SKRIPSI
MOTOR BAKAR
UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN
CAMPURAN BAHAN BAKAR DIMETIL ESTER [B – 06]
DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR
TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL
Disusun Oleh:
HERMANTO J. SIANTURI
NIM: 060421019
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan keharirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat Rahmat dan Hidayah yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Skripsi ini.
Tugas ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
mencapai gelar Sarjana di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Mesin,
Universitas Sumatera Utara. Adapun Tugas Skripsi ini berjudul “Uji
Eksperimental Pengaruh Penggunaan Campuran Bahan Bakar Dimetil Ester
[B-06] Dengan Bahan Bakar Solar Terhadap Unjuk Kerja Mesin Diesel”.
Penyusunan dan penulisan tugas skripsi ini amat disadari tidak akan dapat
diselesaikan sendiri. Semua yang telah tercapai tidak lepas dari bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk pada kesempatan ini Penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Isril Amir, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktunya dalam membimbing Penulis dalam menyelesaikan Tugas Skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikwansyah Isranuri sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin,
Fakultas Teknik USU.
3. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT. Sebagai Sekretaris Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknik USU.
4. Bapak / Ibu Staff pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin,
Fakultas Teknik USU.
5. Kedua orang tua yang sangat Saya banggakan, dan saudara yang Saya
6. Teman-teman satu tim dalam tugas akhir: Eddy, Ahmad Sofyan dan Fredy
yang telah berjuang bersama-sama.
7. Teman-teman ekstensi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
8. Kepada Bang Atin Staff Laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik
Mesin yang telah banyak membantu dan membimbing Penulis selama
pengujian di Laboratorium.
9. Semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyusunan dan penulisan tugas skripsi ini.
Penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun
untuk penyempurnaan Tugas Skripsi ini. Semoga apa yang ada dalam Tugas
Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca secara umum dan penulis
secara khusus. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Agustus 2009 Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR NOTASI ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Tujuan pengujian ... 3
1.3 Manfaat pengujian ... 3
1.4 Ruang lingkup pengujian ... 3
1.5 Sistematika pengujian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Performanasi motor diesel ... 5
2.1.1 Torsi dan daya ... 5
2.1.2 Konsumsi bahan bakar spesifik ... 6
2.1.3 Perbandingan udara bahan bakar ... 6
2.1.4 Efisiensi Volumetris ... 7
2.1.5 Efisiensi Thermal Brake ... 8
2.2 Teori pembakaran ... 8
2.2.1 Nilai kalor bahan bakar ... 9
2.4.1 Karakteristik biodiesel... 13
2.4.2 Biodiesel dari minyak kelapa sawit ... 16
2.5 Emisi gas buang ... 17
2.6 Pengendalian emisi gas buang ... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat ... 21
3.2 Alat dan bahan ... 21
3.2.1 Alat ... 21
3.2.2 Bahan ... 21
3.3 Metode pengumpulan data ... 21
3.4 Metode pengolahan data... 22
3.5 Pengamatan dan tahap pengujian ... 22
3.6 Prosedur pengujian nilai kalor bahan bakar ... 23
3.7 Prosedur pengujian performansi motor diesel ... 26
BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN
4.1 Pengujian nilai kalor bahan bakar ... 33
4.2 Pengujian performansi motor diesel ... 35
4.2.1 Torsi ... 35
4.2.2 Daya ... 38
4.2.3 Konsumsi bahan bakar spesifik ... 40
4.2.4 Rasio perbandingan udara bahan bakar ... 44
4.2.5 Efisiensi volumetrik ... 48
4.2.6 Efisiensi thermal brake ... 52
4.3 Pengujian emisi gas buang ... 58
4.3.1 Kadar Karbon Monoksida (CO) dalam gas buang ... 58
4.3.2 Kadar Nitrogen Oksida (NOx) dalam gas buang ... 60
4.3.3 Kadar Unburned Hidro Carbon (UHC) dalam gas buang ... 62
4.3.4 Kadar Karbon Dioksida (CO2) dalam gas buang ... 64
4.3.5 Kadar Sisa oksigen (O2) dalam gas buang ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... ... 73
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar ... 11
Tabel 2.2 Struktur Kimia Asam Lemak pada Biodiesel ... 12
Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dan Solar (Petrodiesel) ... 15
Tabel 2.4 Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit ... 17
Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin Diesel TD4A 4-langkah ... .... 27
Tabel 3.2 Spesifikasi TD4A 001 Instrumentation Unit ... 28
Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan bom kalorimeter ... 34
Tabel 4.2 Data hasil pembacaan langsung unit Instrumentasi ... 35
Tabel 4.3 Data hasil perhitungan daya ... 39
Tabel 4.4 Data hasil perhitungan konsumsi bahan bakar spesifik... ...43
Tabel 4.5 Data hasil perhitungan untuk AFR... .... 47
Tabel 4.6 Data hasil perhitungan untuk efisiensi volumetrik... .... .51
Tabel 4.7 Jumlah air yang terbentuk dari pembakaran tiap 1 kg biodiesel... .... 54
Tabel 4.8 Data hasil perhitungan untuk efisiensi thermal brake... .... 57
Tabel 4.9 Kadar CO dalam gas buang... ... .59
Tabel 4.10 Kadar NOx dalam gas buang... ... 61
Tabel 4.11 Kadar UHC dalam gas buang... .... 63
Tabel 4.12 Kadar CO2 dalam gas buang... .... 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi ... .... 16
Gambar 3.1 Bom kalorimeter ... 22
Gambar 3.2 Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar ... 25
Gambar 3.3 Mesin uji (TD4 A 001) ... .... 26
Gambar 3.4 TD4 A 001 4 –Stroke Diesel Engine ... .... 26
Gambar 3.5 TD4 A 001 Instrumentation Unit ... .... 27
Gambar 3.6 Diagram alir pengujian performansi motor bakar diesel ... .... 30
Gambar 3.7 Auto logic gas analizer ... .... 31
Gambar 3.8 Diagram alir pengujian emisi gas buang motor bakar diesel ... .... 32
Gambar 4.1 Grafik Torsi vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ... 37
Gambar 4.2 Grafik Daya vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ... 40
Gambar 4.3 Grafik Sfc vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ... 44
Gambar 4.4 Kurva Viscous Flow Meter Calibration ... 46
Gambar 4.5 Grafik AFR vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ... 49
Gambar 4.6 Grafik Efisiensi volumetrik vs putaran untuk beban 10kg, 25 kg ... 52
Gambar 4.7 Grafik BTE vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ... 58
Gambar 4.8 Grafik kadar CO vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg . ... 60
Gambar 4.9 Grafik kadar NOx vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ... 62
Gambar 4.10 Grafik kadar UHC vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ... 64
Gambar 4.11 Grafik kadar CO2 vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ... .... 67
DAFTAR NOTASI
Lambang Keterangan Satuan
PB Daya keluaran Watt
n Putaran mesin Rpm
T Torsi N.m
Sfc Konsumsi bahan bakar spesifik g/kW.h
.
