4 2.1 Boiler
2.1.1 Pengertian Boiler
Boiler merupakan suatu bejana yang didalamnya berisi air atau fluida lain untuk dipanaskan untuk menghasilkan uap bertekanan (Sugiharto 2020). Dimana tekanan dan temperature fluida yang dihasilkan tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, seperti untuk turbin uap, pemanas ruangan, mesin uap, dan lain sebagainya (Hasibuan 2013). Uap yang dihasilkan dari boiler ini pada umumnya berasal dari proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas, cair maupun bahan bakar padat (Sugiharto 2020).
2.1.2 Jenis – Jenis Boiler
Berdasarkan tipe tube, boiler dibedakan menjadi dua, yakni : A. Fire Tube Boiler
Boiler ini memiliki dua bagian didalamnya yaitu bagian pipa yang merupakan tempat terjadinya pembakaran dan bagian barrel yang berisi fluida.
Tipe ini memiliki karakteristik yaitu menghasilkan jumlah steam yang rendah serta kapasitas yang terbatas.
Gambar 2.1 Gambar Fire Tube Boiler
(Sumber : http://pembangkit-uap.blogspot.com/2015/03/fire-tube-boiler-dan-water-tube- boiler.html)
Proses pengapian terjadi didalam pipa dan panas yang dihasilkan diantarkan langsung ke dalam boiler yang berisi air.
Proses pemasangan cukup mudah dan tidak memerlukan pengaturan yang khusus, tidak membutuhkan area yang besar dan memiliki biaya yang murah.
Namun memiliki tempat pembakaran yang sulit terjangkau saat hendak dibersihkan, kapasitas yang rendah dan kurang efisien karena banyak kalor yang terbuang sia – sia.
B. Water Tube Boiler
Boiler ini memiliki kontruksi yang hampir sama dengan jenis pipa api, jenis ini juga terdiri dari pipa dan barrel, yang membedakan hanya sisi pipa yang diisi oleh air sedangkan sisi barrel merupakan tempat terjadinya pembakaran.
Pada boiler pipa air, air umpan mengalir melalui bagian dalam pipa yang selanjutnya masuk ke dalam drum. Proses pengapian terjadi pada sisi luar pipa, kemudian panas yang dihasilkan memanaskan pipa berisi air. Steam yang dihasilkan terlebih dahulu dikumpulkan didalam sebuah steam drum yang memiliki tekanan dan temperature tertentu yang dimana steam yang dihasilkan tersebut merupakan saturated steam. Kemudian saturated steam tersebut akan dipanaskan kembali pada superheater untuk menghasilkan superheated steam melalui pipa distribusi.
Gambar 2.2 Gambar Water Tube Boiler
Sumber : http://designengineeringfaq.blogspot.com/2012/01/what-is-water-tube-boiler.html
Boiler pipa air ini memiliki kapasitas steam yang besar, nilai efisiensi relative lebih tinggi dan tungku pembakaran mudah untuk dijangkau saat akan dibersihkan. Namun, biaya investasi awal cukup mahal, membutuhkan area yang luas dan membutuhkan komponen tambahan dalam hal penanganan air.
2.2 Dasar Termodinamika
Termodinamika sangat berperan penting untuk menganalisis sembarang sistem yang melibatkan perpindahan energi. Berbagai pemakaian termodinamika yang praktis dan lazim dalam rekayasa adalah untuk menganalisa berbagai sistem yang mengandung suatu zat kerja, biasanya dalam fase cair atau gas, yang mengalir di dalam peralatan. Berbagai sistem yang menjadi pusat perhatian disini merupakan sistem-sistem yang menghasilkan suatu konversi energi. Dalam berbagai sistem yang membangkitkan daya, perhatian difokuskan pada pengkonversian energi dalam dari molekul-molekul bahan bakar hidrokarbon menjadi energi listrik atau mekanis (Reynolds dan Perkins, 1977).
