• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MEREDUKSI PERILAKU DISRUPTIVE SISWA KELAS 8 SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGEMBANGAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MEREDUKSI PERILAKU DISRUPTIVE SISWA KELAS 8 SEKOLAH MENENGAH PERTAMA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Dipublikasikan Oleh :

UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin 62 PENGEMBANGAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MEREDUKSI PERILAKU DISRUPTIVE SISWA KELAS 8 SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Dwika Sukma Dewi1, Herdi2

1,2Universitas Negeri Jakarta

Co-Author: email: dwika_1108822017@mhs.unj.ac.id – 0821-3770-1145 WA

Info Artikel

Masuk : 04/04/2023

Revisi : 08/05/2023

Diterima : 10/05/2023 Alamat Jurnal

https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.php/AN- NUR/index

Jurnal Mahasiswa BK An- Nur : Berbeda, Bermakna, Mulia disseminated below https://creativecommons.o rg/licenses/by/4.0/

Abstract : This research aims to develop guidance and counseling programs in reducing disruptive behavior of students in class VIII SMP Negeri 4 Cimahi City. This is based on initial findings on the results of a need assessment using the Developmental Assignment Inventory which shows aspects of emotional maturity are still low, where students who have low emotional maturity tend to behave disruptive or disrupt the class. The research method used is Research & Development. The main objective of this research is to produce a product for developing a guidance and counseling service program at SMP Negeri 4 Cimahi.

Keywords: Development, Guidance and Counseling, Disruptive Behavior, Middle School

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan disekolah yang muncul adalah disruptive bahavior (perilaku mengganggu), perilaku ini terjadi disemua jenjang pendidikan dari pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi.Perilaku disruptive merupakan tindakan menentang aturan dan merusak. Fenomena perilaku disruptive sering kali terjadi pada masa anak-anak hingga remaja awal, perilaku ini sudah umum terjadi dibanyak negara. Penelitian epidemiologi dibeberapa negara seperti Kanada, Queensland dan Selandia Baru menunjukkan sekitar 5-7%

anak-anak mengalami disruptive behavior (J.D Grainger,2003). Di Indonesia, meski belum ada angka yang pasti, namun dari jumlah anak-anak terlibat kejahatan hukum dan kenakalan pada remaja dapat diprediksi cukup banyak .

Fenomena tentang perilaku disruptive yang terjadi pada anak-anak sangat meningkat secara signifikan, baik dilingkungan sekolah dan keluarga. Setiap perilaku yang ditampakkan dari anak, tidak terlepas dari peran orangtua dan guru sebagai pendidik dan pembimbing.

Penelitian terkini yang memperkirakan keberadaan gangguan perilaku pada populasi umum terlihat sangat konsisten, menurut Grainger (2003) jumlah anak yang dianggap memiliki gangguan perilaku di Ontario, Kanada tercatat sebesar 5.5 % pada anak usia 4-16 tahun, di Queensland 6,7% pada anak usis 10 tahun, dan di Denedin, Selandia Baru tercatat 6.9% pada anak usia 7 tahun.

Perilaku disruptive juga terjadi di lingkungan sekolah. Fenomena lain tentang perilaku disruptive yang terjadi pada siswa dikelas dapat dilihat pada hasil penelitian Campbell, Rodriques, Anderson & Barnes (2013) menemukan bahwa 35.8% dari siswa berperilaku mengganggu ketika didalam kelas seperti menuntut permintaan harus segera dipenuhi atau meminta diperhatikan lebih dari guru, membantah ketika di tegur, melarikan diri dari kelas, tidak bergaul dengan baik dengan siswa lain, menolak untuk mematuhi aturan yang ditetapkan guru, mengabaikan perasaan orang lain dan berbohong.