f
m Laju aliran bahan bakar kg/jam
Vf Volume bahan bakar yang diuji ml
tf Waktu untuk menghabiskan bahan bakar detik
.
a
m Laju aliran massa udara kg/jam
ρa Kerapatan udara kg/m3
Vs Volume langkah torak m3
Cf Faktor koreksi
AFR Air fuel ratio
ηv Efisiensi volumetrik
ηb Efisiensi thermal brake
HHV Nilai kalor atas bahan bakar kJ/kg
LHV Nilai kalor bawah bahan bakar kJ/kg
CV Nilai kalor bahan bakar kJ/kg
CV Panas jenis bom kalorimeter J/gr.oC
M Persentase kandungan air dalam bahan bakar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini bahan bakar mesin diesel di Indonesia khususnya untuk jenis
kendaraan roda empat didominasi oleh solar yang terbuat dari minyak bumi,
padahal kebutuhan akan bahan bakar dari tahun ketahun terus meningkat
berbanding terbalik dengan produksi dan cadangan minyak bumi di dalam negeri.
Hal ini terlihat jelas pada akhir-akhir ini di negara kita sering terjadi kelangkaan
bahan bakar minyak (BBM), bahkan Indonesia sudah menjadi negara importir
netto minyak bumi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan sumber bahan
bakar alternatif, khususnya untuk memenuhi kebutuhan mesin-mesin yang
mengkonsumsi solar sebagai sumber bahan bakarnya (mesin diesel).
Beberapa upaya telah dilakukan dalam penelitian dan pengembangan sumber
energi alternatif, diantaranya adalah pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan
bakar pengganti solar. Namun ditemukan beberapa kekurangan dari minyak
nabati, dimana bila digunakan secara langsung akan menghasilkan senyawa yang
dapat menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada
pompa injektor. Disamping itu viskositasnya yang tinggi mengganggu kinerja
pompa injektor pada proses pengkabutan bahan bakar sehingga hasil dari injeksi
tidak berwujud kabut yang mudah menguap melainkan tetesan bahan bakar yang
sulit terbakar. Oleh karena itu, mesin-mesin kendaraan bermotor komersial perlu
dimodifikasi jika akan menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti
bahan bakar solar. Hal ini tentu saja tidak ekonomis sehingga perlu dilakukan
upaya untuk mengubah karakteristik minyak nabati sehingga dapat mengkonversi
minyak nabati kedalam bentuk metil ester asam lemak (FAME : fatty acid methil
esters) yang lebih dikenal sebagai ”biodiesel”, melalui proses esterifikasi atau
transesterfikasi.
Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa telah mengembangkan dan
menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin diesel secara
Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar dunia, Malaysia dan Indonesia
juga telah mengembangkan produk biodiesel dari minyak sawit ( palm biodiesel ),
meskipun belum dilakukan secara komersial. Khusus di Indonesia pengembangan
biodiesel dari minyak sawit dirasa memiliki prospek yang baik dimana
ketersediaan akan bahan baku yang cukup banyak sangat mendukung untuk
pengembangan tersebut ( Tabel 1.1 ). Hal yang juga perlu untuk diperhatikan
dalam pengembangan biodiesel ini adalah emisi gas buang yang dihasilkan harus
lebih baik daripada bahan bakar solar sehingga biodiesel ini layak dijadikan
alternatif pengganti solar.
Tabel 1.1 Perkembangan Luas Perkebunan Kelapa Sawit dan Produksi CPO
X 1000
Wilayah
1997 1998 1999 2000 2001 2002
Luas (Ha) Prod. (ton) Luas (Ha) Prod. (ton) Luas (Ha) Prod. (ton) Luas (Ha) Prod. (ton) Luas (Ha) Prod. (ton) Luas (Ha) Prod. (ton) 1.Sumatera : A. P.Rakyat B. P.Negara C. P.Swasta 1978 611 382 985 4768 1004 1637 2126 2140 678 407 1055 4950 1059 1625 2266 2384 801 430 1153 5924 1224 1700 2370 2744 891 438 1414 6597 1569 1788 3240 2810 900 446 1464 6850 1731 1803 3316 3897 1477 516 1898 8190 2979 1418 3794
2. Jawa :
A. P.Rakyat B. P.Negara C. P.Swasta 22 6 11 4 33 14 12 7 22 6 11 4 32 13 12 7 21 6 11 4 29 11 17 1 21 6 11 4 34 18 13 4 21 6 11 4 37 19 14 4 23 6 12 5 34 14 16 4 3.Kalimantan: A. P.Rakyat B. P.Negara C. P.Swasta 409 159 38 213 437 195 115 127 493 166 51 276 491 197 163 131 637 187 56 395 523 225 104 194 844 233 54 554 741 299 13 309 971 236 62 674 834 327 138 369 957 254 59 644 1065 320 104 640
4. Sulawesi :
A. P.Rakyat B. P.Negara C. P.Swasta 88 25 10 53 91 43 21 27 112 30 14 68 119 46 42 31 102 31 14 57 107 47 11 49 108 34 15 58 118 53 12 53 114 36 16 62 148 61 16 71 143 41 25 77 261 65 49 148 5. Irian Jaya :
A. P.Rakyat B. P.Negara C. P.Swasta 19 11 8 0 51 36 15 0 23 11 5 6 48 33 15 0 28 13 5 10 52 31 21 0 52 25 6 21 91 39 25 27 56 26 6 24 100 43 25 32 53 30 19 4 72 49 21 3
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan ,1997 ,1998 ,1999,
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dilakukan pengujian motor diesel
dengan menggunakan bahan bakar biodiesel yang berbahan baku dimetil ester
dengan memanfaatkan secara maksimal peralatan laboratorium yang ada.
