• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMP Pengertian Gerakan Literasi Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMP Pengertian Gerakan Literasi Sekolah"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

20 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMP 2.1.1 Pengertian Gerakan Literasi Sekolah

Program literasi sangat diperlukan sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di Pendidikan Dasar dan Menengah karena program itu adalah sebagai dasar untuk menggalakkan program gemar membaca di tingkat pendidikan diatasnya. Sebelum melanjutkan pada program GLS maka kita lihat dahulu tentang definisi literasi. Menurut Frankel Katherine K (2016) dalam artikel hasil penelitiannya tentang Menjadi sebuah bangsa untuk pembaca: retrospektif dan visi yang menyatakan apa itu literasi? Kita definisikan bahwa literasi didefinisikan suatu proses membaca, menulis dan Bahasa lisan untuk mengekstraksi, membangun, mengintegrasikan, dan mengkritik makna melalui interaksi dan keterlibatan dengan teks multimodal dalam konteks praktis sosial.

(2)

21

Pemerintah juga sudah menggalakkan program literasi melalui gerakan literasi sekolah. Gerakan literasi sekolah adalah sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Dirjendikdasmen, 2016). Menurut buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama dipaparkan bahwa arti Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah kemampuan untuk mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain dengan membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/ atau berbicara (Dirjendikdasmen, 2016: 2).

Penelitian Andri Sulistyo tahun 2017 berjudul evaluasi program budaya membaca di Sekolah Dasar Negeri menyatakan bahwa gerakan literasi sekolah sendiri dilaksanakan untuk memperluas ilmu pengetahuan siswa sesuai dengan memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015/ Kegiatan literasi yang dimaksudkan adalah kegiatan

(3)

22

membaca selama lima belas (15) menit denagn membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai.

Adapun kegiatan ini berguna untuk menumbuhkan minat baca siswa serta meningkatkan keterampilan membaca supaya pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Adapun materi bacaannya berisi nilai-nilai budi pekerti, seeperti kearifan lokal, kearifan nasional, dan kearifan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan siswa. Sehingga dengan literasi diharapkan juga nilai karakter siswa yang positif akan terbentuk juga. Didukung dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB III Pasal 4 Nomor 5 yang tertulis bahwa: Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Salah satu temuan dari penelitian Heather Thomas (2013: 56) menyatakan bahwa program literasi berkontribusi dalam meningkatkan prestasi siswa.

Menurut buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

(4)

23

Kemendikbud memaparkan bahwa Gerakan Literasi Sekolah telah digulirkan mulai Maret 2016 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud dengan melakukan sosialisasi dan koordinasi ke semua Dinas Pendidikan Provinsi dan/atau Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.

Setelah bergulirnya gerakan literasi sekolah itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan GLS yang melibatkan semua pihak yang terkait di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat sampai unit pendidikan dasar. Disamping itu dilibatkan pula an unsur eksternal dan unsur publik, yakni orang tua /wali siswa, alumni, masyarakat, dunia usaha dan industri yang merupakan komponen penting juga yang mendukung dalam GLS. GLS dikembangkan berdasarkan (9) sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang dikaitan dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6 8 & 9 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang menjadi koordinator GLN pada tahun 2017 melakukan diskusi kelompok perihal penajaman konsep, koordinasi dan sinkronisasi

(5)

24

dalam rangka persiapan pencanangan Gerakan Literasi Nasional (GLN).

Pemerintah diera global ini harus untuk menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 3 ysng intinys pemerintah harus mengusahakan dan menyelenggaraakan satu sistem pendidikan Nasional untuk meningkatkan keimanan dan kecerdasan kehidupan bangsa. Sehingga program literasi harus dapat mengembangkan potensi kemanusiaan meliputi kecerdasan intelektual, emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap perkembangan arus teknologi dan informasi.

2.1.2 Pengertian Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstuktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan jalur pendidikan formal yang diselnggarakan pada satuan pendidikan berbentuk SD/dan MI, SMP/ MTs, atau bentuk lain yang sederajad. Sekolah Menengah Pertama, yang

(6)

25

selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang meneyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajad atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI. (Depdikbud Kab Semarang, 2016: 14).

