• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Eksperimental Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Campuran Dimetil Ester Dengan Solar Terhadap Performansi Motor Diesel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Eksperimental Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Campuran Dimetil Ester Dengan Solar Terhadap Performansi Motor Diesel"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar, Wiranto. Penggerak Mula Motor Bakar Torak : Penerbit ITB Bandung, 1988.

2. Arismunandar, Wiranto dan Koichi Tsuda, Motor Diesel Putaran Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1976.

3. Crouse, William. H, Automotive Mechanics, Seventh Edition-McGrawHill Book Company,1976.

4. Edi, Sigar, Buku Pintar Otomotif, Penerbit Pustaka Dela Pratasa, Jakarta, 1998.

5. Lichty, L.C, Internal Combustion Engines, Sixth Edition-McGraw-Hill Book Company, INC, Tokyo, 1951.

6. Priambodo, Bambang dan Maleev, V.L, Operasi dan Pemeliharaan Mesin Diesel, Penerbit Erlangga, 1991.

7. Petrovsky, H. Marine Internal Combustion Engine, MIR Publishers, Moscow, 1968.

8. Soenarta, Nakolea dan Shoichi Furuhama, Motor Serba Guna, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002.

9. Schulz, Erich. J, Diesel Mechanics, Second Edition-McGraw-Hill Book Company, 1976.

10. Toyota Astra Motor, Training Manual Turbocharger dan Supercharger Step 3, Toyota Astra Motor.

11. Toyota Astra Motor, Buku Panduan Toyota New Team Step 1, Toyota Astra Motor.

12. Khovakh, M, Motor Vehicle Engines, MIR Publisher, Moscow, 1979.

13. Ginting, Jameshlon dan Firman Sudiarto, Kajian Eksperimental Pengaruh Catalytic Converter dan Supercharger terhadap unjuk kerja mesin dengan bahan bakar biodiesel, Tugas Sarjana Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU, 2007.

14. www.pertamina.com

(2)

17. www.yellowbiodiesel.com 18. www.autologicco.com

19. www.chemeng.ui.ac.id/~wulan/Materi/port/BAHAN%2520CAIR.PDF 20. www.turbocalculator.com/turbocharger-supercharger.html

21. www.biodiesel.org 22. www.astm.org 23. www.osti.gov/bridge

24. www. Epa.gov/otaq/models/biodsl.htm

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini bahan bakar mesin diesel di Indonesia khususnya untuk jenis kendaraan roda empat didominasi oleh solar yang terbuat dari minyak bumi, padahal kebutuhan akan bahan bakar dari tahun ketahun terus meningkat berbanding terbalik dengan produksi dan cadangan minyak bumi di dalam negeri. Hal ini terlihat jelas pada akhir-akhir ini di negara kita sering terjadi kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), bahkan Indonesia sudah menjadi negara importir netto minyak bumi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan sumber bahan bakar alternatif, khususnya untuk memenuhi kebutuhan mesin-mesin yang mengkonsumsi solar sebagai sumber bahan bakarnya (mesin diesel).

Beberapa upaya telah dilakukan dalam penelitian dan pengembangan sumber energi alternatif, diantaranya adalah pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan bakar pengganti solar. Namun ditemukan beberapa kekurangan dari minyak nabati, dimana bila digunakan secara langsung akan menghasilkan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injektor. Disamping itu viskositasnya yang tinggi mengganggu kinerja pompa injektor pada proses pengkabutan bahan bakar sehingga hasil dari injeksi tidak berwujud kabut yang mudah menguap melainkan tetesan bahan bakar yang sulit terbakar. Oleh karena itu, mesin-mesin kendaraan bermotor komersial perlu dimodifikasi jika akan menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar. Hal ini tentu saja tidak ekonomis sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengubah karakteristik minyak nabati sehingga dapat mengkonversi minyak nabati kedalam bentuk metil ester asam lemak (FAME : fatty acid methil esters) yang lebih dikenal sebagai ”biodiesel”, melalui proses esterifikasi atau

transesterfikasi.

(4)

Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar dunia, Malaysia dan Indonesia juga telah mengembangkan produk biodiesel dari minyak sawit ( palm biodiesel ), meskipun belum dilakukan secara komersial. Khusus di Indonesia pengembangan biodiesel dari minyak sawit dirasa memiliki prospek yang baik dimana ketersediaan akan bahan baku yang cukup banyak sangat mendukung untuk pengembangan tersebut. Hal yang juga perlu untuk diperhatikan dalam pengembangan biodiesel ini adalah emisi gas buang yang dihasilkan harus lebih baik daripada bahan bakar solar sehingga biodiesel ini layak dijadikan alternatif pengganti solar.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dilakukan pengujian motor diesel dengan menggunakan bahan bakar biodiesel yang berbahan baku dimethil ester dengan memanfaatkan secara maksimal peralatan laboratorium yang ada.

1.2 Tujuan Pengujian

Mengetahui pengaruh pemakaian campuran antara biodiesel dan solar dengan komposisi 7% : 93% (B-07) terhadap unjuk kerja mesin diesel.

1.3 Manfaat pengujian

1. Untuk pengembangan bahan bakar biodiesel yang akan digunakan pada mesin diesel ditinjau dari sudut prestasi mesin.

2 Memberikan informasi sebagai referensi bagi yang ingin melakukan riset dibidang otomotif dalam pengembangan bahan bakar biodiesel dan pengaruhnya terhadap performansi motor diesel.

1.4 Ruang lingkup Pengujian

1. Biodiesel yang digunakan adalah biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit ( Dimethil Ester B-07) .

(5)

3. Mesin uji yang digunakan untuk mendapatkan unjuk kerja motor bakar diesel adalah Mesin Diesel 4-langkah dengan 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 001 ) pada laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin USU.