1.2 Tujuan Pengujian
Mengetahui pengaruh pemakaian biodiesel dimetil ester (B-06) terhadap unjuk
kerja motor diesel.
1.3 Manfaat pengujian
1. Untuk pengembangan bahan bakar biodiesel yang akan digunakan pada motor
diesel ditinjau dari sudut prestasi mesin.
2 Memberikan informasi sebagai referensi bagi kalangan dunia pendidikan yang
ingin melakukan riset dibidang otomotif dalam pengembangan bahan bakar
biodiesel dan pengaruhnya terhadap performansi motor diesel.
1.4 Ruang lingkup Pengujian
1. Biodiesel yang digunakan adalah biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit
( Dimethil Ester B-06) .
2. Alat uji yang digunakan untuk menghitung nilai kalor pembakaran bahan bakar
adalah ”Bom Kalorimeter”.
3. Mesin uji yang digunakan untuk mendapatkan unjuk kerja motor bakar diesel
adalah Mesin Diesel 4-langkah dengan 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A
001 ) pada laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin USU.
4. Unjuk kerja mesin diesel yang dihitung adalah :
- Daya (Brake Power)
- Rasio perbandingan udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio)
- Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific Fuel Consumption)
- Efisiensi Volumetris (Volumetric Effeciency)
- Efisiensi termal brake (Brake Thermal Effeciency)
5. Pada pengujian unjuk kerja motor diesel, dilakukan variasi putaran dan beban
- Variasi putaran : 1000-rpm, 1400-rpm, 1800-rpm, 2200-rpm , 2600-rpm
, 2800-rpm.
- Variasi beban : 10 kg dan 25 kg.
1.5 Sistematika Penulisan
Tugas sarjana ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab
adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup
pengujian.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai motor diesel,
bahan bakar biodiesel, pembakaran motor diesel, persamaan-persamaan yang
digunakan, emisi gas buang kendaraan dan pengendaliannya.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengujian,
bahan dan peralatan yang dipakai serta tahapan dan prosedur pengujian.
Bab IV : Hasil dan Analisa Pengujian
Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian
melalui pembahasan perhitungan dan penganalisaan dengan memaparkan
kedalam bentuk tabel dan grafik.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.
Lampiran
Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Performansi Motor Diesel
Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam.
Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar
yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam mesin diesel
bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi.
Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara
meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus
bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan
sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini motor diesel juga
disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines).
Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 11:1 hingga 26:1, jauh
lebih tinggi dibandingkan motor bakar bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1.
Konsumsi bahan bakar spesifik mesin diesel lebih rendah (kira-kira 25 %) dibanding
mesin bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan
tekanan kerjanya juga tinggi.
2.1.1 Torsi dan daya
Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan
dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat
dynamometer yang bertindak seolah–olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin,
maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem
(Brake Power).
B
P = n T 60
. . 2π
... (2.1) Lit.5 hal 2-7
dimana :P = Daya keluaran (Watt) B
n = Putaran mesin (rpm)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan
mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.
Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam
satuan kg/jam, maka :
Sfc =
B f P x m 3 . 10
... (2.2) Lit.5 hal 2-16
dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).
.
f
m = laju aliran bahan bakar (kg/jam).
Besarnya laju aliran massa bahan bakar ( .
f
m ) dihitung dengan persamaan
berikut : 3600 10 . . 3 x t V sg m f f f f −
= ... (2.3) Lit.5 hal 3-9
dimana : sgf = spesific gravity (dari tabel 2.4).
Vf = volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).
f
t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji
(detik).
2.1.3 Perbandingan udara bahan bakar (AFR)
Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur
dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini
disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut :
AFR = . .
f a
m m
... (2.4) Lit.5 hal 2-8
Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan
membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter
calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara
1013 mb dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut :
f
C = 3564 x P x a
5 , 2 ) 114 ( a a T T +
…….. (2.5) Lit.5 hal 3-11
Dimana : Pa = tekanan udara (Pa)
Ta = temperatur udara (K)
2.1.4 Efisiensi volumetrik
Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi
isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka
itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan
sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari
perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses)
pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika
memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik (ηv) dirumuskan dengan
persamaan berikut :
v η = rak langkah to olume sebanyak v udara Berat terisap yang segar udara Berat
... (2.6) Lit.5 hal 2-9
Berat udara segar yang terisap = n ma 2
. 60
.
... (2.7) Lit.5 hal 2-10
Berat udara sebanyak langkah torak = ρa. V ... (2.8) Lit.5 hal 2-7 s
Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi
volumetris : v η = n ma . 60 . 2 . . s a.V
1
ρ ... (2.9) Lit.5 hal 2-10
dengan : ρa = kerapatan udara (kg/m
3
)
s
Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat
diperoleh dari persamaan berikut :
a ρ = a a T R P
. ………...… (2.10) Lit.5 hal 3-12
Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)
2.1.5 Effisiensi thermal brake
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang
dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi
mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja
maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar.
Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal
efficiency, ηb).
b η = masuk yang panas Laju aktual keluaran Daya
...(2.11) Lit.5 hal 2-15
Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :
Q = .
f
m . LHV ...(2.12) Lit.5 hal 2-8
dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (J/kg)
Jika daya keluaran (P ) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar B .
f
m dalam
satuan kg/jam, maka :
b η = LHV m P f B .
. . 3600 ...(2.13) Lit.5 hal 2-15
2.2 Teori Pembakaran
Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar
setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas
sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable)
yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain
Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang
merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.
Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran.
Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi
elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung
dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen
untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon
dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan
bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon
monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh
pembentukan karbon dioksida.