Penelitian oleh D Sulistyono dalam artikelnya pada Bab I bagian pendahuluan dalam latar belakang kontribusi fasilitas, kompetensi pengelola, dan manajemen laboratorium terhadap efektifitas pembelajaran IPA di SMP Batik Surakarta Tahun 2017 memaparkan bahwa SMP (Sekolah Menengah Pertama) merupakan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan dan pembelajaran di tingkat SMP memberikan penekananpeletakan pondasi dalam menyiapkan generasi agar menjadi manusia yang mampu menghadapi era yang semakin berat. Menurut Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional No, 20 Tahun 2003 Pasal 17 tentang pendidikan dasar disebutkan bahwa pendidikan dasar terdiri dari SD (Sekolah Dasar)/ sederajat dan SMP (Sekolah Menengah Pertama)/ sederajat.

(7)

26

2.2 Tahap- tahap Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMP Gerakan literasi sekolah dapat dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Penelitian oleh Hamdan Husein Batubara dan Dessy Noor Ariani tahun 2018 berjudul implementasi program gerakan literasi sekolah di Sekolah Dasar Negeri Gugus Sungai Miai Banjarmasin. Penelitian ini memaparkatentang pelaksanaan program gerakan literasi sekolah mengacu pada beberapa prinsip yaitua literasi haarus disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa, mempunyai beragam teks, terintegrasi dan menyeluruhsesuai kurikulum, berkelanjutan, berkecakapan dlam berkomunikasi lisan dan mempertimbangkan keperbedaan. Selain itu adatahapan pelaksanaan GLS yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap pembiasaan seperti upaya sekolah menyediakan berbagai buku dan bahan bacaan yang dapat menarik minat siswa dan melaksanakan kegiatan yang meningkatkan minat baca siswa. Tahap pengembangan seperti usaha sekolah melakukan kiebasaan membaca untuk mengembangkan siswa dalam kecakapan berliterasi. Pada tahap pembelajaran yaitu sekolah mengadakan banyak kegiatan untuk

(8)

27

mempertahankan minat baca dan meningkatkan kecakapan literasi siswa melalui buku-buku pengayaan dan buku teks

pelajaran dan lainnya.

Menurut Kementrian Pendidikan, terdapat 3 (tiga) tahapan dalam kegiatan literasi yaitu tahap pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran beserta langkah-langkah operasional pelaksanaan dan beberapa contoh praktis instrumen penyertanya (Dirjendikdasmen; 2016). Tiga tahapan literasi khususnya di SMP itu meliputi tahap pembiasaan, tahap pengembangan dan tahap pembelajaran. Tahap pembiasaan terdiri dari 8 (delapan) prinsip tahapan literasi. Tahap pengembangan terdiri dari (lima) prinsip tahapan literasi. Tahap pembelajaran terdiri dari 2 (dua) prinsip tahapan literasi. Tahapan literasi dijabarkan pada indikator ketercapaian literasi SMP.

Pemerintah tidak henti-hentinya membuat program agar kemampuan membaca peserta didik dapat meningkat, salah satunya yaitu budaya literasi sekolah. Budaya literasi sekolah adalah kegiatan peserta didik untuk menciptakan masyarakat gemar membaca, menulis, menyimak serta berpikir kritis.

(9)

28

Kegiatan tersebut terdiri atas tiga tahapan yaitu pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran (Retnaningdyah, 2016). Berdasarkan paparan- paparan definisi dan penelitian diatas dapat diuraikan bahwa kegiatan GLS terdiri atas tiga tahapan GLS di SMP yaitu tahap pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran.

2.3 Tujuan GLS

Gerakan literasi sekolah bertujuan untuk menumbuhkembangkan budaya literasi membaca di sekolah, meningkatkan kesadaran akan pentingnya budaya literasi, dan menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak. Tujuan umum GLS yaitu menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam GLS agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Adapun tujuan khusus GLS yaitu (a) menumbuh kembangkan budaya literasi di sekolah; (b) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat; (c)

(10)

29

menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar wargasekolah mampu mengelola pengetahuan; dan (d) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca (Dirjendikdasmen, 2016). Tujuan umum dankhusus GLS itu saling terkait sehingga pelaksana GLS siap melaksanakan GLS.

Berdasarkan tujuan literasi sekolah diatas, disimpulkan bahwa tujuan literasi itu ada beberapa tujuan. Intinya GLS mempunyai tujuan menumbuhkembangkan budaya literasi membaca siswa di sekolah dan menjadikan tempat untuk

meningkatkan kualitas pendidikan manusia khussunya di Indonesia.

