• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Variasi Trass Dan Fly Ash Terhadap Kuat Geser dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Pengaruh Variasi Trass Dan Fly Ash Terhadap Kuat Geser dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

“PENGARUH VARIASI TRASS DAN FLY ASH TERHADAP KUAT GESER DAN KUAT TEKAN

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat

Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Teknik dan Mencapai Gelar Sarjana

JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

TUGAS AKHIR

PENGARUH VARIASI TRASS DAN FLY ASH TERHADAP KUAT GESER DAN KUAT TEKAN PADA TANAH LEMPUNG”

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Teknik dan Mencapai Gelar Sarjana

Teknik

DISUSUN OLEH :

ADYTIA FEBRIANTO 45 11 041 034

JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BOSOWA

2018

PENGARUH VARIASI TRASS DAN FLY ASH TERHADAP KUAT GESER DAN

Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Teknik dan Mencapai Gelar Sarjana

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat, kasih karunia yang berlimpah sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “PENGARUH TRASS DAN FLY ASH TERHADAP KUAT GESER DAN KUAT TEKAN PADA TANAH LEMPUNG”. Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Bosowa. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan – bantuan pihak lain dalam memberi bantuan dan bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas akhir.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Allah SWT tempat meminta dan memohon pertolongan

2. Bapak Ir. Syahrul Sariman, MT sebagai pembimbing I, dan bapak Nurhadijah Yuniarti. ST, MT sebagai pembimbing II yang sudah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan saya sehingga terselesainya penyusunan Tugas Akhir ini.

3. Ibu Dekan, Para Wakil Dekan dan Staf Fakultas Teknik Universitas Bosowa.

(6)

4. Nurhadijah Yuniarti, ST,MT. sebagai Ketua Jurusan Sipil beserta staf dan dosen pada Fakultas Teknik jurusan sipil Universitas Bosowa.

5. Bapak Ir. Syahrul Sariman, MT. selaku kepala Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Bosowa.

6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moral dan materi yang tidak terhitung jumlahnya, sehingga tugas akhir ini dapat rampung seperti saat ini.

7. Teman - teman Angkatan 2011, 2012 Teknik Sipil Universitas Bosowa yang telah membagi suka dan duka dengan penulis selama perkuliahan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pada penulisan tugas akhir ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu penulis mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Akhirnya, semoga penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun rekan-rekan mahasiswa lainnya dimasa yang akan datang dan semoga segala bantuan dari semua pihak bernilai ibadah disisi Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Makassar, 12 Maret 2019

ADYTIA FEBRIANTO

(7)

v

ABSTRAK

“Pengaruh Variasi Trass Dan Fly Ash Terhadap Kuat Geser dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung”

Adytia Febrianto *)

Ir. H. Syahrul Sariman, MT dan Nurhadijah Yunianti, ST. MT **)

Study ini di tekankan untuk menganalisa dampak yang terjadi pada kuat geser langsung dan kuat tekan bebas tanah dengan menggunakan campuran Trass beserta Fly Ash yang sesuai dengan variasi masing – masing bahan yaitu 5%, 10%, dan 15% Selain untuk menentukan karkteristik fisik dari tanah yang belum ditabilisasi, penelitian ini juga difokuskan untuk mengetahui mengetahui kekuatan tekan bebas tanah kohesif dalam keadaan asli (undistured) maupun keadaan buatan (rernoulded). Yang dimaksud kekuatan tekan bebas adalah tekanan aksial benda uji pada saat mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial mencapai 20%. bahan variasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masing – masing trass dan fly ash: 5%, 10%, 15%, dan sedangkan untuk pengujian kuat geser ini dimaksudkan untuk menentukan nilai kohesi c dan sudut geser dalam tanah (Ө) secara tepat masing-masing bahan variasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masing – masing trass dan fly ash: 5%, 10%, 15%.

Kata Kunci : Tanah Lempung, Trass, Fly Ash, Kuat Geser, Kuat Tekan.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... .iv

DAFTAR TABEL ... .v

DAFTAR NOTASI ... .vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-7 1.3. Tujuan dan Manfaat ... I-7 1.4. Pokok Bahasan Dan Batasan Masalah ... I-8

1.4.1. Pokok Bahasan ……….. I-8

1.4.2. Batasan Masalah ……… I-8

1.5. Sistematika Penulisan……….……… I-9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... II-1 2.1. Tinjauan Umum Tanah ... II-1 2.2. Tanah Lempung ... II-3 2.3. Klasifikasi Tanah ... II-5

2.3.1. Sistem Klasifikasi Tanah Menurut USCS ... II-6 2.3.2. Sistem Klasifikasi Tanah Menurut AASHTO ... II-10 2.4. Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak ... II-13

(9)

2.5. Kuat Geser Tanah………...…….….……..II-20 2.6. Kuat Tekan Bebas ....………..II-22 2.7. Uji Kuat Tekan Bebas ..………..II-27 2.8. Trass ...………..II-28 2.9. Fly Ash ...………..II-29 2.10. Batas-Batas Atterberg ....……….……..………II-31

2.10.1. Batas Cair ... ... II-33 2.10.2. Batas Plastis ... ... II-33

2.10.3. Batas Susut ……….. II-34 2.11. Penelitian Terdahulu ...……….………..………II-34

BAB III METODE PENELITIAN……….………….….…….III-1

3.1. Flowchart Penelitian………..…………...……III-1 3.2. Variabel Penelitian ………….………..………...….III-2 3.3. Notasi Sampel ………...………….………...……III-2

3.3.1. Jumlah Sampel Dalam Setiap Pengujian ... III-2 3.3.2. Kebutuhan Material Dalam Setiap Pengujian ... III-3 3.4. Pengujian Sampel ...………...…III-3 3.5. Metode Analisis ………..………...III-5

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN……….………….….…….IV-1

4.1. Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Sifat Tanah Asli ...IV-1 4.1.1. Sifat Fisis Tanah ...IV-2 A. Kadar Air ...IV-2 B. Berat Jenis ...IV-2

(10)

C. Pengujian Batas-Batas Atterberg ... IV-3 Batas Cair ... IV-3 Batas Plastis... IV-4 Batas Susut ... IV-5 Indeks Plastisitas ... IV-5 D. Analisa Saringan dan Analisa Hidrometer ...IV-6 E. Kompaksi ...IV-11

4.2. Sifat Mekanik Tanah ...IV-11 4.2.1. Pengujian Kuat Tekan Bebas ... IV-11 4.2.2. Pengujian Kuat Geser Langsung ... IV-14 BAB V PENUTUP ……….………….….……. ... V-1

5.1. Kesimpulan...V-1 5.2. Saran...V-2 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3.1.1 Hubungan LL dan PI ... II-7 Gambar 2.3.1.2 Grafik plastisitas untuk klasifikasi USCS (Das,1994)

... II-8 Gambar 2.3.2.2 Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah sistem

AASHTO (Das,1994) ... II-12 Gambar 2.5.1 Kriteria kegagalan Mohr dan Couloumb. ... II-21 Gambar 2.6.1 Sistem pengujian kuat tekan bebas ... II-23 Gambar 2.6.2 Grafik mohr untuk mencari nilai qU ... II-24 Gambar 2.6.3 Perubahan yang terjadi pada sampel selama percobaan

kuat tekan ... II-26 Gambar 2.9 Fly Ash Powder ... II-29 Gambar 2.10 Hubungan Antara Batas-Batas Atterberg dan Volume Total

Tanah... II-32 Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian ... III-1 Gambar 4.1 Grafik hasil uji hubungan antara pukulan dengan kadar air ... IV-4 Gambar 4.2.1 Grafik hasil uji Analisa Saringan ... IV-7 Gambar 4.2.2 Grafik hasil uji Hidrometer ... IV-8 Gambar 4.3 Grafik hasil uji kompaksi hubungan kadar air dan berat

volume tanah kering ... IV-11

(12)

Gambar 4.4 Chart dan Grafik gabungan hasil kuat tekan bebas keadaan asli (undistured) maupun keadaan buatan (rernoulded).