2.2.1 Hukum Pertama Termodinamika
Hukum termodinamika pertama dikenal dengan prinsip konservasi energi yang menyatakan bahwa energi itu lestari. Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, disebut juga Hukum Kekekalan Energi. Walaupun energi terdapat dalam berbagai bentuk, jumlah energi total adalah konstan, dan bila energi hilang dalam satu bentuk, energi ini timbul dalam bentuk lain secara bersama-sama.
Dalam bentuk dasar, hukum pertama mensyaratkan:
∆ (Energi sistem) + ∆ (Energi sekeliling) = 0………….………(2.1) Energi total dari suatu sistem disebut sebagai energi dalam (U). Nilai mutlak energi dalam sistem manapun tidak mungkin diketahui, tetapi dalam termodinamika kita banyak berhadapan dengan perubahan pada energi dalam.
Energi dalam adalah sifat keadaan. Artinya nilai energi dalam bergantung hanya pada keadaan akhir sistem dan tidak bergantung pada cara pencapaian keadaan itu.
Eksperimen membuktikan dua sifat lebih lanjut dari energi dalam, yaitu:
1. Energi dalam sistem yang terisolasi adalah tetap. Pengamatan ini sering diringkas dengan ucapan bahwa energi bersifat kekal. Bukti kekekalan energi adalah kemustahilan untuk membuat mesin yang bergerak terus menerus, yang
bekerja tanpa bahan bakar; mustahil untuk menciptakan atau mengahancurkan energi.
2. Sifat kedua dari energi dalam adalah perpindahan energi. Kalor dan kerja adalah cara dalam mengubah energi sistem. Energi adalah energi, bagaimanapun cara memperolehnya atau menghabiskannya.
Kedua sifat energi ini diringkaskan dalam sebuah pernyataan yang disebut hukum pertama termodinamika yaitu energi dalam suatu besarnya tetap kecuali jika diubah dengan melakukan kerja atau dengan pemanasan (Atkins, 1999). Menurut Daryus dalam Febriani Rizki (2017), sesuai dengan hukum ini, energi yang diberikan oleh kalor mesti sama dengan kerja eksternal yang dilakukan ditambah dengan perolehan energi dalam karena kenaikan temperatur.
Secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut:
Q = U + W……….(2.2) Dimana:
Q = kalor yang dipindahkan
∆U = perubahan energi dalam
W = kerja yang dilakukan dalam satuan kalor
2.2.2 Hukum Kedua Termodinamika
Hukum kedua termodinamika dinyatakan dengan entropi. Pada hukum pertama, energi dalam digunakan untuk mengenali perubahan yang diperbolehkan sedangkan pada hukum kedua entropi digunakan mengenali perubahan spontan di antara perubahan–perubahan yang diperbolehkan ini. Hukum kedua berbunyi entropi suatu sistem bertambah selama ada perubahan spontan
Stot 0……….…………...(2.3) Proses irreversibel (seperti pendinginan hingga mencapai temperatur yang sama dengan lingkungan dan pemuaian bebas dari gas) adalah proses spontan, sehingga proses itu disertai dengan kenaikkan entropi. Proses irreversibel menghasilkan entropi, sedangkan proses reversibel adalah perubahan yang sangat seimbang, dengan sistem dalam keseimbangan dengan lingkungannya pada setiap tahap.
Setiap langkah yang sangat kecil di sepanjang jalannya bersifat reversibel, dan terjadi tanpa menyebarkan energi secara kacau, sehingga juga tanpa kenaikkan entropi. Proses reversibel tidak menghasilkan entropi, melainkan hanya memindahkan entropi dari suatu bagian sistem terisolasi ke bagian lainnya (Atkins, 1999). Sifat atau keadaan perilaku partikel dinyatakan dalam besaran entropi, entropi didefinisikan sebagai bentuk ketidakteraturan perilaku partikel dalam sistem.