Berdasarkan temuan dilapangan, ditemui banyak perilaku disruptive saat pembelajaran dikelas, hasil penyebaran angket Inventori Tugas Perkembangan juga menunjukkan salah satu aspek terendah adalah kematangan emosional, ketika siswa memiliki kematangan emosional yang rendah maka mereka cenderung untuk memiliki perilaku mengganggu yang mengarah kepada disruptive behavior seperti tidak menuruti perintah guru, menirukan apa yang guru katakan, menghiraukan perintah guru. Berdasarkan hal tersebut, maka salah satu kebutuhan siswa untuk bisa mereduksi disruptive behavior membutuhkan layanan bimbingan dan konseling.

Bimbingan merupakan salah satu alternatif solusi ideal untuk mengembangkan kemampuan dan potensi siswa. Adapun menurut Winkel dalam bukunya Sulistyarini (2014), program bimbingan konseling merupakan rangkaian kegiatan bimbingan dan konseling yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode tertentu. Tentunya bimbingan yang dimaksud bersifat khusus yaitu, suatu upaya atau program membantu mengoptimalkan perkembangan siswa (Syaodih S,2005). Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang sangat erat dan merupakan kegiatan yang integral.

Bimbingan sebagai proses bantuan kepada individu (konseli) sebagai bagian dari program, pendidikan yang dilakukan oleh tenaga ahli (konselor) agar individu (konseli) mampu memahami dan mengembangkan potensi secara optimal (Suherman AS, 2015). Dalam praktik sehari-hari istilah bimbingan selalu digandengkan dengan istilah konseling yakni

(3)

Dipublikasikan Oleh :

UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin 64 bimbingan dan konseling (guidance and counseling). konseling merupakan upaya menolong seorang konseli atau klien lewat pendekatan psikologis. Hikmawati, (2016: 44) masa perkembangan ialah seorang individu mengalami perkembangan dalam berbagai aspek dalam dirinya dan perubahan tuntutan lingkungan terhadap dirinya. Diperlukan penyesuaian diri untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut, dalam hal ini konselor membantu siswa lewat pendekatan psikologis untuk memenuhi tuntutan dari tugas perkembangannya.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Research & Development karena memiliki proses yang lebih kompleks dalam tahapan-tahapan yang dapat mengakomodasi beragam kepentingan penelitian ini (Borg & Gall, 2007). Program bimbingan dan konseling yang dikembangkan merupakan produk jangka panjang yang membutuhkan justifikasi ahli.

Konsekuensinya peneliti membutuhkan waktu yang panjang untuk membaca banyak buku dan teori, melakukan analisis kebutuhan atau studi lapangan, melakukan pengembangan program, ujicoba terbatas, focus group discussion, uji coba secara luas dan menghasilkan buku pedoman pelaksanaan bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Pertama.

Metode yang digunakan dalam mengembangkan program bimbingan dan konseling adalah merupakan modifikasi antara model Borg and Gall dan desain instruksional (Dick et al., 2005) mengungkapkan bahwa siklus R&D tersusun dalam beberapa langkah penelitian sebagai berikut : penelitian dan pengumpulan informasi (Research and information collecting); perencanaan (Planning); pengembangan produk pendahuluan (Develop preliminary form of product); uji coba pendahuluan (Preliminary Field Testing); revisi produk utama (Main product revision); uji coba utama (Main Field Testing); perbaikan produk operasional (Operational Product revision); uji coba operasional (Operational Field Testing); perbaikan produk akhir (Final Product Revision), diseminasi dan pendistribusian (Dissemination and distribution).

Dalam artikel ini hanya akan dibahas sampai tahap ke-3, yaitu pengembangan produk pendahuluan program. Hal ini didasarkan pada terbatasnya waktu penelitian. Untuk lebih jelasnya langkah- langkah pengembangan penelitian ini akan disajikan

sebagai berikut:

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Studi Pendahuluan Analisis Kebutuhan Pengembangan Program

Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel yaitu; Perilaku disruptive dan bimbingan konseling. Perilaku disruptive adalah perilaku mengganggu dikelas. Perilaku ini terdiri atas : (1)Distraction-transgression (DT). (2) Schoolmates aggression (SA), (3) Aggression to school authorities (AA).Variabel berikutnya adalah bimbingan dan konseling adalah program rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pihak SMP Negeri 4 Cimahi, yaitu 1) Pengembangan jaringan (networking), 2) Pengembangan kegiatan manajemen, 3) Pengembangan layanan.