... IV-13 Gambar 4.5.1 Grafik hubungan antara tegangan normal dan tegangan

geser tanah asli ... IV-16 Gambar 4.5.2 Grafik hubungan antara tegangan normal dan tegangan

geser tanah + trass 5% + fly ash 5% ... IV-18 Gambar 4.5.3 Grafik hubungan antara tegangan normal dan tegangan

geser tanah + trass 10% + fly ash 10% ... IV-20 Gambar 4.5.4 Grafik hubungan antara tegangan normal dan tegangan

geser tanah + trass 15% + fly ash 15% ... IV-22

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.3.1 Sistem Klasifikasi Tanah USCS ... II-6 Tabel 2.3.2 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO ... II-10 Tabel 2.4 Aktivitas tanah lempung ... II-14 Tabel 2.9 Komposisi dan Klasifikasi Fly ash ... II-30 Tabel 3.3.1 Jumlah Sampel Dalam Setiap Pengujian ... III-2 Tabel 3.3.2 Kebutuhan Material Dalam Setiap Pengujian ... III-3 Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Karakteristik Tanah ... IV-1 Tabel 4.2 Pengujian Kadar Air Tanah Asli ... IV-2 Tabel 4.3 Berat Jenis Dari Beberapa Jenis Tanah ... IV-3 Tabel 4.4 Hasil Uji Batas Plastis ( Plastic Limits, PL ) ... IV-5 Tabel 4.5 Batasan Mengenai PI, Sifat, Macam Tanah Dan Cohesi

... IV-6 Tabel 4.6 Hasil Pengujian Analisis Saringan Tanah ... IV-7 Tabel 4.6.1 Hasil Pengujian Hidrometer Tanah ... IV-8 Tabel 4.7 Hubungan Mineral Tanah dengan Aktifitas ... IV-9 Tabel 4.8 Hasil Pengujian Kuat Tekan Bebas ... IV-12 Tabel 4.9 Hasil Pengujian Kuat Geser Langsung ... IV-15 Tabel 4.10 Hasil nilai kohesi dan sudut geser dalam tanah asli .... IV-15 Tabel 4.11 Hasil nilai kohesi dan sudut geser dalam tanah variasi 5%

trass + 5% fly ash ... IV-17 Tabel 4.12 Hasil nilai kohesi dan sudut geser dalam tanah variasi 10%

trass + 10% fly ash ... IV-19

(14)

Tabel 4.13 Hasil nilai kohesi dan sudut geser dalam tanah variasi 15%

trass + 15% fly ash ... IV-21

(15)

DAFTAR NOTASI

A Luas penampang

ASTM American Society for Testing and Material

AASHTO American Association of State Highway and Transportation Officials

C Cohesi

Clay Lempung

FA Fly Ash

Gs Berat Jenis

IP Indeks Plastis

TR Trass

LL Batas Cair

MMD Kadar air maksimum OMC Kadar air optimum

PL Batas Plastis

Slit Lanau

Subgrade Tanah Dasar

T Tanah

TA Tanah Asli

Va Volume udara

Vs Volume butiran padat

Vw Volume air

(16)

W Kadar air

Ws Berat butiran padat

Ww Berat air

γb Berat volume basah

γd Berat volume kering

S Kuat geser tanah (kg/cm2)

φ Sudut geser dalam tanah (0)

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran-I Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Sifat Tanah Asli.

Lampiran-II Rekapitulasi Hasil Pengujian Kuat Tekan Bebas.

Lampiran-III Rekapitulasi Hasil Pengujian Kuat Geser Langsung.

(18)

I -1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai Perkembangan yang terjadi dalam bidang rekayasa bangunan akhir-akhir ini telah banyak memacu dan mendorong para ahli teknik sipil untuk melakukan penelitian diberbagai bidang, seperti bidang konstruksi, bidang pengembangan sumber daya air, bidang transportasi, bidang geoteknik, dan berbagai bidang dalam desain ilmu teknik sipil. Kemajuan dalam sektor ekonomi umumnya ditunjang oleh perkembangan pembangunan seperti gedung-gedung dan sarana transportasi. Jalan raya merupakan salah satu prasarana transportasi yang menghubungkan antara daerah yang satu dan lain.

Kondisi jalan yang kurang baik akan mempengaruhi kelancaran arus lalu lintas serta kenyamanan bagi pengguna jalan tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan adalah karena kondisi lapisan tanah dasar memiliki daya dukung tanah yang tidak memadai, seperti tanah rawa, gambut, lempung dan lainnya. Untuk membuat agar tanah dasar tersebut dapat diperbaiki sehingga memenuhi syarat untuk mendukung struktur bangunan yang akan dibagun diatasnya, diperlukan suatu rekayasa teknik. Kerusakan jalan yang diakibatkan oleh perilaku tanah lempung yang sering dijumpai.

(19)

I -2

Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral- mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai zat cair juga gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). Selain itu dalam arti lain tanah merupakan akumulasi partikel mineral atau ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan (Craig, 1991).

Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat. zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap di antara partikel-partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya. (Hardiyatmo, H.C., 1992).

Dalam pembangunan konstruksi sipil sering ditemui masalah pada tanah dengan jenis lunak, antara lain daya dukung tanah yang rendah dan penurunan (settlement) yang besar jika diberi beban.

Abu terbang (FlyAsh) adalah debu yang dihasilkan dari sisa pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara (Sudjatmiko Nugroho, 2003). Sedangkan NSPM KIMPRASWIL dalam SNI 03-6414-2002 (2002: 145) memberikan definisi berbeda, yaitu:

(20)

I -3

Abu terbang adalah limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku pembankit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik (SNI 03-6414-2002 (2002: 145))

Bahan bangunan abu terbang dapat digunakan sebagai bahan baik untuk pembuatan agregat buatan dalam campuran beton, bahan tambahan paving blok, mortar, batako, bahan tambah beton aspal, beton ringan dan sebagainya. Sebagai bahan tambah beton, abu terbang dinilai dapat meningkatkan kualitas beton dalam hal kekuatan, kekedapan air, ketahanan terhadap sulfat dan kemudahan dalam pengerjaan (workability) beton (Sofwan Hadi, 2000). Penggunaan abu terbang juga dapat mengurangi penggunaan semen dan sekaligus sebagai bentuk pemanfaatan limbah yang akan membantu menjaga kelestarian lingkungan.

Abu terbang (Fly Ash) sepertinya cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat karena bahan penyusun utamanya adalah silikon dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3) dan Ferrum oksida (Fe2O3). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air.

Clarence (1966: 24) menjelaskan dengan pemakaian abu terbang sebesar 20 – 30% terhadap berat semen maka jumlah semen akan berkurang secara signifikan dan dapat menambah kuat tekan beton. Pengurangan jumlah semen akan menurunkan biaya material sehingga efisiensi dapat ditingkatkan.