2.4 Sasaran Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini ditujukan bagi siswa, guru sebagai pendidik dan pustakawan sebagai tenaga kependidikan untuk membantu mereka melaksanakan kegiatan literasi di SMP. Selain itu, kepala sekolah perlu mengetahui isi

(11)

30

GLS ini guna memfasilitasi guru dan pustakawan untuk menjalankan peran mereka dalam kegiatan literasi sekolah dan siswa sebagai obyek dalam GLS.

2.5 Manajemen Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

Robin and Coulter (2009), menyatakan bahwa “Management is universally needed in all organization” artinya manajemen diperlukan secara universal dalam semua organisasi (Sugiyono; 2017, 2). Ini berarti manajemen itu bersifat universal dan diperlukan bisa diterapkan pada semua organisasi (semua tipe/ jenis, tingkatan, area, kecil/ besar organisasi). Sehingga manajemen itu bersifat umum dan dapat dipergunakan oleh siapapun dan kapanpun atau organisasi manpun.

Stephen D. Robbins and David A. Decenzo ( 2004) menyatakan bahwa “Management is The process of getting things done, effectively and efficiently, through and with other people”. Berdasarkan paparan tersebut dapat dipahami bahwa manajemen adalah proses mendapatkan sesuatu untuk dilakukan, secara efektif dan secara efisien melalui dan dengan orang lain.

(12)

31

Sehingga proses manajemen itu berhubungan dengan sesuatu atau benda mati dan orang (Sugiyono, 2017).

Menurut George R. Terry, terdapat empat kombinasi fungsi fundamental manajemen dalam rangka mencapai tujuan. Kombinasi itu terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), memberi dorongan (actuating) dan pengawasan (controlling). Menurut James Stoner (Ritha f.Dalimunthe, 2003: 4) memaparkan 4 fungsi manajemen yang meliputi: planning (perencanaan) adalah pemilihan dan penetapan kegiatan yang selanjutnya tahu apa yang harus dilakukan, kapan, dan bagaimana serta oleh siapa; organizing (pengorganisasian) adalah proses penyusunan tentang struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang ada; actuating (penggerakan/ pelaksanaan) yaitu hubungan antar manusia dalam kepemimpinan yang mengikat bawahannya supaya bersedia untukmengerti dan dapat menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien dalam pencapaian tujuan organisasi; dan controlling

(13)

32

(pengawasan) adalah proses menjamin akan tujuan-tujuan organisasi dan manajemen akan tercapai.

Dari teori- teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen itu sangat diperlukan dalam menyusun sesuatu supaya pelaksanaannya menjadi terencana dan berhasil dengan baik. Dalam teori tersebut terdapat 4 fungsi manjemen yang diperlukan dalam melakukan suatu proses penyusunan program. Gerakan literasi sekolah di SMP juga membutuhkan manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan atau evaluasi. Gerakan Literasi Sekolah SMP harus mempunyai manajemen tersendiri dimana GLS masuk ke dalam manajemen kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah melalui tim GLS SMP membuat program sekolah diantaranya ada kegiatan literasi sekolah tahap pembiasaan pada awal atau tengah atau akhir pelajaran selama 15 menit dengan membaca dan meringkas. Manajemen literasi dapat dilihat contohnya dalam hal perencanaan anggaran dana yang dikeluarkan dari BOS atau dukungan dana lain untuk mendukung kegiatan literasi sekolah dan program kegiatan lainnya yang

(14)

33

dibuat oleh seksi kurikulum atau tim literasi sekolah serta dapat dipantau melalui kegiatan nyata literasi harian sekolah dengan melihat sampai mana tahapan GLS sekolah dilakukan dan seterusnya.

2.6 Konsep Pengembangan Model

Model merupakan contoh yang dapat ditiru. Model adalah suatu gambaran nyata dari struktur dan tatanan yang ditampilkan dalam bentuk deskripsi baik verbal atau konseptual, didalamnya terdapat langkah-langkah kegiatan atau prosedur, berbentuk replika fisik atau visual, persamaan atau rumus atau konsep (Suparman, 2014: 9).

