• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF PENGEMBANGAN BAHAN BACAAN PROGRAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH ... - Unismuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF PENGEMBANGAN BAHAN BACAAN PROGRAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH ... - Unismuh"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BAHAN BACAAN PROGRAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS) BERBASIS BUDAYA LOKAL

KELAS V SD KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN

DEVELOPMENT OF READING MATERIALS PROGRAMS OF SCHOOL LITERATION MOVEMENT (GLS) BASED ON LOCAL CULTURE CLASS V SD, PANGKEP PROVINCE

SOUTH SULAWESI

TESIS OLEH:

MUSDALIFAH

Nomor Induk Mahasiswa: 105.06.02.016.17

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN DASAR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(2)

PENGEMBANGAN BAHAN BACAAN PROGRAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS) BERBASIS BUDAYA LOKAL

KELAS V SD KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Magister

Program Studi Magister Pendidikan Dasar

Yang disusun dan diajukan oleh

MUSDALIFAH

Nomor Induk Mahasiswa:.105.06.02.016.17

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN DASAR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Musdalifah, 2019. Pengembangan Bahan Bacaan Gerakan Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal Kelas V SD Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar, Magister Pendidikan Dasar Dibimbing oleh Munirah dan Tarman A. Arief.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa "Bahan Bacaan untuk Mendukung Gerakan Literasi Sekolah Budaya lokal” dan menggambarkan kelayakannya sebagai bahan bacaan siswa kelas V SD. Penelitian ini berjenis Reseach and Developtment (R&D) yang sejalan dengan penelitian Borg and Gall (1983: 772) Penelitian yang digunakan adalah penelitian teknik kuesioner tertutup. Penelitian ini di laksanakan Tiga sekolah yang menjadi lokasi pengambilan data, yaitu: MIS Muhammadiyah, SDN 47 Baru-Baru Towa, dan SDN 9 Baru-Baru Tanga diasumsikan mencerminkan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di Kabupaten Pangkajene. Terdapat 2 orang ahli, 9 orang guru dan 75 orang siswa dengan tehnik pengambilan sampel yaitu sampel analisis kebutuhan, sampel uji coba, sampai validasi ahli. Hingga terkumpul data kemudian dianalisis dengan membuat tabulasi silang, mencari koefisien validitas dengan menggunakan rumus Gregory dan disajikan pada diagram tabulasi silang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan yang diperoleh prototipe Produk sahih dengan nilai koefisien validitas 0,875 yang berada dalam kategori tinggi (>75%). Hasil perhitungan tersebut dapat dimaknai bahwa Bahan Bacaan Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal “Pangkep Boledong” berada dalam tingkat kesahihan tinggi. Namun demikian kesahihan Produk belum sempurna jika tidak didukung oleh koefisien reliabilitas yang memadai. Reliabilitas menunjukkan ke-ajeg-an Produk yang dikembangkan. Hal ini berarti bahwa Bahan Bacaan Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal “Pangkep Boledong” reliabel secara konsisten dapat diterapkan di lapangan kapan dan dimanapun dengan hasil yang relatif sama. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan disimpulkan bahwa prototipe Bahan Bacaan Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal “Pangkep Boledong” sahih dan reliabel untuk diteruskan dan dikembangkan lebih lanjut.

Kata Kunci: Bahan, Bacaan, Literasi, Budaya, Lokal.

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum waahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanhu Wata’ala, atas segala karunia dan Ridho-Nya kepada penulis sehingga tesisi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam semoga senantiasa tercurah atas Junjungan Nabi Rasulullah Muhahammad Shallallhu Alaihi Wasallam, sebagai uswathun hasanah yang telah mengantarkan manusia dari kegelapan kezaman yang cerah benderang kepada seluruh ummatnya dan semoga keselamatan dilimpahkan kepada keluarga, sahabat-sahabatnya serta para pengikutnya yang setia.

Penulis menyadari bahwa mulai dari penyususnan poposal sampai rampung, banyak rintangan dan hambatan, hingga menjadi tesis namun berkat bantuan motivasi dan do’a dari berbagai pihak sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengembangan Bahan Bacaan Program Gerakan Literasi (GLS) Berbasis Budaya Lokal Kelas V SD Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan” dapat diselesaikan. Tesis ini disususn untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan study dan memperoleh gelar Megister Pendidikan Dasar (M.Pd), pada program pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya

(9)

Ibu Dr. Munirah, M. Pd dan Bapak Dr. Tarman A. Arief, S.Pd, M.Pd atas bimbingan, arahan, motivasi dan waktu yang telah diluangkannya. Kepada penulis untuk berdiskusi dengan penuh perhatian memberikan dorongan dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis dalam penyusunan tesis selama menjadi dosen pembimbing, Ibu Hj. Sulfasyah, S. Pd. M.Pd.,Ph.D dan Bapak Dr. Syafruddin, M. Pd yang telah memberikan masukan dan saran sebagai dosen penguji pada saat seminar proposal. Ibu Dr. St. Aida Azis, M.Pd dan Bapak Dr. Agustan S, M.Pd yang telah memberikan masukan dan saran sebagai dosen penguji pada saat seminar Hasil.

Ketua program studi megister pendidikan dasar Ibu Hj. Sulfasyah, S. Pd.,M.Pd.,Ph.D.atas kesempatan dan pasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan. Ucapan terimakasih yang tulus penulis haturkan kepada Bapak Dr. H. Darwis Muhdina, M. Ag selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar. Ucapan terimakasih kepada Asisten Direktur I, Asisten Direktur II, Dosen Pascasarjana dan seluruh staf Tata Usaha yang telah memberikan kemudahan kepada penulis, baik pada saat mengikuti perkuliahan maupaun penyusunan laporan hingga berbentuk tesis.

Penulis juga menghaturkan terimakasih yang tulus dan ikhlas tak terhingga kepada kedua almarhum orang tuaku yang memberikan doa, cinta kasih sayang, didikan, kepercayaan dan pengorbanan yang selama

(10)

Terima kasih yang tulus juga penulis ucapkan untuk suami tercinta Abdul Muis yang memberikan segala doa, cinta, perhatian, kasih sayang, dorongan baik moril maupun materil, dengan penuh keikhlasan serta doa restunya yang selalu mengiringi penulis dalam setiap langkah selama menempuh pendidikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Begitu juga kakaknda tercinta Hasmah Hajje yang memberikan bantuan, materi,dan doa dalam menjalankan studi hingga selesainya pendidikan penulis dengan mendapatkan gelar M. Pd.Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis Kepada Kepala SD Negeri 9 Baru-Baru Tanga Ibu Hj. Sitti Bahrah, S.Pd., Kepala MIS Muhammadiyah Sibatua Ibu Hj. Inar Arifin, S. Pd., M. Pd., Kepala SD Negeri 47 Baru-Baru Towa Asdar Ambo, S.Pd.,M.Pd., yang telah memberi kesempatan dan pasilitas kepada penulis dalam melakukan penelitian.

Tak lupa pula penulis Ucapan terima kasih kepada teman-teman mengajar di SDN 9 Baru-Baru Tanga serta rekan-rekan seperjuangan S2 Megister Pendidikan Dasar Universitas Muhammadiyah Makassar khususnya angkatan kedua dan rekan-rekan lain yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang selalu mendukung, menemani dan memberikan semangat. Dengan keterbatasan pengalaman ilmu maupun pustaka yang ditinjau penulis, tesis ini tidak bebas dari berbagai kesalahan dan kekurangan olehnya itu dengan penuh rendah hati penulis menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun, Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan semoga semua amal kebaikan yang

(11)

tulus diberikan kepada penulis memperoleh imbalan dari Allah S.W.T Aamiin ya Rabbal Alamiin...

Wassalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 24 Agustus 2020 Penulis

Musdalifah

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENERIMAAN PENGUJI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS... iv

ABSTRAK... v

ABSTRACT... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian dan Pengembangan ... 9

D. Spesifikasi Produk yang di harakan... 9

E. Manfaat Penelitian dan Pengembangan ... 10

F. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian dan Pengembangan... 11

G. Defenisi Operasional ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 13

A. Kajian Teori... 1. Bahan Bacaan ... 13

(13)

2. Jenis Bahan Bacaan ………...………...

3. Bagian Isi Bahan Bacaan ...

4. Pentingnya Bahan Bacaan ………...

5. Literasi ………...

6. Dimensi Literasi ………...

7. Gerakan Literasi Sekolah………...

8. Tujuan Melakukan Literasi...

9. Manfaat dari Literasi...

10. Penguatan Pendidikan Karakter ………...

11. Sastra Lisan …………...

12. Kebudayaan Lokal .………...

13. Perkembangan Psikologi Anak …………...

14. Hubungan Perkembangan Psikologi dan Sastra Anak ...

15. Metode Pengembangan RPP Kurikulum 2013...

14 16 18 21 22 24 26 27 27 29 30 35 39 41 B Peneitian Yang Relevan... 60 C. Kerangka Pikir... 65 BAB III METODE PENELITIAN ... 66

A. Desain Penelitian ………...…………...

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan...…...

C. Survei Pendahuluan………..………....…....

D. Pengembangan Produk ………....…...

E. Desain Produk ... ….………...………...…....

F. Validasi Desain .. ………..…...

66 69 72 73 73 74

(14)

G. Perbaikan Desain ...………...…...

H. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian... ...

I. Produk Akhir...

J. Pengumpulan Data .………...

K. Populasi dan Sampel...

L. Instrumen Penelitian ………...…...

M. Validasi Instrumen ………...

N. Teknik Menganalisis Data...

1. Analisis data kesahihan.………..………...……...

2. Analisis data keberterimaan...

74 74 74 76 76 77 78 78 78 80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 82

A. Hasil Pengembangan Produk ...

B. Keberterimaan Produk ………...

C. Kesahihan Produk ………...

D. Pembahasan dan Pemaknaan Hasil Analisis Data ...

82 99 101 106

BAB V PENUTUP 111

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

111 114 DAFTAR PUSTAKA... 126 RIWAYAT HIDUP... 130

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

2.1 Perbedaan Buku Teks Pelajaran dan Buku Bahan Bacaan

Anak... 20 2.2 Perjenjangan Buku Menurut Kemampuan Membaca...

38 3.4 Kiteria keberterimaan bahan bacaan literasi sekolah berbasis

budaya lokal... 81 4.1 Catatan dan saran perbaikan pakar penilai kesahihan

prototipe...

96 4.2 Rekapitulasi Skor kesahihan protitipe produk... 106 4.3 Rekapitulasi Skor kebeterimaan protitipe produk... 107 4.4 Tabulasi Data Hasil Penilaian Pakar ... 108 4.5 Tabulasi Silang (2x2) Penilaian Kesahihan Bahan Bacaan

Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal “Pangkep Boledong.. 109 4.6 Bentuk Kuesioner Penilaian untuk Pakar Media...

132 4.7 Mempermudah menjawab pertanyaan kuesioner...

135 4.8 Kesesuaian Bahan Bacaan Budaya Lokal...

138

(16)

DAFTAR GAMBAR

Tabel Teks Halaman

2.1 Gambar Kerangka Berpikir... 65 3.1 Gambar langkah-langkag Research & Developmment ... 68 3.2 Gambar Langkah-langkah Pengembengan yang peneliti

lakukan ...... 70 3.3 Gambar 3.3. Metode penelitian dan pengembangan... 75

(17)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mendasar dalam kehidupan yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan mempunyai arti dalam mempersiapkan sumber daya manusia, bangsa Indonesia yang unggul diperlukan perencanaan yang sangat matang dan menyeluruh. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penataan kembali kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi.

Perencanaan ini tentu saja mengundang banyak keprihatinan.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebenarnya telah mencanangkan gerakan besar,yaitu Gerakan Literasi Sekolah, selanjutnya disebut (GLS), sejak tahun 2015. Gerakan ini bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan menumbuhkan budi pekerti luhur anak bangsa melalui peningkatan minat baca mulai tingkat sekolah dasar

Gerakan dengan tema “Bahasa Menumbuhkan Budi Pekerti” juga merupakan implementasi dari Peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang menumbuhkan Budi Pekerti.

Hal ini sejalan pula dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pada pasal 4 butir kelima yang menyatakan bahwa

(18)

mencerdaskan bangsa dilakukan melalui pengembangan minat baca, tulis, dan hitung bagi segenap warga masyarakat..

Gerakan Literasi Siswa juga selaras dengan program yang baru pula dicanangkan oleh pemerintah, yakni Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah raga, dan olah pikir (literasi) dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.

Sistem pendidikan di Indonesia, yang didasarkan pada sistem pendidikan nasional, terdapat kesenjangan antara cita-cita dan kenyataan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai faktor seperti kelemahan pada sektor manajemen, dukungan pemerintah dan masyarakat yang masih rendah, efektifitas dan efisiensi pembelajaran yang masih lemah, inferioritas sumber daya pendidikan, dan terakhir lemahnya standar evaluasi pembelajaran. Akibatnya, harapan akan sistem pendidikan yang baik masih jauh dari sukses. Berbagai solusi dikemukakan termasuk memperbarui kurikulum secara nasional juga masih menemui berbagai kendala yang serius. Keadaan tersebut membutuhkan reformulasi yang secara sistemik memperhatikan berbagai faktor yaitu politik, ekonomi, sosial, dan budaya Indonesia.(Munirah: 2015).

Bahan bacaan dan sumber belajar, serta kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pun disesuaikan kepada kurikulum yang berlaku.

Hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun

(19)

2016 menunjukkan minat baca siswa masih rendah. Dari 72 negara yang mewakili 80 persen ekonomi global dunia, siswa di Indonesia mengalami peningkatan cukup pesat, termasuk 4 terbaik dalam hal peningkatan,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kementerian Pendidikan Totok Suprayitno, seperti dikutip dari laman resmi Kemdikbud, Rabu (7/12/2016).

Rendahnya minat baca siswa ini disebabkan berbagai faktor, yaitu sistem pembelajaran yang belum mengharuskan siswa membaca buku, budaya yang sulit dikembangkan, perkembangan teknologi internet yang semakin mengalihkan minat baca siswa, dan minimnya buku yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Upaya ini tentu saja membutuhkan dukungan dari banyak pihak.

Ibarat sebuah lingkaran, semua garis harus tersambung satu sama lain sehingga membentuk sebuah pola yang indah dan teratur. Sekolah sebagai tempat bernaung para siswa selama menimba ilmu memiliki kewajiban untuk menyediakan berbagai fasilitas guna memberikan dukungan untuk menumbuhkan literasi siswa seperti menyediakan perpustakaan yang nyaman, petugas yang ramah, serta koleksi buku dengan berbagai judul Seperti : Pangkep Boledong, Pangkep dalam Kearifan Budaya Lokal, Cerita Rakyat Kabupaten Pangkep dan lain-lain.

Buku menjadi salah satu sarana untuk membangun dan meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia. Buku juga mampu membentuk peradaban bangsa melalui pemuatan nilai-nilai dan jati diri

(20)

bangsa. Oleh karena itu, pemerintah dan semua pihak dapat mengembangkan pengadaan buku, baik buku teks, buku panduan pendidikan, buku refrensi, maupun buku bacaan. Hal ini sejalan dengan Permendikbud No 8 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa selain buku teks pelajaran, guru dapat menggunakan buku nonteks/bacaan dalam proses pembelajaran karena buku tersebut dapat menambah pengetahuan dan wawasan peserta didik (Kementrian Pendidkan 2016)

Untuk menambah wawasan peserta didik sebaiknya menggunakan Bahan bacaan yang baik adalah bahan bacaan yang betul-betul menunjang buku teks yang digunakan di sekolah, sebagaimana yang dikatakan Tarman A. Arief (2016) bahwa: “Bahan ajar harus dirancang secara sistematis berdasarkan lingkungan sekitar dan juga harus dilengkapi dengan komponen-komponen yang dapat menunjang proses belajar mengajar sehingga dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Dengan demikian peserta didik bisa meningkatkan kemampuan dalam memperluas wawasannya dengan sering membaca bahan bacaan yang bermutu dan update sesuai dengan keadaan sekarang salah satu contoh adalah bahan bacaan yang di dalamnya berisi motivator atau biogragrafi orang-orang sukses, buku bacaan seperti itu akan memotivasi peserta didik, sehingga mempunyai tekad untuk maju yang diawali belajar dengan baik dan sungguh-sungguh.