(21)

I -4

Fly ash (Kode Limbah D 22.3) merupakan salah satu produk

limbah hasil pembakaran batubara yang dihasilkan PT. Semen Tonasa sebesar rata-rata 72.36 ton/hari. Di Indonesia produksi fly ash dari pembangkit listrik terusm eningkat, dimana pada tahun 2000 jumlahnya mencapai 1,66 juta ton dan diperkirakan mencapai 2 juta ton pada tahun 2006. Besarnya jumlah fly ash yang dihasilkan dari tahun ketahun tak seiring dengan cara penanganannya yang masih terbatas pada penimbunan di lahan kosong atau bahkan terbuang begitu saja (https://www.neliti.com/).

Trass adalah batuan gunung api yang telah mengalami

perubahan komposisi kimia yang disebabkan oleh pelapukan dan pengaruh kondisi air bawah tanah. Bahan galian ini berwarna putih kekuningan hingga putih kecoklatan, kompak dan padu dan agak sulit digali dengan alat sederhana. Kegunaan tras adalah untuk bahan baku batako, industri semen, campuran bahan bangunan dan semen alam. Pada saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, namun secara lokal telah dimanfaatkan penduduk untuk pembuatan batako. ( http://adnorthya.blogspot.com/2012/07/tras.html)

Bagi mereka yang masih merasakan harga semen pabrik jauh lebih mahal dibanding akan mencari barang penggantinya yang hampir sama dan jauh lebih murah yaitu Trass sebagai semen alam.

Masalah pasaran sangat di pengaruhi oleh harga, maka arti Trass

(22)

I -5

akan semakin ramai di usahakan, ramai dicari, kalau pasarannya akan tumbuh banyak.

Trass merupakan bahan galian yang termasuk ke dalam

golongan bahan galian C atau industri (PP No. 27/1980 tentang Penggolongan Bahan Galian). Bahan galian trass yang terdapat di alam umumnya berasal dari batuan piroklastik dengan komposisi andesitis yang telah mengalami pelapukan secara intensif sampai dengan derajat tertentu . Proses pelapukan berlangsung disebabkan oleh adanya air yang mengakibatkan terjadinya pelolosan (leaching) pada sebahagian besar komponen basa seperti : CaO, MgO dan NaO yang dikandung oleh mineral-mineral batuan asal.

Komponen CaO yang mengalami proses paling awal kemudian disusul dengan komponen berikutnya sesuai dengan mineral pembentuk batuan dalam reaksi seri Bowen. Dengan terjadinya proses pelolosan tersebut, maka akan tertinggal komponen-komponen SiO2, A1203 yang aktif yaitu yang akan menentukan mutu dari endapan trass yang terjadi pada masa berikutnya . Jumlah komponen- komponen aktif ini sebanding atau sesuai dengan derajat pelapukan dari batuan asal disamping faktor waktu turut berperan pada tingkat proses pelapukan yang terjadi secara terus menerus sepanjang waktu. ( http://adnorthya.blogspot.com/2012/07/tras.html)

Kuat geser yang rendah mengakibatkan terbatasnya beban (beban sementara ataupun beban tetap) yang dapat bekerja di

(23)

I -6

atasnya sedangkan kompresibilitas yang besar mengakibatkan terjadinya penurunan setelah pembangunan selesai. Oleh karena itu, perlu ditinjau kembali sifat-sifat fisik dan mekanis tanah yang dalam hal ini tanah lempung lunak agar dapat diketahui perilaku tanah lempung tersebut dan besar beban yang dapat di 2 terima oleh tanah lempung tersebut.

Kuat tekan bebas pada tanah sangat berkaitan erat dengan kuat geser langsung yang terjadi pada tanah, Menurut tabel kosistensi, UCS, dan Shear Strenght yang di buat oleh Lambe dan Whitman (1979), dapat terlihat bahwa semakin besar kuat tekan bebas pada tanah tersebut, semakin besar pula kuat geser langsung pada tanah tersebut, dan nilai kuat geser langsung tanah. Kuat tekan bebas merupakan pengujian yang umum dilaksanakan dan dipakai dalam proses penyelidikan sifat – sifat stabilisasi tanah. Disamping pelaksananya yang praktis, sampel yang dibutuhkan juga tidak banyak. Dalam pembuatan benda uji sebagai dasar adalah kepadatan maksimum yang diperoleh dari percobaan pemadatan (M. IQBAL HERMAWAN,2015)

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Variasi Trass Dan Fly Ash Terhadap Kuat Geser Dan Kuat Tekan Tanah Lempung” . Hasil penelitian diharapkan dalam penggunaan trass dan fly ash dapat

(24)

I -7

dijadikan sebagai acuan untuk penentuan kuat geser dan kuat tekan tanah lempung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu bagaimana kondisi tanah lempung bila:

Bagaimana untuk mengetahui seberapa besar kenaikan nilai kuat geser dan kuat tekan tanah lempung yang ditambahkan menggunakan variasi Trass dan Fly Ash?

1.3 Tujuan & Manfaat Tujuan :

1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji perubahan nilai ukur tanah lempung dengan menggunakan variasikan fly ash dan trass.

2. Untuk mengetahui perubahan nilai kuat geser dan kuat tekan tanah dasar yang di variasikan dengan fly ash dan trass.

Manfaat:

1. Manfaat dari Penilitian ini adalah agar kita dapat mengetahui perubahan nilai kuat geser dan kuat tekan pada tanah lempung yang divariasikan dengan trass dan fly ash.

2. Agar kita dapat memanfaatkan limbah fly ash yang banyak tak terpakai dan mengganti penggunaan material semen yang biasa

(25)

I -8

digunakan dalam melakukan stabilisasi tanah dengan Trass yang cenderung lebih murah.

1.4 Pokok Bahasan & Batasan Masalah 1.4.1. Pokok Bahasan

1. Melakukan penelitian terhadap karakteristik tanah lempung.

2. Membuat Variasi proporsi tanah lempung yang akan dicampurkan dengan berbagai variasi Trass dan Fly ash.

3. Mengadakan Pengujian Kuat Tekan Bebas 4. Mengadakan Pengujian Kuat Geser.

5. Melakukan analisis terhadap kuat tekan bebas dan kuat geser pada tanah lempung yang telah dicampur.

1.4.2. Batasan Masalah

Penulisan Skripsi ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Pengujian dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Bosowa Makassar.

2. Jenis Tanah yang digunakan yaitu tanah berbutir halus (lempung).

3. Bahan tambahan yang digunakan yaitu Trass dan Fly Ash.

4. Pengujian ini guna mencari pengaruh pencampuran variasi Trass dan Fly Ash terhadap nilai kuat geser dan kuat tekan tanah lempung.

(26)

I -9

5. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lempung yang didatangkan dari Kab. Maros. Sementara Trass diperoleh dari PT. SEMEN TONASA di Kabupaten Pangkep, dan Fly Ash juga didapatkan dari PT. SEMEN TONASA.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas tentang teori-teori pendukung mengenai penelitian yang dilakukan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang bagan alir penelitian, bahan, lokasi, waktu penelitian metode pengambilan sampel, persiapan bahan dan campuran dan pembuatan benda uji.

