [12], [13]

Perekonomian negara-negara ASEAN berkembang pesat. Secara keseluruhan, kawasan ASEAN telah mencapai tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 5,2% dalam beberapa tahun terakhir. Namun, meskipun negara-negara ASEAN makmur secara ekonomi, pertukaran terus-menerus antara pertumbuhan yang lebih tinggi dan kualitas lingkungan yang lebih rendah telah terjadi; sebagian besar diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi sumber daya alam dan fosil [14], [15].Maka dari itu, pembuat kebijakan harus lebih memperhatikan pengaruh sektor ekonomi dan faktor ekonomi makro terhadap emisi CO2 [16]. Untuk mencapai hasil yang signifikan dalam mengurangi kerusakan lingkungan, kebijakan yang efektif sangat penting. Namun, pemerintah juga tidak boleh menghambat pertumbuhan ekonomi dengan menerapkan peraturan lingkungan yang ketat, yang akan membahayakan pertumbuhan ekonomi di masa depan [17]. Terutama pertumbuhan ekonomi pada kawasan ASEAN, sebab menurut OECD, dalamWidyawati, dkk [2] ASEAN diperkirakan

akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas CO2 dalam skala global pada tahun 2030. Dengan demikian penelitian terkait faktor ekonomi terhadap emisi gas rumah kaca sebagai indikator degradasi lingkungan penting dilakukan.

Studi ini berfokus pada lima negara ASEAN utama: Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam (ASEAN-5). Dengan lebih dari 660 juta orang, negara-negara ini bertujuan untuk memastikan kerja sama ekonomi dan pembangunan ekonomi di Asia Tenggara, yang menyumbang hampir 3% dari tingkat produksi global Selain itu, Berdasarkan Southeast Asia Energy Outlook dalam [18].

Emisi gas rumah kaca di kawasan ASEAN akan berlipat ganda pada tahun 2040 kecuali sumber energi didekarbonisasi secara signifikan atau mencapai sekitar 2,3 miliar ton. kelima negara Asia Tenggara ini telah berjanji untuk berkontribusi pada pencapaian agenda Sustainable Development Goals (SDG) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara global dan juga telah meratifikasi Perjanjian Paris, maka wajib bagi negara-negara ini untuk mengidentifikasi cara yang tepat untuk menghambat kemerosotan atribut lingkungan masing-masing. Namun pada kenyataannya, emisi gas rumah kaca pada ASEAN-5 masih mengalami peningkatan. Pada gambar 1 terlihat periode 2018-2022 hanya negara Vietnam yang tidak mengalami tren peningkatan gas rumah kaca (CO2,CH4,N20,Fgases Emission).

Gambar 1. Emisi gas rumah kaca negara- negara ASEAN-5. Tren emisi gas rumah kaca

negara-negara ASEAN-5 ditunjukkan pada sumbu sekunder. Sumber : EDGAR, diolah

Penelitian terkait dampak FDI dan pertumbuhan ekonomi terhadap degradasi lingkungan telah banyak diteliti para peneliti terdahulu salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Mert & Caglar, [11]. Dalam

450 500 550 600 0

1000 2000

Mt CO2e

Malaysia Philippines Thailand Vietnam Indonesia ASEAN-5

(3)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137

penelitiannya, mereka juga menggunakan variabel FDI sebagai proksi untuk membuktikan teori pollution haven hypothesis untuk mengukur pengaruh FDI terhadap degradasi lingkungan. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Nikensari, dkk [19]. Dalam penelitiannya, mereka juga menggunakan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel independen terhadap degradasi lingkungan sebagai variabel dependen. Namun, sejauh yang peneliti ketahui, baik penelitian yang dilakukan oleh Mert & Caglar [11] dan Nikensari, dkk [19]

maupun penelitian terdahulu lainnya belum ada yang menggunakan model Generalized Least Squares (GLS) untuk meneliti pada negara ASEAN-5 Oleh karena itu, hal ini menjadi kebaruan yang dimiliki oleh penelitian ini sebagai sumbangsih terhadap ilmu ekonomi pembangunan. Dengan demikian, peneliti merumuskan tujuan penelitian ini untuk

menganalisis bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi dan foreign direct investment terhadap degradasi lingkungan di negara ASEAN-5.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini merupakan panel data dari lima negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam) dari tahun 2001 hingga 2019. Data panel ini berasal dari sumber lain yang tidak terkait langsung dengan penelitian atau dari lembaga atau lembaga terkait lainnya.