Jika buku tersebut ditujukan kepada siswa sekolah dasar, peneliti terlebih dahulu harus mengetahui perkembangan psikologi, pedadogis, dan

(21)

memperhatikan segala keperluan dan lingkup kehidupan khasnya yang lain sehingga buku ini menjadi sangat istimewa bagi anak. Pada anak usia 10 Tahun, menurut Rahmanto (1988: 3) anak-anak menyukai cerita kepahlawanan, petualangan, dan kejahatan.

Literasi Menurut Kemendikbud (2016:2) adalah kemampuan mengakses, memahami dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara. Sedangkan menurut peneliti literasi itu adalah suatu kegiatan yang dilakukan dan sangat bermanfaat bagi siapa saja yang mau membaca dan menulis. Lierasi membaca tercermin dalam surah Al-Alaq ayat 1-5 yaitu

( َقَل َخ يِذَّلا َكِّب َر ِمْساِب ْأَرْقا ( ٍقَلَع ْنِم َناَسْنِ ْلْا َقَلَخ )1

َْلا َكُّب َر َو ْأ َرْقا )2 ( ُمَرْكْر

(ِمَلَقْلاِب مَّلَع يِذَّلا )3 َمَّلَع 4

( ْمَلْعَي ْمَل اَم َناَسْنِ ْلْا 5

َ)

Artinya: “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari „Alaq, Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar manusia dengan pena, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum di ketahuinya”. (Qs.96- Al-Alaq 1-5).

Adapun dalam tafsir al-Maraghi “Al Qur‟an telah mengubah suatu bangsa yang sangat rendah menjadi paling mulia, dengan perantaraan keutamaan kalam. Jika tidak ada tulisan, tentu pengetahuan tidak terekam, agama akan sirna dan bangsa belakangan tidak akan mengenal sejarah umat sebelumnya” uraian tersebut diambil dari intisari (Qs. Al- Alaq 1-5)

(22)

Berdasarkan ayat dan tafsir al-Maraghi di atas menunjukkan bahwa Gerakan literasi di kabupaten pangkep perlu di kembangkan dengan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 yang di dalamnya tercantum kebijakan “kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”

sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam menyukseskan Gerakan Literasi Sekolah.

Gerakan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.

Gerakan literasi sekolah menurut Kemendikbud (2016:3) merupakan gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen.Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca siswa. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya, akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013).

Dengan berdasar dari kurikulum 2013 maka Gerakan literasi yang ada di Kabupaten Pangkep perlu dikembangkan karena telah di lengkapi

(23)

berbagai macam bahan ajar termasuk bahan bacaan baik dalam buku tematik maupun buku penunjang lainnya namun hampir semua bacaan yang ada mengangkat tentang budaya di Pulau Jawa sehingga budaya yang ada di Pangkep hampir tidak tersetuh. Jika hal tersebut di biarkan secara terus menerus generasi penerus yang ada di Pangkep tidak akan mengenal atau mengetahui budaya-budaya yang ada di Kabupaten Pangkep.

Pangkep memiliki tempat empat dimensi yaitu darat, laut, gunung dan sungai, dalam bingkai budaya siswa diharapkan memiliki banyak pengetahuan tentang budaya Pangkajene dan Kepulauan seperti adanya baju batik khas Kabupaten Pangkep produksi pemerintah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan logo Boledong makna nama ini simbol dari hasil bumi Pangkep yang dikenal kaya akan ikan bandeng, udang dan jeruk. Boledong singkatan dari bolu (ikan bandeng) lemo (jeruk) dan doang (udang) bambu runcing simbol ibu kota Pangkajene dan Kepulauan serta tulisan aksara lontara Bugis berbahasa Makassar

“Kualleangi Tallanga na Towalia” adalah falsafah hidup masyarakat Bugis Makassar dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk sosial.

Filosofi ini mengandung dua makna nilai yang sangat tinggi dan harus ditanamkan dalam diri siswa-siswi sekolah dasar Sulawesi Selatan dengan karakteristik nilai pantang menyerah dan kerelaan berkorban.

Semua ini tergambar di batik Boledong. Didalam batik Boledong memuat budaya-budaya lokal yang belum pernah mereka lihat secara langsung.

(24)

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada tiga sekolah yaitu: Mis Muhammadiyah, SDN 47 Baru-Baru Towa, dan SDN 9 Baru-Baru Tanga di perlukan strategi untuk membangkitkan literasi siswa dengan menyediakan bahan bacaan yang bermutu dan menarik bagi siswa dan mengembangkan bahan bacaan yang telah ada dengan memasukkan kearifan lokal yang ada di kabupaten Pangkep, sehingga keterampilan literasi siswa dapat meningkat.

Adapun cara-cara pengembangan literasi yang akan peneliti lakukan agar literasi di sekolah meningkat adalah:

a. Menumbuhkan kesadaran pentingnya membaca b. Membudayakan membaca di sekolah

c. Mengoptimalkan peran perpustakaan sekolah.

d. .Membentuk komunitas baca.

e. Memberi tugas kepada siswa agar Membuat Rangkuman Berdasarkan Uraian di atas maka penulis melakukan suatu penelitian berupa “Pengembangan Bahan Bacaan Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Berbasis Budaya Lokal Kelas V SD Kabupaten Pangkep Provinsi Sulswesi Selatan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menyusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut.:

1. Bagaimana cara mengembangkan Bahan Bacaan Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal?

(25)

2. Bagaimana tingkat keberterimaan Bahan Bacaan Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal?

3. Bagaimana tingkat kesahihan Bahan Bacaan Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal?

C. Tujuan Penelitian dan Pengembangan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjawab semua permasalahan yang telah dirumuskan sebagai berikut:

1. Menemukan cara mengembangkan Bahan Bacaan Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal.

2. Memperoleh informasi tingkat keberterimaan Bahan Bacaan Literasi Sekolah Berbsis Budaya Lokal.

3. Memperoleh informasi tingkat kesahihan Bahan Bacaan Literasi Sekolah Berbasis Budaya Lokal.

D. Spesifikasi Produk yang diharapkan

Spesifikasi produk yang dikembangkan dalam penelitian ini yakni bahan bacaan budaya lokal menggunakan metode penelitian Research and Development (R&D, Menurut Borg and Gall (1983:

772). Bahan bacaan berisi tentang budaya lokal, serta Pangkep dalam kearifan budaya lokal, bahan bacaan budaya lokal diharapkan dapat menghasilkan produk yang valid, praktis dan efektif pada pembelajaran15 menit sebelum pelajaran dimulai di kelas V Mis Muhammadiyah, kelas V SDN 47 Baru-Baru Towa dan kelas V SDN 9 Baru-Baru Tanga Kecamatan Pangkajene dan Kepulauan.

(26)

pembelajaran15 menit sebelum pelajaran dimulai difokuskan pada materi bahan bacaan budaya lokal “Pangkep Boledong”.

E. Manfaat Penelitian dan Pengembangan Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut.

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil pengembangan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan inovasi dengan mengeksplorasi budaya lokal dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Hasil pengembangan ini di harapkan dapat bermanfaat secara praktis bagi siswa, guru dan pemerintah.