4. Unjuk kerja mesin diesel yang dihitung adalah : - Daya (Brake Power)

- Rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio)

- Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific Fuel Consumtion)

- Efisiensi Volumetris (Volumetric Effeciency)

- Efisiensi termal brake (Brake Thermal Effeciency)

5. Pada pengujian unjuk kerja motor bakar diesel, dilakukan variasi putaran dan beban yang meliputi :

- Variasi putaran : 1000-rpm, 1400-rpm, 1800-rpm, 2200-rpm , 2600-rpm , 2800-rpm.

- Variasi beban : 10 kg,15 kg,20 kg, dan 25 kg.

Pada variasi beban 15 kg dan 20 kg ditambahkan barbel yang beratnya 5 kg.

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas sarjana ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup pengujian.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai motor diesel, bahan bakar biodiesel, pembakaran motor diesel, persamaan-persamaan yang digunakan, emisi gas buang kendaraan dan pengendaliannya.

Bab III : Metodologi Penelitian

(6)

Bab IV : Hasil dan Analisa Pengujian

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian melalui pembahasan perhitungan dan penganalisaan dengan memaparkan kedalam bentuk tabel dan grafik.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.  Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.  Lampiran

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Performansi Motor Diesel

Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines).

Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 11:1 hingga 26:1, jauh lebih

tinggi dibandingkan motor bakar bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1. Konsumsi bahan

bakar spesifik mesin diesel lebih rendah (kira-kira 25 %) dibanding mesin bensin namun

perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan tekanan kerja nya juga tinggi.

2.1.1 Torsi dan daya

Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan

dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat dynamometer yang bertindak seolah–olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power).

B

P = n T

60 . . 2π

... (2.1) Lit.5 hal 2-7

Untuk Torsi dapat dihitung dengan rumus berikut :

T = W S L

1000 +

(8)

n = Putaran mesin (rpm)

T = Torsi (N.m)

2.1.2 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, sfc)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka :

Sfc =

B f P x m 3 . 10

... (2.2) Lit.5 hal 2-16

dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).

.

f

m = laju aliran bahan bakar (kg/jam). Besarnya laju aliran massa bahan bakar (

.

f

m ) dihitung dengan persamaan berikut : 3600 10 . . 3 x t V sg m f f f f

= ... (2.3) Lit.5 hal 3-9

dimana : sgf = spesific gravity (dari tabel 2.4).

Vf = volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).

f

t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik).

2.1.3 Perbandingan udara bahan bakar (AFR)

Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut :

AFR = .

.

f a

m m

(9)

dengan : ma = laju aliran masa udara (kg/jam).

Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan

membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut :

f

C = 3564 x Pa x

5 , 2 ) 114 ( a a T T +

…….. (2.5) Lit.5 hal 3-11

Dimana : Pa = tekanan udara (Pa) Ta = temperatur udara (K)

2.1.4 Effisiensi volumetris

Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses)

pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik v) dirumuskan dengan persamaan berikut :

v η = rak langkah to olume sebanyak v udara Berat terisap yang segar udara Berat

... (2.6) Lit.5 hal 2-9

Berat udara segar yang terisap =

n ma 2

. 60

.

... (2.7) Lit.5 hal 2-10

Berat udara sebanyak langkah torak = ρa. Vs... (2.8) Lit.5 hal 2-7

Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi volumetris : v η = n ma . 60 . 2 . . s a.V

1

ρ ... (2.9) Lit.5 hal 2-10 dengan : ρa = kerapatan udara (kg/m3)

s

(10)

Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut :

a ρ = a a T R P

. ………...… (2.10) Lit.5 hal 3-12 Untuk rumus R = CpCv

Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)

2.1.5 Effisiensi thermal brake

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, ηb).

b η = masuk yang panas Laju aktual keluaran Daya

...(2.11) Lit.5 hal 2-15

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut : Q =

.

f

m . LHV ...(2.12) Lit.5 hal 2-8

dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (J/kg)

Jika daya keluaran (PB) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar

.

f

m dalam satuan kg/jam, maka :

b η = LHV m P f B .

. . 3600 ...(2.13) Lit.5 hal 2-15

2.2 Teori Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable)

(11)

Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.

Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida.

2.2.1 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya.

Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong :

HHV = 33950 C + 144200    

 

8 2 2

O

H + 9400 S ...(2.14) Lit. 3 hal. 44

HHV = Nilai kalor atas (J/kg)

(12)

H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar

S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)...(2.15) Lit. 3 hal. 44

LHV = Nilai Kalor Bawah (J/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

2.3 Bahan Bakar Diesel

(13)

mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor.

2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel.

Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar NO P R O P E R T I E S

L I M I T S TEST METHODS

Min Max I P A S T M

1. Specific Grafity 60/60 0C 0.82 0.87 D-1298

2. Color astm - 3.0 D-1500

3. Centane Number or

Alternatively calculated Centane Index 45

48

-

- D-613

4. Viscosity Kinematic at 100 0

C cST

or Viscosity SSU at 100 0C secs

1.6

35

5.8

45 D-88

5. Pour Point 0C - 65 D-97

6. Sulphur strip % wt - 0.5 D-1551/1552

7. Copper strip (3 hr/100 0C) - No.1 D-130

8. Condradson Carbon Residue %wt - 0.1 D-189

9. Water Content % wt - 0.01 D-482

10. Sediment % wt - No.0.01 D-473

11. Ash Content % wt - 0.01 D-482

12.

Neutralization Value :

- Strong Acid Number mgKOH/gr

-Total Acid Number mgKOH/gr

-

-

Nil

0.6

13. Flash Point P.M.c.c 0F 150 - D-93

(14)

2.4 Biodiesel

Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan atau lemak hewan. Komposisi biodiesel umumnya terdiri dari berbagai jenis asam lemak (tabel 2.2) yang melalui proses kimiawi ditransformasi menjadi ”Metil Ester Asam Lemak” (Fatty Acid Methil Esters = FAME).