Entropi didasarkan pada perubahan setiap keadaan yang dialami partikel dari keadaan awal hingga keadaan akhirnya. Semakin tinggi entropi suatu sistem, semakin tidak teratur pula sistem tersebut, sistem menjadi lebih rumit, kompleks, dan sulit diprediksi. Untuk mengetahui konsep keteraturan, mula-mula kita perlu membahas hukum kedua termodinamika yang dikenal sebagai ketidaksamaan Clausius dan dapat diterapkan pada setiap siklus tanpa memperhatikan dari benda mana siklus itu mendapatkan energi melalui perpindahan kalor. Ketidaksamaan Clausius mendasari dua hal yang digunakan untuk menganalisis sistem tertutup dan volume atur berdasarkan hukum kedua termodinamika yaitu sifat entropi dan neraca entropi.
Ketidaksamaan Clausius menyatakan bahwa:
dS = 𝑑𝑄 𝑇………(2.4) Dimana dQ mewakili perpindahan kalor pada batas sistem selama terjadinya siklus, T merupakan temperatur absolut pada daerah batas tersebut. Sedangkan dS dapat mewakili tingkat ketidaksamaan atau nilai entropi. Pada saat hukum kedua termodinamika diterapkan, diagram entropi sangat membantu untuk menentukan lokasi dan menggambarkan proses pada diagram dimana koordinatnya merupakan nilai entropi. Diagram dengan salah satu sumbu koordinat berupa entropi yang sering digunakan adalah diagram temperatur-entropi (T-s) dan diagram entalpi- entropi (h-s).
2.3 Pembakaran
Pembakaran merupakan rangkaian suatu reaksi kimia yang terjadi antara zat pengoksida berupa oksigen dan bahan bakar, dimana dalam proses pembakaran tersebut menghasilkan energi berupa panas dan perubahan senyawa kimia.
Pelepasan energi panas tersebut menimbulkan cahaya dalam bentuk api. Reaksi
terjadi ketika suatu zat mampu bereaksi cepat dengan oksidator dan mendapat suhu yang cukup untuk memulai awal proses pembakaran atau disebut juga energi aktivasi. Pembakaran sempurna terjadi jika perbandingan bahan bakar dan pasokan oksigen yang tepat. Bila oksigen terlalu banyak, pembakaran akan menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya jika bahan bakar terlalu banyak, pembakaran akan menghasilkan api reduksi.
Dalam proses suatu pembakaran jika tidak ada cukup oksigen, maka karbon tidak akan terbakar seluruhnya, contohnya sebagai berikut :
C + O2 → CO2 (karbon terbakar sempurna) 2C + O2 → 2CO2 (karbon tidak terbakar sempurna)
Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan “tiga T”, yaitu :
A. Temperature
Temperature yang digunakan untuk pembakaran yang baik adalah dengan menggunakan temperature yang tinggi sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia.
B. Turbulensi
Turbulensi yang tinggi menyebabkan terjadinya pencampuran yang baik antara bahan bakar dan oksidator. Oksigen didalam udara yang dialirkan ke ruang bakar ada kemungkinan dapat langsung mengalir ke cerobong tanpa kontak dengan bahan bakar. Turbulensi udara akan membentuk pencampuran yang baik antara udara bahan bakar sehingga akan diperoleh proses pembakaran yang sempurna.
C. Time
Waktu harus cukup agar input panas dapat terserap oleh reaktan sehingga berlangsung proses termokimia. Setiap reaksi kimia memerlukan waktu tertentu untuk pembakaran.
Berdasarkan sifat reaksinya, pembakaran terbagi menjadi :
Complete Combution (Pembakaran Sempurna)
Pada pembakaran sempurna, reaktan akan terbakar dengan oksigen menghasilkan sejumlah produk yang terbatas. Ketika hidrokarbon yang terbakar dengan oksigen, maka yang dihasilkan adalah karbon dioksida dan uap air.
Namun, kadang kala akan dihasilkan senyawa nitrogen didalam udara.
Pembakaran sempurna hampir tidak mungkin tercapai pada kehidupan nyata.