(27)

I -10

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil rekapitulasi data, analisa rancangan campuran, hasil pengetesan benda uji serta pembahasan hasil penelitian.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang memberikan kesimpulan dan saran-saran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan manfaat penulis.

(28)

II-1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanah

Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan- endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan. dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat. zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap di antara partikel-partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di dekat pennukaan burni membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan induknya, dapat berupa proses fisik maupun kimia.

Proses pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat perubahan suhu atau cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk bulat, bergerigi maupun bentuk-bentuk diantaranya. Umumnya. pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi oleh pengaruh oksigen, karbondioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali) dan proses-proses kimia yang lain. Jika basil pelapukan masih berada di tempat asalnya, maka tanah ini disebut

(29)

II-2

tanah residual (residual soil) dan apabila tanah berpindah tempatnya.

disebut tanah terangkut (transported soil). (Hardiyatmo, H.C., 1992).

Tanah merupakan dasar suatu struktur atau konstruksi, baik itu konstruksi bangunan gedung, konstruksi jalan, maupun konstruksi yang lainnya. Jadi seorang ahli teknik sipil harus juga mempelajari sifat-sifat dasar dari tanah, seperti asal usulnya, penyebaran ukuran butiran, kemampuan mengalirkan air, sifat pemampatan bila dibebani (compressibility), kekuatan geser, kapasitas daya dukung terhadap beban dan lain-lain.

Dalam pengertian teknik, tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain yang terbentuk akibat pelapukan dari batuan. Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis dan kimiawi. Secara fisis dapat diakibatkan dengan erosi oleh air, angin atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan. Sedangkan cara kimiawi, mineral batuan induk diubah menjadi mineral-mineral baru melalui reaksi kimia. Air dan karbon dioksida dari udara membentuk asam-asam karbon yang kemudian bereaksi dengan mineral-mineral batuan dan membentuk mineral-mineral baru ditambah garam-garam terlarut. Akibat dari pembentukan tanah secara kimiawi, maka tanah mempunyai struktur dan sifat-sifat yang berbeda (Das, Braja M, 1985).

(30)

II-3

Dalam ilmu mekanika tanah yang disebut “tanah” ialah semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil, kecuali batuan tetap. Batuan tetap menjadi ilmu tersendiri yaitu mekanika batuan (rock mechanics). Endapan alam tersebut mencakup semua bahan, dari tanah lempung (clay) sampai berangkal (boulder).

Ukuran dari partikel tanah adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup besar. Tanah umunya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt) atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut.

Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang telah ditentukan. Akan tetapi, istilah yang sama juga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus. Sebagai cantoh, lempung adalah jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis. sedang pasir digambarkan sebagai tanah yang tidak kohesif dan tidak plastis (Hardiyatmo, H.C., 1992).

2.2 Tanah Lempung

Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih kecil dari 2 mikron (=2µ), atau <5 mikron menurut

(31)

II-4

sistem klasifikasi yang lain, disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut lempung saja. Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1µ) dan ukuran 2µ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung. Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm. Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm 2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat.

Tanah berbutir halus dibagi dalam Lanau (M), Lempung (C) yang didasarkan pada batas cair dan indeks plastisitasnya. Tanah Organis juga termasuk dalam kelompok tanah berbutir halus.

Konsistensi dari tanah lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi oleh kadar air. Indeks plastisitas dan batas cair dapat digunakan untuk menentukan karateristik pengembangan. Karakteristik

(32)

II-5

pengembangan hanya dapat diperkirakan dengan menggunakan indeks plastisitas, ( Holtz dan Gibbs, 1962 ).

Dikarenakan sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air yang terserap disekeliling permukaan partikel lempung, maka dapat diharapkan bahwa tipe dan jumlah mineral lempung yang dikandung didalam suatu tanah akan mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan.

2.3 Klasifikasi Tanah

Sifat Klasifikasi tanah sendiri adalah cara mengelompokkan tanah berdasarkan kategori dan karakteristik masing-masing tanah. Tanah sendiri harus lebih dahulu diklasifikasikan untuk penggolongan tanah dan penerapannya dilapangan.

Sebelum kita meneliti suatu lahan, tentu saja kita harus tahu jenis tanah apa yang terdapat disana, agar tidak terjadi kekeliruan. Klasifikasi umunya didasarkan pada sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas.

Ada beberapa sistem klasifikasi tanah yang digunakan sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Beberapa sistem tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas- batas atterberg, sistem tersebut adalah:

(33)

II-6

2.3.1 Sistem Klasifikasi Tanah Menurut USCS Tabel 2.3.1: Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS

(sumber: Bowles)

(34)

II-7

Gambar 2.3.1.1: Hubungan LL dan PI (sumber: Bowles)

Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS seperti pada Gambar 2.1 suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu:

1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No.

200 (F200 < 50). Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil

(35)

II-8

(gravel) atau tanah berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy soil).

2. Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok diawali dengan M untuk lanau anorganik (anorganic silt), atau C untuk lempung anorganik (anorganic clay), atau O untuk lanau dan lempung organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi. Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W untuk gradasi baik (well graded), P gradasi buruk (poorly graded), L plastisitas rendah (low plasticity) dan H plastisitas tinggi (high plasticity).

Gambar.2.3.1.2 Grafik plastisitas untuk klasifikasi USCS

Lanau adalah tanah berbutir halus yang mempunyai batas cair dan indeks plastisitas terletak dibawah garis A dan

(36)

II-9

lempung berada diatas garis A. Lempung organis adalah pengecualian dari peraturan diatas karena batas cair dan indeks plastisitasnnya berada dibawah garis A. Lanau, lempung dan tanah organis dibagi lagi menjadi batas cair yang rendah (L) dan tinggi (H). Garis pembagi antara batas cair yang rendah dan tinggi ditentukan pada angka 50 seperti:

1. Kelompok ML dan MH adalah tanah yang

diklasifikasikan sebagai lanau pasir, lanau lempung atau lanau organis dengan plastisitas relatif rendah. Juga termasuk tanah jenis butiran lepas, tanah yang mengandung mika juga beberapa jenis lempung kaolinite dan illite.

2. Kelompok CH dan CL terutama adalah lempung organik.

Kelompok CH adalah lempung dengan plastisitas sedang sampai tinggi mencakup lempung gemuk. Lempung dengan plastisitas rendah yang dikalsifikasikan CL biasanya adalah lempung kurus, lempung kepasiran atau lempung lanau.

3. Kelompok OL dan OH adalah tanah yang ditunjukkan sifat-sifatnya dengan adanya bahan organik.

Lempung dan lanau organik termasuk dalam kelompok ini dan mereka mempunyai plastisitas pada kelompok ML dan MH.

(37)

II-10

2.3.2 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7.

Tabel 2.3.2: Klasfikasi tanah untuk tanah dasar jalan raya, AASHTO

(sumber: Bowles, 1989)

(38)

II-11

Klasifikasi tanah

Tanah yang terklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 merupakan tanah granuler yang memiliki partikel yang lolos saringan No. 200 kurang dari 35%. Tanah yang lolos saringan No. 200 lebih dari 35% diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7. Tanah-tanah dalam kelompok ini biasanya merupakan jenis tanah lanau dan lempung. Sistem klasifikasi menurut AASHTO disajikan yang mana didasarkan pada kriteria sebagai berikut:

1. Ukuran partikel

A. Kerikil: fraksi yang lolos saringan ukuran 75 mm (3 in) dan tertahan pada saringan No. 10.

(39)

II-12

B. Pasir: fraksi yang lolos saringan No. 10 (2 mm) dan tertahan pada saringan No.200 (0,075 mm).

C. Lanau dan lempung: fraksi yang lolos saringan No. 200

2. Plastisitas

Tanah berbutir halus digolongkan lanau bila memiliki indek plastisitas, PI ≤ 10 dan dikategorikan sebagai lempung bila mempunyai indek plastisitas, PI ≥ 11, memberikan grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah kelompok A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7.