Tabel 2.2Struktur Kimia Asam Lemak Pada Biodiesel

Nama Asan

Lemak

Jumlah Atom

Karbon dan

Ikatan

Rangkap

Rumus Kimia

Capriylic C 8 CH3(CH2)6COOH

Capric C 10 CH3(CH2)8COOH

Lauric C 12 CH3(CH2)10COOH

Myristic C 14 CH3(CH2)12COOH

Palmitic C 16 : 0 CH3(CH2)14COOH

Palmitoleic C 16 : 1 CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH

Stearic C 18 : 0 CH3(CH2)16COOH

Oleic C 18 : 1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH

Linoleic C 18 : 2 CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH

Linolenic C 18 : 3 CH3(CH2)2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CCOOH

Arachidic C 20 : 0 CH3(CH2)18COOH

Eicosenic C 20 : 1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)9COOH

Behenic C 22 : 0 CH3(CH2)20COOH

Eurcic C 22 : 1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)11COOH

Sumber : Biodisel Handling and Use Guedelines, National Renewable Energy Laboratory-A

National Laboratory of the U.S. Departement of Energys

(15)

Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar yang berasal dari minyak bumi khususnya solar telah lama dikenal namun pengembangan produk biodiesel ternyata lebih menggembirakan dibandingkan dengan pemanfaatan minyak nabati yang langsung digunakan sebagai bahan bakar karena proses termal (panas) di dalam mesin akan teroksidasi atau terbakar secara relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injektor. Karena itu perlu dilakukan modifikasi pada mesin-mesin kendaraan bermotor komersial apabila menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar.

Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya agar sesuai dengan kebutuhan. Bahan bakar yang mengandung biodiesel kerap dikenal sebagai ”BXX” yang merujuk pada suatu jenis bahan bakar dengan komposisi XX % biodiesel dan 1-XX % minyak diesel. Sebagai contoh, B100 merupakan biodiesel murni sedangkan B-07 merupakan campuran dari 7 % biodiesel dan 93 % minyak diesel.

2.4.1 Karakteristik Biodiesel

Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya mengandung kurang dari 15 ppm (part per million) sulfur. Biodiesel mengandung kira-kira 11 % oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan berkurangnya kandungan energi (LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan solar) namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), partikulat dan jelaga. Kandungan energi biodiesel kira-kira 10 % lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi bahan bakar dari biodiesel kurang lebih sama dengan solar, yang berarti daya dan torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya (LHV).

(16)

khususnya dalam hal terjadinya oksidasi. Perbedaan bahan baku menyebabkan kestabilan antara biodiesel yang satu berbeda dari biodiesel yang lainnya tergantung dari jumlah ikatan rangkap dari rantai karbon yang dikandungnya (C=C). Semakin besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya maka kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakin besar. Sebagai contoh, C 18 : 3 yang mempunyai tiga ikatan rangkap mempunyai sifat tiga kali lebih reaktif untuk mengalami oksidasi dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga ikatan rangkap. Kestabilan suatu biodiesel dapat diprediksi dengan mengetahui jenis bahan bakunya.

Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Oleh karena itu, biodiesel dan bahan bakar yang mengandung campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih dari 6 bulan karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi. Salah satu cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6 bulan adalah dengan menambahkan anti oksidan. Jenis anti oksidan yang dapat bekerja dengan baik pada biodiesel antara lain TBHQ (t-butyl hydroquinone),

Tenox 21 dan Tocopherol (Vitamin E).

(17)

Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini, peralatan yang bersentuhan langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari

stainless steel atau aluminium. Selain bereakasi terhadap sejumlah meterial logam, biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet alam mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis.

Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar.

Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa menjadi ”gel” pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki tempertur titik tuang (pour point) yang lebih tinggi yaitu sekitar -15 sampai 100C dibandingkan solar, -35 sampai -150C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperatur titik tuang biodiesel dapat dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya. Cara lain adalah dengan menambahkan zat aditif, tetapi penelitian menunjukkkan bahwa pemakaian zat aditif seperti ”pour point depresant” tidak cukup efektif ketika digunakan pada B100.

Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dan Solar (Petrodiesel)

Fisika Kimia Biodiesel Solar

Kelembaman (%) 0.1 0.3

Energi Power Energi yang dihasilkan 128.000 BTU

Energi yang dihasilkan 130.000 BTU Komposisi Metil Ester atau asam lemak Hidrokarbon

Modifikasi Engine Tidak diperlukan -

Konsumsi Bahan Bakar

Sama Sama

Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah

Emisi CO rendah, total

hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitroksida

CO tinggi, total hidrokarbon, sulfur dioksida, dan

(18)

Penanganan Flamable lebih rendah Flamable lebih tinggi Lingkungan Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi Keberadaan Terbarukan (renewable) Tidak terbarukan

Sumber : CRE-ITB, NOV. 2001

2.4.2 Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit

Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah melalui proses transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterfikasi.

1. Transesterifikasi

Transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan minyak sawit.

Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58 – 650C. Bahan yang pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan. Reaktor transesterifikasi dilengkapai dengan pemanas dan pengaduk. Selama proses pemanasan pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 630C, campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94 %. Selanjutnya produk ini diendapkan untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak menggangu proses transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester dan setelah selesai dilakukan pengendapan dalam waktu yang lebih lama agar gliserol yang masih tersisa bisa terpisah.

(19)

2. Pencucian

Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk

menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol.

Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 550C. pencucian dilakukan tiga kali sampai

pH menjadi normal (pH 6,8 – 7,2).

3. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 950C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di tengah permukaan cairan pada alat pengering.

4. Filtrasi

Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses berlangsung, seperti kerak (kerak besi) yang berasal dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku.

Tabel : 2.4 Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit

Parameter Palm Biodiesel ASTM PS 121

Viskositas pada 400C (csst)

5,0 – 5,6 1,6 – 6,0

Flash Point 172 > 100

Cetane Indeks 47 -49 > 40

Contradson Carbon Residu

0,03 – 0,04 < 0,05

Spesific Grafity 0,8624 -

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan

2.5 Emisi Gas Buang

Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari gas buang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :

(20)

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan

yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.

2. Komposisi kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

3. Bahan penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

a.) Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.