(4)

Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen Disruptive Behavior Scale Professed by Students (DBS-PS) yang dikembangkan oleh Feliciano H Veiga pada tahun 2008. Instrumen ini terdiri dari 16 item pernyataan yang terdiri dari 3 faktor penyebab perilaku disruptive, seperti : gangguan pelanggaran (DT) terdiri dari 6 item , agresi teman sekolah (SA) mencakup lima item dan agresi terhadap otoritas sekolah (AA) terdiri dari 5 item. Instrumen ini menggunakan skala likert 6 dimana nilai 1 = sangat tidak setuju , nilai 2 = tidak setuju, nilai 3 = agak tidak setuju, nilai 4 = agak setuju, nilai 5 = setuju, nilai 6 = sangat setuju. Untuk item 03 dan 12 bersifat unfavoriable (*) sehingga nilai skalanya harus dibalikpada saat penghitungan skor. Cara menghitung skor pada instrumen ini adalah dengan menjumlahkan skor tiap item dalam instrumen.Semakin besar jumlah skor artinya perilaku disruptive semakin tinggi, sedangkan semakin kecil jumlah skor artinya perilaku disruptive semakin rendah. Kisi-kisi Instrumen sebagai berikut :

HASIL

Tahap 1 (Studi Pendahuluan)

Studi pendahuluan dilakukan bertujuan untuk mengukur perilaku disruptive siswa.

Data ini digunakan untuk data awal peneliti dalam menganilsis kebutuhan program. Data perilaku disruptive siswa SMP Negeri 4 Cimahi ditampilkan pada grafik sebagai berikut :

Keterangan :

Gangguan Pelanggaran (DT) : 694 Agresi otoritas sekolah (SA) : 357

angguan pelanggaran (DT) agresi otoritas sekolah (AA) agresi pada teman sekolah

Sub Scale Item Jumlah

Distraction-transgression (DT) 14, 13, 09, 12*, 04, 08 6

Schoolmates aggression (SA) 2, 15, 16, 01, 03*, 5

Aggression to school authorities (AA) 07, 10, 05, 11, 06 5

(5)

Dipublikasikan Oleh :

UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin 66

Agresi pada teman sekolah (AA) : 345

Adapun besaran skor tiap item adalah sebagai berikut :

Item 1 (dengan sengaja menghancurkan barang-barang milik sekolah) sebesar 84% siswa mengatakan sangat tidak setuju, dan 16% siswa mengatakan tidak setuju

(6)

Item 2 (menyerang secara fisik teman sekolah) sebanyak 58% siswa sangat tidak setuju, sebanyak 34% siswa mengatakan tidak setuju dan 8% siswa mengatakan agak tidak setuju.

Item 3 (saya mematuhi guru) sebanyak 68% siswa mengatakan sangat setuju dan 32% siswa mengatakan setuju

Item 4 (saya mengganggu dikelas dengan berbicara tanpa izin) sebanyak 42% siswa mengatakan tidak setuju, 36% siswa mengatakan sangat tidak setuju, 14% siswa mengatakan agak tidak setuju dan 8% siswa mengatakan agak setuju.

(7)

Dipublikasikan Oleh :

UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin 68 Item 5 (saya menyerang guru secara fisik) sebanyak 86% siswa mengatakan sangat tidak setuju dan 14% siswa mentakan tidak setuju.

