• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERFORMANSI MESIN DIESEL MENGGUNAKAN CAMPURAN DIMETIL ESTER DENGAN SOLAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN EKSPERIMENTAL PERFORMANSI MESIN DIESEL MENGGUNAKAN CAMPURAN DIMETIL ESTER DENGAN SOLAR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

117

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERFORMANSI MESIN DIESEL

MENGGUNAKAN CAMPURAN DIMETIL ESTER DENGAN

SOLAR

Muhammad Iqbal¹ Tulus B.Sitorus²

1,2Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara, Jl. Almamater,

Kampus USU Medan 20155 Medan Indonesia

Email : Siregarz17@gmail.com

ABSTRAK

Kelangkaan akan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi mendorong dilakukannya penelitian untuk mengembangkan sumber bahan bakar alternatif lain sebagai pengganti solar . Berdasarkan pemikiran tersebut maka dilakukan pengujian mesin diesel TecQuipment type.TD4A 001 dengan menggunakan bahan bakar biodiesel dari kelapa sawit. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prestasi kerja mesin berbahan bakar biodiesel dimethil ester. Penelitian ini juga akan memberikan informasi sebagai referensi bagi kalangan dunia pendidikan yang ingin melakukan riset dibidang otomotif dalam pengembangan bahan bakar biodiesel dan pengaruhnya terhadap performansi motor diesel.Biodisel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil/ alkil asam – asam lemak yang disebut dari minyak nabati melalui proses esterifikasi. Pada pengujian bahan bakar biodiesel (B-07) terhadap unjuk kerja motor diesel pada putaran rendah memiliki torsi dan daya yang lebih kecil. Akibat torsi dan daya yang kecil pada putaran rendah maka motor diesel kurang bertenaga. Konsumsi bahan bakar spesifik biodiesel (B-07) lebih rendah dibanding menggunakan bahan bakar solar

Kata Kunci : dimetil ester, biodiesel, esterifikasi, biodiesel dimetil ester, emisi gas buang

1.

PENDAHULUAN

Saat ini bahan bakar mesin diesel di Indonesia khususnya untuk jenis kendaraan roda empat didominasi oleh solar yang terbuat dari minyak bumi, padahal kebutuhan akan bahan

bakar dari tahun ketahun terus

meningkat berbanding terbalik dengan produksi dan cadangan minyak bumi di dalam negeri. Hal ini terlihat jelas pada akhir-akhir ini di negara kita sering terjadi kelangkaan bahan bakar minyak

(BBM), bahkan Indonesia sudah

menjadi negara importir netto minyak bumi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan sumber bahan bakar alternatif, khususnya untuk memenuhi

kebutuhan mesin-mesin yang

mengkonsumsi solar sebagai sumber bahan bakarnya (mesin diesel).

Beberapa upaya telah dilakukan dalam penelitian dan pengembangan sumber energi alternatif, diantaranya adalah

pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan bakar pengganti solar. Namun ditemukan beberapa kekurangan dari minyak nabati, dimana bila digunakan secara langsung akan menghasilkan senyawa yang dapat menyebabkan

kerusakan pada mesin, karena

membentuk deposit pada pompa

injektor. Disamping itu viskositasnya yang tinggi mengganggu kinerja pompa injektor pada proses pengkabutan bahan bakar sehingga hasil dari injeksi tidak berwujud kabut yang mudah menguap melainkan tetesan bahan bakar yang sulit terbakar. Oleh karena itu, mesin-mesin kendaraan bermotor komersial perlu dimodifikasi jika akan menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar. Hal ini tentu saja tidak ekonomis sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengubah karakteristik minyak nabati sehingga dapat mengkonversi minyak nabati kedalam bentuk metil ester asam

(2)

118

lemak (FAME : fatty acid methil esters)

yang lebih dikenal sebagai ”biodiesel”,

melalui proses esterifikasi atau

transesterfikasi.

Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa telah mengembangkan dan menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin diesel secara luas dengan bahan baku minyak kedelai dan minyak rapessed (minyak

canola).Sebagai negara penghasil

minyak sawit terbesar dunia, Malaysia

dan Indonesia juga telah

mengembangkan produk biodiesel dari minyak sawit ( palm biodiesel ), meskipun belum dilakukan secara

komersial. Khusus di Indonesia

pengembangan biodiesel dari minyak sawit dirasa memiliki prospek yang baik dimana ketersediaan akan bahan baku yang cukup banyak sangat mendukung untuk pengembangan tersebut Hal yang juga perlu untuk diperhatikan dalam pengembangan biodiesel ini

adalah emisi gas buang yang

dihasilkan harus lebih baik daripada bahan bakar solar sehingga biodiesel ini layak dijadikan alternatif pengganti solar.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Dimetil Ester (juga dikenal sebagai Ester dwifungsi dan DMEs)

adalah pelarut biodegradable

digunakan dalam berbagai aplikasi industri yang khusus. Terdiri dari dua kemurnian dan nilai campuran adipat, glutarat dan suksinat ester dimetil, cairan bening, cairan tidak berwarna yang menawarkan kombinasi unik dari kekuatan solvabilitas tinggi, volatilitas yang rendah, biaya rendah dan titik nyala tinggi.

Penerimaan komersial dan

penggunaan ester dimetil terus

meningkat karena karakteristik

ekonomi, lingkungan, dan kinerja positif

material tersebut. Ester dimetil dapat

digunakan sendiri atau dalam

campuran ester dan co-pelarut

disesuaikan untuk menggantikan bahan yang lebih konvensional dan semakin diatur dan pelarut industri, seperti metilen klorida, isoforon, glikol eter dan pelarut asetat, aseton, asam cresylic, dan N-metil-2-pirolidon, [6] .

Performansi Motor Diesel

Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan

kompresi (Compression Ignition

Engines)[3].

3.

HASIL DAN ANALISA

PENGUJIAN

Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan (T1 dan T2) yang telah diperoleh pada pengujian

“Bom Kalorimeter” selanjutnya

digunakan untuk menghitung nilai kalor atas bahan bakar (HHV) dengan persamaan berikut :

HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv x 1000 ( kJ/kg ) [1]

dimana:

HHV = Nilai kalor atas ( High Heating Value )

T1 = Temperatur air pendingin

sebelum penyalaan ( 0C )

T2 = Temperatur air pendingin

sesudah penyalaan ( 0C )

Cv = Panas jenis bom kalorimeter (

(3)

119

Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala ( 0,05 0C )

Hasilperhitungannilaikaloratas bahan bakar Solar (HHV) pada pengujian ini

dikalikan dengan faktor koreksi

(Fk)sebesar0,9827.Faktor koreksi

tersebut didapat dari perbandingan antara standarisasi nilai kalor solar 44800 kJ/kg dengan HHV rata-rata solar yang telah diuji dengan bom kalorimeter sebesar 44799,67kJ/kg. Sedangkan untuk T1 = 25,360C T2 = 260C, maka: HHV(B-05) = (26 – 25,36 – 0,05 ) x 73529,6 x 1000 x Fk = 43382,464 x 0,9827 = 42631,94kJ/kg

Pada pengujian pertama bahan bakar solar , diperoleh : T1 = 26,310C T2 = 26,990C, maka: HHV(solar) = (26,99 – 26,31 – 0,05 ) x 73529,6 x 1000 xFk = 46323,64 x 0,9827 = 45522,24kJ/kgz

Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung nilai kalor pada pengujian kedua hingga kelima. Selanjutnya untuk memperoleh harga nilai kalor rata–rata bahan bakar digunakan persamaan berikut ini :

HHVRata - rata = 5 5 1 i iΣ= HHV ( kJ/kg )[1]

Tabel 1. perhitugan Nilai kalor pada pengujian kedua higga kelima

2.1 Torsi

Besarnya daya dari masing-masing pengujian pada tiap variasi beban dan putaran dihitung dengan menggunakan persama an berikut :

T = W S L

1000 +

dimana: T = Torsi (Nm) W+S = Gaya total Newton

L = Panjang lengan / arm (ditentukan = 300 mm)

Untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-05) :