 Bagi Siswa

a Dapat menjadi dukungan sumber belajar pada pembelajaran liteasi budaya lokal Pangkep sehimgga menjadi siswa yang berkarakter.

b Dapat lebih percaya diri dengan hasil belajar mereka.

 Bagi Guru.

a Sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehingga memudahkan guru memberi penjelasan tentang budaya lokal Pangkep.

b Sebagai salah satu wujud yang dapat memotivasi guru untuk lebih kreatif dalam menyediakan penunjang pendukung dalam pembelajaran terkait sehingga memicu antusias siswa dalam belajar Bahasa Indonesia, utamanya budaya lokal Pangkep.

(27)

 Bagi Pemerintah.

a. Dapat dijadikan contoh pembelajaran yang dapat disosialisasikan pada jenis dan tingkat satuan pendidikan lainnya untuk peningkatan mutu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan melalui kegiatan-kegiatan pelatihan terhadap tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

b. Dapat memudahkan bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam pengidentifikasian dan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dalam pembelajaran.

F. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian dan Pengembangan

Penelitian pengembangan ini didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa bahan bacaan program Gerakan Literasi Sekolah dapat dikembangkan dengan mengintegrasikan budaya lokal

Pada pelaksanaanya, penelitian ini hanya mencakup pengembangan bahan bacaan program Gerakan Literasi Sekolah berbasis budaya lokal. Proses pengembangan hanya melalui enam tahapan penelitian, yakni survei penelitian, pengembangan produk, desain produk, validasi desain, perbaikkan desain, dan produk akhir.

Penyebaran kuesioner kebutuhan guru dan siswa berlokasi di Kabupaten Pangkajene. Tiga sekolah yang menjadi lokasi pengambilan data, yakni Mis Muhammadiyah, SDN 47 Baru-Baru Towa, dan SDN 9 Baru-Baru Tanga diasumsikan mencerminkan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di Kabupaten Pangkajene.

(28)

G. Definisi Operasional

Beberapa istilah penelitian ini diberikan definisi operasional sebagai berikut.

a. Pengembangan

Pengembangan adalah serangkaian prosedur/aktivitas yang dilakukan peneliti untuk menganalisis kebutuhan, mengembangkan prototipe, mendesain produk, validasi desain, revisi desain, dan memproduksi masal produk sehingga bahan bacaan sangat layak dipergunakan untuk siswa kelas 5 tingkat sekolah dasar.

b. Bahan Bacaan

Bahan Bacaan adalah buku nonteks pelajaran untuk mendukung proses pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan dan jenis buku lain yang tersedia di perpustakaan sekolah. Pengertian ini berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan.

c. Budaya Lokal

Budaya lokal adalah nilai-nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah yang terbentuk secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu kewaktu budaya lokal dapat berupa, hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat. Menurut Nawari Ismail (2011) yang dimaksud budaya lokal adalah semua ide, aktivitas dan hasil aktivitas manusia dalam suatu kelompok masyarakat dilokasi tertentu.

(29)

BAB II

KAJIAAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Bahan Bacaan

Bahan Bacaan merupakan salah satu buku yang dapat mendukung Gerakan Literasi Sekolah dan Penguatan Pendidikan Karakter. Bahan bacaan digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan membaca dan menulis. Permendikbud No 8 Tahun 2016 menyebutkan bahan bacaan adalah buku nonteks pelajaran untuk mendukung proses pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan dan jenis buku lain yang tersedia di perpustakaan sekolah.

Di kalangan masyarakat, bahan bacaan juga dikenal sebagai buku bacaan atau buku kepustakaan. Buku ini dimaksudkan untuk memperkaya wawasan, pengalaman, dan pengetahuan pembacanya.

Buku pengayaan diartikan sebagai buku yang memuat materi yang dapat memperkaya dan meningkatkan penguasaan ipteks dan keterampilan;

membentuk kepribadian peserta didik, pendidik, pengelola pendidikan, dan masyarakat lainnya. Buku ini dapat menjadi bacaan bagi peserta didik, pendidik, pengelola pendidikan, dan masyarakat lainnya.

Selain itu, dalam Pasal 1 Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016

(30)

proses pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan dan jenis buku lain yang tersedia di perpustakaan sekolah. Dengan kata lain, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, selain menggunakan buku teks pelajaran sebagai sumber pembelajaran utama, guru dapat menggunakan buku pengayaan dalam proses pembelajaran dan menganjurkan peserta didik membacanya untuk menambah pengetahuan dan wawasan.

Mulyana Aina (2018) menyebutkan karakteristik bahan bacaan adalah (1) materi dapat bersifat kenyataan atau rekaan; (2) pengembangan materi tidak terkait langsung dengan kurikulum atau kerangka dasarnya; (3) materi disajikan secara popular atau teknik lain yang inovatif; (4) penyajian materi dapat berbentuk deskripsi, eksposisi, argumentasi, narasi, puisi, dialog, dan/atau menggunakan penyajian gambar; (5) penggunaan media bahasa atau gambar dilakukan secara inovatif dan kreatif.

2. Jenis Bahan Bacaan

Berdasarkan dominasi materi/isi yang disajikan di dalamnya, Aina Mulyana (2018) membagi bahan baacaan dalam tiga jenis klasifikasi, yaitu kelompok bahan bacaaan: (1) pengetahuan, (2) keterampilan, dan (3) kepribadian. Setiap jenis bahan bacaan kadang-kadang sulit dibedakan, tetapi jika dikaji berdasarkan materi/isi yang mendominasi di dalamnya maka dapat ditetapkan ke dalam salah satu jenis bahan bacaaan.

(31)

Bahan bacaan pengetahuan adalah buku yang memuat materi yang dapat memperkaya penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan menambah kekayaan wawasan akademik pembacanya. Adapun ciri- ciri bahan bacaan pengetahuan adalah ;

1) Materi/isi buku bersifat kenyataan;

2) Pengembangan isi tulisan tidak terikat pada kurikulum;

3) Pengembangan materi bertumpu pada perkembangan ilmu terkait.

4) Bentuk penyajian berupa deskriptif dan dapat disertai gambar; dan 5) Penyajian isi buku dilakukan secara popular.

Bahan bacaan keterampilan adalah buku yang memuat materi yang dapat memperkaya penguasaan keterampilan bidang tertentu. Adapun ciri-ciri Bahan Bacaan keterampilan adalah

1).Materi/isi buku mengembangkan keterampilan yang bersifat faktual;

2).Materi/isi buku berupa prosedur melakukan suatu jenis keterampilan;

3.)Penyajian materi dilakukan secara prosedural

4).Bentuk penyajian dapat berupa narasi atau deskripsi yang dilengkapi gambar/ilustrasi.

5).Bahasa yang digunakan bersifat teknis.

Bahan bacaan kepribadian adalah buku yang memuat materi yang dapat memperkaya kepribadian atau pengalaman batin seseorang.

Adapun ciri-ciri bahan bacaan kepribadian adalah:

1). Materi/isi buku dapat bersifat faktual atau rekaan;

(32)

2) Materi/isi buku meningkatkan dan memperkaya kualitas kepribadian atau pengalaman batin;

3) Penyajian materi/isi buku dapat berupa narasi, deskripsi, puisi, dialog atau gambar;

4) Bahasa yang digunakan bersifat figuratif.

3. Bagian Isi Bahan Bacaan

Dalam Permendikbud No 8 Tahun 2016 disebutkan bahwa bagian isi merupakan uraian materi tentang pokok bahasan yang sesuai dengan judul buku. Uraian materi harus dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif peserta didik. Untuk itu, aspek materi, aspek kebahasaan, aspek penyajian, dan aspek kegrafikaan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

 Asek Materi

1. Harus dapat menjaga kebenaran dan keakuratan materi, kemutakhiran data dan konsep, serta dapat mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.