Item 6 (saya bersumpah didalam kelas) sebanyak 30% siswa mentakan sangat tidak setuju, 22%

siswa mengatakan tidak setuju, 22% siswa mengatakan agak tidak setuju, 20% siswa mengatakan agak setuju, 4% siswa mengatakan setuju, 2 % siswa mengatakan sangat setuju.

(8)

Item 7 (saya datang ke sekolah dengan pengaruh alkohol/narkoba) sebanyak 92%

mengatakan sangat tidak setuju dan 8% siswa mengatakan tidak setuju.

Item 8 (saya berteriak dan membuat kegaduhan lain di dalam kelas) sebanyak 60% siswa mengatakan sangat tidak setuju, 32% siswa mengatakan tidak setuju, 6% siswa mengatakan agak tidak setuju dan 2% siswa mengatakan agak setuju.

Item 9 (saya lupa membawa materi kedalam kelas) sebanyak 36% siswa mengatakan tidak setuju, 32% siswa mengatakan tidak setuju, 18% siswa mengatakan agak setuju dan 14%

siswa mengatakan agak tidak setuju.

(9)

Dipublikasikan Oleh :

UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin 70 Item 10 (saya mencuri dikelas) sebanyak 82% mengatakan sangat tidak setuju dan 18% siswa mengatakan tidak setuju.

Item 11 (saya menyerang guru secara verbal) sebanyak 72% siswa mengatakan sangat tidak setuju, 26% siswa mengatajan tidak setuju dan 2% siswa mengatakan agak setuju.

(10)

Item 12(saya tiba tepat waktu disekolah) sebanyak 48% siswa mengatakan sangat setuju, 32%

siswa mengatakan setuju, 18% siswa mengatakan agak setuju dan 2% siswa mengatakan tidak setuju.

Item 13 (saya rindu suasana kelas) sebanyak 38% siswa mengatakan setuju, 24% siswa mengatakan sangat setuju, 24% siswa mengatakan agak setuju, 10% siswa mengatakan agak tidak setuju dan 4%siswa mengatakan tidak setuju.

Item 14 (saya tidak memperhatikan didalam kelas) sebanyak 38% siswa mengatakan tidak setuju, 36% siswa mengatakan sangat tidak setuju, 20% siswa mengatakan agak tidak setuju, 4% siswa mengatakan agak tidak setuju dan 2% siswa mengatakan sangat setuju.

(11)

Dipublikasikan Oleh :

UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin 72 Item 15 (saya menyerang teman sekolah secara verbal) sebanyak 44% siswa mengatakan sangat tidak setuju, 44% siswa mengatakan tidak setuju, 10% siswa mengatakan agak tidak setuju dan 2% siswa mengatakan agak setuju.

Item 16 (saya mengancam orang di sekolah ) 70% siswa mengatakan sangat tidak setuju, 26%

siswa mengatakan tidak setuju dan 4% siswa mengatakan agak tidak setuju.

Tahap 2 (Analisis Kebutuhan)

Data studi awal menunjukkan bahwa persentase yang ditunjukkan setiap aspek masih perlu ditingkatkan, untuk lebih jelasnya akan dideskripsikan sebagai berikut;

1) Hasil penilaian berdasarkan data observasi lapangan menunjukkan bahwa perilaku disruptive pada aspek gangguan pelanggaran mendapatkan skor 694, faktor ini termasuk 6 item, seperti gangguan kelupaan, cemoohan tertentu didalam kelas maupun sekolah, membolos dari sekolah, memotong pebicaraan dan tidak tepat waktu.

2) Hasil penilaian berdasarkan data observasi lapangan menunjukkan bahwa perilaku disruptive pada aspek agresi otoritas sekolah (SA) mendapat skor 357, faktor ini terdiri dari 5 item, memusatkan perilaku sekolah yang profokatif (pergi ke sekolah dalam keadaan mabuk atau dibius), menekankan agresi fisik atau kata-kata kepada guru bahkan perampokan didalam sekolah

(12)

3) Hasil penilaian berdasarkan data observasi lapangan menunjukkan bahwa perilaku disruptive pada aspek agresi otoritas sekolah (AA) mendapat skor 345.