Gambar 2.3.2.2 Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah sistem AASHTO (Das,1994)

(40)

II-13

2.4 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak

Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat:

1. Hidrasi.

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan mengurangi plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan pengeringan udara saja.

2. Aktivitas.

Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm

(41)

II-14

yang dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan:

Aktivitas = Indeks Plastisitas .... (2.1) C

Untuk nilai A>1,25 digolongkan aktif dan sifatnya ekspansif. Nilai 1,25<A<A<0,75 digolongkan normal sedangkan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Aktivitas tanah lempung (Skempton, 1953)

Umumnya partikel-partikel lempung mempunyai muatan negatif pada permukaannya. Hal ini disebabkan oleh adanya substitusi isomorf dan oleh karena pecahnya keping partikel pada tepi-tepinya.

Muatan negatif yang lebih besar dijumpai pada partikel-partikel yang mempunyai spesifik yang lebih besar. Jika ditinjau dari mineraloginya,

Minerologi tanah lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4 – 0,5

Illite 0,5 – 1,0

Montmorillonite 1,0 – 7,0

(42)

II-15

lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral- mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group).

Kaolinite

Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang. Warna kaolinite murni umumnya putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat- coklatan. Kaolinite disebut sebagai mineral lempung satu banding satu (1:1). Bagian dasar dari struktur ini adalah lembaran tunggal silika tetrahedral yang digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran (gibbsite) membentuk satu unit dasar dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 1.5 hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipis, masingmasing dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr.

(43)

II-16

Montmorillonite

Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Karena struktur inilah Montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi.

Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 µm). (Das. Braja M (1988).

Hubungan antara satuan unit diikat oleh ikatan gaya Van der Walls, diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika itu sangat lemah, maka lapisan air (n.H2O) dengan kation yang dapat bertukar dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal mengakibatkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa sangat besar, dapat menyerap air dengan sangat kuat, mudah mengalami proses pengembangan.

Illite

Mineral illite mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan pula hidratmika. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

(44)

II-17

Pengikatan antar unit kristal terdapat pada kalium (K) yang berfungsi sebagai penyeimbang muatan, sekaligus sebagai pengikat.

Terdapat ± 20 % pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng tetrahedral. Struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana montmorillonite

Substitusi dari kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral akan mengakibatkan mineral lempung yang berbeda pula.

Apabila ion-ion yang disubstitusikan mempunyai ukuran yang sama disebut ishomorphous. Bila sebuah anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite.

3. Flokulasi dan Dispersi.

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto, ion- ion H+ dari air gaya Van der Waals dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang

(45)

II-18

berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas. Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.

Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada ujung yang berbeda (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida (Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.

4. Sifat kembang susut (swelling potensial)

Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan sistem tanah dengan air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya didalam struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang terdiri dari gaya

(46)

II-19

elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta gaya van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel. Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan bermuatan likstik negatif dan ujung-ujungnya bermuatan posistif.

Muatan negatif ini diseimbangkan oleh kation air tanah yang terikat pada permukaan pelat oleh suatu gaya listrik. Sistem gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan seimbang antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya air tanah, keseimbangan gaya–gaya dan jarak antar partikel akan membentuk keseimbangna baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses kembang susut.

Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bagunan. Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor yaitu:

1. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.

2. Kadar air.

3. Susunan tanah.

4. Konsentrasi garam dalam air pori.

(47)

II-20

5. Sementasi.

6. Adanya bahan organik, dll.

2.5 Kuat Geser Tanah

Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis kapasitas dukung tanah, stabilitas lereng, dan gaya dorong pada dinding penahan tanah. Menurut teori Mohr (1910) kondisi keruntuhan suatu bahan terjadi oleh akibat adanya kombinasi keadaan dari tegangan normal dan tegangan geser. Hubungan fungsi antara tegangan nonnal dan tegangan geser pada bidang runtuhnya, dinyatakan oleh persamaan:

= f( ) ...(2.5.1)

Dengan adalah tegangan geser pada saat terjadinya keruntuhan atau

kegagalan (failure). dan adalah tegangan normal pada saat kondisi tersebut. Garis kegagalan yang didefinisikan dalam Persamaan (5.1), adalah kurva yang ditunjukkan dalam Gambar 5.1. Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh:

(48)

II-21

1. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang geser.

2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya.

Coulomb (1776) mendefinisikan f( ) sebagai:

= c + tg ... (2.5.2)

Gambar 2.5.1 Kriteria kegagalan Mohr dan Couloumb.

dengan:

τ = kuat geser tanah (kN/m .. ) c = kohesi tanah (kN/m-)

φ = sudut gesek dalam tanah atau sudut gesek intern (derajat)

σ = tegangan normal pada bidang runtuh (kN/m 2 )

(49)

II-22

Persamaan (5.2) ini disebut kriteria keruntuhan atau kegagalan Mohr-Coulomb, di mana garis selubung kegagalan dari persamaan tersebut dilukiskan dalam Gambar 2.5.1. Pengertian mengenai keruntuhan suatu bahan dapat diterangkan sebagai berikut (Gambar 2.5.1): Jika tegangan-tegangan baru mencapai titik P, keruntuhan tanah akibat geser tidak akan terjadi. Keruntuhan geser akan terjadi jika tegangan-tegangan mencapai titik Q yang terletak pada garis selubung kegagalan (failure envelope). Kedudukan tegangan yang ditunjukkan oleh titik R tidak akan pemah terjadi, karena sebelum tegangan yang terjadi mencapai titik R, bahan sudah · mengalami keruntuhan. Tegangan- tegangan efektif yang terjadi di dalam tanah sangat di pengaruhi oleh tekanan air pori.

2.6. Kuat Tekan Bebas

Uji kuat tekan bebas merupakan uji kekuatan pada tanah dalam kondisi bebas. Kuat tekan bebas ( ) adalah besarnya beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat reganagan aksial mencapai 15%. Percobaan unconfined terutama dilakukan pada tanah lempung (clay) atau lanau (silt). Bila lempung

(50)

II-23

mempunyai derajat kejenuhan 100%, maka kekuatan gesernya dapat ditentukan langsung dari nilai kekuatan unconfined.