Apabila butir–butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena

pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat– saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.

b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)

(21)

hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.

Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

c.) Carbon Monoksida (CO)

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

d.) Nitrogen Oksida (NOx)

Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung

ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas

yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperatur tinggi diatas 1210 0C. Persamaan reaksinya

adalah sebagai berikut :

O2 → 2O

(22)

N + O2 → NO + O

2.6 Pengendalian Emisi Gas Buang

Tingkat polusi udara dari mesin kendaraan tidak hanya dipengaruhi oleh teknologi pembakaran yang diterapkan dalam sistem itu saja, tetapi juga besar dipengaruhi oleh mutu bahan bakar yang dipakai. Dari segi kualitas bahan bakar, Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara–negara lain. Emisi gas yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut

antara lain :

1. Menyeimbangkan campuran udara-bahan bakar. 2. Pemanfaatan Positive Crankcase Ventilation (PCV).

3. Penggunaan sistem kontrol emisi penguapan bahan bakar antara lain : ECS

(Evaporation Control System), EEC (Evaporation Emission Control), VVR (Vehicle Vapor Recovery) dan VSS (Vapor Saver System).

4. Penggunaan Exhaust Gas Recirculation (EGR).

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat

Pengujian dilakukan di laboratorium motor bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara selama 4 bulan.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang dipakai dalam eksperimental ini terdiri dari :

1. Mesin diesel 4-langkah 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 001 ). 2. Bom kalorimeter untuk mengukur nilai kalor bahan bakar.

3. Untuk emisi gas buang menggunakan alat uji auto gas analizer.

4. Alat bantu perbengkelan, seperti : kunci pas, kunci Inggris, kunci ring, kunci L, obeng, tang, palu, kertas amplas dan lain sebagainya.

5. Stop watch, untuk menentukan waktu yang dibutuhkan mesin uji untuk menghabiskan bahan bakar dengan volume sebanyak 100 ml.

6. Termometer, untuk menghitung perubahan suhu yang terjadi antara sebelum masuk dan setelah keluar air cooler.

3.2.2 Bahan

Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah bahan bakar biodiesel dari minyak kelapa sawit .

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :

(24)

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian karakteristik bahan bakar biodiesel yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan data mengenai karakteristik bahan bakar solar dari pertamina.

3.4 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder diolah ke dalam rumus empiris, kemidian data dari perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

3.5 Pengamatan dan tahap pengujian

Pada penelitian yang akan diamati adalah : 1. Parameter torsi (T) dan parameter daya (PB).

2. Parameter konsumsi bahan bakar spesifik (sfc). 3. Rasio perbandingan udara bahan bakar (AFR). 4. Efisiensi volumetris (ηv).

5. Effisiensi thermal brake (ηb). 6. Parameter komposisi gas buang.

Prosedur pengujian dapat dibagi beberapa tahap, yaitu : 1. Pengujian nilai kalor bahan bakar.

2. Pengujian motor diesel dengan bahan bakar solar murni.

(25)

3.5 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah alat uji “Bom Kalorimeter”.

Gambar 3.1 Bom kalorimeter.

Peralatan yang digunakan meliputi :

- Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom. - Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji. - Tabung gas oksigen.

- Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang dimasukkan ke dalam tabung bom.

- Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.01 0C.

- Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin. - Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.

- Pengatur penyalaan (saklar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai penyala pada tabung bom.

- Kawat penyala (busur nyala), untuk menyalakan bahan bakar yang diuji. - Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.

(26)

Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.

2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada pada penutup bom.

3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala, serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.

4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O”sampai rapat. 5. Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).

6. Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml. 7. Menempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter. 8. Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus listrik. 9. Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang dilengkapi dengan pengaduk. 10. Menghubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada elektromotor.

11. Menempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.

12. Menghidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan mencatat temperatur air pendingin pada termometer.

13. Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.

14. Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan lampu indikator selama elektromotor terus bekerja .

15. Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingin setelah 5 (lima) menit dari penyalaan berlangsung.

16. Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk pengujian berikutnya.

17. Mengulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut–turut.

(27)

Gambar 3.2 Diagram alir Pengujian nilai kalor bahan bakar.

a

Mulai

b

 Berat sampel bahan bakar 0,20 gram  Volume air

pendingin: 1250 ml  Tekanan oksigen 30

Bar

Pengujian = 5 kali

HHVRata - rata =

5 5

1 i

iΣ= HHV

( J/kg) Melakukan pengadukan terhadap

air pendingin selama 5 menit

Mencatat temperatur air pendingin T1 (OC)

Menyalakan bahan bakar

Selesai

Melanjutkan pengadukan terhadap air pendingin selama 5 menit

Mencatat kembali temperatur air pendingin T2 (OC)

Menghitung HHV bahan bakar :

HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv x 1000 ( J/kg )

(28)

3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Diesel

Disini dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin diesel 4-langkah 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 001 ).

Gambar 3.3 Mesin uji (TD4 A 001)

(29)

Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin Diesel TD4A 4-langkah TD111 4-Stroke Diesel Engine

Type TecQuipment TD4A 001

Langkah dan diameter 3,125 inch-nominal dan 3,5 inch

Kompresi ratio 22 : 1

Kapasitas 120 inch3 ;1,96 liter ; 1966 cc

Valve type clearance 0,012 inch (0,30 mm) dingin

Firing order 1-3-4-2

Sumber : Panduan Praktikum Motor Bakar Diesel Laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

Mesin ini juga dilengkapi dengan TD4 A 001 Instrumentation Unit dengan spesifikasi sebagai berikut :

Gambar 3.5 TD4 A 001 Instrumentation Unit

(30)

TD4 A 001 Instrument Unit

Fuel Tank Capasity 10 liters

Fast Flow Pipette Graduated in 8 ml, 16 ml and 32 ml

Tachometer 0–5000 rev/min

Torque Meter 0–70 Nm

Exhaust Temperature Meter 0–1200 0C

Air Flow Manometer Calibrated 0–40 mm water gauge

Sumber : Panduan Praktikum Motor Bakar Diesel Laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

Pada pengujian ini, akan diteliti performansi motor diesel serta komposisi emisi gas buang . Pengujian ini dilakukan pada 5 tingkat putaran mesin, yaitu : 1000,1400,1800,2200,2600 dan 2800 rpm serta 4 variasi beban yaitu : 10 kg,15 kg, 20 kg dan 25 kg.

Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengkalibrasian terhadap torquemeter yang terdapat pada instrumentasi mesin uji dengan langkah– langkah sebagai berikut :

1. Menghubungkan unit instrumentasi mesin kesumber arus listrik. 2. Memutar tombol span searah jarum jam sampai posisi maksimum. 3. Mengguncangkan/menggetarkan mesin pada bagian lengan beban.

4. Memutar tombol zero, hingga jarum torquemetre menunjukkan angka nol. 5. Memastikan bahwa penunjukan angka nol oleh torquemeter telah akurat

dengan mengguncangkan mesin kembali.

6. Menggantung beban sebesar 10 , 15 , 20 dan 25 kg pada lengan beban.

7. Mengguncangkan/menggetarkan mesin sampai posisi jarum torquemeter

menunjukkan angka yang tetap. 8. Melepaskan beban dari lengan beban.

(31)

1. Menghidupkan pompa air pendingin dan memastikan sirkulasi air pendingin mengalir dengan lancar melalui mesin.

2. Menghidupkan mesin dengan cara menarik tali starter, memanaskan mesin selama 15–20 menit pada putaran rendah (± 1500 rpm).

3. Mengatur putaran mesin pada 1500 rpm dengan menggunakan tuas kecepatan dan memastikannya melalui pembacaan tachometer.

4. Menggantung beban sebesar 10 , 15 , 20 dan 25 kg pada lengan beban.

5. Menutup saluran bahan bakar dari tangki dengan memutar katup saluran bahan bakar sehingga permukaan bahan bakar didalam pipette turun.

6. Mencatat waktu yang dibutuhkan mesin untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar dengan menggunakan stopwatch dengan memperhatikan ketinggian permukaan bahan bakar didalam pipette.

7. Mencatat torsi melalui pembacaan torquemeter, temperatur gas buang melalui

exhaust temperature meter, dan tekanan udara masuk melalui air flow manometer.

8. Membuka katup bahan bakar sehingga pipette kembali terisi oleh bahan bakar yang berasal dari tangki.

9. Mengulang pengujian untuk variasi putaran dan beban mesin.

Diagram alir pengujian performansi motor bakar diesel yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.6.

(32)
[image:32.595.222.443.114.577.2]

Gambar 3.6 Diagram alir Pengujian performansi motor bakar diesel

3.7 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang

Pengujian emisi gas buang yang dilakukan meliputi kadar CO2, O2, HC,

CO, dan NOx yang terdapat pada hasil pembakaran bahan bakar . Pengujian ini

dilakukan bersamaan dengan pengujian unjuk kerja motor bakar diesel dimana gas  Volume Uji bahan bakar :

100 ml

 Temperatur udara : 27 OC

 Tekanan udara: 1 bar

 Putaran: n rpm

 Beban: L kg

 Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar.

 Mencatat Torsi

 Mencatat temperatur gas buang

 Mencatat tekanan udara masuk mm H2O

Menganalisa data hasil pembacaan alat ukur dengan rumus empiris

Mengulang pengujian dengan beban, putaran yang berbeda.

(33)
[image:33.595.159.467.187.418.2]

buang yang dihasilkan oleh mesin uji pada saat pengujian diukur untuk mengetahui kadar emisi dalam gas buang. Pengujian emsi gas buang yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat auto logic gas analizer .

Gambar 3.7 Auto logic gas analizer

Mulai

(34)

Gambar 3.8 Diagram alir pengujian emisi gas buang motor bakar diesel Mengosongkan kandungan gas

dalam auto logic gas analizer

Memasukkan gas fitting kedalam knalpot motor bakar

Menunggu kira-kira 2 menit hingga pembacaan stabil dan melihat

tampilannya di komputer

Mengulang pengujian dengan beban dan putaran yang berbeda

(35)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN

4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan (T1 dan T2)

yang telah diperoleh pada pengujian “Bom Kalorimeter” selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai kalor atas bahan bakar (HHV) dengan persamaan berikut :

HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv ( kJ/kg ) Lit.1 hal 12

dimana:

HHV = Nilai kalor atas ( High Heating Value )

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan ( 0C )

T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan ( 0C )

Cv = Panas jenis bom kalorimeter ( 73529,6 kJ/kg 0C ) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala ( 0,05 0C )

Fk = Faktor koreksi.

Faktor koreksi tersebut didapat dari perbandingan antara standarisasi nilai kalor solar 44800 kJ/kg dengan HHV rata-rata solar yang telah diuji dengan bom kalorimeter sebesar 44799,67 kJ/kg yaitu 0,9827. Sedangkan untuk perhitungan nilai kalor atas bahan bakar Biodiesel dimetil ester (B-07) yaitu 43235,4 kJ/kg dikalikan dengan faktor koreksi (Fk) sebesar 0,9827 maka didapat

sebesar 42487,43 kJ/kg.

Pada pengujian pertama bahan bakar biodiesel dimethil ester (B-07) , diperoleh : T1 = 25,18 0C

T2 = 26 0C, maka:

HHV(B-07) = (26 – 25,18 – 0,05 ) x 73529,6 x Fk

(36)

Pada pengujian pertama bahan bakar solar , diperoleh : T1 = 26,310C

T2 = 26,99 0C, maka:

HHV(solar) = (26,99 – 26,31– 0,05 ) x 73529,6 x Fk

= 46323,64 x 0,9827 = 44799,67 kJ/kg

Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung nilai kalor pada pengujian kedua hingga kelima. Selanjutnya untuk memperoleh harga nilai kalor rata–rata bahan bakar digunakan persamaan berikut ini :

HHVRata - rata =

5 5

1 i

iΣ= HHV (k J/kg ) Lit.1 hal 12

Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan serta hasil perhitungan untuk nilai kalor pada pengujian pertama hingga kelima dan nilai kalor rata–rata dengan menggunakan bahan biodiesel (B-07) dan solar murni, dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan bom kalorimeter

Bahan

Bakar

No.