Incomplete Combution (Pembakaran Tidak Sempurna)
Pembakaran tidak sempurna umumnya terjadi ketika tidak tersedianya oksigen dalam yang cukup untuk membakar bahan bakar sehingga dihasilkannya karbon dioksida dan air. Pembakaran tidak sempurna menghasilkan zat – zat seperti karbon dioksida, karbon monoksida, uap air, dan karbon. Pembakaran yang tidak sempurna sangat sering terjadi dan pembakaran yang tidak diinginkan, karena karbon monoksida merupakan zat yang sangat berbahaya bagi manusia.
2.4 Proses Perpindahan Panas
Perpindahan panas merupakan perpindahan energi yang terjadi akibat adanya perbedaan temperature. Selama terdapat perbedaan temperature maka perpindahan panas masih akan terjadi. Perpindahan panas dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
2.4.1 Konduksi
Perpindahan panas yang terjadi karena perbedaan temperature yang terdapat dalam medium yang diam, baik itu benda padat maupun benda cair (fluida) persamaan yang dapat dituliskan :
q
x= -kA
𝒅𝒕𝒅𝒙
Dimana :
qx = laju perpindahan panas konduksi (Watt) k = konduktivitas thermal (W/m.ºC)
A = luas penampang yang tegak lurus dengan arah laju perpindahan panas (m2) dt = perubahan suhu
dx = ketebalan bahan 2.4.2 Konveksi
Perpindahan panas yang terjadi karena perbedaan temperature antara medium yang bergerak dengan suatu permukaan yang dilewatinya. Tanpa memperhatikan mekanismenya, persamaan laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam bentuk :
𝒒 = 𝒉̅ x 𝑨
𝒔x (𝑻
𝒔− 𝑻
∞)
Dimana :
q = laju perpindahan panas (W)
ℎ̅ = koefisien perpindahan panas (W/m2ºC) As = luas perpindahan panas (m2)
Ts = temperature dinding (ºC) T∞ = temperature sekeliling (ºC) 2.4.3 Radiasi
Perpindahan panas yang terjadi tanpa memerlukan media material. Adapun persamaan laju perpindahan panas radiasi dinyatakan dalam bentuk :
𝒒 = 𝝈.𝑨 (𝐓
41− 𝐓
42)
Dimana :
𝑞 = laju perpindahan panas (w)
𝜎= konstanta bolztman (5,669 x 10−8W/𝑚2 ºK) A = luas penampang (𝑚2 )
T1, T2 = temperatur permukaan (ºK)
2.5 Saturated Steam dan Superheated Steam
Pada dasarnya yang Namanya steam (uap air) itu dibuat dari air yang dipanaskan. Dalam industri sendiri steam dihasilkan dari ketel atau boiler dimana air yang sudah dibebas mineralkan atau demin water dipompakan ke dalam boiler yang terdiri dari susunan tube atau pipa yang saling sambung dan dipanaskan pada suhu tertentu.
Saturated steam atau steam basah adalah steam yang dihasilkan dari proses pembuatan steam tingkat pertama di boiler dimana biasanya suhunya berkisar antara 150 - 300ºC. Namun, pada intinya adalah saturated steam merupakan steam yang dihasilkan dari pemanasan air. Saturated steam ini masih banyak mengandung air sehingga mudah membentuk air kembali akibat kondensasi karena penurunan suhu akibat pipa distribusi steam yang terlalu jauh.
Superheated steam sendiri merupakan steam yang terbuat dari saturated steam yang dipanaskan kembali dalam boiler sampai suhu ± 700ºC. Steam ini betul – betul sangat kering.