Publikasi World Bank adalah sumber data utama untuk penelitian ini. Tujuan utamanya melihat pengaruh variabel dependen (emisi karbon) dan variabel independent (PDB per kapita dan penanaman modal asing) serta menggabungkan model environmental Kuznets curve dengan menambahkan variabel kuadratik dari PDB per kapita.

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

No. Variabel Definisi Operasional Satuan Sumber Data

1 Emisi Karbon Dioksida (CO2)

Emisi karbon adalah gas yang bersumber dari penggunaan bahan bakar fosil, proses industri dan penggunaan produk. Sebagai indikator degradasi lingkungan.

Kt CO2 World Bank

2 Produk Domestik Bruto Per Kapita (GDPPC)

Produk domestik bruto dibagi dengan jumlah orang yang tinggal di suatu wilayah selama periode waktu tertentu disebut produk domestik bruto per kapita.

US Dolar World Bank

3 Foreign Direct Investment (FDI)

Investasi di mana dananya berasal dari investor asing.

Persen World Bank 4 Kuadrat Produk

Domestik Bruto Per Kapita (GDPPC2)

Kuadrat produk domestik bruto per kapita adalah nilai kuadrat dari PDB per kapita

US Dolar World Bank

Model estimasi panel data dapat dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan Fixed Effect Model (FEM), Common Effect Model (CEM), dan Random Effect Model (REM) (Widarjono, 2018). Dalam penelitian ini, peneliti memilih dan menggunakan yang terbaik dari tiga pendekatan estimasi. Pemilihan pendekatan estimasi terbaik dilakukan dengan uji pemilihan model yaitu : (a) uji chow; (b) uji Hausman; dan (c) uji Breusch (Pagan) (Alvitiani et al.,2019). Dalam penelitian digunakan model persamaan kuadratik (GPC2 ) untuk menentukan apakah terdapat pola U terbalik yang terbentuk dari hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan degradasi lingkungan dari teori Kuznet. Teori Environmental Kuznets Curve (EKC) (inverted

U) dapat dibuktikan jika GDPPC2 < 0. Namun, jika GDPPC2 ≥ 0, maka tidak ada hubungan U terbalik. Hipotesis EKC hanya terjadi jika variabel PDB per kapita signifikan positif dan PDB per kapita kuadrat bernilai negatif (Nikensari et al., 2019). Analisi data panel digunakan untuk menemukan hubungan antara variabel dependen dan independen secara parsial dan bersamaan. Model penelitian ini dimodifikasi dari penelitian Shiddiq & Wau (2023), sehingga persamaan regresi penelitian ini adalah sebagai berikut:

𝐶𝑂2 = 𝛽0 + 𝛽1𝐺𝐷𝑃𝑃𝐶𝐼𝑡 +

𝛽2𝐺𝐷𝑃𝑃𝐶2𝐼𝑡 + 𝛽3𝐹𝐷𝐼𝐼𝑡+ 𝜀𝐼𝑡 (1)

(4)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137 Dimana:

CO2 : Emisi Karbon

GDPPC : Produk Domestik Bruto GDPPC2 : Kuadrat PDB

FDI : Foreign Direct Investment 𝛽0 : Konstanta/ Intercept 𝛽 : Koefisien Regresi e : Standar Eror i : cross section t : time series

Data panel adalah kombinasi dari data time series tahun 2001 sampai dengan tahun 2019 dan data cross-section lima negara berkembang ASEAN yang memiliki tingkat FDI tertinggi yaitu Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Regresi data panel dapat dianalisis menggunakan beberapa metode, diantaranya model efek gabungan (CEM), model efek tetap (FEM) dan model efek acak (REM) [21]. Metode estimasi OLS digunakan, sehingga asumsi dasar diuji dengan uji asumsi. Uji asumsi yang dimaksud meliputi distribusi residual, heterogenitas residual, autokorelasi, dan multikolinieritas. Model penelitian yang dipilih dan memenuhi asumsi diuji dengan uji statistik untuk menentukan tingkat signifikansi parameter yang diestimasi [22] .Uji statistik yang dimaksud adalah uji koefisien determinasi, uji statistik parsial (uji t), dan uji statistik simultan (uji F).