2.2.1 Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan
asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian
dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan
menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang
diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar
uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan
panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung
bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
Dulong :
HHV = 33950 C + 144200
−
8 2 2
O
H + 9400 S ...(2.14) Lit. 3 hal. 44
C = Persentase karbon dalam bahan bakar
H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar
S = Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan
bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu
satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran
sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari
jumlah mol hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada
proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada
tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)...(2.15) Lit. 3 hal. 44
LHV = Nilai Kalor Bawah (J/kg)
M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical
Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan
peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai
2.3 Bahan Bakar Diesel
Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran
mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan
kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis
ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk
kendaraan bermotor.
2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin
yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya
digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak
diesel.
Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya
menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik
seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar
NO P R O P E R T I E S L I M I T S TEST METHODS
Min Max I P A S T M
1. Specific Grafity 60/60 0C 0.82 0.87 D-1298
2. Color astm - 3.0 D-1500
3. Centane Number or
Alternatively calculated Centane Index 45
48 -
- D-613
4. Viscosity Kinematic at 100
0
C cST
or Viscosity SSU at 100 0C secs
1.6
35
5.8
45 D-88
5. Pour Point 0C - 65 D-97
6. Sulphur strip % wt - 0.5 D-1551/1552
7. Copper strip (3 hr/100 0C) - No.1 D-130 8. Condradson Carbon Residue %wt - 0.1 D-189
9. Water Content % wt - 0.01 D-482
10. Sediment % wt - No.0.01 D-473
11. Ash Content % wt - 0.01 D-482
12.
Neutralization Value :
- Strong Acid Number mgKOH/gr
-Total Acid Number mgKOH/gr
-
-
Nil
0.6
14. Distillation:
-Recovery at 300 0C % vol 40 - D-86 Sumber : www.Pertamina.com
2.4 Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan
atau lemak hewan. Komposisi biodiesel umumnya terdiri dari berbagai jenis asam
lemak (tabel 2.2) yang melalui proses kimiawi ditransformasi menjadi ”Metil
Ester Asam Lemak” (Fatty Acid Methil Esters = FAME).
Tabel 2.2 Struktur Kimia Asam Lemak Pada Biodiesel
Nama Asan Lemak
Jumlah Atom Karbon dan
Ikatan Rangkap
Rumus Kimia
Capriylic C 8 CH3(CH2)6COOH
Capric C 10 CH3(CH2)8COOH
Lauric C 12 CH3(CH2)10COOH
Myristic C 14 CH3(CH2)12COOH
Palmitic C 16 : 0 CH3(CH2)14COOH
Palmitoleic C 16 : 1 CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH
Stearic C 18 : 0 CH3(CH2)16COOH
Oleic C 18 : 1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
Linoleic C 18 : 2 CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
Linolenic C 18 : 3 CH3(CH2)2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CCOOH
Arachidic C 20 : 0 CH3(CH2)18COOH
Eicosenic C 20 : 1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)9COOH
Behenic C 22 : 0 CH3(CH2)20COOH
Eurcic C 22 : 1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)11COOH
Sumber : Biodisel Handling and Use Guedelines, National Renewable Energy Laboratory-A
Cara memproduksi biodiesel dapat dilakukan melalui proses transesterfikasi
minyak nabati dengan metanol atau esterfikasi langsung asam
lemak hasil hidrolisis dengan metanol. Namun, transesterfikasi lebih
intensif dikembangkan karena proses ini lebih efisien dan ekonomis.
Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar yang berasal
dari minyak bumi khususnya solar telah lama dikenal namun pengembangan
produk biodiesel ternyata lebih menggembirakan dibandingkan dengan
pemanfaatan minyak nabati yang langsung digunakan sebagai bahan bakar karena
proses termal (panas) di dalam mesin akan teroksidasi atau terbakar secara relatif
sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi
menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan
pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injektor. Karena itu perlu
dilakukan modifikasi pada mesin-mesin kendaraan bermotor komersial apabila
menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar.
Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan
solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya
agar sesuai dengan kebutuhan. Bahan bakar yang mengandung biodiesel kerap
dikenal sebagai ”BXX” yang merujuk pada suatu jenis bahan bakar dengan
komposisi XX % biodiesel dan 1-XX % minyak diesel. Sebagai contoh, B100
merupakan biodiesel murni sedangkan B06 merupakan campuran dari 6 %
biodiesel dan 94 % minyak diesel.
2.4.1 Karakteristik Biodiesel
Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya
mengandung kurang dari 15 ppm (part per million) sulfur. Biodiesel mengandung
kira-kira 11 % oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan
berkurangnya kandungan energi (LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan
dengan solar) namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon
monoksida (CO), hidrokarbon (HC), partikulat dan jelaga. Kandungan energi
biodiesel kira-kira 10 % lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi
torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya
(LHV).
Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang merupakan bahan baku
biodiesel menyebabkan biodiesel sedikit kurang stabil bila dibandingkan solar
khususnya dalam hal terjadinya oksidasi. Perbedaan bahan baku menyebabkan
kestabilan antara biodiesel yang satu berbeda dari biodiesel yang lainnya
tergantung dari jumlah ikatan rangkap dari rantai karbon yang dikandungnya
(C=C). Semakin besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya maka
kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakin besar. Sebagai contoh, C 18 :
3 yang mempunyai tiga ikatan rangkap mempunyai sifat tiga kali lebih reaktif
untuk mengalami oksidasi dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga ikatan
rangkap. Kestabilan suatu biodiesel dapat diprediksi dengan mengetahui jenis
bahan bakunya.
Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan
kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan
sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Oleh karena itu, biodiesel
dan bahan bakar yang mengandung campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih
dari 6 bulan karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi.
Salah satu cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6
bulan adalah dengan menambahkan anti oksidan. Jenis anti oksidan yang dapat
bekerja dengan baik pada biodiesel antara lain TBHQ (t-butyl hydroquinone),
Tenox 21 dan Tocopherol (Vitamin E).
Biodiesel mempunyai sifat melarutkan (Solvency). Hal ini dapat
menimbulkan permasalahan, dimana bila digunakan pada mesin diesel yang
sebelumnya telah lama menggunakan solar dan didalam tangki bahan bakarnya
telah terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan sedimen dan
kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh
karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup
tinggi, sebaiknya diganti sebelum menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat
dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan
biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel
didalamnya. Penelitian menunjukkan bahwa campuran antara biodiesel dan solar.
dengan komposisi 6 % : 94 %, (B-06) mempunyai sifat pelarut yang cukup
kecil sehingga dapat ditoleransi.
Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat
mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini,
peralatan yang bersentuhan langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari
stainless steel atau aluminium. Selain bereakasi terhadap sejumlah meterial
logam, biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet
alam mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis.
Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran
bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih
memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar.
Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa
menjadi ”gel” pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki tempertur titik
tuang (pour point) yang lebih tinggi yaitu sekitar -15 sampai 100C dibandingkan solar, -35 sampai -150C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperatur titik tuang biodiesel dapat
dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam
campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya. Cara lain adalah
dengan menambahkan zat aditif, tetapi penelitian menunjukkkan bahwa
pemakaian zat aditif seperti ”pour point depresant” tidak cukup efektif ketika
[image:30.595.98.528.594.752.2]digunakan pada B100.
Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dan Solar (Petrodiesel)
Fisika Kimia Biodiesel Solar
Kelembaman (%) 0.1 0.3
Energi Power Energi yang dihasilkan 128.000 BTU
Energi yang dihasilkan 130.000 BTU Komposisi Metil Ester atau asam lemak Hidrokarbon
Modifikasi Engine Tidak diperlukan -
Konsumsi Bahan Bakar
Sama Sama
Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah
dan nitroksida nitroksida Penanganan Flamable lebih rendah Flamable lebih tinggi Lingkungan Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi Keberadaan Terbarukan (renewable) Tidak terbarukan Sumber : CRE-ITB, NOV. 2001
2.4.2 Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit
Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah melalui proses
transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi,
tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterfikasi.
1. Transesterifikasi
Transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran
antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan minyak sawit.
Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58 – 650C. Bahan yang pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang
selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan. Reaktor
transesterifikasi dilengkapai dengan pemanas dan pengaduk. Selama proses
pemanasan pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 630C, campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor. Pada akhir reaksi akan terbentuk
metil ester dengan konversi sekitar 94 %. Selanjutnya produk ini diendapkan
untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari
reaktor agar tidak menggangu proses transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan
transesterifikasi II pada metil ester dan setelah selesai dilakukan pengendapan
dalam waktu yang lebih lama agar gliserol yang masih tersisa bisa terpisah.
[image:31.595.155.524.546.711.2]Trigliserida Metanol Metil-Ester Gliserol
2. Pencucian
Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk
menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol.
Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 550C. pencucian dilakukan tiga kali
sampai pH menjadi normal (pH 6,8 – 7,2).
3. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam
metil ester. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk
dengan suhu sekitar 950C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di tengah permukaan cairan pada alat pengering.
4. Filtrasi
Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi
bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel yang
terbentuk selama proses berlangsung, seperti kerak (kerak besi) yang berasal dari
dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku.
Tabel : 2.4 Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit
Parameter Palm Biodiesel ASTM PS 121
Viskositas pada 400C (csst)
5,0 – 5,6 1,6 – 6,0
Flash Point 172 > 100
Cetane Indeks 47 -49 > 40
Contradson Carbon
Residu
0,03 – 0,04 < 0,05
Spesific Grafity 0,8624 -
Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan
2.5 Emisi Gas Buang
Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari gas buang dapat
1. Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer
seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke
udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan.
Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan
yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.
2. Komposisi kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik
mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,
nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan
lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen
oksida, ozon dan lainnya.
3. Bahan penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi
padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat
bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer
dan bercampur dengan udara bebas.
a.) Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya
merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa
padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan
udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat
juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan
kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.
Apabila butir–butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam
silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka
akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat
atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur
tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada
didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat
dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor
dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang
keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.
b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)
Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena
campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus
bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang
pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak
hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu
pemanasan.
Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang
meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran
hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan
bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara
silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by
gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan
gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama
disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas
mampu bakar.
c.) Carbon Monoksida (CO)
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon
dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida
merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal
berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang
terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen)
terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran
udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi
selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida
tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran
d.) Nitrogen Oksida (NOx)
Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam
masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung
ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO)
merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen
dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas
yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi
antara N2 dan O2 pada temperatur tinggi diatas 1210 0C. Persamaan reaksinya
adalah sebagai berikut :
O2 → 2O
N2 + O → NO + N
N + O2 → NO + O
2.6 Pengendalian Emisi Gas Buang
Tingkat polusi udara dari mesin kendaraan tidak hanya dipengaruhi oleh
teknologi pembakaran yang diterapkan dalam sistem itu saja, tetapi juga besar
dipengaruhi oleh mutu bahan bakar yang dipakai. Dari segi kualitas bahan bakar,
Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara–negara lain. Emisi gas yang
dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor pada umumnya berdampak
negatif terhadap lingkungan. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk
mengatasi masalah tersebut
antara lain :
1. Menyeimbangkan campuran udara-bahan bakar.
2. Pemanfaatan Positive Crankcase Ventilation (PCV).
3. Penggunaan sistem kontrol emisi penguapan bahan bakar antara lain : ECS
(Evaporation Control System), EEC (Evaporation Emission Control), VVR
(Vehicle Vapor Recovery) dan VSS (Vapor Saver System).
4. Penggunaan Exhaust Gas Recirculation (EGR).
5. Penggunaan filter particulate traps yang dikhususkan untuk mesin diesel.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat
Pengujian dilakukan di laboratorium motor bakar Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara selama 4 bulan.
3.2 Alat dan bahan 3.2.1 Alat
Alat yang dipakai dalam eksperimental ini terdiri dari :
1. Mesin diesel 4-langkah 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 001 ).
2. Bom kalorimeter untuk mengukur nilai kalor bahan bakar.
3. Untuk emisi gas buang menggunakan alat uji auto gas analizer.
4. Alat bantu perbengkelan, seperti : kunci pas, kunci Inggris, kunci ring, kunci
L, obeng, tang, palu, dan lain sebagainya.
5. Stop watch, untuk menentukan waktu yang dibutuhkan mesin uji untuk
menghabiskan bahan bakar dengan volume sebanyak 100 ml.
6. Termometer, untuk menghitung perubahan suhu yang terjadi antara sebelum
masuk dan setelah keluar air cooler.