Berdasarkan hasil perhitungan Inventori Tugas Perkembangan, berikut 8 aspek terendah yang dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

Terlihat bahwa aspek kematangan emosional memiliki skor 3.35 yang masuk dalam kategori 8 terendah, dimana ketika siswa memiliki emosional yang rendah cenderung tidak dapat mengontrol emosi dan akan berperilaku mengganggu dikelas.

Berdasarkan data di atas, maka analisis kebutuhan sekolah dalam pengembangan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu: 1) peningkatan peran sumber daya (kepala sekolah, guru BK dan orangtua siswa) melalui pengembangan jaringan kerja yang melibatkan kepala sekolah, guru dan orangtua, 2) optimalisasi peran dan fungsi guru BK melalui manejemen bimbingan dan konseling di sekolah, 3) pelaksanaan program melalui layanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 4 Cimahi.

Tahap 3 (Pengembangan Program Bimbingan & Konseling)

Untuk mencapai tujuan penelitian, maka Pengembangan Program Bimbingan & Konseling yang dirancang oleh peneliti akan dideskripsikan sebagai berikut:

1) Pengembangan Jaringan (networking)

Pengembangan jaringan dalam kegiatan bimbingan dan konseling meliputi: a) peneliti

melaksanakan seminar bersama para guru yang memuat tentang layanan bimbingan dan konseling di sekolah, 2) melaksanakan kegiatan parenting bersama para orangtua tentang dampak pola asuh dan cara mengatasi perilaku disruptive pada anak,.3) Memberikan rekomendasi kebijakan kepada guru BK dalam pengembangan layanan bimbingan dan konseling.

2) Pengembangan Kegiatan Manajemen Bimbingan dan Konseling

Pengembangan yang dilakukan oleh peneliti adalah: 1) Pengembangan profesionalitas guru baik guru mapel atau guru BK melalui jalur pendidikan atau pelatihan , 2) Pihak sekolah berkolaborasi dengan para ahli dari Universitas atau Lembaga Konseling untuk meningkatkan

(13)

Dipublikasikan Oleh :

UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin 74 kompetensi guru BK dalam melaksanakan kinerja BK disekolah, 3) Manajemen Program, Peneliti merekomendasikan kerangka kerja bimbingan dan konseling.

3) Pengembangan Pelayanan

Pengembangan pelayanan meliputi: 1) Layanan klasikal dilakukan sebagai layanan prefentif dengan siswa mengenai dampak perilaku disruptive, 2) Bimbingan Kelompok, di kelas guru BK membentuk kelompok-kelompok siswa yang terdiri dari 5 sampai 10 siswa dengan memberikan tema mengenai masalah-masalah yang dialami oleh para anggota kelompok dalam hal ini mengenai faktor-faktor penyebab siswa memiliki perilaku disruptive bisa menjadi tema dalam bimbingan kelompok (menampilkan film/video) 3) Konseling kelompok, dikelas guru BK membentuk kelompok kecil 3-5 siswa yang terdampak kasus disruptive dengan menggunakan teknik khusus agar bisa membantu meredukti perilaku disruptive pada siswa, dibuat dalam lingkup kelompok kecil. 4) Konselinh individu, dilakukan guru BK kepada siswa yang membutuhkan konseling individual agar tercipta suasana lebih private 5) Konferensi kasus, Konferensi ini dilakukan bersama orangtua dan guru dalam mebahas kasus-kasus (berat) tertentu yang dilaksanakan secara terbatas dan terutup. Dalam mengambangan program BK perlu diperhatikan 3 aspek penting: 1) tujuan yang dicapai agar guru dapat menentukan strategi yang akan dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan, 2) Melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok seperti bimbingan terjadwal kepada siswa di kelas, 3) Partisipasi dari orangtua siswa dalam kegiatan pengembangan program BK.