Uji t menilai tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel bebas, kemudian uji F menilai pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan. Sebaliknya, koefisien determinasi memiliki fungsi untuk mengukur besarnya

kontribusi variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat yang ada dalam model [23].

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2 melaporkan jumlah observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95.

Jumlah rata-rata emisi karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan ke udara di seluruh anggota ASEAN-5 setiap tahunnya adalah 221281.8 kilo ton karbon dioksida per tahun. Negara dengan nilai CO2 terendah adalah negara Vietnam, yaitu sebesar 56722.4 kilo ton dan negara tertinggi adalah Indonesia, yaitu sebesar 605290.6 kilo ton. Selanjutnya, rata-rata nilai Foreign Direct Investment yang diinvestasikan di lima negara ASEAN selama periode pengamatan adalah sebesar 2,9 persen, negara dengan nilai penerima investasi tertinggi adalah Vietnam sebesar 9.660000 persen, sedangkan negara penerima investasi terendah adalah Indonesia sebesar - 1.860000 persen dan standar deviasi sebesar 1.957354. Kemudian rata-rata nilai PDB per kapita pada lima negara ASEAN selama periode penelitian adalah sebesar 11250.97 USD, negara yang nilai PDB per kapita paling tinggi adalah Malaysia sebesar 27674.40 USD, dan Vietnam terendah sebesar 3879.339 dan standar deviasi sebesar 6120.678.

Tabel 2. Deskriptif Statistik

Descriptive Co2 GDPPC GDPPC2 FDI

Mean 221281.8 11250.97 1.64E + 08 2.915895

Median 202458.6 9050.689 81914963 2.730000

Maximum 605290.6 27674.40 7.66E + 08 9.660000

Minimum 56722.4 3879.339 15049271 -1.860000

Std . Dev . 127077.1 6120.678 1.76E + 08 1.957354

Skewness 0.973301 0.903453 1.606779 0.772142

Kurtosis 3.473615 2.846088 5.004369 4.121384

Jarque - Bera 15.88704 13.01736 56.78011 14.41748

Probability 0.000355 0.001490 0.000000 0.000740

(5)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137

Sum 21021775 1068842 . 1.55E + 10 277.0100

Sum Sq . Dev 1.52E+12 3.52E + 09 2.90E + 18 360.1359

Observations 95 95 95 95

Sumber : Eviews 12, (diolah)

Chow test memiliki kegunaan untuk memutuskan apakah Common Effect Model (CEM) yang akan dipakai atau Fixed Effect Model (FEM) yang digunakan dalam mengstimasi data penelitian. Kriteria untuk membuat pengambilan keputusan pada uji chow yaitu: Jika p-value < α (taraf signifikansi) maka H0 ditolak, sehingga model penelitian yang digunakan yaitu FEM. Atau Jika p-value > α (taraf signifikansi) maka H0 diterima, maka dari itu model penelitian yang digunakan yaitu CEM.

Sedangkan Hausman test sangat berguna untuk memilih model terbaik antara model efek tetap (FEM) dan Random Effect Model (REM) yang akan digunakan untuk mengstimasi data. Kriteria pengambilan keputusan pada uji hausman yaitu:

Jika p-value < α (taraf signifikansi) maka H0 ditolak, maka dari itu model penelitian yang digunakan yaitu FEM. Atau Jika p-value > α (taraf signifikansi) maka H0 diterima, maka dari itu model penelitian yang digunakan yaitu REM.