2. Menggunakan sumber materi yang benar secara teoretik dan empirik

3. Mendorong timbulnya kemandirian dan inovasi.

4. Mampu memotivasi untuk mengembangkan dirinya.

5. Mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengakomodasi kebhinekaan, sifat gotong royong, dan menghargai pelbagai perbedaan.

(33)

 Aspek Kebahasaan.

1. Penggunaan bahasa (ejaan, kata, kalimat, dan paragraf) tepat, lugas, jelas, serta sesuai dengan tingkat perkembangan usia.

2. Ilustrasi materi, baik teks maupun gambar sesuai dengan tingkat perkembangan usia pembaca dan mempu memperjelas materi/konten.

3. Bahasa yang digunakan komunikatif dan informatif sehingga pembaca mampu memahami pesan positif yang disampaikan, memiliki ciri edukatif, santun, etis, dan estetis sesuai dengan tingkat perkembangan usia.

4. Judul buku dan judul bagian-bagian materi/konten buku harmonis/selaras, menarik, mampu menarik minat untuk membaca, dan tidak provokatif.

 Aspek Penyajian Materi

1. Materi buku disajikan secara menarik (runtut, koheren, lugas, mudah dipahami, dan interaktif) sehingga keutuhan makna yang ingin disampaikan dapat terjaga dengan baik.

2. Ilustrasi materi, baik teks maupun gambar menarik sesuai dengan tingkat perkembangan usia pembaca dan mampu memperjelas materi/konten serta santun.

3 Penggunaan ilustrasi untuk memperjelas materi tidak mengandung unsur pornografi, paham ekstrimisme, radikalisme, kekerasan, sara, bias gender, dan tidak mengandung nilai penyimpangan

(34)

lainnya.

4. Penyajian materi dapat merangsang untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.

5. Mengandung wawasan kontekstual, dalam arti relevan dengan kehidupan keseharian serta mampu mendorong pembaca untuk mengalami dan menemukan sendiri hal positif yang dapat diterapkan dalam kehidupan keseharian.

6. Penyajian materi menarik sehingga menyenangkan bagi pembacanya dan dapat menumbuhkan rasa keingintahuan yang mendalam.

 Aspek Kegrafikaan

1. Ukuran buku sesuai dengan tingkat perkembangan usia dan materi/konten buku.

2. Tampilan tata letak unsur kulit buku sesuai/harmonis dan memiliki kesatuan.

3. Pemberian warna pada unsur tata letak harmonis dan dapat memperjelas fungsi.

4.

5.

Penggunaan huruf dan ukuran huruf disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia.

Ilustrasi yang digunakan mampu memperjelas pesan yang ingin disampaikan.

4. Pentingnya Bahan bacaan

(35)

Dalam proses pembelajaran di kelas, guru masih memfokuskan pembelajaran yang bertumpu pada buku teks pelajaran. Padahal buku teks yang dicetak belum dibuat dalam format yang menarik, cenderung padat, dan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi untuk dipahami oleh pembaca sasaran dengan latar belakang budaya yang beragam.

(Dewayani, 2017: 67). Bahan ajar harus dirancang secara sistematis berdasarkan lingkungan sekitar dan juga harus dilengkapi dengan komponen-komponen yang dapat menunjang proses belajar mengajar sehingga dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.(Tarnan. A. Arif, 2018)

Buku teks pelajaran, yang menjadi tumpuan proses pembelajaran, harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan Bank Dunia seperti, kesesuaian pedagogis, relevansi konteks budaya (culturally relevant) , dan kelayakan fisik (physically durable). Dewayani (2017: 68) menyatakan buku selayaknya memenuhi kualifikasi kemampuan penelitian (writing skill) , profesional (profesional skill), dan pendidikan (pedagogical skill) . Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, sekolah dan guru wajib mengakses buku pengayaan baik fiksi maupun nonfiksi.

Dewayani (2017: 68) menyatakan buku bahan bacaan mengasah rasa emosi dan rasa keindahan siswa, mendorong partisipasi siswa dalam pembelajaran, mengembangkan pengetahuan, mengaktifkan pengetahuan latar siswa, mengembangkan kecerdasan visual, dan

(36)

mengasah kemampuan menulis. Berikut perbedaan antara buku teks pelajaran dan bahan bacan.

Tabel 2.1 Perbedaan Buku Teks Pelajaran dan Buku Bahan Bacaan Anak Buku Teks Pelajaran Buku Nonteks/Pengayaan

Gaya Penelitian deskriptif, menerangkan satu topik

Gaya penelitian naratif, menggunakan deskripsi detail dan dialog khas anak Topik dijelaskan dengan

gaya penyampaian yang berjarak dari anak.

Kisah menampilkan tokoh anak sehingga dekat dengan keseharian anak.

Padat teks dan minim ilustrasi dan warna.

Dilengkapi dengan ilustrasi dan desain yang menarik minat anak.

Informasi menjawab pertanyaan yang terkait dengan topik.

Kisah fiksi dan detail ilustrasi memancing pertanyaan anak,

“Mengapa begini, mengapa begitu?”.

Pertanyaan ini bisa memancing diskusi yang lebih jauh.

Dari uraian di atas dapat simpulkan, perlu adanya pengembangan bahan bacaan yang dapat menunjang proses pembelajaran di kelas.

Bahan bacaan terdiri dari buku guru dan buku siswa. Buku guru dilengkapi dengan indikator pemetaan pembelajaran, rancangan pelaksanaan

(37)

pembelajaran, dan petunjuk bagi guru sedangkan buku siswa dilengkapi dengan petunjuk siswa dan lembar aktivitas untuk menumbuhkan minat baca siswa dengan mengintegrasikan budaya lokal.

Kompetensi dasar yang digunakan dalam pengembangan bahan bacaan ini, yaitu 3.9 mencermati tokoh-tokoh yang terdapat pada teks fiksi dan 4.9 menyampaikan hasil identifikasi tokoh-tokoh yang terdapat pada teks fiksi secara lisan, tulis, dan visual.

5. Literasi

Literasi secara etimologi berasal dari bahasa Latin literatus, yang berarti orang yang belajar. Selain itu, dalam bahasa Latin juga terdapat istilah litera yang meliputi penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi yang menyertainya. Unesco menyebutkan bahwa literasi merupakan rangkaian kemampuan menggunakan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung yang diperoleh dan dikembangkan melalui proses pembelajaran dan penerapan di sekolah, keluarga, masyarakat.

Sementara itu, Kemendikbud tahun 2017 menyatakan selama tiga dekade terakhir, makna dan cakupan literasi berkembang luas meliputi:

(a) literasi sebagai suatu rangkaian kecakapan membaca, menulis, dan berbicara, kecakapan berhitung dan kecapakan dalam mengakses dan menggunakan informasi; (b) literasi sebagai praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks; ( c) literasi sebagai proses pembelajaran dengan kegatan membaca dan menulis sebagai medium untuk merenungkan, menyelidiki, menanyakan, dan mengkritisi ilmu dan

(38)

gagasan yang dipelajari; dan (d) literasi sebagai teks yang bervariasi menurut subyek, genre, dan tingkat kompleksitas.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bawah literasi merupakan kecakapan dalam berbagai bidang seperti membaca, menulis, berbicara, berhitung, serta kecakapan dalam mendapatkan informasi.

6. Dimensi Literasi

Konsep literasi menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017) sebagai berikut.

1. Literasi Baca dan Tulis

Literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi utuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.

2. Literasi Numerasi

Literai numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) bisa memeroleh, mengintepretasikan, menggunakan, dan mengomunikasikan berbagai macam angka dan simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari; (b) bisa menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb) untuk mengambil keputusan.

3. Literasi Sains

(39)

Literasi sains adalah pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasikan pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya, serta keuangan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait sains.

4. Literasi Digital

Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevalusi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Literasi Finansial

Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan (a) pemahaman tentang konsep dan risiko, (b) keterampilan, dan (c) motivasi dan pemahaman agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.