4) Desain dan Rencana Aksi (action plan)

Desain dan rencana aksi disusun untuk memudahkan guru BK dalam menyusun rencana dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling. Untuk itu yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut :

1. Guru BK melakukan identifikasi dan merumuskan kegiatan konseling yang harus dilakukan sesuai dengan hasil assement,assment dapat dilakukan menggunakan AKPD, ITP, sosiometri,DCM dan lain-lain.

2. Guru BK melakukan diskusi denga guru (walikelas), kepala sekolah mengenai temuan kasus yang ada.

3. Guru BK menyusun program BK dengan memperhatikan hal-hal berikut :

a) mempertimbangkan waktu dalam melakukan kegiatan konseling sesuai dengan rencana yang telah dibuat;

b) membuat matrix program BK untuk mingguan, bulanan, tahunan berdasarkan hasil assesment.

c) setelah mendapatkan hasil assment, guru BK membuat program sesuai dengan hasil kebutuhan siswa

4. Guru BK melakukan evaluasi program BK minimal satu kali dalam satu semeseter, tahap ini merupakan bagian yang sama pentingnya dengan tahapan lain, yatiu sebagai umpan balik terhadap program yang terlaksana, efektif tidaknya tujuan yang telah ditetapkan di setiap rumusan kegiatan, serta sesuai tidaknya pelaksanaan program dengan kebutuhan siswa akan layanan bimbingan itu sendiri. Selain itu, kegiatan evaluasi juga menghasilkan serangkaian data yang dapat dipersiapkan oleh guru BK dalam menghadapi permasalahan atau hambatan yang biasanya muncul dalam proses pelaksanaan program bimbingan di lapangan.

(14)

Berikut gambar desain action plan program BK di SMP Negeri 4 Cimahi :

PEMBAHASAN

Sasaran utama subyek pendidikan adalah peserta didik, yang dalam praktiknya peserta didik harus dipandang kedudukannya sebagai subyek dan obyek sekaligus. Sebagai subyek peserta didik harus ditempatkan sebagai individu-individu yang memiliki hak-haknya sebagai pribadi (manusia secara utuh). Sebagai obyek peserta didik harus berbuat sesuai dengan kewajibannya untuk mencapai optimalisasi perkembangannya baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Peserta didik mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan dan kebutuhan materiil, spiritual yang harus dipenuhi. Menurut Havighurst (Monks dkk, 2002: 22), tugas perkembangan (developpmental task) yaitu tugas yang harus dilakukan oleh individu dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan. Peserta didik akan merasa sedih bila tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik, sebaliknya keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan memberikan perasaan berhasil dan akhirnya perasaan bahagia. Dalam melaksanakan tugas perkembangan dan memenuhi kebutuhan materiil spiritual peserta didik akan menemui masalah-masalah tetapi kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi individu yang satu dengan yang lainnya berbedabeda (Rohmat Mulyana, 2005: 210).

Dengan memahami karakteristik tersebut konselor dapat memilih pendekatan dan teknik yang tepat dalam memperlakukan peserta didik sebagai manusia dan mengetahui kebutuhankebutuhan peserta didik. Perlakuan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan peserta didik adalah merelevansikan program (Ridwan, 2008: 109). Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah diwujudkan dalam suatu program yang terorganisir dan terencana.