Tabel 3 merupakan hasil pengujian Chow dan Hausman yang menunjukkan bahwa model Fixed Effect Model (FEM) merupakan yang terbaik untuk mengestimasi regresi data panel dalam penelitian Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan foreign direct investment terhadap degradasi lingkungan di asean-5

Selanjutnya, model fixed effect tersebut diuji asumsi klasik untuk memastikan bahwa model tersebut memenuhi unsur Best Linear Unbiased Estimator. Hasil uji asumsi klasik pada penelitian ini menunjukkan bahwa model terdistribusi secara normal. Namun juga masih terdapat heterogenitas dan korelasi serial pada residualnya. Pada metode OLS, jika uji asumsi klasik tidak terpenuhi, maka risiko hasil regresi menjadi bias sangat besar. Namun, berbeda halnya dengan metode GLS. Penggunaan metode GLS dapat membuat hasil estimasi menjadi kebal terhadap masalah yang ditimbulkan oleh uji asumsi klasik yang tidak terpenuhi [24]. Oleh karena itu, mengubah metode OLS menjadi metode GLS merupakan cara yang dapat digunakan apabila uji asumsi klasik tidak terpenuhi. Karena model pada penelitian terpilih Fixed Effect tanpa pembobot dengan metode OLS, maka berdasarkan pertimbangan di atas, penulis mengubah metode OLS menjadi GLS dengan menggunakan Fixed Effect Cross-Section Weights

Tabel 4. Hasil regresi GLS Variabel Dependen : LNCO2

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -11.54245 3.749211 -3.078635 0.0028

FDI 0.018808 0.006418 2.930537 0.0043

LNGDPPC 4.081970 0.811093 5.032678 0.0000

LNGDPPC2 -0.163848 0.043749 -3.745155 0.0003

Summary

R-squared 0.978637 Mean dependent var 13.92211

Adjusted R-squared 0.976918 S.D. dependent var 4.862873

S.E. of regression 0.085559 Sum squared resid 0.636873

Tabel 3. Hasil uji Chou dan Hausman Test Chou test Housman teset

Prob. 0,0000 0,000

Sumber : Eviews 12, (diolah)

(6)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137

F-statistic 569.3496 Durbin-Watson stat 0.403456

Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : Eviews 12 (diolah)

Berdasarkan hasil estimasi menggunakan model GLS pada tabel 4.

Keseluruhan variabel independen yang digunakan dalam model menunjukkan nilai signifikan secara bersamaan, hal ini bisa ditunjukan dari nilai p-value uji F kurang dari alpha 1%. Selain itu, nilai koefisien determinasi yang sangat tinggi nilai yaitu R-squared sebesar 0.978. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari PDB per kapita dan FDI mempengaruhi Emisi C02 sebesar 97,8%, sedangkan sisanya yaitu dijelaskan oleh variabel lainnya diluar dari penelitian. Hal tersebut, memperkuat temuan ini. Oleh sebab itu, model yang diterapkan pada penelitian, sudah termasuk kedalam model yang goodness of fit.

Selanjutnya dilakukan uji statistik secara parsial untuk melihat tingkat signifikansi masing- masing variabel independen yang digunakan dalam model. Koefisien variabel FDI sebesar 0.018808 adalah signifikan, hal ini ditunjukkan dengan nilai p-value yang lebih kecil dari alpha (0.05). Hal tersebut mengindikasikan jika investasi asing langsung di negara-negara ASEAN terus berlanjut, maka akan memperparah tingkat kerusakan lingkungan. Temuan ini sejalan dengan teori yang signifikan berkaitan dengan kerusakan lingkungan yaitu pollution haven hypothesis (PHH). Teori PHH menyatakan bahwa negara maju cenderung mendirikan pabrik atau perusahaan di negara berkembang karena biaya bahan baku dan tenaga kerja relatif lebih murah.