3.2.2 Bahan
Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah bahan bakar biodiesel dari
minyak kelapa sawit . Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi
melalui reaksi tranesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati, seperti minyak
sawit, minyak jarak dll) dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan
bantuan katalis basa.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :
1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan
2. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian
karakteristik bahan bakar biodiesel yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Medan, karakteristik bahan bakar solar dari pertamina.
3.4 Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder diolah ke dalam
rumus empiris, kemudian data dari perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi
dan grafik.
3.5 Pengamatan dan tahap pengujian
Pada penelitian yang akan diamati adalah :
1. Parameter torsi (T) dan parameter daya (PB).
2. Parameter konsumsi bahan bakar spesifik (sfc).
3. Rasio perbandingan udara bahan bakar (AFR).
4. Efisiensi volumetris (ηv).
5. Effisiensi thermal brake (ηb).
6. Parameter komposisi gas buang.
Prosedur pengujian dapat dibagi beberapa tahap, yaitu :
1. Pengujian nilai kalor bahan bakar.
2. Pengujian motor diesel dengan bahan bakar solar murni.
3. Pengujian motor diesel dengan bahan bakar biodiesel dimethil ester ( B-06).
3.6 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah
Gambar 3.1 Bom kalorimeter.
Peralatan yang digunakan meliputi :
- Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom.
- Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji.
- Tabung gas oksigen.
- Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang
dimasukkan ke dalam tabung bom.
- Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.01 0C.
- Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin.
- Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.
- Pengatur penyalaan (saklar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai
penyala pada tabung bom.
- Kawat penyala (busur nyala), untuk menyalakan bahan bakar yang diuji.
- Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.
- Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai penyala, dan cawan pada
Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.
2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada
pada penutup bom.
3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala,
serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan
bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.
4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan berisi
bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O”sampai rapat.
5. Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).
6. Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml.
7. Menempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter.
8. Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus listrik.
9. Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang dilengkapi dengan pengaduk.
10.Menghubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada elektromotor.
11.Menempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.
12.Menghidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan
mencatat temperatur air pendingin pada termometer.
13.Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.
14.Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan
lampu indikator selama elektromotor terus bekerja .
15.Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingin setelah 5 (lima)
menit dari penyalaan berlangsung.
16.Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk
pengujian berikutnya.
17.Mengulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut–turut.
Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar yang dilakukan dalam
a
b
Berat sampel bahan bakar 0,20 gram
Volume air
pendingin: 1250 ml
Tekanan oksigen 30 Bar
Pengujian = 5 kali
HHVRata - rata =
5 5
1 i
iΣ= HHV
( J/kg) Melakukan pengadukan terhadap
air pendingin selama 5 menit
Mencatat temperatur air pendingin T1 (OC)
Menyalakan bahan bakar
Selesai
Melanjutkan pengadukan terhadap air pendingin selama 5 menit
Mencatat kembali temperatur air pendingin T2 (OC)
Menghitung HHV bahan bakar :
HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv x 1000 ( J/kg )
a
b
[image:40.595.107.526.81.731.2]3.7 Prosedur Pengujian Performansi Motor Diesel
Disini dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin diesel 4-langkah
4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 001 ).
[image:41.595.124.501.159.442.2]Gambar 3.3 Mesin uji (TD4 A 001)
Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin Diesel TD4A 4-langkah
TD111 4-Stroke Diesel Engine
Type
TecQuipment TD4A 001
Langkah dan diameter 3,125 inch-nominal dan 3,5 inch
Kompresi ratio 22 : 1
Kapasitas 120 inch3 ; 1,96 liter ; 1966 cc
Valve type clearance 0,012 inch (0,30 mm) dingin
Firing order 1-3-4-2
Sumber : Panduan Praktikum Motor Bakar Diesel Laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
Mesin TD4 A 001 Instrumentation Unit ini juga dilengkapi dengan dengan spesifikasi sebagai berikut :
Tabel 3.2 Spesifikasi TD4 A 001 Instrument Unit
TD4 A 001 Instrument Unit
Fuel Tank Capasity 10 liters
Fast Flow Pipette Graduated in 8 ml, 16 ml and 32 ml
Tachometer 0–5000 rev/min
Torque Meter 0–70 Nm
Exhaust Temperature Meter 0–1200 0C
Air Flow Manometer Calibrated 0–40 mm water gauge
Sumber : Panduan Praktikum Motor Bakar Diesel Laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
Pada pengujian ini, akan diteliti performansi motor diesel serta komposisi
emisi gas buang . Pengujian ini dilakukan pada 5 tingkat putaran mesin, yaitu :
1000,1400,1800,2200,2600 dan 2800 rpm serta 2 variasi beban yaitu : 10 kg dan
25 kg.
Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengkalibrasian
terhadap torquemeter yang terdapat pada instrumentasi mesin uji dengan langkah–
langkah sebagai berikut :
1. Menghubungkan unit instrumentasi mesin kesumber arus listrik.
2. Memutar tombol span searah jarum jam sampai posisi maksimum.
3. Mengguncangkan/menggetarkan mesin pada bagian lengan beban.
4. Memutar tombol zero, hingga jarum torquemetre menunjukkan angka nol.
5. Memastikan bahwa penunjukan angka nol oleh torquemeter telah akurat
dengan mengguncangkan mesin kembali.
6. Menggantung beban sebesar 10 kg pada lengan beban.
7. Mengguncangkan/menggetarkan mesin sampai posisi jarum torquemeter
menunjukkan angka yang tetap.
Pengkalibrasian ini dilakukan setiap kali akan dilakukan pengujian
sebelum mesin dihidupkan. Setelah dilakukan pengkalibrasian, maka pengujian
dapat dilakukan dengan langkah–langkah sebagai berikut :
1. Menghidupkan pompa air pendingin dan memastikan sirkulasi air pendingin
mengalir dengan lancar melalui mesin.
2. Menghidupkan mesin dengan cara menarik tali starter, memanaskan mesin
selama 15–20 menit pada putaran rendah (± 900 rpm).
3. Mengatur putaran mesin pada 900 rpm dengan menggunakan tuas kecepatan
dan memastikannya melalui pembacaan tachometer.