Beban : 10 kg Putaran : 1000 rpm T = 300 1000 67 100+ = 50,1 Nm, pembulatan menjadi 50 Nm. Bahan Bakar No. Penguji an T1 (oC) T2 (oC) HHV (J/kg) HHV rata-rata(J/k g) Biodies el ( B-05 ) 1 25,36 26 42631,94 43788, 06 2 26,12 26,70 38296,49 3 26,74 27,39 43354,52 4 27,42 28,15 49135,12 5 28,11 28,79 45522,24 Solar 1 26,65 27,75 45522,24 44799, 67 2 27,75 28,61 44077,09 3 28,68 29,70 46967,39 4 25,71 26,87 47689,97 5 26,95 27,91 39741,64

(4)

120

Tabel 2 Data hasil pembacaan

langsung unit instrumental

Tabel 3 Data hasil pembacaan langsung unit instrumental Dengan Bahan Bakar Solar

2.2 Daya Efektif

Besarnya daya Efektif dari masing-masing pengujian pada tiap variasi

beban dan putaran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

=

=

= !""

=

. $!""

dimana : Pb = Daya Efektif (KW)

n = Putaran Mesin (rpm) T = Torsi (Nm)

Untuk pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-05) :

Beban : 10 kg Putaran : 1000 rpm = 2& 60.000 = 2 3.14 1.000 60.000 50 = 5,23 KW

Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya daya yang

dihasilkan dari masing–masing

pengujian baik dengan menggunakan

biodiesel (B-05)dan solar murni pada tiap kondisi pembebanan dan putaran dapat ditampilkan dalam bentuk tabel berikut ini:

3. Konsumsi bahan bakar spesifik Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific fuel consumption, Sfc) dari masing–masing pengujian pada tiap variasi beban dan putaran dihitung

dengan menggunakan persamaan

berikut:

-.= / 01/3

45 06

= /

45 3.600.000 /$!ℎ

dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (gr/KWh)

.

f

m

= laju aliran bahan bakar (kg/s) Pb = Daya Efektif (KW)

Besarnya laju aliran massa bahan bahan bakar ( . f

m

) dihitung dengan persamaan berikut : -= 1-/ 8 -"- "9

DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR SOLAR BEB AN STA TIS (kg) HASIL PEMBACAA N UNIT INSTRUMEN TASI PUTARAN (rpm) 1000 1400 1800 2200 2600 28 00 10 Torsi (N.m) 42 43 47,5 48 49 52 Waktu menghabiska n 100 ml bahan bakar (s) 160 152 148 132 120 10 5 Aliran Udara ( mm H2O ) 30 32 34 39 44 52 Temperatur Gas Buang ( o C) 100 160 240 300 320 34 0 25 Torsi (N.m) 49,5 50 52 53 55 57 Waktu menghabiska n 100 ml bahan bakar (s) 127 122 118, 5 115 100 97 Aliran Udara ( mm H2O ) 39 43 47 49 53 56 Temperatur Gas Buang ( o C) 90 100 150 185 210 21 5 BEBAN STATIS (kg) HASIL PEMBACAAN UNIT INSTRUMENT ASI PUTARAN (rpm) 1000 1400 1800 2200 2600 2800 10 Torsi (N.m) 50 52 55 57 60 61 Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 180 170 155 145 125 110 Aliran Udara ( mm H2O ) 30 31 33 35,5 36 39,5 Temperatur Gas Buang ( o C) 90 95 140 170 180 220 25 Torsi (N.m) 55 60 62 64 66 67 Waktu menghabiskan 100 ml bahan bakar (s) 165 145 130 127,5 120 110 Aliran Udara ( mm H2O ) 4 7 12, 5 18,5 24,5 29 Temperatur Gas Buang ( o C) 90 100 120 185 190 220

(5)

121 = :;/ < =/ >/ /"9 = :;/ < =/ < ? @A >/ $/ [²] dimana :

mf = Laju aliran massa bahan

bakar (Kg/s)

Sgf = Spesific gravityBiodiesel = 0,8624

(lihat tabel 2.4) (gr/ml)