Selain itu, negara berkembang umumnya memiliki peraturan lingkungan yang tidak terlalu ketat yang pada akhirnya mengurangi biaya produksi [25]. Seluruh anggota negara ASEAN- 5 masih dikategorikan sebagai negara berkembang Fakta empiris ini dapat mendukung argumen terkait teori kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh FDI di atas. Temuan ini juga mendukung penelitian Mert & Caglar [11] yang

menyimpulkan bahwa kegiatan produksi yang padat polusi diarahkan dari negara-negara yang relatif maju ke negara yang peraturan lingkungannya lebih longgar melalui FDI. Selain itu, penelitian Santi & Sasana [13]

menyimpulkan bahwa FDI berpengaruh positif terhadap kerusakan lingkungan melalui CO2 di negara-negara ASEAN. Kemudian penelitian Abdouli & Hammami [12] menemukan bahwa FDI secara signifikan dan positif meningkatkan kerusakan lingkungan. Demikian juga penelitian oleh Bakhsh dkk [26] dan Gökmenoğlu &

Taspinar [6] menyimpulkan bahwa peningkatan FDI membuat lingkungan menjadi lebih buruk.

Hasil statistik pada tabel 4 juga menyatakan bahwa PDB per kapita memiliki pengaruh yang signifikan terhadap degradasi lingkungan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai p-value yang kurang dari dari alpha 1%.

Nilai koefisien dari variabel PDB per kapita adalah sebesar 4.081970. Hal ini berarti jika PDB per kapita terus meningkat, maka kerusakan lingkungan akan terus meningkat.

Hasil ini sejalan dengan teori Environmental Kuznets Curve (EKC) mengenai kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PDB per kapita. Teori ini menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi pada awalnya menyebabkan degradasi lingkungan (memburuknya kualitas lingkungan). Arah positif dari variabel PDB per kapita memberikan bukti empiris bahwa PDB pada negara-negara ASEAN-5 memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan. Temuan ini juga memiliki kesamaan dengan penelitian Bakhsh, dkk [26] yang menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan konsumsi energi meningkatkan kerusakan lingkungan. M. Bildirici, [27] juga menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kerusakan lingkungan di negara-negara G7. Begitu juga dengan penelitian yang

(7)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137

dilakukan oleh Bardi & Hfaiedh [28] dan Sabir dkk, [29] yang menemukan bahwa peningkatan PDB per kapita dapat meningkatkan degradasi lingkungan.

Hasil temuan dari penelitian ini juga menghasilkan bukti empiris bahwa Environmental Kuznet Curve (EKC) atau kurva U terbalik terjadi pada 5 negara anggota Asean.

Hal ini bisa dibuktikan dari koefisien PDB per kapita kuadrat bernilai negatif. Hal ini berarti jika GDP per kapita 5 negara Asean terus meningkat, maka kondisi ini akan memperparah kerusakan lingkungan pada tahap awal. Namun, akan terjadi titik balik di masa depan dimana peningkatan PDB perkapita justru akan menurunkan degradasi lingkungan, kondisi ini membentuk kurva U terbalik. Temuan ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh [19] yang hasil temuannya menyatakan bahwa hipotesis EKC berbentuk kurva U terbalik terjadi pada negara berpendapatan tinggi. Sedangkan pada negara- negara berpenghasilan menengah ke bawah, pola hubungan PDB per kapita dengan degradasi lingkungan masih berbentuk kurva U, atau dengan kata lain hipotesis EKC tidak terjadi pada negara-negara tersebut karena pada negara- negara tersebut masih pada tahap awal pembangunan.[30] juga menemukan EKC dengan kurva U terbalik antara pertumbuhan ekonomi dan degradasi lingkungan di India dan juga penelitian lainnya seperti [31], [7], [32], dan [33] juga menemukan hal yang sama.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam upaya untuk menganalisis bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi dan foreign direct investment terhadap degradasi lingkungan di 5 negara ASEAN yaitu Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam pada periode tahun 2001 hingga 2019. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa secara bersamaan, seluruh variabel independen yaitu PDB per kapita dan foreign direct investment yang digunakan dalam model menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan. Kemudian secara parsial PDB per kapita memiliki pengaruh positif signifikan terhadap degradasi lingkungan. FDI

berpengaruh positif dan signifikan terhadap degradasi lingkungan. Variabel PDB per kapita memiliki arah yang positif dan PDB per kapita kuadrat memiliki arah yang negatif terhadap degradasi lingkungan. Hal ini berarti bahwa Analisis Environmental Kuznets Curve yang diaplikasikan dalam penelitian ini mengkonfirmasi adanya “Kurva U-Terbalik”

yang terbentuk di 5 negara ASEAN.