6. Literasi Budaya dan Kewargaan

(40)

Literasi budaya adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesa sebagai identitas bangsa. Sementara itu, literasi kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat.

7. Gerakan Literasi Sekolah

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan sebuah gerakan dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa yang dikenal sebagai Gerakan Literasi Sekolah ( GLS). Gerakan ini bertujuan agar seluruh siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajar sepanjang hayat.

Gerakan Literasi Sekolah merupakan salah satu bentuk gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana amanah dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 . Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.

Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi,

(41)

kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan Literasi Sekolah lahir dari hasil survei lembaga riset yang mengukur keterampilan membaca peserta didik. Hasil penelitian dan indeks berskala internasional tersebut tentu saja mengkhawatirkan.

Data tahun 2012 menunjukkan posisi negara Indonesia sebagai negara yang masih tertinggal dalam urusan baca dan tulis Masyarakat.

Indonesia berada pada urutan ke-64 dan minat baca siswa berada pada urutan ke 57. Indonesia hanya lebih baik dari negara Peru yang menempati posisi paling terakhir dalam survei ini. Indonesia hanya mendapat nilai 375 untuk matematika, membaca 396, dan ilmiah 382.

Dalam buku saku Gerakan Literasi Sekolah disebutkan bahwa tujuan umum Gerakan Literasi Sekolah adalah menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Selain itu, tujuan khusus Gerakan Literasi Sekolah meliputi menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa di sekolah, meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat, menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan, dan menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca

(42)

Adapun prinsip-prinsip Gerakan Literasi Sekolah, yaitu sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan karakteristiknya, dilaksanakan secara berimbang; menggunakan berbagai ragam teks dan memperhatikan kebutuhan peserta didik, berlangsung secara terintegrasi dan holistik di semua area kurikulum, kegiatan literasi dilakukan secara berkelanjutan, melibatkan kecakapan berkomunikasi lisan, dan mempertimbangkan keberagaman.

Adapun tahapan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah meliputi tiga langkah, yakni penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca (Permendikbud No. 23 Tahun 2015) , meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi bahan bacaan, dan meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran:

menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran.

8. Tujuan Melakukan Literasi Tujuan dalam melakuka literasi yaitu :

 Mewujudkan serta mengembangkan budi pekerti yang baik dengan teman-teman disekitar kita.

 Melahirkan budaya membaca di lingkungan sekolah dan lingkunan masyarakat.

 Mengembangkan pengetahuan dengan membaca berbagai macam informasi yang bermanfaat.

(43)

 Menumbuhkan pemahaman seseorang terhadap suatu bacaan tentang budaya lokal..

 Membentuk jiwa yang berkarakter mampu berpikir kritis.

 Memperkuat nilai-nilai kepribadian pada diri seseorang.

9. Manfaat Dari Literasi

Literasi bermanfaat untuk meningkatkan dan menambahkan kosa kata pada diri setiap insan

 Mengembangkan pengetahuan tentang kosa kata.

 Menjadikan otak bisa bekerja secara optimal.

 Menambahkan wawasan pada peserta didik.

 Memperkuat jati diri dalam menangkap suatu informasi/penyampaian dari sebuah bahan bacaan.

 Meningkatkan kemampuan membaca secara verbal.

 Mendidik kemampuan berpikir dan menganalisa suatu bacaan .

 Membiasakan diri fokus dan konsentrasi dalam membaca bacaan.

 Membiasakan diri untuk bisa menulis dan merangkai kata dengan baik dan benar.

10. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir (literasi), dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan,

(44)

keluarga, dan masyarakat. PPK ini juga merupakan amanat nawacita yang telah dituangkan Presiden

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Ini sesuai dengan bunyi Pasal 3 Nomor 87 Tahun 2017.

Urgensi penerapan Penguatan Pendidikan Karakter karena siswa saat ini adalah generasi emas Indonesia yang pada tahun 2045 harus memiliki jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan. Penerapan Penguatan Pendidikan Karakter ini juga memperhatikan keanekaragaman budaya Indonesia sehingga diharapkan akan lahir pemimpin yang berkepribadian kuat dan bagus tanpa meninggalkan adat istiadat yang dimiliki.

Salah satu cara untuk mendukung Penguatan Pendidikan Karakter ini adalah dengan mempersiapkan bacaan yang memiliki muatan karakter lokal tempat siswa tersebut tinggal. Dengan memperkenalkan kearifan lokal sejak dini, karakter siswa akan terbentuk sesuai dengan prinsip hidup yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi Selatan khususnya.

11. Sastra Lisan

(45)

Sastra lisan merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh hampir semua masyarakat di seluruh dunia, tak terkecuali masyarakat Indonesia. Sastra lisan ini merupakan warisan nenek moyang yang diwariskan secara lisan. Dalam hal ini Hutomo (dalam Amir, 2013:

71), berpendapat bahwa sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan atau diturunkan secara lisan (dari mulut ke telinga). Secara harfiah, sastra lisan berarti sastra yang disampaikan secara lisan. Khusus tentang teks bahasanya, menurut Amir (2013:75) sastra lisan diubah dalam masyarakatnya dengan ragam sastra. Ragam sastra yang digunakan seperti ragam yang mereka kenal bersama, atau menggunakan bahasa daerah asal sastra itu. Sejalan dengan pendapat Hutomo, Lord (dalam Amir, 2013: 71) menyatakan bahwa sastra lisan adalah sastra yang dipelajari, disampaikan, dan dinikmati secara lisan. Unsur utama sastra lisan adalah estetik. Sastra lisan merupakan sastra yang penyebarannya melalui mulut ke telinga. Sastra lisan ada karena terdapat suatu kolektif masyarakat pada zamannya yang terus dilestarikan, disampaikan, dan dinikmati.

Taum (2013: 21) mengungkapkan sastra lisan merupakan sekelompok teks yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, yang secara instrinsik mengandung sarana-sarana kesustraaan dan memiliki efek estetik dalam kaitannya dengan konteks moral maupun kultur dari sekelompok masyarakat tertentu. Berdasarkan pendapat diatas

(46)

tentang sastra lisan, dapat menyimpulkan bahwa sastra lisan merupakan sastra yang cara penyampaiayannya dengan secara lisan/ucapan dan turun temurun, merupakan gambaran kultur/kebudayaan masyarakat.

12. Kebudayaan Lokal

Kebudayaan lokal adalah kebudayaan yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhaya yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal) yang tumbuh dan berkembang serta dimiliki dan diakui oleh masyarakat suku bangsa setempat dan sekitarnya. Kebudayaan lokal biasanya tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat suku daerah tertentu karena merupakan warisan turun-temurun yang dilestarikan.

Budaya daerah ini akan muncul pada saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama, sehingga menjadi suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk-penduduk yang lainnya. Budaya daerah mulai terlihat berkembang di Indonesia pada zaman kerajaan-kerajaan pada saat sebelumnya .

Hal itu dapat dilihat dari cara hidup dalam berinteraksi sosial yang dilakukan masing-masing masyarakat kerajaan di Indonesia yang berbeda antara satu dengan yang lain. Menurut (Munirah 2016) “koordinatif dicirikan dengan kualitas hubungan timbal balik antara keduanya, sedang hubungan subordinatif mencerminkan satu kualitas hubungan yang hanya sepihak, artinya dinamika budayalah yang mempengaruhi dinamika

(47)

bahasa, dan bukan sebaliknya. Kedua, keberagaman budaya lokal di Indonesia sebagai berikut; (1) keragaman suku bangsa, (2) keragaman bahasa, (3) keragaman religi dan (4) Keberagaman seni dan budaya.

Tidak menjadi pembeda dan pemisah, tetapi dipandang sebagai kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang sepatutnya harus berbangga menjadi warga negara Indonesia karena memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Indonesia yang mampu mendukung budaya bangsa dengan perkembangan berkelanjutan terhadap ilmu pengetahuan”.