Vf = Volume bahan bakar yang diuji

(dalam hal ini 100 ml) (ml)

Tf = Waktu untuk menghabiskan

bahan bakar sebanyak volume uji (s) Dengan memasukkan harga

f

sg , harga tfyang diambil dari percobaan sebelumnya harga Vf yaitu sebesar 100 ml, maka laju aliran bahan

bakar untuk pengujian dengan

menggunakan bahan bakar biodiesel

(B-05) : Beban : 10 kg Putaran : 1000 rpm -= 1- 8- 10 BC " -= 0,8624 100 10 BC 180 = 4,79 10BH Kg/s

Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar, maka dapat dihitung harga konsumsi bahan bakar spesifiknya (Sfc).

Untuk pengujian dengan menggunakan

bahan bakar biodiesel (B-05) : Beban : 10 kg Putaran : 1000 rpm -. = / 45 3.600.000 [8] = 2 10 BH 3,2447 3.600.000 = 329,79 /$!ℎ Dengan cara yang sama untuk setiap jenis pengujian, pada putaran dan beban yang bervariasi, maka hasil

perhitungan Sfc untuk kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4 Konsumsi bahan bakar

spesifik (Sfc) pada pengujian

biodiesel (B-05)dan solar dibawah ini.

Rasio udara bahan bakar (AFR)

Rasio bahan bakar (air fuel ratio) dari masing–masing jenis pengujian dihitung berdasarkan rumus berikut : AFR = . . f a m m , dimana :

AFR = air fuel ratio

Dengan Bahan Bakar Biodiesel (B-05) Beban Statis (kg) Putaran (rpm) Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Sfc) (gr/kWh) 10 1000 329,79 1400 239,675 1800 193,302 2200 163,131 2600 152,114 2800 157,878 25 1000 339,19 1400 243,532 1800 204,454 2200 165,23 2600 144,047 2800 143,74 Dengan Bahan Bakar Solar Beban Statis (kg) Putaran (rpm) Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (sfc) (gr/kWh) 10 1000 432,49 1400 317,229 1800 229,68 2200 208,503 2600 190,108 25 2800 190,108 1000 471,84 1400 347,332 1800 267,429 2200 221,211 2600 207,428 2800 191,601

(6)

122

. a

m = laju aliran massa bahan

bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran udara ( .

a

m )

diperoleh dengan membandingkan

besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow manometer terhadap kurva viscous flow metre calibration. Pada pengujian ini, dianggap tekanan udara (Pa)

sebesar 100 kPa (≈1 bar) dan

temperatur (Ta) sebesar 27 0C. kurva kalibrasi dibawah dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperatur 20 0C, maka besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi berikut :

f C = 3564 x

P

a x ( 2,1145 ) a a T T + = 3564 x 1 x 2,5 ) 273 27 ( )] 114 ( ) 273 27 [( + + + = 0,946

Untuk pengujian dengan

menggunakan biodiesel (B-05), beban 10 kg dan putaran 1000 rpm, tekanan udara masuk = 30 mmH2O (Tabel 4.3).

Dari kurva kalibrasi diperoleh laju aliran massa udara sebesar 11,38 kg/jam untuk tekanan udara masuk = 10 mm H2O , sehingga untuk tekanan udara

masuk = 30 mm H2O diperoleh laju

aliran massa udara sebesar 34,14 kg/jam, setelah dikalikan faktor koreksi

(Cf), maka laju aliran massa udara yang

sebenarnya : a

m

. = 34,14 x 0,946 = 32,69 kg/jam

Dengan cara perhitungan yang sama, maka diperoleh harga laju aliran

massa udara (ma) untuk masing–

masing pengujian tiap variasi beban dan putaran .Dengan diperolehnya harga laju aliran massa bahan bakar, maka dapat dihitung besarnya rasio udara bahan bakar (AFR).

Untuk pengujian dengan

menggunakan bahan bakar biodiesel

(B-05), beban 10 kg dan putaran 1000 rpm : AFR =

1,725

69

,

32

= 18,96

Hasil perhitungan AFR untuk masing–masing pengujian pada tiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5 Perbandingan udara dan bahan bakar (AFR) pada pengujian biodiesel (B-05)dan solar dibawah ini.