Program bimbingan dan konseling akan terselenggara secara efektif, apabila didasarkan kebutuhan nyata dan kondisi obyektif perkembangan peserta didik. Menurut Ridwan (Saring Marsudi, 2003: 23), bimbingan dan konseling yang bermakna adalah bimbingan dan konseling yang memberikan manfaat sepenuhnya bagi subyek. Oleh karena itu layanan

Identifikasi

kebutuhan program BK

Diskusi guru BK, wali kelas, kepala sekolah

Penyusunan program BK

oleh guru BK Sosialisasi program bersama orangtua

Pelaksanaan program dan evaluasi

(15)

Dipublikasikan Oleh :

UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin 76 bimbingan dan konseling hendaknya berdasar pada kebutuhan subyek. Hal ini berimplikasi dalam penyusunan program, program hendaknya disusun dengan diawali menganalisis kebutuhan (needs assessment). Hal tersebut dipertegas oleh temuan penelitian dari Sunaryo Kartadinata, dkk (1996-1999) yang menunjukkan bahwa program bimbingan dan konseling di sekolah akan berlangsung efektif, apabila didasarkan kepada kebutuhan nyata dan kondisi objektif perkembangan peserta didik (Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2003: 1).

Bimbingan dan konseling dikenal sebagai suatu layanan untuk peserta didik di sekolah. Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bergerak dalam bidang human services. Bantuan psikologis diberikan oleh konselor atau pembimbing dengan maksud membentuk individu agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkem-bangan. Tujuan utama layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah memberikan dukungan pada pencapaian kematangan kepribadian, keterampilan sosial, kemampuan akademik, dan bermuara pada terbentuknya kematangan karir individual yang diharapkan dapat bermanfaat di masa yang akan datang (Fatur Rahman, 2009: 4). Namun demikian, implementasi layanan bimbingan dan konseling yang ideal tersebut berhadapan dengan berbagai hambatan dan sejumlah kendala serius. Berbagai hambatan dan kendala tersebut, seperti: tujuan bimbingan dan konseling tidak selaras dengan tujuan pendidikan, bimbingan dan konseling masih berorientasi pada masalah, penyusunan program belum berdasarkan needs assessment, minimnya dukungan dari pejabat sekolah terha-dap program bimbingan dan konseling, belum dipahaminya paradigma hubungan kolaborasi antar profesi dalam satuan pendidikan dan kurang adanya respon yang positif dari peserta didik terhadap layanan bimbingan dan konseling. Berdasarkan review beberapa Perangkat Administrasi Bimbingan dan Konseling SMA di Yogyakarta yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan, bahwa penyusunan program layanan bimbingan dan konseling di SMA belum berdasarkan needs assessment, minimnya hubungan kolaborasif antar staf maupun antar profesi dan tidak adanya jam masuk kelas bagi guru bimbingan dan konseling di SMA. Ketidakpastian dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah selama ini, seperti penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kurikulum 2013 belum terakomodir dengan baik,sehingga pelaksanaan bimbingan dan konseling di SMA diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas

Menurut Depdiknas (2007: 194), pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and counseling) atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling) didasarkan pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas- tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (Standard Based Guidance and Counseling). Ketika pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan dipergunakan akan menggabungkan pendekatan yang berorientasi klinis, remidial, dan preventif, (Myrick, 1993: 8).

Menurut Depdiknas (2007:220-223), penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan mengidentifikasi aspek-aspek yang

(16)

dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program tersebut. Asesmen adalah aktivitas fondasi bagi pengembangan program yang akuntabel (Gibson & Mitchell, 2008: 567).