Menurut Widodo (dalam Haryati, 2012:20), model mempunyai tujuan-tujuan, sebagai gambaran tentang kerja sistem dengan aturan untuk melaksanakan perubahan, atau prediksi cara sistem beroperasi di masa datang, memberikan gambaran tentang keadaan tertentu atau menghasilkan aturan-aturan yang bernilai agar tercipta keteraturan sebuah sistem menghasilkan model yang menampilkan data dan format yang ringkas dengan tingkat

(15)

34

kesulitan rendah. Marrrelli (dalam Haryati, 2012: 22) memaparkan bahwa ada beberapa ciri model yang baik yaitu sederhan, dapat diterapkan, penting, dapat dikontrol, dapat menyesuaikan diri, dan dapat dikomunikasikan.

Pengembangan model merupakan hasil penelitian yang berorientasi pada hasil pengembangan produk. Jadi penelitian dan pengembangan dapat menghasilkan produk dan dapat diuji keefektifitasan dari produk tersebut. Bahwa penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang sudah ada yang dapat dipertanggungjawabkan (Nana Syaodih Sukmadinata, 2012: 164).

Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa model suatu kegiatan itu sangat penting dalam penelitian dan pengembangan. Suparman mendefinisikan arti suatu model, dalam buku Law and Kelton menyatakan model adalah sistem serta model memerlukan perumusan yang tepat dan memiliki tujuan seperti yang diutarakan Widodo. Selain itu menurut Marrrelli, dkk mengungkapkan juga ada beberapa ciri model

(16)

35

yang baik untuk menjadi pedoman pembuatan rumus model. Setelah ada perumusan maka perlu pengembangan seperti yang diutarakan oleh Nana Syaodih Sukmadinata. Berarti setelah mengetahui definisi, tujuan, ciri- ciri model yang baik dan melakukan perumusan model maka dilaksanakan pengembangan model.

2.6.1 Konsep Teori Penelitian dan Pengembangan

Menurut buku yang berisi makalah dari Soenarto, menuliskan teorinya memberikan batasan tentang penelitian pengembangan yang menyatakan bahwa penelitian pengembangan adalah suatu proses mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang akan digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. Jadi penelitian pengembangan merupakan upaya mengembangkan dan menghasilkan suatu produk yang berisi materi, media, alat dan atau strategi pembelajaran didalam suatu ruang.

Borg & Gall (1983) juga mengatakan hal yang hampir samapenelitian pengembangan merupakan usaha untuk

(17)

36

mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang akan digunakan dalam pendidikan. Teori penelitian dari Borg & Gall sering digunakan para peneliti untuk melakukan penelitian dan pengembangan suatu produk.

Dari pengertian-pengertian diatas maka disimpulkan bahwa penelitian pengembangan adalah penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan suatu produk atau model yang ada sebelumnya dan seterusnya dikembangkan yang dilakukan dalam penelitian untuk menghasilkan produk yang lebih baik.

2.6.2 Konsep Model ADDIE

Menurut buku Instructional Design berjudul The ADDIE Approach Robert Maribe Branch dinyatakan bahwa istilah ADDIE merupakan singkatan dari Analyze, Design, Development, Implementation dan Evaluation. Adapun tahapan dan langkah- langkahnya sebagai berikut:

1. Analyze (Analisis)

Tahap analisis yaitu menganalisis kebutuhan kegiatan dan kinerja yang akan dicapai dengan melakukan validasi

(18)

37

kesenjangan, merumuskan tujuaan, mengidentifikasi karakteristik siswa dan sumber kegiatan.

2. Design (Desain)

Tahapan desain yaitu memverifikasi kegiatan dan kinerja yang akan dicapai dan memilih metode untuk kegiatan yang sesuai.

3. Develop (Pengembangan)

Tahap pengembangan yaitu menghasilkan produk dan memvalidasi sumber-sumber kebutuhan dan kegiatan dari produk itu.

4. Implement (Implementasi)

Tahapan implementasi yaitu mempersiapkan dan menerapkan produk

5. Evaluate (Evaluasi)

Tahapan evaluasi adalah mengukur produk model dari proses sebelum dan setelah pelaksanaan kegiatan.