Pengujian

T

1 (oC)

T

2

(oC)

HHV

(kJ/kg)

HHV

rata-rata

(kJ/kg)

Biodiesel

( B-07 )

1 25,18 26 55683,3

42487,43

2 26,19 26,31 5058,02

3 26,64 27,49 57806,03

4 27,51 28,25 49857,7

5 28,14 28,8 44077,09

Solar

1 26,31 26,99 45522,24

44799,67

2 27,06 27,72 44077,09

3 27,76 28,46 46967,39

4 28,49 29,2 47689,97

(37)

4.2 Pengujian Performansi Motor Diesel

Data yang diperoleh dari pembacaan langsung alat uji mesin diesel 4-langkah 4-silinder (TecQuipment type. TD4A 001) melalui unit instrumentasi dan perlengkapan yang digunakan pada saat pengujian antara lain :

♦ Putaran (rpm) melalui tachometre. ♦ Torsi (N.m) melalui torquemetre.

♦ Tinggi kolom udara (mm H2O), melalui pembacaan air flow manometre.

♦ Temperatur gas buang (0C), melalui pembacaan exhaust temperature metre. ♦ Waktu untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar (s), melalui pembacaan

stopwatch.

4.2.1 Daya

Besarnya daya dari masing-masing pengujian bahan bakar solar maupun biodisel (B-07) pada tiap variasi beban dan putaran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

B

P = n T

60 . . 2π

dimana :PB = Daya keluaran (Watt)

n = Putaran mesin (rpm)

T = Torsi (N.m)

Untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) : Beban : 10 kg

Putaran : 1000 rpm

PB = T

n 60

. . 2π

= 60 30,5 1000

. 14 , 3 . 2

x

(38)
[image:38.595.113.512.203.650.2]

Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya daya yang dihasilkan dari masing–masing pengujian baik dengan menggunakan biodiesel (B-07) dan solar murni pada tiap kondisi pembebanan dan putaran dapat ditampilkan dalam bentuk tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Data hasil perhitungan untuk daya

Beban STATIS

(kg) Putaran (rpm)

Daya (kW)

Biodiesel (B-07) Solar

10

1000 3,244 3.349

1400 4,982 6.3

1800 6,876 8.76

2200 8,519 10,822

2600 10,341 12,926

2800 11,283 14.067

15

1000 4,814 4.867

1400 7,18 7.766

1800 9,608 11.115

2200 11,858 14.046

2600 14,15 17.144

2800 15,386 18.609

20

1000 6,384 6.28

1400 9,231 9.524

1800 12,246 13.376

2200 15,082 16.809

2600 18,096 20.41

2800 19,635 22.273

25

1000 7,902 7.85

1400 11,209 11.429

1800 14,695 15.26

2200 18,191 19.341

2600 21,634 23.675

2800 23,445 25.789

• Pada pembebanan 10 kg (gambar 4.1), daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

(39)

• Pada pembebanan 15 kg (gambar 4.2), daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

1000 rpm yaitu sebesar 4,814 kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi saat menggunakan bahan bakar solar pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar

18.609kW.

• Pada pembebanan 20 kg (gambar 4.3), daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

1000 rpm yaitu sebesar 6.384kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi saat menggunakan bahan bakar solar pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar

22.273kW.

• Pada pembebanan 25 kg (gambar 4.4), daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

1000 rpm yaitu sebesar 7,902kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi saat menggunakan bahan bakar solar pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar

25.789kW.

Daya terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07)

pada beban 10 kg dan putaran 1000 rpm yaitu 3.244kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi ketika menggunakan bahan bakar solar pada beban 25 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 25,7892 kW.

Besar kecil daya mesin bergantung pada besar kecil torsi yang didapat. Daya yang dihasilkan mesin dipengaruhi oleh putaran poros engkol yang terjadi akibat dorongan piston yang dihasilkan karena adanya pembakaran bahan bakar dengan udara. Jika konsumsi bahan bakar dan udara diperbesar maka akan semakin besar pula daya yang dihasilkan mesin. Semakin cepat poros engkol berputar maka akan semakin besar daya yang dihasilkan.

(40)

Perbandingan besarnya daya untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.1 Grafik Daya vs putaran untuk beban 10 kg.

Gambar 4.2 Grafik Daya vs putaran untuk beban 15 kg 0

2 4 6 8 10 12 14 16

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

D

aya (

k

W

)

Putaran ( rpm )

D

aya (

k

W

)

(41)
[image:41.595.113.476.83.301.2]

Gambar 4.3 Grafik Daya vs putaran untuk beban 20 kg

Gambar 4.4 Grafik Daya vs putaran untuk beban 25 kg 0

5 10 15 20 25

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

0 5 10 15 20 25 30

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

D

aya (

k

W

)

Putaran ( rpm )

D

aya (

k

W

)

[image:41.595.114.479.436.656.2]
(42)

Dari gambar 4.1 ; 4.2 ; 4.3 dan 4.4 dapat dilihat bahwa penggunaan bahan bakar biodiesel (B-07) daya yang bekerja menjadi lebih lebih kecil dibandingkan solar dikarenakan torsi yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar biodiesel juga kecil tetapi tidak mengurangi kekuatan motor tersebut. Sehingga mesin / motor akan menjadi lebih awet dan bisa bertahan lama karena mesin tidak terlalu dipaksakan bekerja secara maksimum.