1. Gagasan Budaya Lokal

Kebudayaan itu didapatkan dari belajar Kebudayaan yang ada dan dimiliki oleh setiap manusia (masyarakat dilingkungan itu) bukan merupakan suatu yang sifatnya kodratif (budaya diturunkan tidak secara biologis (proses yang ada pada organisme kehidupan) atau pewarisan melalui unsure genetis atau keturunan), melainkan kebudayaan itu timbul dari buah pikir manusia. Manusia dirahmati berupa akal oleh Allah supaya manusia itu berfikir. Dengan adanya akal inilah yang nantinya dapat membedakan sebuah kebudayaan yaitu perilaku yang dasarnya dari buah akal pikiran (manusia) dan dasarnya dari insting (hewan). Ketika manusia baru dilahirkan, semua tingkah laku manusia yang baru lahir tersebut digerakkan olen insting dan naluri. Insting atau naluri ini tidak termasuk dalam kebudayaan. Contohnya adalah kebutuhan akan makanan. Makan adalah kebutuhan dasar tetapi tidak termasuk dalam kebudayaan. Tetapi kebutuhan yang harus dipenuhi sebelum manusia makan seperti: apa

(48)

yang akan dimakan, bagaimana cara mengolahnya, bagaimana makanan adalah bagian dari kebudayaan. Semua itu terwujud dan tercipta karena manusia itu belajar.

Suatu makhluk yang memiliki rasa social yang besar seperti yang tercermin dalam pasukan semut dimana mereka selalu rajin, bergotong royong, dikerjakan bersama, mereka membagi pekerjaannya, membuat sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang semuanya dilakukan tanpa pernah diajari atau tanpa pernah meniru dari semut yang lain hal itu tumbuh dengan sendiri dalam kehidupan semut. Hal semacam itu bukan merupakan suatu kebudayaan, karena perilaku mereka didasarkan atas insting, yang sifatnya biologis dan diturunkan melalui keturunan atau bawaan sejak lahir (faktor genetik) dan ini sifatnya sudah kodrati.insting tidak dipelajari.

2. Pelestarian Kebudayaan

Agar dapat dikatakan sebagai suatu pelestarian budaya ataupun budaya lokal bahwa upaya untuk mempertahankan agar supaya budaya tetap sebagaimana adanya menurut Peursen(1988: 233), kebudayaan itu sebenarnya bukan suatu kata benda akan tetapi suatu kata kerja, kebiasaan-kebiasaan seorang individu harus dimiliki bersama oleh suatu kelompok manusia. Para ahli Antropologi membatasi diri untuk berpendapat, suatu kelompok mempunyai kebudayaan jika para warganya secara bersama mempunyai sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang sama yang didapat melalui proses belajar.

(49)

Dari sinilah nantinya akan muncul suatu kebersamaan dan menimbulkan suatu nilai-nilai dan kepercayaan yang mereka anggap itu baik serta mereka mempercayainya.

3. Kebudayaan sebagai pola masyarakat

Dalam setiap masyarakat, oleh anggotanya dikembangkan sejumlah pembatasan terhadap kebudayaan. Pembatasan itu dilakukan untuk membuat suatu nilai atau norma-norma yang nantinya akan dianggap sebagai sesuatu yang wajib yang harus diadakan dalam keadaan-keadaan tertentu. Dilingkungan masyarakat sekitar kita sering mendapati sebagian orang tidak melakukan suatu ritual atau melaksanakan acara adat yang telah mereka sepakati, bila para anggota masyarakat selalu mematuhi dan mengikuti norma-norma yang ada pada masyarakatnya maka tidak akan ada yang disebut dengan pembatasan - pembatasan kebudayaan. Pembatasan kebudayaan ini dimaksudkan untuk membedakan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya sesuai dengan latar belakang masyaraktnya masing- masing.

Dalam lingkup satu masyarakat pembatasan kebudayaan ini tidak terasa, karena semua anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan norma-norma aturan yang ada dalam masyarakat tersebut. Tetapi ketika orang itu pindah kedaerah lain (masyarakat lain) dia baru menyadari

(50)

pembatasan-pembatasan tersebut. Karena norma an aturan yang selama ini mereka percayai tidak berlaku lagi dimasyarakat yang baru.

4. Kebudayaan Dinamis dan Adaptif

Pada umumnya kebudayaan itu dikatakan bersifat Dinamis karena kebudayaan selalu berubah tanpa adanya gangguan budaya asing atau budaya dari luar, dikatakan adaptif, karena kebudayaan melengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan mereka, dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik geografis maupun pada lingkungan sosialnya.

Dilingkungan sosialnya Banyak cara yang wajar dalam hubungan tertentu pada suatu kelompok masyarakat memberi kesan ganjjal pada kelompok masyarakat yang lain, tetapi jika dipandang dari hubungan masyarakat tersebut dengan lingkungannya, barulah hubungan tersebut bisa dipahami. Misalnya, sistem norma dari aturan adat suku bugis yang disebut Pangaderreng dimana melahirkan budaya siri agar tidak tertimpa rasa malu dan terhina akibat dari perbuatannya oleh karena itu dalam mengasuh anak-anak, orang tua disuku bugis sangat menekankan prilaku, kebiasaan dalam bertutur kata atau berbuat yang disebut pammali.

Masyarakat bugis meyakini bahwa pelanggaran terhadap pammali akan mendapatkan ganjaran berupa kutukan.

Bagi orang diluar, kebudayaan tersebut susah mereka mengerti, tetapi bagi masrakat pendukung kebudayaan yang melakukan pantangan-

(51)

pantangan seperti itu, hal tersebut mungkin suatu cara menyesuaikan diri pada lingkungan fisik dimana mereka berada

13. Perkembangan Psikologi Anak

Mengetahui perkembangan psikologi anak sangat penting. Para pakar pendidikan dan psikologi perkembangan bahkan menyatakan perkembangan anak harus dikuasai oleh seseorang yang ingin mendekat dan menguasai dunia (sastra) anak.

Sarumpaet (2009: 5) menyatakan banyak tokoh besar yang menanamkan pentingnya perhatian ini, mereka yang sesungguhnya memberi landasan utama pendidikan dan pemahaman atas anak. John Locke (1632—1704) menyebut pikiran anak baru lahir sebagai tabula rasa, filsuf Prancis Jean-jacques Rousseau (1712—178) yang percaya pentingnya perkembangan moral yang dalam bukunya Emile antara lain menuntut pendidikan anak yang memerdekakan dan “Learninby Doing”

dan Bapak Psikoanalisis, Sigmund Freud (1856—1939) yang menganggap pengalaman masa kanak-kanak sebagai sesuatu yang penting dalam menunjang perkembangan mereka. Sarumpaet (2009: 6) menyatakan bahwa dengan mengacu perkembangan anak secara kognitif, sosial, dan moral kita mengakui bahwa anak adalah manusia utuh yang memerlukan perkembangan. Pengakuan ini juga mengikatkan pada permasalahan dan urgensi pendidikan dan pengajaran dalam dunia anak.

Tarigan (1995: 65) mengatakan pada usia 8—10 tahun terdapat dua ciri utama perkembangan pribadi anak-anak, yaitu ciri kepribadian

(52)

untuk mengadakan kerja sama atau koordinasi sangat tinggi pada penilaian anak kelas empat, tetapi menurun pada kelas-kelas akhir dan rasa cemas atau rasa takut anak-anak semakin berkurang pada bahaya- bahaya yang langsung atau mungkin terjadi. Implikasi pada kedua ciri-ciri tersebut dengan mendorong dan meningkatkan kegiatankegiatan sastra yang memberi peluang bagi anak-anak mengadakan kerja sama;

sediakan dan berikan buku-buku yang memberi penekanan kerja sama tema utamanya dan berikan kumpulan sastra yang berisi tentang kecemasan/ketakutan untuk digunakan sebagai bahan diskusi dan pengembangan pemahaman anakanak terhadap kecemasan-kecemasan yang tidak realistik.