ADDIE telah banyak diterapkan dalam kegiatan di lingkungan belajar yang telah dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Berdasarkan landasan filosofi pendidikan

(19)

38

penerapan ADDIE harus bersifat student center, inovatif, otentik dan inspriratif. Konsep pengembangannya sudah diterapkan sejak terbentuknya komunitas sosial. Nada Aldoobie (2015) dalam artikel hasil penelitiannya tentang ADDIE model menyatakan bahwa model ADDIE adalah salah satu model yang paling umum yang digunakan dalam desain istruksional untuk menghasilkan suatu produk.

I Made Tegeh (2015) dalam artikel hasil penelitiannya tentang pengembangan buku ajar model penelitian Pengembangan dengan model ADDIE memaparkan model ADDIE adalah salah satu model desain pembelajaran yang sederhana dan sistematik.. Model ini terdiri atas lima langkah, yaitu analyze, design, development, implementation and evaluation.

Dari paparan penelitian- penelitian dan tahapan dari buku diatas maka dapat dipahami bahwa model ADDIE itu adalah model yang sistematis, sehingga dapat memecahkan masalah sesuai keebutuhan. Model ADDIE juga merupakan salah satu model yang umum yang digunakan dalam desain produk.

(20)

39 2.7 Penelitian yang relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang penulis sedang lakukan tentang gerakan literasi sekolah.

Menurut Ashar Hidayah tahun 2017 dalampenelitiannya yang berjudul pengembangan model TIL (Information Literacy) Tipe the big 6 dalam proses pembelajaran sebagai Upaya menumbuhkan budaya literasi di sekolah. Penelitian ini bertujuan meneliti mengapa kegemaran membaca itu sungguh memprihatinkan sehingga penelitiannya membuat upaya melalui model yang peneliti kembangkan dengan TIL yang bertujuan untuk meningkatkan minat baca siswa.

Penelitian oleh Vibriza Yuliswara tahun 2017 yang berjudul mengembangkan model literasi media yang berkebhinnekaan dalam menganalisis informasi berita palsu (hoax) di media sosial. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model literasi media yang berkebhinnekaan dalam menganalisis informasi palsu (hoax) dalam berita di media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan model kajianliterasi media sebagai pendekatan yang memberdayakan

(21)

40

pengguna media sosial (netizen) maka diasumsikan para netizen akan lebih mampu membangun muatan yang positif dalam memanfaatkan media sosial.

Penelitian oleh Hamdan Husein Batubara dan Dessy Noor Ariani tahun 2018 yang berjudul implementasi program gerakan literasi sekolah di Sekolah Dasar Negeri Gugus Sungai Miai Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan untuk mendalami pelaksanaan program GLS di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gugus Sungai Miai Banjarmasin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga tahapan pelaksanaan gerakan literasi sekolah ini dan pelaksanaan program gerakan literasi sekolah di SDN Gugus Sungai Miai Banjarmasin berada pada tahap pembiasaan, dan ada upaya- upaya sedang dilakukan untuk mendukung literasi walaupun banyak kendala.

Penelitian dilakukan Kaharuddin tahun 2017 berjudul evaluasi program literasi sekolah pada Madrasah Tsanawiyah Binanga Negeri Kabupaten Mamuju, Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca peserta didik melalui evaluasi program yang sedang berjalan di sekolah ini. Hasil dari

(22)

41

penelitian ini menunjukkan bahwa program literasi sudah berjalan dengan baik sesuai konsep karena berkat sosialisasi pada pelaksana GLS sehingga dapat menyiapkan program. Hasil karya siswa bukan hanya berupa jurnal bacaan, tetapi sudah dipublikasikan melalui media internet dan program ini dapat memaksimalkan pembelajaran.

Penelitian oleh Agus Widayoko, Supriyono Koes H & Muhardjito tahun 2018 berjudul analisis program implementasi gerakan literasi sekolah dengan pendekatan Goal-based Evaluation. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program GLS di sekolah, kendala, dan masukan terkait perbaikan pelaksanaan program GLS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program GLS di sekolah sudah berjalan dengan baik, namun perlu beberapa perbaikan pada saat penerapannya. Perbaikan yang disarankan oleh responden kepada stakeholderyang diantaranya adalah pendisiplinan pelaksanaan, alokasi waktu ditambah, danperlunya penambahan buku- buku koleksi terbaru untuk menunjang program GLS. Secara keseluruhan program sudah berjalan di berbagai sekolah,

(23)

42

sehingga program ini perlu dilanjutkan untuk mencapai tujuan-tujuan GLS nasional. .