σ

σ3 = 0 σ3 = 0

σ

Gambar 2.6.1 Sistem pengujian kuat tekan bebas

Pada pengujian kuat tekan bebas, tegangan penyekap σ3 adalah nol. Tegangan aksial dilakukan terhadap benda uji secara relatif cepat samapai tanah mengalami keruntuhan. Pada titik keruntuhan, harga tegangan total utama kecil (total minor principal stress) adalah nol dan tegangan total utama besar adalah σ1 (Braja M. Das, 1998). Pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, di mana pada pembebanan cepat, air tidak sempat mengalir ke luar dari benda ujinya. Pada lempung jenuh, tekanan air pori dalam benda uji pada awal pengujian negative (tegangan kapiler). Pada saat keruntuhannya, karena σ3 =0 maka :

1 = ∆ + ∆ = ∆ = Contoh

tanah

(51)

II-24

Dengan adalah kuat tekan bebas (unconfined compression strength) pada pengujian tekan bebas. Secara teoritis, nilai dari pada lempung jenuh seahrusnya sama seperti yang diperoleh dari pengujian- pengujian triaksial unconsolidated-undrained dengan benda uji yang sama. Jadi,

= = 2

Di mana adalah kuat geser undrained dari tanahnya.

pengujian negative (tegangan kapiler). Pada saat keruntuhannya, karena σ3 =0 maka :

Gambar 2.6.2 Grafik mohr untuk mencari nilai qU

1 = ∆ + ∆ = ∆ =

Dengan adalah kuat tekan bebas (unconfined compression strength) pada pengujian tekan bebas. Secara teoritis, nilai dari pada lempung jenuh seahrusnya sama seperti yang diperoleh dari pengujian-

(52)

II-25

pengujian triaksial unconsolidated-undrained dengan benda uji yang sama. Jadi,

= = 2

Di mana adalah kuat geser undrained dari tanahnya. Harga qu ini bisa juga didapat dari lingkaran mohr :

Cara menghitung luas contoh tanah dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Isi contoh semula

= ×

dimana : = Isi sampel mula-mula (volume)

= panjang sampel mula-mula

= luas penampang sampel mula-ula

• Sesudah beban vertikal diberikan :

Panjang menjadi , isi menjadi , dan luas menjadi . Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

= − ∆ dan = − ∆

(53)

II-26

( dan diukur selama percobaan)

Gambar 2.6.3 Perubahan yang terjadi pada sampel selama percobaan berlangsung

Dari persamaan diatas didapat:

− ∆ = − ∆

= − ∆

− ∆

Percobaan unfined compression test ini dilakukan dalam kondisi undrained, dimana tidak adanya aliran air selama pembebanan sehingga tidak terjadi perubahan volume ∆ = 0 , sehingga persamaannya menjadi:

= − ∆ =

1 −∆ = 1 −

dimana: = regangan

(54)

2.7. Uji Kuat Tekan Bebas

pada material tanah, parameter yang perlu di tinjau adalah kuat geser tanahnya. Pengetahuan mengenai kuat geser di perlukan untuk menyesuaikan masalah

tanah. Salah satu pengujian yang di gunakan untuk

parameter kuat geser tanah adalah ujian kuat tekan bebas adalah besarnya beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial mencapai 20%.

Percobaan kuat tekan bebas di laboratorium di lak tanah dalam keadaan asli maupun buatan (

Tekanan aksial yang terjadi pada tanah dapat di tulis dalam persamaan berikut :

Dengan :

P = beban yang bekerja

A = luas penampang tanah

persamaan berikut :

II-27

Uji Kuat Tekan Bebas

pada material tanah, parameter yang perlu di tinjau adalah kuat geser tanahnya. Pengetahuan mengenai kuat geser di perlukan untuk menyesuaikan masalah –masalah yang berkaitan dengan stabilisasi tanah. Salah satu pengujian yang di gunakan untuk

parameter kuat geser tanah adalah ujian kuat tekan bebas adalah besarnya beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial mencapai 20%.

Percobaan kuat tekan bebas di laboratorium di lakukan pada sampel tanah dalam keadaan asli maupun buatan (remoulded).

Tekanan aksial yang terjadi pada tanah dapat di tulis dalam persamaan

P = beban yang bekerja

A = luas penampang tanah

persamaan berikut :

pada material tanah, parameter yang perlu di tinjau adalah kuat geser tanahnya. Pengetahuan mengenai kuat geser di perlukan untuk masalah yang berkaitan dengan stabilisasi tanah. Salah satu pengujian yang di gunakan untuk mengetahui parameter kuat geser tanah adalah ujian kuat tekan bebas adalah besarnya beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial mencapai 20%.

ukan pada sampel

Tekanan aksial yang terjadi pada tanah dapat di tulis dalam persamaan

(55)

II-28

Dengan :

= kekuatan geser undrained (undrained shear strength)

Qu = Unconfined Compressive Strength

2.8. Trass

Trass adalah bahan galian yang berbutir halus dan mengandung oksida silikon (SiO2) yang telah mengalami pelapukan hingga derajat tertentu. Dengan kata lain, trass adalah bahan baku semacam semen yang sederhana, dan trass juga dikenal dengan nama Pozolan. Sifat trass penting adalah apabila dicampur dengan kapur padam dan air akan membentuk semacam semen. Sifat ini disebabkan karena sifat oksida silikon (SiO2) yang amorfan oksida alumunium (Al2O3) di dalam trass bersifat asam. Kedua macam oksida yang bersifat asam ini bersenyawa dengan air dan kapur (Anonim, 1996.c).

Perbandingan semen dan trass, trass jauh lebih murah. Dalam pembuatan trass mempunyai beberapa sifat keunggulan yaitu tahan terhadap alkali, pemuaian dan penyusutan sangat kecil, kelulusan sangat kecil, tahan terhadap asam-asam tanah dan air laut dan bersifat lentur apabila ditekan. Dari beberapa sifat penting tersebut, tentunya trass merupakan bahan yang dapat dipakai untuk campuran pada pekerjaan konstruksi bangunan.

(56)

II-29

2.9 Fly Ash

Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara (lihat Gambar 2). Pada intinya fly ash mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida (Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5) dan carbon.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan teknis dari fly ash adalah tipe batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi, metoda penyimpanan dan penimbunan. Adapun komposisi kimia dan klasifikasinya seperti dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Gambar 2.9. Fly Ash Powder (Wardani, 2008)

(57)

II-30

Kompone Bituminus Subbitumin Lignit

SiO 20 – 60 40 – 60 15 – 45

Al2O3 5 – 35 20 – 30 20 – 25

Fe2O3 10 – 40 4 – 10 4 – 15

Ca 1 – 12 5 – 30 15 - 40

MgO 0 – 1 – 3 - 10

SO 0 – 0 – 0 - 10

Na2O 0 – 0 – 0 - 6

K2 0 – 0 – 0 - 4

LOI 0 – 15 0 – 0 - 5

Tabel 2.9. Komposisi dan Klasifikasi Fly ash

Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya calsium, silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut. Walaupun kelas F dan kelas C sangat ketat ditandai untuk digunakan fly ash yang memenuhi spesifikasi ASTM C618, namun istilah ini lebih umum digunakan berdasarkan asal produksi batubara atau kadar CaO. Yang penting diketahui, bahwa tidak semua fly ash dapat memenuhi persyaratan ASTM C618, kecuali pada aplikasi untuk beton, persyaratan tersebut harus dipenuhi.

Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%).

Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau sub-bituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga

(58)

II-31

mempunyai sifat self-cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah strength apabila bereaksi dengan air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Biasanya mengandung kapur (CaO) >

20%.

Walaupun fly ash dapat digunakan dalam bentuk kering atau basah, fly ash biasanya di simpan dalam kondisi kering. Kira-kira 15 sampai 30 % air dapat ditambahkan pada fly ash.

2.10 Batas-Batas Atterberg

Diketahui bahwa konsistensi (consistency) tanah lempung (clays) berubah seiring dengan perubahan kadar air nya. Tanah lempung akan menjadi lebih lunak bila kadar airnya meningkat dan sebaliknya akan mengeras bila kadar airnya berkurang.