4.2.2 Torsi

Besarnya daya yang dihasilkan dari masing–masing pengujian baik dengan menggunakan biodiesel (B-07) dan solar pada tiap kondisi pembebanan dan putaran dapat dihitung dengan persamaan berikut:

T = W S L 1000

+

dimana: T = Torsi (Nm)

W+S = Gaya total Newton

L = Panjang lengan (ditentukan = 300 mm)

Untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) : Beban :10 kg

Putaran : 1000 rpm

T = 300

1000 5 , 0 100+

(43)
[image:43.595.109.554.97.370.2]

Tabel 4.3 Data hasil pembacaan langsung unit instrumentasi

DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL (B-07)

BEBAN

STATIS (kg)

HASIL PEMBACAAN UNIT

INSTRUMENTASI

PUTARAN (rpm)

1000 1400 1800 2200 2600 2800

10

Torsi (N.m) 31 34 36,5 37 38 38,5

Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 438 354 278 195 161 146

Aliran Udara ( mm H2O ) 4 7 12 18 24 27,5

Temperatur Gas Buang ( oC) 80 100 120 170 190 210

15

Torsi (N.m) 46 49 51 51,5 52 52,5

Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 432 351 271 195 158 143

Aliran Udara ( mm H2O ) 4 7 13 18,5 24,5 30,5

Temperatur Gas Buang ( oC) 90 100 160 180 200 220

DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL (B-07)

BEBAN

STATIS

(kg)

HASIL PEMBACAAN UNIT

INSTRUMENTASI

PUTARAN (rpm)

1000 1400 1800 2200 2600 2800

20

Torsi (N.m) 61 63 65 65,5 66,5 67

Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 426 344 267 192 155 142

Aliran Udara ( mm H2O ) 4 7 12,5 19 24,5 26

Temperatur Gas Buang ( oC) 90 100 150 180 200 220

25

Torsi (N.m) 75,5 76,5 78 79 79,5 80

Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 418 323 245 190 151 140

Aliran Udara ( mm H2O ) 4 6,5 12 18,5 24 26

(44)

DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR SOLAR

BEBAN

STATIS (kg)

HASIL PEMBACAAN UNIT

INSTRUMENTASI

PUTARAN (rpm)

1000 1400 1800 2200 2600 2800

10

Torsi (N.m) 32 43 46,5 47 47,5 48

Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 305 224 173 161 158 145

Aliran Udara ( mm H2O ) 3,5 7 11,5 18 24,5 26,5

Temperatur Gas Buang ( oC) 100 160 240 300 320 340

15

Torsi (N.m) 46,5 53 59 61 63 63,5

Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 302 222 168 159 155 148

Aliran Udara ( mm H2O ) 3.5 7 11,5 18 24 25

Temperatur Gas Buang ( oC) 90 160 200 290 310 330

DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR SOLAR

BEBAN STATIS

(kg)

HASIL PEMBACAAN UNIT

INSTRUMENTASI

PUTARAN (rpm)

1000 1400 1800 2200 2600 2800

20

Torsi (N.m) 60 65 71 73 75 76

Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 301 220 158 153 149 140

Aliran Udara ( mm H2O ) 4,5 8 12 15,5 24,5 25,5

Temperatur Gas Buang ( oC) 90 100 140 175 210 200

25

Torsi (N.m) 75 78 81 84 87 88

Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 300 218 155 150 138 126

Aliran Udara ( mm H2O ) 4,5 7,5 12 16 24,5 24

Temperatur Gas Buang ( oC) 90 100 150 185 210 215

• Pada pembebanan 10 kg (gambar 4.5), torsi terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

1000 rpm yaitu sebesar 31N.m. Sedangkan torsi tertinggi mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

(45)

• Pada pembebanan 15 kg (gambar 4.6), torsi terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

1000 rpm yaitu 46 N.m. Sedangkan torsi tertinggi mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

2600 rpm yaitu sebesar 52,5 N.m.

• Pada pembebanan 20 kg (gambar 4.7), torsi terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

1000 rpm yaitu 61 N.m. Sedangkan torsi tertinggi mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

2200 rpm yaitu sebesar 67N.m

• Pada pembebanan 25 kg (gambar 4.8), torsi terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

1000 rpm yaitu 75,5 N.m. Sedangkan torsi tertinggi mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) pada putaran

2600 rpm yaitu sebesar 80N.m.

Torsi terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07)

(46)
[image:46.595.132.495.451.673.2]

Perbandingan harga Torsi untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.5 Grafik Torsi vs Putaran untuk beban 10 kg.

Gambar 4.6 Grafik Torsi vs putaran untuk beban 15 kg 0

10 20 30 40 50 60

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

0 10 20 30 40 50 60 70

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

To

r

si

( N

.m

)

Putaran ( rpm )

T

o

r

si (

N

.m

)

(47)

Gambar 4.7 Grafik Torsi vs putaran untuk beban 20 kg

Gambar 4.8 Grafik Torsi vs putaran untuk beban 25 kg

Torsi adalah suatu keadan benda mengalami puntir atau gaya gunting akibat beban puntir. Dari gambar 4.5 , 4.6 , 4.7 dan 4.8 dapat dilihat bahwa penggunaan bidiesel (B-07) ini dapat membuat torsi menjadi lebih kecil sehingga daya yang dihasilkan juga bisa lebih kecil, sehingga akan membuat mesin menjadi

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

65 70 75 80 85 90

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

Putaran ( rpm )

To

r

si

( N

.m

)

Putaran ( rpm )

To

r

si

( N

.m

(48)

lebih awet dan tahan lama untuk beroperasi.Jadi bahan bakar biodiesel (B-07) ini cocok digunakan pada truk – truk pengangkut yang membawa peralatan besar, genset dan juga kendaraan bermesin diesel.

4.2.3 Konsumsi bahan bakar spesifik

Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific fuel consumption, Sfc) dari masing–masing pengujian pada tiap variasi beban dan putaran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Sfc =

B f

P x

m 3

.

10

dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h)

.

f

m = laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran massa bahan bahan bakar (

.

f

m ) dihitung dengan persamaan berikut :

3600 10

.