Penelitian oleh Andri Sulistyo tahun 2017 berjudul evaluasi program budaya membaca di Sekolah Dasar Negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program budaya membaca di Sekolah Dasar Negeri dengan model CIPP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa padaaspek input, dalam program budaya membaca di SD N Tengaran sudah berani menjawab kebutuhan sekolah dengan ditunjang oleh kegiatan, SDM, sarana dan prasarana, dana serta mekanisme kerja yang memadai. Pada aspek proses pelaksanaan program budaya membaca berjalan lancar meskipun terdapat beberapa kendala kendala.

Penelitian oleh Zheng Zhang and Rachel Heydon tahun 2016 dari Canada. Penelitian ini membahas studi kasus eksploratori dan interpretatif dari kurikulum literasi dalam program pendidikan transnasional Kanada disampaikan di Cina tempat sekolah menengah Ontario kurikulum digunakan pada saat yang sama dengan tinggi nasional Cina kurikulum sekolah. Studi ini berusaha untuk memahami dan membuat konsep

(24)

43

konstituen, gerakan, dan efek dari kelembagaan, program dan kurikulum kelas literasi dalam program ini.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, hasil kajian peneliti mengemukakan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini ada persamaan penelitian yaitu penelitian ini sama-sama mengkaji tentang model manajemen GLS yang mana banyak penelitian yang meneliti hanya pada pelaksanaan program dan tahapan gerakan literasi yang dilakukan beberapa sekolah serta hanya sedikit peneliti yang berusaha menekankan penelitian model. Perbedaan dari penelitian yang terdahulu ini adalah masih banyak penelitian yang hanya mengevaluasi program GLS yang dilakukan tahap pembiasaan dan kendalanya. Sedangkan peneliti disini berusaha mengembangkan model manajemen GLS kearah tahap pengembangan dan tahap pembelajaran yang berfokus pada model kegiatan GLS yang tidak monoton dimana kegiatan GLS tidak hanya membaca dan merangkum tetapi juga dapat menghasilkan produk literasi yang bisa dipublikasikan dan karakter siswa dapat dikembangkan.

(25)

44 2.8 Kerangka Pikir

Kerangka pikir dari pengembangan model manajemen gerakan literasi sekolah di SMP sebagai berikut:

Gambar 2.5.1 Bagan Kerangka Pikir Pengembangan Model Manajemen GLS SMP

Pengembangan model manajemen GLS SMP

Pengembangan model manajemen GLS SMP berisi: (1) rasional pelaksanaan GLS; (2) materi atau tahapan GLS; (3) perencanaan GLS yang meliputi identifikasi kebutuhan, perumusan tujuan,penyusunan program, materi, metode, media, serta buku panduan; (4) pengorganisasian GLS yang meliputi tim GLS dan tupoksinya, jadwal, waktu, dan tempat GLS serta evaluasinya; (5) pelaksanaan yang meliputi persiapan, pelaksanaan , pengorganisasian GLS; (6) evaluasi yang meliputi evaluasi program, pelaksanaan dan evaluasi hasil.

Revisi produk (revisi langkah pengembangan) Implementasi Model Manajemen GLS di SMP Hasil:

GLS di SMP masih pada tahap

pembiasaan dengan hanya membaca dan merangkum serta belum ada hasil produk yang dipublikasikan sehingga minat berliterasinya siswa rendah. Kenyataan:

masih banyak program GLS di SMP: hanya pada tahap pembiasaan (membaca dan

merangkum saja), kegiatan GLS kurang kreatif atau monoton, dan siswa kurang minat/ malas melakukan kegiatan GLS. Idealnya: Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMP melaksanakan 3 (tiga) tahap GLS (Tahap Pembiasaan, Pengembangan, dan Pembelajaran) dan meumbuhkembangkan pembiasaan membaca.

(26)

45

Kerangka pikir dari pengembangan model manajemen GLS di SMP adalah suatu rencana yang komprehensif dengan mengembangkan model manajemen GLS yang didalamnya terdapat perencanaan menyusun program GLS di sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menghasilkan produk literasi yang bisa dipublikasikan dan karakter siswa dapat dikembangkan.