4. Menggantung beban sebesar 10 kg pada lengan beban.
5. Menutup saluran bahan bakar dari tangki dengan memutar katup saluran
bahan bakar sehingga permukaan bahan bakar didalam pipette turun.
6. Mencatat waktu yang dibutuhkan mesin untuk menghabiskan 100 ml bahan
bakar dengan menggunakan stopwatch dengan memperhatikan ketinggian
permukaan bahan bakar didalam pipette.
7. Mencatat torsi melalui pembacaan torquemeter, temperatur gas buang melalui
exhaust temperature meter, dan tekanan udara masuk melalui air flow
manometer.
8. Membuka katup bahan bakar sehingga pipette kembali terisi oleh bahan bakar
yang berasal dari tangki.
9. Mengulang pengujian untuk variasi putaran dan beban mesin.
Diagram alir pengujian performansi motor bakar diesel yang dilakukan
Gambar 3.6 Diagram alir pengujian performansi motor bakar diesel Mulai
Volume Uji bahan bakar : 100 ml
Temperatur udara : 27 OC
Tekanan udara: 1 bar
Putaran: n rpm
Beban: L kg
Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar.
Mencatat Torsi
Mencatat temperatur gas buang
Mencatat tekanan udara masuk mm H2O
Menganalisa data hasil pembacaan alat ukur dengan rumus empiris
Mengulang pengujian dengan beban, putaran yang berbeda.
3.8 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang
Pengujian emisi gas buang yang dilakukan meliputi kadar CO2, O2, HC,
CO, dan NOx yang terdapat pada hasil pembakaran bahan bakar . Pengujian ini
dilakukan bersamaan dengan pengujian unjuk kerja motor bakar diesel dimana gas
buang yang dihasilkan oleh mesin uji pada saat pengujian diukur untuk
mengetahui kadar emisi dalam gas buang. Pengujian emsi gas buang yang
[image:46.595.158.468.277.507.2]dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat auto logic gas analizer .
Gambar 3.7 Auto logic gas analizer
Gambar 3.8 Diagram alir pengujian emisi gas buang motor bakar diesel Menyambungkan
perangkat autogas analizer ke komputer
Mengosongkan kandungan gas dalam auto logic gas analizer
Memasukkan gas fitting kedalam knalpot motor bakar
Menunggu kira-kira 1 - 2 menit hingga pembacaan stabil dan melihat
tampilannya di komputer
Mengulang pengujian dengan beban dan putaran yang berbeda
BAB IV
HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN
4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan (T1 dan T2)
yang telah diperoleh pada pengujian “Bom Kalorimeter” selanjutnya digunakan
untuk menghitung nilai kalor atas bahan bakar (HHV) dengan persamaan berikut :
HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv ( kJ/kg ) Lit.1 hal 12 dimana:
HHV = Nilai kalor atas ( High Heating Value )
T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan ( 0C )
T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan ( 0C )
Cv = Panas jenis bom kalorimeter ( 73529,6 kJ/kg 0C ) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala ( 0,05 0C )
Hasil perhitungan nilai kalor atas bahan bakar Solar (HHV) pada
pengujian ini dikalikan dengan faktor koreksi (Fk) sebesar 0,9827. Faktor koreksi
tersebut didapat dari perbandingan antara standarisasi nilai kalor solar 44800 kJ/kg
dengan HHV rata-rata solar yang telah diuji dengan bom kalorimeter sebesar
44799,67 kJ/kg. Sedangkan untuk perhitungan nilai kalor atas bahan bakar
Biodiesel dimetil ester (B-06) dikalikan dengan faktor koreksi (Fk) sebesar 0,9827.
Faktor koreksi tersebut didapat dari perbandingan antara HHV rata-rata solar yang
telah diuji dengan bom kalorimeter sebesar 58384,09 kJ/kg.
Pada pengujian pertama bahan bakar biodiesel dimethil ester (B-06) , diperoleh :
T1 = 25,99 0C
T2 = 26,69 0C, maka:
HHV(B-06) = (26,69 – 25,99 – 0,05 ) x 73529,6 x Fk
= 47794,24 x 0,9827
Pada pengujian pertama bahan bakar solar , diperoleh :
T1 = 26,31 0C
T2 = 26,99 0C, maka:
HHV(solar) = (26,99 – 26,31 – 0,05 ) x 73529,6 x Fk
= 46323,64 x 0,9827
= 45522,24 kJ/kg
Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung nilai kalor pada
pengujian kedua hingga kelima. Selanjutnya untuk memperoleh harga nilai kalor
rata–rata bahan bakar digunakan persamaan berikut ini :
HHVRata - rata =
5 5
1 i
iΣ= HHV
( kJ/kg ) Lit.1 hal 12
Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan serta hasil
perhitungan untuk nilai kalor pada pengujian pertama hingga kelima dan nilai
kalor rata–rata dengan menggunakan bahan biodiesel (B-06) dan solar murni,
[image:49.595.108.518.485.745.2]dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan bom kalorimeter
Bahan Bakar
No. Pengujian
T1
(oC)
T2
(oC)
HHV (J/kg)
HHV rata-rata
(J/kg)
Biodiesel ( B-06 )
1 25,99 26,69 46967,39
58384,09
2 26,80 27,76 65754,35
3 27,78 28,56 52748,00
4 28,51 29,31 54193,15
5 28,30 29,35 72257,53
Solar
1 26,65 27,75 45522,24
44799,67
2 27,75 28,61 44077,09
3 28,68 29,70 46967,39
4 25,71 26,87 47689,97
4.2 Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel
Data yang diperoleh dari pembacaan langsung alat uji mesin diesel
4-langkah 4-silinder (TecQuipment type. TD4A 001) melalui unit instrumentasi dan
perlengkapan yang digunakan pada saat pengujian antara lain :
♦ Putaran (rpm) melalui tachometre.
♦ Torsi (N.m) melalui torquemetre.
♦ Tinggi kolom udara (mm H2O), melalui pembacaan air flow manometre. ♦ Temperatur gas buang (0C), melalui pembacaan exhaust temperature metre.
♦ Waktu untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar (s), melalui pembacaan stopwatch.