Pada volume butiran tanah (solid) yang konstan, bila kadar air di dalam tanah lempung tersebut relatif besar, maka tanah lempung menjadi lumpur (slurry) yang bersifat seperti cairan yang kental (viscous liquid, dan kondisi ini disebut fase cair (liquid state). Sebaliknya bila kadar air di dalam tanah lempung dibiarkan menguap sedikit demi sedikit, maka tanah lempung mulai mengeras dan mempunyai kemampuan untuk menahan perubahan bentuk. Kondisi ini dinamakan fase plastis (plastic state). Jika kadar air dibiarkan menguap lebih lanjut, maka tanah lempung mengalami penyusutan (shrink), kaku (stiff, dan mudah retak (brittle). Kondisi ini dinamakan fase setengah-padat (semi solid).

(59)

II-32

Pada proses penurunan kadar air, tanah lempung jenuh akan mengalami penyusutan yang besarnya sebanding dengan besarnya kehilangan volume air. Apabila kehilangan kadar air di dalam tanah tidak lagi menyebabkan perubahan volume total tanah (penyusutan), maka kondisi ini dinamakan fase padat (solid). Batas antara fase - fase tersebut dinamakan batas-batas Atterberg. Hubungan antara fase tanah, batas Atterberg, dan kadar air di dalam tanah dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Hubungan Antara Batas-Batas Atterberg dan Volume Total Tanah (Sumber: Googgle)

(60)

II-33

2.10.1 Batas Cair (Liquid Limit, LL)

Batas cair (Liquid limit) dideflnisikan sebagai kadar air (water content) yang terkandung di dalam tanah pada perbatasan antara fase cair dan fase plastis. Metode pengujian batas cair secara lebih detail dapat dilihat pada ASTM D4318 (1998) dan Hough (1969).

Tujuan pengujian batas cair dimaksudkan untuk menentukan besarnya kadar air di dalam contoh tanah pada saat fase tanah akan berubah dari cair menjadi plastis atau sebaliknya.

2.10.2 Batas Plastis (Plastic Limit, PL)

Batas plastis (ASTM D-4318, 1998) didefinisikan sebagai kadar air di dalam tanah pada fase antara plastis dan semi padat. seperti telah diuraikan sebelumnya, apabila kadar air di dalam tanah berkurang, maka tanah menjadi lebih keras dan memiliki kemampuan untuk menahan perubahan bentuk. Perubahan tanah dari cair menjadi padat tersebut akan melalui fase yang dinamakan semi padat

Tujuan Pengujian batas plastis dimaksudkan untuk menentukan besarnya kadar air di dalam contoh tanah pada saat tanah akan berubah dari fase plastis menjadi fase semi padat atau sebaliknya.

(61)

II-34

2.10.3 Batas Susut (Shrinkage Limit, SL)

Batas susut (ASTM D-427, 1998) diindikasikan sebagai kadar air dimana pengurangan kadar air pada tanah tidak lagi mempengaruhi volume total tanah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, suatu contoh tanah akan menyusut sebanding dengan volume air di dalam pori tanah yang menguap. Namun terdapat suatu batas dimana berkurangnya air di dalam pori tanah tidak mengurangi volume tanah Batas tersebut adalah batas susut seperti terlihat pada Cambar 2.8.1.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar air di dalam contoh tanah (lempung) pada saat tanah berubah dari fase semi padat menjadi padat.

2.11 Penelitian Terdahulu Sumber 1

(Sumber : PENGARUH TRAS TERHADAP PARAMETER KUAT GESER TANAH LEMPUNG (Qunik Wiqoyah))

Lempung anorganik yang memiliki indeks plastisitas tinggi dan dominan mengandung mineral Montmorillonite. Tanah semacam ini tidak dapat diandalkan untuk pondasi konstruksi, Oleh karena itu, sifat fisik dan mekaniknya harus demikian ditingkatkan menggunakan metode stabilisasi

(62)

II-35

agar tanah lebih bagus untuk pondasi konstruksi. Metode perbaikan dilakukan dengan mencampurkan tanah dengan bahan stabilisasi dengan menambahkan persentase tras, yaitu 0%; 2,5%; 5%; 7,5%; dan 10%, dengan perawatan 3 hari. Perubahan karakteristik fisik dan mekanik tanah campuran dan tras dapat diketahui dengan melakukan uji batas konsistensi, uji gradasi, uji berat jenis, dan uji triaksial unconsolidated- undrained (UU). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tras dengan perawatan 3 hari bisa memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah, seperti mengurangi plastisitas tanah, meningkatkan nilai, dan mengurangi nilai kohesi tanah (c).

Sumber 2

(Sumber : STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN FLY ASH DAN PENGARUHNYA TERHADAP NILAI KUAT TEKAN

BEBAS(Rama Indera K. , Enden Mina , Supandi))

Tanah merupakan dasar dari suatu struktur bangunan. Setiap daerah memiliki karakteristik dan sifat-sifat tanah yang bervariasi.Seringkali terdapat beberapa sifat tanah yang buruk dan kurang menguntungkan untuk suatu konstruksi bangunan.Contoh beberapa sifat tanah yang perlu diperhatikan adalah plastisitas yang tinggi, kekuatan geser yang rendah, kemampatan atau perubahan volume dan kembang susut yang besar.

Sangat penting untuk mengetahui permasalahan tanah tersebut, serta memberikan upaya untuk memperbaikinya. Pengujian ini bertujuan untuk

(63)

II-36

mengetahui klasisifikasi tanah, indeks plastisitas tanah dan mengetahui pengaruh penambahan fly ash terhadap sifat fisik tanah, serta mengetahui nilai kuat tekan bebas tanah dalam kondisi eksisting dan setelah dicampurkan fly ash. Kadar air benda ujidiambil dari hasil pemadatan proctor standar dengan variasi campuran fly ash 0%, 10%, 15% 20% dan 25%.Dari hasil pengujian diperoleh, tanah yang di stabilisasi dengan fly ash pada variasi 0%, 10%, 15%, 20% dan 25% menunjukkan adanya peningkatan nilai daya dukung tanah, penurunanbatas plastis, berat jenis dan kenaikan nilai batas cair. Nilai kuat tekan bebas terbesar terdapat pada tanah campuran dengan kadar fly ash sebesar 15% dengan pemeraman selama 28 hari yaitu sebesar 8,33 kg/cm2 pemeraman berpengaruh pada nilai kuat tekan karena fly ash memiliki sifat pozzolan yaitu seperti halnya semen membutuhkan waktu untuk memperkuat daya ikatnya

(64)

III-1 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Diagram Alur Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian

Mulai

Persiapan Bahan

Tanah Lempung

Fly Ash

Trass

Pengujian Tanah Lempung

Data Hasil

Selesai Karakteristik Tanah

Lempung Tidak

Ya

Pencampuran Tanah Lempung dengan Variasi Fly Ash dan Trass

Pengujian Hasil Campuran

Uji Tekan Bebas

Uji Geser Langsung

Analisis dan Evaluasi Kesimpulan Studi Literatur

(65)

III-2 3.2. Variabel Penelitian

Peneltian dilakukan terhadap tanah yang seluruhnya merupakan tanah terganggu( undisturb ) yaitu tanah lempung. Untuk mengetahui pegaruh fly ash dan trass terhadap kuat geser dan kuat tekan tanah lempung, dilakukan pekerjaan / pengujian di laboratorium kampus universitas bosowa makassar.