. 3

x t

V sg m

f f f f

− =

dimana :

f

sg = spesific gravity biodiesel = 0,8624

f

V = Volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).

f

t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik). Dengan memasukkan harga sgf, harga tf yang diambil dari percobaan sebelumnya harga Vf yaitu sebesar 100 ml, maka laju aliran bahan bakar untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) :

(49)

.

f

m =

438 10 . 100 8624 ,

0 x −3

x 3600 = 0,708 kg / jam

Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar, maka dapat dihitung harga konsumsi bahan bakar spesifiknya (Sfc).

Untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) : Beban : 10 kg

Putaran : 1000 rpm

Sfc =

192 , 3

10 708 ,

0 x 3

= 222,03 g/kWh

Dengan cara yang sama untuk setiap jenis pengujian, pada putaran dan beban yang bervariasi, maka hasil perhitungan Sfc untuk kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4 Konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) dengan biodiesel (B-07) dan solar .

Dengan Bahan Bakar Biodiesel (B-07)

Beban Statis

(kg)

Putaran (rpm)

Konsumsi Bahan Bakar

Spesifik (sfc) (gr/kWh)

10

1000 222,03

1400 187,03

1800 174,34

2200 197,55

2600 196,83

2800 193,49

15

1000 146,09

1400 123,18

1800 115,82

2200 128,04

2600 132,48

(50)

Dengan Bahan Bakar Biodiesel (B-07)

Beban Statis

(kg)

Putaran (rpm)

Konsumsi Bahan Bakar

Spesifik (sfc) (gr/kWh)

20

1000 114,14

1400 97,76

1800 92,11

2200 100,31

2600 106,67

2800 109,71

25

1000 92,76

1400 83,03

1800 81,52

2200 82,51

2600 87,34

2800 89,02

Dengan Bahan Bakar Solar

Beban Statis

(kg)

Putaran (rpm)

Konsumsi Bahan Bakar

Spesifik (sfc) (gr/kWh)

10

1000 296,02

1400 214,25

1800 195,32

2200 169,93

2600 146,52

2800 148,25

15

1000 205,73

1400 175,39

1800 161,93

2200 135,4

2600 113,79

(51)

Dengan Bahan Bakar Solar

Beban Statis

(kg)

Putaran (rpm)

Konsumsi Bahan Bakar

Spesifik (sfc) (gr/kWh)

20

1000 159,44

1400 139,86

1800 143,08

2200 117,58

2600 99,43

2800 96.96

25

1000 128,4

1400 108,87

1800 127,84

2200 104,22

2600 92,55

2800 93,05

• Pada pembebanan 10 kg (gambar 4.9), Sfc terendah terjadi saat dengan menggunakan biodiesel (B-07) pada putaran 1800 rpm yaitu sebesar

222,03g/kWh. Sedangkan Sfc tertinggi terjadi saat menggunakan (B-07) pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar 193,49g/kWh.

• Pada pembebanan 15 kg (gambar 4.10), Sfc terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan biodiesel (B-07) pada putaran 1800 rpm yaitu

115,82g/kWh. Sedangkan Sfc tertinggi terjadi pada saat mesin menggunakan

biodiesel (B-07) pada putaran 1000 rpm sebesar 146,09g/kWh.

• Pada pembebanan 20 kg (gambar 4.11), Sfc terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan biodiesel (B-07) pada putaran 1800 rpm yaitu

92,11g/kWh. Sedangkan Sfc tertinggi terjadi pada saat mesin menggunakan

biodiesel (B-07) pada putaran 1000 rpm sebesar 114,14g/kWh.

• Pada pembebanan 25 kg (gambar 4.12), Sfc terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan biodiesel (B-07) pada putaran 1800 rpm yaitu

81,52g/kWh. Sedangkan Sfc tertinggi terjadi pada saat mesin menggunakan

(52)

Besarnya Sfc sangat dipengaruhi oleh nilai kalor bahan bakar (lihat Tabel 4.1), semakin besar nilai kalor bahan bakar maka Sfc semakin kecil dan sebaliknya.

Perbandingan harga Sfc untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.9 Grafik Sfc vs putaran untuk beban 10 kg.

Gambar 4.10 Grafik Sfc vs putaran untuk beban 15 kg 0

50 100 150 200 250 300 350

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

0 50 100 150 200 250

1000 1400 1800 2200 2600 2800

Biodiesel (B-07)

Solar

Gambar

Gambar 3.6 Diagram alir Pengujian performansi motor bakar diesel
Gambar 3.7 Auto logic gas analizer
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan untuk daya
Gambar 4.4  Grafik Daya vs putaran untuk beban 25 kg
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menentukan harga pokok produksinya Zaman Exclusive Furniture ini belum mengelompokkan biaya produksi dengan jelas, perhitungan hanya mengakumulasikan semua total

Tayammum merupakan cara darurat untuk bersuci. Tayamum dilakukan dengan menyapukan debu pada muka dan tangan hingga pergelangan.Tayammum dilakukan bila; 1.

“ Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data

Sehingga apabila ada hambatan atau akan terjadi bertambahnya arus pada sebuah beban, sensor akan segera menangkap arus tersebut dan kemudian diproses oleh IC, setelah diproses

The software PID temperature controller In PID temperature control the drive control signal, ut, to the heating element is derived from the feedback from past and present temperature

Dosis 6,7% ml/kgBB/hari memberikan pengaruh paling besar dalam penelitian pengaruh sari tahu berformalin terhadap hati yaitu dosis 6,7ml/kgBB/hari paling banyak

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan siswa-siswa SMP Swasta Kristen Immanuel Medan kelas VIII terhadap penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA

Karakteristrik Penggunjung Dan Biaya Perjalanan Domestik Terhadap Manfaat Rekreasi Di Taman Wisata Punti Kayu (TWPK) Kota Palembang. (jurnal

Dalam metode ini dalam menyusun budget dimulai dari penetapan angka laba yang diinginkan oleh perusahaan atau pemilik. Setelah laba ditetapkan maka semua pos yang berkaitan