4.2.1 Torsi
Besarnya daya yang dihasilkan dari masing–masing pengujian baik dengan
menggunakan biodiesel (B-06) dan solar pada tiap kondisi pembebanan dan
[image:50.595.111.552.452.725.2]putaran dapat dihitung dan ditampilkan dalam bentuk tabel dibawah ini :
Tabel 4.2 Data hasil pembacaan langsung unit instrumentasi
DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL (B-06)
BEBAN
STATIS
(kg)
HASIL PEMBACAAN UNIT
INSTRUMENTASI
PUTARAN (rpm)
1000 1400 1800 2200 2600 2800
10
Torsi (N.m) 31 34 35,5 36,5 37 38,5
Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 437 297 201 148 119 98
Aliran Udara ( mm H2O ) 4 7 12,5 18 24,5 31
Temperatur Gas Buang ( oC) 90 100 145 180 200 220
25
Torsi (N.m) 76 77,5 79 81 82,5 83
Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 398 279 200 148 117 97
Aliran Udara ( mm H2O ) 4 7,5 12,5 18 25 31
DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR SOLAR
BEBAN
STATIS
(kg)
HASIL PEMBACAAN UNIT
INSTRUMENTASI
PUTARAN (rpm)
1000 1400 1800 2200 2600 2800
10
Torsi (N.m) 32 43 47,5 48 48 48
Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 301 167 117 78 66 64
Aliran Udara ( mm H2O ) 3,5 7,0 11,5 18,0 24,5 27,5
Temperatur Gas Buang ( oC) 100 160 240 300 320 340
25
Torsi (N.m) 75,5 78,0 81,0 84,0 87,0 88,0
Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 304 243 173 135 99 90
Aliran Udara ( mm H2O ) 4,5 7,5 12,0 16,0 24,5 28,5
Temperatur Gas Buang ( oC) 90 100 150 185 210 215
Besarnya daya dari masing-masing pengujian pada tiap variasi beban dan
putaran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
T = W S L 1000
+
dimana: T = Torsi (Nm)
W+S = Gaya total Newton
L = Panjang lengan / arm (ditentukan = 300 mm)
Untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-06) :
Beban : 10 kg
Putaran : 1000 rpm
T = 300
1000 1 100+
= 30,3 Nm, pembulatan menjadi 31 Nm.
Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya daya yang
(B-06) dan solar murni pada tiap kondisi pembebanan dan putaran dapat
ditampilkan dalam bentuk tabel 4.2 diatas.
Perbandingan harga torsi untuk masing-masing pengujian pada setiap
[image:52.595.111.513.207.529.2]variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.1 Grafik Torsi vs Putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg.
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa torsi pada pembebanan dan putaran
yang sama, penggunaan bahan bakar biodiesel (B-06) lebih rendah dibandingkan
dengan penggunaan bahan bakar solar.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
1000 1400 1800 2200 2600 2800
Biodiesel B-06, beban 10kg
Solar, beban 10kg
Biodiesel B-06, beban 25kg
Solar, beban 25kg
Tor
si
( N
.m
)
4.2.2 Daya
Besarnya daya dari masing-masing pengujian pada tiap variasi beban dan
putaran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
B
P = n T 60
. . 2π
dimana :P = Daya keluaran (Watt) B
n = Putaran mesin (rpm)
T = Torsi (N.m)
Untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-06) :
Beban : 10 kg
Putaran : 1000 rpm
P =B T
n 60
. . 2π
= 60 31 1000 .
14 , 3 . 2
x
= 3244,666 W
Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya daya yang dihasilkan
dari masing–masing pengujian baik dengan menggunakan biodiesel (B-06) dan
solar murni pada tiap kondisi pembebanan dan putaran dapat ditampilkan dalam
Tabel 4.3 Data hasil perhitungan daya
Beban Statis
(kg)
Putaran (rpm)
Daya (kW) Biodiesel
(B-05)
Solar
10
1000 3,24 3,34
1400 4,98 6,3
1800 6,68 8,94
2200 8,40 11,05
2600 10,06 13,06
2800 11,28 14,06
25
1000 7,95 7,9
1400 11,35 11,42
1800 14,88 15,26
2200 18,65 19,34
2600 22,45 23,67
2800 24,32 25,78
Besar kecil daya mesin bergantung pada besar kecil torsi yang didapat.
Daya yang dihasilkan mesin dipengaruhi oleh putaran poros engkol yang terjadi
akibat dorongan piston yang dihasilkan karena adanya pembakaran bahan bakar
dengan udara. Jika konsumsi bahan bakar dan udara diperbesar maka akan
semakin besar pula daya yang dihasilkan mesin. Semakin cepat poros engkol
berputar maka akan semakin besar daya yang dihasilkan.
Perbandingan besarnya daya untuk masing-masing pengujian pada setiap
Gambar 4.2 Grafik Daya vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg
Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa daya pada pembebanan dan putaran
yang sama, penggunaan bahan bakar biodiesel B-06 lebih rendah dibandingkan
dengan penggunaan bahan bakar solar.
4.2.3 Konsumsi bahan bakar spesifik
Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific fuel consumption, Sfc) dari
masing–masing pengujian pada tiap variasi beban dan putaran dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
Sfc = f P
x
m 3
. 10
0 5 10 15 20 25 30
1000 1400 1800 2200 2600 2800
Biodiesel B-06, beban 10kg Solar, beban 10kg
Biodiesel B-06, beban 25kg Solar, beban 25kg
D
aya (
k
W
)
dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)
.
f
m = laju aliran bahan bakar (kg/jam)
Besarnya laju aliran massa bahan bahan bakar ( .
f
m ) dihitung dengan
persamaan berikut :
3600 10 . . 3 x t V sg m f f f f − = dimana : f
sg = spesific gravity biodiesel = 0,8458
f
V = Volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).
f
t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik).
Dengan memasukkan harga sgf, harga tf yang diambil dari percobaan
sebelumnya harga Vf yaitu sebesar 100 ml, maka laju aliran bahan bakar untuk
pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-06) :
Beban : 10 kg
Putaran : 1000 rpm
. f
m =
437 10 . 100 8458 ,
0 x −3
x 3600
= 0,696 kg / jam
Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar, maka dapat dihitung
Untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-06) :
Beban : 10 kg
Putaran : 1000 rpm