Kemudian dengan tahap pertumbuhan ekonomi tinggi perlu fokus pada pengurangan emisi karbon, dimana kebijakan sebaiknya difokuskan pada sektor-sektor yang paling banyak berkontribusi terhadap emisi. Terkait peningkatan emisi karbon di ASEAN, dapat mengimplementasikan kebijakan harga karbon seperti sistem perdagangan emisi atau pajak karbon. Memberikan insentif bagi sektor industri dan perusahaan untuk mengurangi emisi karbon dan mendorong inovasi teknologi rendah karbon.

Peningkatan FDI signifikan terhadap degradasi lingkungan, oleh sebab itu pemerintah harus menyeleksi FDI yang masuk ke dalam negeri dan memastikan tidak merusak lingkungan negara penerima.

5. REFERENSI

[1] Y. P. Pratama, “ENVIRONMENTAL KUZNET CURVE (EKC), DAN DEGRADASI KUALITAS UDARA DI INDONESIA PERIODE 1980- 2018,” DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS, vol. 9, no. 4, pp.

1–15, 2020, [Online]. Available:

http://ejournal-

s1.undip.ac.id/index.php/jme

[2] R. F. Widyawati, E. Hariani, A. L.

Ginting, and E. Nainggolan,

“PENGARUH PERTUMBUHAN

EKONOMI, POPULASI

PENDUDUK KOTA,

KETERBUKAAN PERDAGANGAN

INTERNASIONAL TERHADAP EMISI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DI NEGARA ASEAN,” Jambura Agribusiness Journal, vol. 3, no. 1, 2021.

[3] S. A. Sarkodie and V. Strezov, “Effect

of foreign direct investments,

(8)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137

economic development and energy consumption on greenhouse gas emissions in developing countries,”

Science of the Total Environment, vol.

646, pp. 862–871, Jan. 2019, doi:

10.1016/j.scitotenv.2018.07.365.

[4] G. M. Grossman and A. B. Krueger,

“Economic growth and the environment,” Q. J. Econ., vol. 110, no. 2, pp. 353–377, May 1995.

[5] S. A. Sarkodie and V. Strezov, “A review on environmental Kuznets curve hypothesis using bibliometric and meta-analysis,” Science of the Total Environment, vol. 649, pp. 128–

145, 2019.

[6] K. Gökmenoğlu and N. Taspinar,

“The relationship between Co2emissions, energy consumption, economic growth and FDI: the case of Turkey,” J. Int. Trade Econ. Dev., vol. 25, no. 5, pp. 706–723, Jul. 2016.

[7] T. S. Adebayo, “Testing the EKC hypothesis in Indonesia: empirical evidence from the ARDL- based bounds and wavelet coherence approaches,” Appl Econ, vol. 28, no.

1, pp. 1–23, 2021.

[8] A. Z. Isiksal, A. Samour, and N. G.

Resatoglu, “Monetary policy and exchange rates pre- and post-global financial crisis: The case of turkey,” J.

Hist. Cult. Art Res., vol. 7, no. 5, p.

83, Dec. 2018.

[9] M. Singhania and N. Saini,

“Demystifying pollution haven hypothesis: Role of FDI,” J Bus Res, vol. 123, pp. 516–528, Feb. 2021, doi:

10.1016/j.jbusres.2020.10.007.

[10] M. Bildirici and S. M. Gokmenoglu,

“The impact of terrorism and FDI on environmental pollution: Evidence from Afghanistan, Iraq, Nigeria, Pakistan, Philippines, Syria, Somalia, Thailand and Yemen,” Environ Impact Assess Rev, vol. 81, p. 106340,

Mar. 2020, doi:

10.1016/j.eiar.2019.106340.

[11] M. Mert and A. E. Caglar, “Testing pollution haven and pollution halo hypotheses for Turkey: a new

perspective,” Environmental Science and Pollution Research, vol. 27, no.

26, pp. 32933–32943, Sep. 2020, doi:

10.1007/s11356-020-09469-7.