2.6 Temperature Flame
Temperatur Nyala Api (Temperature Flame) suhu maksimum nyala bahan bakar yang terjadi apabila tidak ada kebocoran panas ke sekelilingnya. Suhu nyala adibatik diperlukan untuk mengetahui berapa besar panas yang yang terjadi ketika bahan bakar tersebut dibakar. Hal ini merupakan salah satu parameter karakteristik termal dari bahan bakar, seperti halnya bahan bakar solar yang dipakai sebagai bahan bakar. Perhitungan suhu nyala adibatik didasarkan atas persentase massa dari kandungan karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen di dalam bahan bakar. Dalam pembakaran, semua kalor yang terkandung di dalam bahan bakar menjadi kalor produk + kalor sensibel. Temperature Flame adalah temperatur dimana suatu zat atau material melepaskan uap yang cukup untuk membentuk campuran dengan udara yang ada sehingga terbakar. walaupun banyak orang yang mengatakan bahwa temperatur nyala tidak dapat di tentukan secara nyata. Karena hal itulah para ahli mecari metode untuk menentukan nilainya secara teori. Temperatur nyala api ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tergantung pada jenis bahan bakar dan oksida yang digunakan. Untuk api konvensional yang digunakan dalam fotometri nyala, temperatur nyala yang lebih tinggi diperoleh dengan oksigen digunakan sebagai oksida bukan udara, karena di dalam udara terdapat nitrogen yang dapat menurunkan suhu nyala api (Melisa, 2015).
Temperature flame juga bervariasi sesuai dengan rasio masing-masing komponen dalam campuran yang mudah terbakar. jika campuran tidak masuk pembakar dalam komposisi optimal, bahan bakar kelebihan atau oksidan tidak berpartisipasi dalam reaksi dan gas inert seperti komponen berlebih menurunkan suhu nyala api. Temperatur yang di dapat secara adiabatik, dimana tidak ada panas yang masuk dan panas yang keluar pada saat terjadinya pembakaran. Sedangkan, suhu pembakaran disebut dengan temperature flame.
Faktor-faktor yang mempengaruhi flame temperatur:
1. Temperatur Adiabatik 2. Tekanan Atmosfir
3. Bahan bakar yang terbakar
4. Ada tidaknya pengoksidasi dalam bahan bakar 5. Bagaimana stokiometri pembakaran yang terjadi
2.7 Bahan Bakar Solar
Bahan bakar solar merupakan bahan bakar minyak nabati hasil destilasi dari minyak bumi mentah. Bahan bakar ini berwarna kuning coklat yang jernih.
Penggunaan solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan putaran tinggi (diatas 1000 rpm). Bahan bakar solar mempunyai sifat – sifat utama, yaitu :
a. Warna kuning coklat yang jernih
b. Encer dan tidak mudah menguap pada suhu normal c. Mempunyai titik nyala yang tinggi (40ºC sampai 100ºC) d. Terbakar secara spontan pada suhu 350ºC
e. Mempunyai berat jenis sekitar 0,82 – 0,86
f. Mampu menimbulkan panas yang besar (10.500 kcal/kg)
g. Mempunyai kandungan sulfur yang lebih besar dari pada bensin.
Berikut spesifikasi bahan bakar solar :
Tabel 2.1 Spesifikasi Bahan Bakar Solar
No. karakteristik satuan batasan Metode Uji Min. Maks.