Dengan Bahan Bakar Biodiesel (B-05) Beban Statis (kg) Putaran (rpm) Perbandingan Udara dan Bahan Bakar (AFR) 10 1000 18,958 1400 18,501 1800 17,957 2200 18,072 2600 15,799 2800 15,254 25 1000 19,116 1400 18,326 1800 18,256 2200 18,8 2600 18,958 2800 18,151 Dengan Bahan Bakar Solar Beban Statis (kg) Putaran (rpm) Perbandingan Udara dan Bahan Bakar (AFR) 10 1000 17,198 1400 17,43 1800 18,03 2200 18,446 2600 18,92 2800 19,56 25 1000 17,389 1400 18,418 1800 19,553 2200 19,783 2600 18,607 2800 19,071

(7)

123 Efisiensi volumetrik

Efisiensi volumetris (volumetric efficiency) untuk motor bakar 4-langkah dihitung dengan rumus berikut :

v

η

=

n

m

a

.

60

.

2

. s a.V 1

ρ

dimana : a

m

= Laju aliran udara (kg / jam) a

ρ

= Kerapatan udara (kg/m3)

s

V

= volume langkah torak (m3) = 120 inch3 [spesifikasi mesin pada tabel 3.1] = 120 x 2,54

= 304,8 x 10-6 m3

Diasumsikan udara sebagai gas ideal sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut :

a

ρ

= a a T R P .

Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)

Dengan memasukkan harga tekanan dan temperatur udara yaitu sebesar 100 kPa dan 27 0C, maka diperoleh massa jenis udara yaitu sebesar: a

ρ

=

)

273

27

.(

287

100000

+

= 1,161440186 kg/m3

Dengan diperolehnya massa jenis udara maka dapat dihitung besarnya efisiensi volumetrik (

η

v) untuk masing– masing pengujian pada variasi beban dan putaran.

Untuk pengujianmenggunakan

biodiesel (B-05) beban 10 kg, putaran 1000 rpm : v

η

= 1000 60 169 , 14 2 x x .

x10

492,69

1,169

1

6

-x

= 0,82007

Harga efisiensi volumetrik untuk

masing–masing pengujian yang

dihitung dengan cara perhitungan yang sama dengan perhitungan diatas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Efisiensi thermal brake

Efisiensi thermal brake (brake thermaleficiency,

η

b) merupakan perbandingan antara energi keluaran dengan energi kimia yang masuk yang dikandung bahan bakardalam bentuk bahan bakar yang dihisap kedalam ruang bakar. Efisiensi termal brake

dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut :I> = 45

/ < JK= < LM

Dimana:

I> = Efisiensi Thermal Brake = Daya Efektif (KW)

- = Laju aliran massa bahan bakar (Kg/s)

LHV = Nilai kalor pembakaran bahan bakar (KJ/Kg)

I. = Efisiensi pembakaran yang standard nilainya = 0,97

kJ/kg (Lit.9 hal 12). Bila diasumsikan

pembakaran yang terjadi adalah

pembakaran sempurna maka besarnya

uap air yang terbentuk dari

pembakaran bahan bakar dihitung

dengan menggunakan persamaan

berikut :

Qlc = 2400 . 2,16

(8)

124

Sehingga besarnya LHV untuk

biodiesel (B100) dapat dihitung sebagai berikut :

LHV = HHVB100 - QlcB100

= 37759,61224 J/kg – 5189,5272J/kg = 32570,09kJ/kg

Harga LHV untuk solar (C

12 H26) dihitung dengan cara yang sama :

% berat H dalam solar=

26 12 . H MRC ARH y X100 % =

(

12

.

12

) (

26

.

1

)

100

%

1

.