[12] M. Abdouli and S. Hammami, “The Impact of FDI Inflows and Environmental Quality on Economic Growth: an Empirical Study for the MENA Countries,” Journal of the Knowledge Economy, vol. 8, no. 1, pp. 254–278, Mar. 2017, doi:

10.1007/s13132-015-0323-y.

[13] R. Santi and H. Sasana, “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk, Foreign Direct Investment (FDI), Energi Use/Consumption dan Krisis Ekonomi Terhadap Kualitas Lingkungan Ditinjau dari Tingkat Carbon Footprint di ASEAN 8,”

Diponegoro Journal of Economics, vol. 2, no. 2, pp. 1–11, 2021.

[14] C. Rosenzweig, W. Solecki, S. A.

Hammer, and S. Mehrotra, “Cities lead the way in climate–change action,” Nature, vol. 467, 2010, doi:

10.1038/467909a.

[15] N. Kongbuamai, Q. Bui, H. M. A. U.

Yousaf, and Y. Liu, “The impact of tourism and natural resources on the ecological footprint: a case study of ASEAN countries,” Environ Sci Pollut Res, vol. 27, 2020, doi:

10.1007/s11356-020-08582-x.

[16] J. Guo, Y.-J. Zhang, and K.-B. Zhang,

“The key sectors for energy conservation and carbon emissions reduction in China: Evidence from the input-output method,” J. Clean.

Prod., vol. 179, pp. 180–190, Apr.

2018.

[17] S. C. Suci, V. M. Zahara, R. A. F.

Ginanjar, and C. J. Anwar, “Does Globalization Worsen Environmental Quality in ASEAN Countries?,”

Jurnal Ekonomi Pembangunan, vol.

20, no. 2, pp. 173–180, Jan. 2023, doi:

10.29259/jep.v20i2.19176.

[18] Yusril Izha Mahendra, Marselina, Heru Wahyudi, and Ukhti Ciptawati,

“Pengaruh Populasi Penduduk, FDI

(9)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137

dan Control of Corruption terhadap Emisi CO2 di 9 Negara ASEAN,”

Jurnal Multidisiplin Madani, vol. 2, no. 10, pp. 3741–3753, Oct. 2022, doi: 10.55927/mudima.v2i10.1462.

[19] S. I. Nikensari, S. Destilawati, and S.

Nurjanah, “STUDI

ENVIRONMENTAL KUZNETS

CURVE DI ASIA: SEBELUM DAN

SETELAH MILLENNIUM

DEVELOPMENT GOALS,” Jurnal Ekonomi Pembangunan, vol. 27, no.

2, pp. 11–25, Dec. 2019, doi:

10.14203/JEP.27.2.2019.11-25.

[20] M. F. Shiddiq and T. Wau, “The Impact of FDI and Economic Growth on Environmental Damage in Member Countries of the Organization of Islamic Cooperation,” Jurnal Ekonomi Pembangunan, vol. 20, no. 2, pp.

135–144, Jan. 2023, doi:

10.29259/jep.v20i2.18807.

[21] Widarjono Agus, Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya, 3rd ed.

Ekonesia, 2009.

[22] S. Alvitiani, H. Yasin, and M. A.

Mukid, “PEMODELAN DATA KEMISKINAN PROVINSI JAWA

TENGAH MENGGUNAKAN

FIXED EFFECT SPATIAL DURBIN MODEL,” Jurnal Gaussian, vol. 8, no. 2, pp. 220–232, May 2019, doi:

10.14710/j.gauss.v8i2.26667.

[23] A. Widarjono, “Estimating Profitability of Islamic Banking in Indonesia,” Jurnal Keuangan dan Perbankan, vol. 22, no. 3, pp. 568–

579, Aug. 2018, doi:

10.26905/jkdp.v22i3.2197.

[24] F. R. Oliver and D. Gujarati,

“Essentials of Econometrics.,” J R Stat Soc Ser A Stat Soc, vol. 156, no.

2, p. 322, 1993, doi:

10.2307/2982744.