1. Berat Jenis (pada suhu 15ºC)
kg/m3 815 870 D4052/D1298
2. Viskositas (pada suhu 40 ºC)
mm3/s 2,0 4,5 D445
3. Kandungan Sulfur % m/m -
0,35 0,30 0,25 0,05 0,005
D4294/D5453
4. Penguapan ºC - 370 D86
5. Titik Nyala ºC 52 - D93
6. Titik Kabut ºC - 18 D2500
7. Titik Tuang ºC - 18 D97
8. Residu Karbon % m/m - 0,1 D482
9. Kandungan Air mm/kg - 500 D6304
(sumber : Kepdirjen Migas No.28 Tahun 2016)
2.8 Rasio Udara dan Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)
Prosedur ini merupakan prosedur yang paling sering digunakan untuk mendifinisikan pencampuran udara dengan bahan bakar. Air Fuel Ratio (AFR) merupakan rasio perbandingan antara massa bahan bakar dengan udara yang terjadi pada suatu reaksi pembakaran. Pada reaksi pembakaran, AFR memegang peran penting dalam menentukan jalannya proses pembakaran tersebut, selain itu AFR juga berperan dalam pembentukan nyala api dan hasil gas buang dari suatu proses pembakaran. Persamaan AFR pada campuran stoikiometri dituliskan dalam rumus sebagai berikut.:
𝐴𝐹𝑅
𝑠𝑡𝑜𝑖𝑘𝑖𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖= 𝑛
𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎𝑛
𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟Keterangan:
𝐴𝐹𝑅𝑠𝑡𝑜𝑖𝑘𝑖𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 = Rasio udara dan bahan bakar dalam keadaan stoikiometri
𝑛udara = Jumlah mol udara
𝑛bahanbakar = Jumlah mol bahan bakar
Tabel 2.2 Excess Air dan O2 optimum pada gas buang berbagai Bahan Bakar Bahan Bakar Optimum
Excess Air %
Optimum O2 pada Stack Gas %
Batubara 20 - 25 4 - 4,5
Biomassa 20 - 40 4 – 6
Stoker firing 25 - 40 4,5 - 6,5
Solar 5 - 20 1 – 3
Gas Bumi/ LPG 5 - 10 1 – 2
Black Liquor 5 - 10 1 – 2
2.9 Efisiensi Boiler
Efisiensi boiler didefinisikan sebagai persen energi (panas) masuk yang digunakan secara efektif pada steam yang dihasilkan (anisya 2021). Untuk mengetahui kinerja sebuah boiler tidak cukup hanya dengan mengetahui efisiensinya saja. Dengan mengetahui efisiensi boiler saja kita hanya dapat menyatakan bahwa boiler yang dievaluasi masih dapat bekerja dengan baik atau tidak, atau dapat juga dikatakan jika boiler mengalami penurunan efisiensi, masih
dalam batas kewajaran atau tidak (sugiharto 2020). Terdapat dua metode pengkajian efisiensi boiler yakni :
2.9.1 Metode Langsung
Metode langsung atau dikenal juga dengan metode input-output, dilakukan dengan cara membandingkan secara langsung energi panas yang diserap oleh air sehingga perubahan fase menjadi uap air (energi output), dengan energi panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar didalam ruang bakar boiler (energi input).
Rumusan sederhana dari perhitungan metode langsung, sebagai berikut :
ղ
fuel=
𝑄steam𝑄fuel
x 100%
ղ
fuel=
𝑄 𝑥 (ℎ𝑔−ℎ𝑓)𝑞 𝑥 𝐺𝐶𝑉
x 100%
Dimana :
ղfuel : Efisiensi bahan bakar boiler (%)
Qsteam : Energi panas total yang diserap uap air (kalori) Q : Debit uap air keluar boiler (kg/jam)
hg : Entalpi uap keluar boiler (kcal/kg) hf : Entalpi air masuk boiler (kcal/kg)
Qfuel : Energi panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar (kalori) q : Debit kebutuhan bahan bakar (kg/jam)
GCV : Gross Calorific Value atau nilai kalor spesifik bahan bakar (kcal/kg) Pada metode langsung, ada beberapa parameter yang harus diukur secara presisi agar didapatkan hasil perhitungan yang akurat. Parameter – parameter tersebut antara lain :
Debit air (feedwater) masuk ke boiler
Tekanan dan temperature keseluruhan aliran fluida air umpan (feedwater) yang masuk ke dalam boiler
Debit kebutuhan bahan bakar yang digunakan (kg/jam)
Nilai kalor (heating value) bahan bakar (kcal/kg)
2.9.2 Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung merupakan perbedaan antara kehilangan dan energi yang masuk. Rumusan sederhana dari perhitungan metode tidak langsung, sebagai berikut :
ղ = 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛
𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 x 100%
Qin = ∆HºF + ncp∆t (p) - ncp∆t (r) Cp = A + BT + CT2
Cpm = ∫ (𝐴+𝐵𝑇+𝐶𝑇
2)𝑑𝑇
𝑇2 𝑇1
𝑇𝑖𝑛−𝑇𝑟𝑒𝑓