Alur pertama adalah mencari permasalahan atau kebutuhan GLS saat ini dengan mencari kelebihan serta kelemahannya pelaksanaan GLS di SMP pada program GLS saat ini, yaitu diasumsikan GLS di SMP saat ini masih banyak pelaksanaannya hanya pada tahap pembiasaan saja yaitu pembiasaan membaca 15 menit (membaca dan merangkum), dengan menggunakan model GLS biasa atau manual dan hanya membaca bacaan fiksi dan non fiksi tanpa menghasilkan produk yang dapat dipublikasikan dan belum sampai tahap pengembangan serta pembelajaran.

Selanjutnya yang harus dilakukan adalah merencanakan model manajemen GLS yang tepat dimana didalamnya dilaksanakan 3 tahapan GLS di SMP yang diharapkan pada

(27)

46

model manajemen yang mau disusun peneliti. Dari faktor-faktor tersebut jika dianalisa secara komprehensif maka akan menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengembangan model manajemen GLS di SMP. Model manajemen tersebut selanjutkan diterapkan atau diimplementasikan dan ada revisi produk yang berkelanjutan dengan tujuan untuk memperbaiki model manajemen GLS dimasa yang akan datang dan menghasilkan produk literasi SMP. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan meneliti sampai uji coba produk pertama dan mencatat revisi produknya.

Di dalam memecahkan masalah membutuhkan solusi terbaik. Maka peneliti berusaha menyusun kerangka berpikir terlebih dahulu. Penelitian ini didasari pada suatu keprihatinan terhadap masalah yang sedang dihadapi oleh para guru, karyawan dan siswa karena model atau program GLS di SMP itu masih monoton, tidak efektif, belum menghasilkan produk literasi dan belum berkarakter serta hanya pada tahap pembiasaan.

GLS di sekolah supaya berjalan variatif dan efektif serta efisien, peneliti berusaha menyusun pengembangan model

(28)

47

manajemen GLS di SMP dan semoga dapat digunakan di semua jenjang pendidikan. Model ini berisi: (1) rasional pelaksanaan GLS; (2) materi atau tahapan GLS; (3) perencanaan GLS yang meliputi identifikasi kebutuhan, perumusan tujuan,penyusunan program, materi, metode, media, serta buku panduan; (4) pengorganisasian GLS yang meliputi tim GLS dan tupoksinya, jadwal, waktu, dan tempat GLS serta evaluasinya; (5) pelaksanaan yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan pengakhiran GLS; (6) evaluasi yang meliputi evaluasi program, pelaksanaan dan evaluasi hasil. Dengan disusunnya model manajemen GLS ini diharapkan masalah atau kendala GLS yang ada di SMP akan terpecahkan dan kegemaran berliterasi akan meningkat dan pelaksanaannya akan berjalan optimal.

Gambar

Gambar  2.5.1  Bagan  Kerangka  Pikir  Pengembangan  Model  Manajemen GLS SMP

Referensi

Dokumen terkait

Menata kelas berbasis literasi merupakan faktor pendukung dalam Gerakan Literasi Sekolah di SDN 113 Pekanbaru, menata kelas dengan pembuatan perpustakaan, pojok

Budaya membaca adalah suatu kebiasaan yang didalamnya terjadi proses berfikir yang kompleks, terdiri dari sejumlah kegiatan seperti keterampilan menangkap atau memahami

dioptimalkan, terutama dalam memilih buku yang sesuai dengan minat, daya nalar, dan kemampuan membaca peserta didik. • Sekolah membentuk Tim Literasi Sekolah untuk merancang

Implementasi gerakan literasi sekolah yang ada di SDN-8 Madurejo sampai kepada tiga tahap yaitu: tahap pembiasaan yaitu menumbuhkan minat baca melalui 15

Adanya kesadaran bersama warga sekolah dalam menggerakkan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di MI Muhammadiyah Pengkol. Karena literasi tidak hanya dipahami

Berdasarkan hasil penelitian terhadap penerapan gerakan literasi sekolah (GLS) pada tahap pembiasaan di SMP Negeri 4 Purbalingga tahun 2017/2018, dapat disimpulkan

Berdasarkan hasil pengolahan data dikemukakan hasil sebagai berikut: a Penilaian para orangtua siswa siswa terhadap program gerakan literasi sekolah GLS yang diselenggarakan di

ANGKET KUISIONER EVALUASI GERAKAN LITERASI SEKOLAH