Masih menurut Tarigan (1995: 66) pada usia 10—12 tahun terdapat tiga ciri utama perkembangan pribadi anak-anak. Pertama banyak anak yang telah menginternalisasikan kontrol atau pengawasan mereka; mereka yakin dan percaya bahwa sedang berada dalam pengawasan. Kedua kemandirian atau keberdikarian merupakan suatu ciri utama pribadi mereka yang sangat bernilai/berharga bagi anak-anak.

Ketiga perubahan fisik yang cepat membuat anak sadar diri dan mengkritik diri sendiri. Implikasi pada ketiga ciri tersebut dengan cara memberikan buku-buku sastra yang melukiskan perkembangan pengawasan/kontrol yang terinternalisasi atau dari dalam diri/hati anak- anak, menyediakan karya sastra yang mengilustrasikan atau melukiskan perkembangan/pengembangan kemandirian baik yang bertokoh pria

(53)

maupun yang bertokoh wanita, dan cerita-cerita mengenai anak-anak lainnya yang mengalami masalah yang muncul menjelang masa dewasa untuk membandingkan dengan masalah mereka.

Hal senada juga diungkapkan Rahmanto (1988: 29). Menurutnya dalam pemilihan bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keenganan anak didik dalam banyak hal.

Tahap-tahap perkembangan psikologi dikelompokkan Rahmanto, (1988:

30) sebagai berikut.

1.Tahap penghayal (8—9 tahun )

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

2. Tahap Romantik (10—12 tahun )

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Meski pandangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tapi pada tahap ini anak telah menyenangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.

Menurut dokumen Perjenjangan Buku Nonteks Pelajaran di Indonesia (Puskurbuk dalam Dewayani, 2-17:71), buku dikategorikan dalam tujuh jenjang dengan perkiraan usia dan kelas sebagai berikut.

Tabel 2.2. Perjenjangan Buku Menurut Kemampuan Membaca Jenjang Jenjang Perkiraan Perkiraan Format

(54)

Pembaca Usia Kelas Buku

A Pramem

baca

0-3 tahun Bayi hingga balita

Buku kain, buku tebal, buku taktil untuk bayi, dan buku dengan

format interaktif

B Membaca

dini

3-6 tahun PAUD/TK Buku besar dan buku bergambar

C Membaca

awal

6-9 tahun SD Kelas rendah

Buku besar dan buku bergambar

D Membaca

lancar

9-12 tahun

SD Kelas Tinggi

Buku bergambar, buku dengan sedikit ilustrasi

E Membaca

Lanjut

12-15 tahun

SMP Buku dengan bab, novel remaja, komik

F Membaca

Mahir

15-18 tahun

SMA Semua jenis buku

G Membaca

Kritis

>18 Tahun

Dewasa Semua jenis buku

14. Hubungan Perkembangan Psikologi dengan Sastra Anak

Sesuai dengan perkembangan manusia terhadap kemampuan kognitifnya, Piaget dalam (Kurniawan, 2009: 4) menyatakan pada usia 7—

11 tahun disebut operasioperasi berpikir konkret. Pada usia tersebut anak-

(55)

anak mengembangkan kemampuan berpikir sistematis, tetapi hanya ketika mereka pada mengacu kepada objek-objek dan aktivitas-aktivitas yang konkret.

Dengan keterampilan berbahasa yang dimiliki seperti menyimak, berbicara, menulis, dan membaca, anak mulai memahami sastra. Dengan kemampuan menyimak anak tertarik mendengarkan dongeng, kemampuan bicara membuat anak menuturkan pengalamannya, kemampuan membaca anak bisa memahami cerita, dan kemampuan menulis anak mampu meluapkan imajinasinya.

Kurniawan (2009: 41) menyatakan pada usia ini, anak-anak lebih menyukai dunia sastra dibanding dengan dunia yang terdapat dalam ilmu lain, misalnya berhitung. Hal ini terjadi karena sastra anak adalah sastra yang ditulis berdasarkan pada pengetahuan dan pengalaman anak-anak.

Anak-anak, dengan cara berpikirnya yang konkret dan tidak logis ini, membuat mereka menyukai cerita-cerita fantasi dan dongeng, karena dalam dongeng cerita fantasi ini, hal-hal yang tidak logis dalam kehidupan diceritakan dengan logika anak-anak, misalnya benda-benda dan binatang bisa bicara, sehingga dengan cerita tersebut, anak-anak merasa memiliki kedekatan dengan benda dan binatang tersebut yang setiap hari dijumpai dalam lingkungannya.

Noor (2011: 55) menyatakan dunia dongeng merupakan dunia yang fantastis dan penuh dengan warna-warni kehidupan. Menghidupkan kisah dengan mendongeng akan menciptakan nuansa tersendiri

(56)

khususnya bagi anak-anak. Menurut Sunindyo dalam Noor (2011: 58), perkembangan minat anak terhadap bacaan berupa cerita adalah sebagai berikut.

1. Usia 8—9 Tahun

Lebih menyukai cerita-cerita fabel. Selain itu, mereka juga menyukai cerita-cerita dari kehidupan nyata seperti cerpen-cerpen pada masalah atau novelet anak—anak.

2. Usia 10 Tahun

Pada usia ini anak-anak perempuan mulai menyukai cerita-cerita yang berkaitan dengan misteri kehidupan rumah tangga, seperti film Ratapan Anak Tiri. Anak lelaki seusianya umumnya tidak/belum menyukai hal ini.

Intinya cerita perjalanan biografi (cerita sejarah).

3. Usia 11 Tahun

Minat pada biografi (sastra sejarah) terus berkembang. Akan tetapi, minat baca pada usia ini meluas pula kepada cerita-cerita petualangan. Mereka amat menyukai cerita seperti Sinbad dan Lima Sekawan.

4. Usia 12 Tahun

Usia ini dianggap sebagai puncak minat baca cerita. Pada umur ini anakanak lebih menyukai biografi pahlawan yang menonjolkan kisah heroiknya. Misalnya, kisah heroik Jenderal Soedirman lebih disukai pada masa ini. Dapat disimpulkan bahwa mengacu pada perkembangan psikologi anak, sastra mampu membuka pengalaman dan memberikan pengetahuan baru.

Gambar

Tabel  Teks  Halaman
Tabel  Teks  Halaman
Ilustrasi  yang  digunakan  mampu  memperjelas  pesan  yang  ingin  disampaikan.
Tabel 2.1 Perbedaan Buku Teks Pelajaran dan Buku Bahan Bacaan  Anak  Buku Teks Pelajaran  Buku Nonteks/Pengayaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1) Media interaktif berbasis budaya lokal dikembangkan dengan

Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang diterapkan sekolah MAN 02 Jepara adalah Literasi dasar dan Literasi Perpustakaan dimana literasi dasar adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kelayakan, kualitas, dan karakteristik instrumen penilaian literasi kimia yang dikembangkan berbasis budaya lokal

Penelitian Andri Sulistyo tahun 2017 berjudul evaluasi program budaya membaca di Sekolah Dasar Negeri menyatakan bahwa gerakan literasi sekolah sendiri dilaksanakan

Target Pencapaian Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah SMAN 1 Kualuh Selatan Adapun target pencapaian Program Gerakan Literasi adalah sebagai berikut; • Sekolah tersebut menjadi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 model yang dikembangkan adalah modul literasi digital berbasis budaya lokal Jawa Tengah untuk siswa SMA dengan menggunakan model ADDIE modul yang

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan cerita bergambar berbasis etnomatematika sebagai penunjang literasi dan numerasi di sekolah dasar, maka dapat disimpulkan

Simpulan Dari pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu dari berbagai program gerakan literasi dapat menumbuhkan minat baca siswa sekolah dasar, bentuk-bentuk implementasi