3.3. Notasi Sampel

Tabel 3.3.1 Jumlah Sampel Dalam Setiap Pengujian

No Jenis

Percobaan Komposisi campuran Kode Sampel

Jumlah Sampel (Buah)

Total Sampel

1 Kompaksi Tanah Asli K0 5 5

2

Variasi Campuran Untuk Uji Kuat Tekan

Tanah Asli KT0 3

12 Tanah + 5% Fly ash + 5 %

Trass KT1 3

Tanah + 10% Fly ash + 10

% Trass KT2 3

Tanah + 15% Fly ash + 15

% Trass KT3 3

3

Variasi Campuran Untuk Uji Kuat Geser

Tanah Asli KG0 3

12 Tanah + 5% Fly ash + 5 %

Trass KG1 3

Tanah + 10% Fly ash + 10

% Trass KG2 3

Tanah + 15% Fly ash + 15

% Trass KG3 3

Total Benda Uji 29

(66)

III-3

Tabel 3.3.2. Kebutuhan Material Dalam Setiap Pengujian

3.4. Pengujian Sampel

Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian pengujian yaitu pengujian untuk tanah asli dan tanah yang dicampurkan dengan variasi trass dan fly ash. Pengujian dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Bosowa mengikuti Standart ASTM, AASHTO, SNI, dan USCS sebagai berikut :

a) Tentukan indeks properties tanah. Sifat – sifat indeks ini diperlukan untuk mengklasifikasikan tanah dalam menentukan jenis bahan stabilisasi dengan serbuk pengikat yang sesuai dan menentukan perkiraan awal jumlah kadar bahan serbuk pengikat yang perlu No Jenis

Percobaan Komposisi campuran

Berat Material Berat Campuran

(gr) Tanah

(gr)

Fly Ash (gr)

Trass (gr)

1 Kompaksi Tanah Asli 2000 0 0 10000

2

Variasi Campuran Untuk Uji Kuat Tekan

Tanah Asli 1000 0 0 1000

Tanah + 5% Fly ash + 5 %

Trass 900 50 50 1000

Tanah + 10% Fly ash + 10

% Trass 800 100 100 1000

Tanah + 15% Fly ash + 15

% Trass 700 150 150 1000

3

Variasi Campuran Untuk Uji Geser Langsung

Tanah Asli 1000 0 0 1000

Tanah + 5% Fly ash + 5 %

Trass 900 50 50 1000

Tanah + 10% Fly ash + 10

% Trass 800 100 100 1000

Tanah + 15% Fly ash + 15

% Trass 700 150 150 1000

Total Benda Uji 18000

(67)

III-4

ditambahkan kedalam tanah yang akan distabilisasikan. Pengujian indeks ini adalah sebagai berikut :

1) Batas cair( liquid limit, LL ), sesuai dengan SNI 03-1967-1990;

2) Batas Plastis( plastic limit, PL ) dan indek splastisitas ( plasticity index, PI ), sesuai dengan SNI 03-1966-1990;

3) Berat Jenis tanah sesuai dengan SNI 03-1964-2008/ASTM D854- 88(72)

4) Kadar air sesuai dengan ASTM D 2216-(71)

5) Analisa saringan sesuai dengan SNI 03-1968-1990 b) Peyiapan benda uji;

Siapkan contoh tanah yang kering udara dengan cara digemburkan.

Apabila contoh tanah dalam kondisi basah, pengeringan dapat dilakukan dengan mengangin-anginkan ( air-dry ) atau dengan cara sebagai berikut : 1) Alat pengeringan yang dapat membatasi temperature contoh tanah

sampai 60ᵒC;

2) Ambil contoh tanah yang lolos saringan N0. 4 ( 4,75 mm ) dan simpan dalam kantong pada temperature ruangan. Jika tanah tersebut mengandung agregat tertahan No. 4 ( 4,75 mm ) maka ambil material tanah yang lolos saringan 19 mm tetapi mengandung bahan yang tertahan saringan N0. 4 ( 4,75 mm ) maksimum 35%. Berat contoh tanah disesuaikan dengan kebutuhan untuk masing – masing standar pengujian yang akan diterapkan;

(68)

III-5

3) Ambil contoh tanah secukupnya untuk pengujian kadar air awal ( SNI 03-1965-1990 ).

c) Lakukan uji pemadatan ringan atau pemadatan berat, jika diperlukan, untuk mendapatkan kadar air optimum ( Optimum Moisture content ) dan kepadatan kering maksimum ( Maximum Dry Density /MDD ) yang sesuai dengan SNI 03-1742-1989 atau SNI 03-1743-1989.

d) Metode pengujian kuat tekan bebas tanah kohesif, sesuai dengan SNI 3638:2012.

e) Metode pengujian geser langsung tanah terkonsolidasi dengan drainase, sesuai dengan SNI 03-2813-1992.

3.5. Metode Analisis

Pada analisa data yang digunakan yaitu analisis terhadap data hasil uji di laboratorium dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Analisis distribusi butiran terhadap tanah yaitu melakukan analisis hasil pengujian tanah di laboratorium dan klasifikasinya menurut klasifikasi tanah serta menggolongkannya menurut jenis mineral tanah.

2. Analisis kad

Gambar

Gambar 2.3.1.1    Hubungan LL dan PI ............................................   II-7  Gambar 2.3.1.2    Grafik plastisitas untuk klasifikasi  USCS (Das,1994)
Gambar 4.4 Chart dan Grafik gabungan hasil kuat tekan bebas keadaan  asli (undistured) maupun keadaan buatan (rernoulded)
Tabel 2.3.1  Sistem Klasifikasi Tanah USCS ...................................   II-6  Tabel 2.3.2   Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO .............................
Tabel 4.13  Hasil nilai kohesi dan sudut geser dalam tanah variasi  15%
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH BUBUR KERTAS DAN FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN DAN SERAPAN AIR PADA BATAKO PAPERCRETE , Sondang Paiding, NPM 080212977, tahun 2012, Peminatan

Reaksi pozzolanik fly ash ditentukan oleh kadar amorf fly ash, yang mana semakin tinggi kadar amorf maka kontribusi kuat tekan pasta dari reaksi pozzolanik fly

2) Penerapan pembelajaran berbasis praktikum dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik mahasiswa pada pokok bahasan kuat geser dan kuat tekan dengan kriteria sangat

Bagaimana Pengaruh Komposisi Fly Ash pada Pembuatan Paving Blok Sehingga menghasilkan Kuat Tekan Dan Resapan Paling Tidak Sama dengan Syarat SNI

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data mengenai pengaruh kadar fly ash terhadap flowability dan workability beton segar, kuat tekan dan modulus

Hasil pengujian kuat tekan mortar umur 7 hari dengan perbandingan semen : pasir = 1 : 6 menunjukkan bahwa kuat tekan mortar dengan kadar fly ash 40% dan 50% masih memenuhi kuat tekan

534 PENUTUP Dari hasil penelitian dapat disimpulkan kuat tekan karakteristik untuk beton porous perendaman perendaman air gambut dengan fly ash dari PAMA yaitu dengan variasi 0 %

Unsur dominan dari Fly ash yaitu silika SiO2 dapat memberikan ikatan yang lebih kuat pada tanah.Komposisi kimia yang dimiliki oleh limbah karbit ialah CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3.Unsur