Kegiatan asesmen ini meliputi (1) asesmen lingkungan, yang terkait dengan kegiatan mengidentifikasi harapan sekolah dan masyarakat (orang tua peserta didik), sarana dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi dan kualifikasi konselor, dan kebijakan pimpinan sekolah ; dan (2) asesmen kebutuhan atau masalah peserta didik, yang menyangkut peserta didik, seperti aspek fisik (kesehatan dan keberfungsinya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya (pekerjaan, jurusan, olah raga, seni, dan keagamaan), masalah-masalah yang dialami, dan kepribadian ; atau tugas-tugas perkembangan sebagai landasan untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian diatas, need assment yang dilakukan menggunakan Inventori Tugas Perkembangan menunjukkan 8 aspek terendah salah satunya adalah aspek kematangan emosional. Perilaku disruptive yang dilakukan siswa salah satunya terjadi karena mereka memiliki kematangan emosional yang rendah. Dengan menggunakan instrumen Disruptive Behavior Scale Professed by Students (DBS-PS) yang dikembangkan oleh Feliciano H Veiga pada tahun 2008.Berikut hasil skor terhadap sub skala perilaku disruptive : Gangguan Pelanggaran (DT) : 694, Agresi otoritas sekolah (SA) : 357, Agresi pada teman sekolah (AA) : 345. Hasil tersebut menunjukkan skor tertinggi terdapat pada gangguan pelanggaran.Untuk itu dalam pengembangan program bimbingan dan konseling perlunya dilakukan beberapa layanan untuk mereduksi kasus tersebut, seperti layanan klasikal dengan tema dampak perilaku disruptive pada siswa, bimbingan kelompok dengan tema faktor-faktor penyebab perilaku disruptive bisa dilakukan dengan memberikan siswa video/film agar lebih menarik, konseling kelompok dengan 3-5 siswa yang memiliki skor tinggi dalam perilaku disruptive, konseling individu dengan siswa yang membutuhkan bantuan, dan alih tangan kasus jika diperlukan. Kegiatan tersebut pastinya membutuhkan dukungan dari semua pihak sekolah termasuk kepala sekolah, guru, wali kelas agar dapat terselenggara dengan baik.

REFERENSI

Borg, W.R & Gall,M.D. Gall (1983). Educational Research : An Introduction Fifth Edition.

New York : Longman

Campbell, Rodriguez, Anderson, and Barnes. 2013. Effects of a Tier 2 Intervention on Classroom Disruptive Behavior and Academic Engagement. Journal of Curriculum and Instruction, Vol 7, No 1

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Dick, W. and Carey, L. (1990). The Systematic Design of Instruction. (Third ed.). United States of America : Harper Collins Publishers.

Fathur Rahman. 2009. Bimbingan dan Konseling Komprehensif; Dari Paradigma Menuju Aksi. Disampaikan pada Workshop Penyusunan Program BK Komprehensif bertempat

(17)

Dipublikasikan Oleh :

UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin 78 di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY, Kerjasama Prodi BK UNY dan PD ABKIN DIY.

Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Fenti, Hikmawati. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rajawali Pers, 2016

Gibson, R. L., & Mitchell, M. H. 2008. Introduction to Counseling and Guidance. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Grainger, J. 2003. Problem Perilaku, Perhatian, dan Membaca pada Anak:Strategi Intervensi Berbasis Sekolah (Alih Bahasa: Enny Irawati). Jakarta:Grasindo.

Myrick, R. D. 1993. Developmental Guidance and Counseling A Practical Approach. Second Edition. Minneapolis, MN: Educational Media Corporation.

Monks, FJ., Knoers, AMP., Siti Rahayu Haditono. 1982. Psikologi Pekermbangan:

Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Rohmat Mulyana. 2005. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan; In Memoriam Prof. Dr.

Dedi Supriadi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ridwan. 2008. Penanganan Efektif Bimbingan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saring Marsudi., dkk. 2003. Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Surakarta:

Muhamadiyah University Press.

Sulistyarini Muhammad Jauhar. Dassar-dasar Konseling, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2014 ) hal 79.

Sukmadinata, 2005. Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya Offset.

Syamsu Yusuf & A Juntika Nurihsan. 2003. Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan. Panduan Workshop Bimbingan dan Konseling dalam Acara Konvensi Nasional XIII Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Bandung: UPI

Referensi

Dokumen terkait

Endry Martius, MSc IV/a 4 Prof.Dr.Ir... Hasmiandy Hamid, SP, MSi III/d 8

Lubuk Gadang Selatan dilalui oleh Sungai Batang Liki dan Batang Sangir, membuat nagari itu juga cocok untuk dikembangkan dalam bidang perikanan, terlebih dengan adanya saluran irigasi