26

X

+

=15,29 %

Jumlah uap air yang terbentuk dari pembakaran tiap 1 kg solar :

kg kg 1,9877 1 100 29 , 15 26 2 1 = ⋅ ⋅ ⋅

Kalor laten kondensasi uap air dari pembakaran tiap 1 kg solar :

lc

Q

solar = 2400 kJ/kg .1,9877 kg = 4770,48 kJ per 1 kg solar Besarnya LHV solar :

LHVsolar = HHV solar - Qlc solar = 44799,67kJ/kg – 4770,48 kJ/kg = 40029,16 kJ/kg

Sedangkan harga LHV untuk bahan bakar yang merupakan campuran antara biodiesel (B100) dengan solar dihitung dengan rumus pendekatan berikut :

CVBxx = HHV

BXX - {( B.Qlc B100 )-( S.Q

lc solar )}[4]

Dimana :

B = Persentase biodiesel dalam bahan bakar campuran

S = Persentase solar dalam bahan bakar campuran

Untuk B-05, B = 0,05 dan S = 0,95 LHVB05= HHVB05- {(0,05

Q

lc B100) + ( 0,95

Q

lc solar)}= 43788,06kJ/kg – {(0,05

)}

/

48

,

4770

95

,

0

(

)

/

5272

,

5189

kJ

kg

+

kJ

kg

= 38996,62kJ/kg

Setelah diperoleh harga LHV untuk masing-masing bahan bakar maka dapat dihitung besarnya efisiensi termal brake (

η

b).

Untuk Biodiesel (B05), beban 10 kg pada putaran 1000 rpm: I>= - NO8 I. = 5,24 8 10BH 38.996,62 0.97 = 0,1526

4.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengujian ini adalah

1. Pemakaian bahan bakar biodiesel (B-07) terhadap unjuk kerja motor diesel pada putaran rendah memiliki torsi dan daya yang lebih kecil. Akibat torsi dan daya yang kecil pada putaran rendah maka motor diesel kurang bertenaga.

2. Konsumsi bahan bakar spesifik biodiesel (B-07) lebih rendah dibanding menggunakan bahan bakar solar. Dengan demikian menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07) lebih hemat daripada menggunakan bahan bakar solar.

3. Pada emisi gas buang penggunaan bahan bakar biodiesel (B-07) lebih rendah dibandingkan bahan bakar solar. Hal ini membuktikan bahwa biodiesel ramah terhadap lingkungan dan memperkecil polusi udara.

Saran yang dapat diberikan dari pengujian ini adalah

1. Untuk mendukung kelancaran dan akurasi hasil pengujian sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan kalibrasi

(9)

125 terhadap instrumentasi dan alat ukur

setiap kali pengujian akan dilakukan.

2. Untuk meningkatkan hasil dari pengujian bahan bakar ini dengan dimetil ester sebaiknya dilakukan variasi beban yang banyak dan % bahan bakar juga harus bervariasi jadi nantinya didapatkan hasil yang berguna dan dapat digunakannya bahan bakar biodiesel dimetil ester di masyarakat .

3. Untuk mendapatkan hasil dari alat emisi gas buang yang mana data yang tertera pada alat auto gas analyzer berubah-ubah , maka perlu dilakukan kalibrasi ulang selama 5 menit dan membersihkan gas fitting agar kinerja sensor lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arismunandar, Wiranto. Penggerak Mula Motor Bakar Torak : Penerbit ITB Bandung, 1988.

[2] Edi, Sigar, Buku Pintar Otomotif, Penerbit Pustaka Dela Pratasa, Jakarta, 1998.

[3] Priambodo, Bambang dan Maleev, V.L, Operasi dan Pemeliharaan Mesin Diesel, Penerbit Erlangga, 1991.

[4]Soenarta, Nakolea dan Shoichi Furuhama, Motor Serba Guna, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002.. [5] www.pertamina.com

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

[r]

It also introduces an algorithm, called AFiS (Apriori based on Functions in Sequence), as a sequence data mining algorithm used to analyze the sequential patterns of

[r]

Hence, the unique combination of UAV and airborne IFSAR data acquisition from different time presented rapid mapping activities with full photogrammetric approach in order

Sentralindo Teguh Gemilang yang menerapkan sistem konvensional hanya menggunakan satu pemicu biaya yaitu unit produksi sehingga harga pokok produksi untuk produk Box Aqua 600ml