[25] G. C. Bulus and S. Koc, “The effects of FDI and government expenditures on environmental pollution in Korea:

the pollution haven hypothesis revisited,” Environmental Science and Pollution Research, vol. 28, no.

28, pp. 38238–38253, Jul. 2021, doi:

10.1007/s11356-021-13462-z.

[26] K. Bakhsh, S. Rose, M. F. Ali, N.

Ahmad, and M. Shahbaz, “Economic growth, CO 2 emissions, renewable waste and FDI relation in Pakistan:

New evidences from 3SLS,” J Environ Manage, vol. 196, pp. 627–

632, Jul. 2017, doi:

10.1016/j.jenvman.2017.03.029.

[27] M. Bildirici, “Impact of military on biofuels consumption and GHG emissions: the evidence from G7 countries,” Environmental Science and Pollution Research, vol. 25, no.

14, pp. 13560–13568, May 2018, doi:

10.1007/s11356-018-1545-x.

[28] W. Bardi and M. A. Hfaiedh, “Causal Interaction between FDI, Corruption and Environmental Quality in the MENA Region,” Economies, vol. 9, no. 1, p. 14, Feb. 2021, doi:

10.3390/economies9010014.

[29] S. Sabir, U. Qayyum, and T. Majeed,

“FDI and environmental degradation:

the role of political institutions in South Asian countries,”

Environmental Science and Pollution Research, vol. 27, no. 26, pp. 32544–

32553, Sep. 2020, doi:

10.1007/s11356-020-09464-y.

[30] O. Usman, P. T. Iorember, and I. O.

Olanipekun, “Revisiting the environmental Kuznets curve (EKC) hypothesis in India: the effects of energy consumption and democracy,”

Environmental Science and Pollution Research, vol. 26, no. 13, pp. 13390–

13400, 2019, doi: 10.1007/s11356- 019.

[31] S. T. Katircioğlu and N. Taşpinar,

“Testing the moderating role of financial development in an environmental Kuznets curve:

Empirical evidence from Turkey,”

Renewable and Sustainable Energy Reviews, vol. 68, pp. 572–586, Feb.

2017, doi:

10.1016/j.rser.2016.09.127.

[32] E. Dogan, R. Ulucak, E. Kocak, and

C. Isik, “The use of ecological

(10)

DOI 10.37600/ekbi.v6i2.1137

footprint in estimating the environmental Kuznets curve hypothesis for BRICST by considering cross-section dependence and heterogeneity,” Sci Total Environ, vol. 723, 2020, doi:

10.1016/j.scitotenv.2020.138063.

[33] E. Beşe and S. Kalayci,

“Environmental Kuznets curve (EKC): Empirical relationship between economic growth, energy consumption, and CO2 emissions:

Evidence from 3 developed countries,” Panoeconomicus, vol. 68, no. 4, pp. 483–506, 2021, doi:

10.2298/PAN180503004B.

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI), HARGA MINYAK DUNIA, DAN INFLASI TERHADAP EKSPOR LIMA NEGARA ASEAN: STUDI KASUS INDONESIA, MALAYSIA, FILIPINA, THAILAND, DAN.. VIETNAM

Dari hasil hipotesis penelitian ini dapat menunjukkan bahwa Foreign Direct Investment berpengaruh positif dan tidak signifikan,Tingkat Inflasi berpengaruh negatif

a) Untuk menguji dan menganalisis bagaimana pengaruh variabel Foreign Direct Investment (FDI), tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga acuan

Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang terdiri dari foreign direct investment , ekspor, utang luar negeri: secara simultan berpengaruh signifikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Utang Luar Negeri (ULN), investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI), dan kemudahan berusaha atau Ease

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh pengguna internet, indeks pembangunan manusia, foreign direct investment, dan krisis subprime mortgage

The static panel data for the empirical model of this study is as follow: LnFDIit=α+β1CPIit+β2LnGDPit 1 +β3Inflationit+ηi+µit where, FDI is the inflows of Foreign Direct Invest- ment;

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah variabel nilai tukar dan CPI tidak memiliki hubungan signifikan terhadap Foreign Direct Investment, sedangkan variabel GDP, Kualitas