PENGENDALIAN SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (DI KELURAHAN SURAU GADANG,
KECAMATAN NANGGALO, KOTA PADANG)
ARTIKEL ILMIAH
VITRI YUNESA NPM. 13070076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2017
Society of Social Control for Theft Motor Vehicle (in Surau Gadang Sub-District, Nanggalo District, Padang City)
Vitri Yunesa
1, Rinel Fitlayeni, S.Sos, M.A
2, Surya Prahara , S.H, M.H
3Sosiology of Education Courses
STKIP PGRI West Sumatra
ABSTRACT
Society wish normalize life that is safe and order, so they were made a number of regulations for obey. But, someone although group action collide from regulations, then they are doing social control. This research has objective to describe society of social control for theft motor vehicle in Surau Gadang Sub-District, Nanggalo District, Padang City. The theory used in this research is Control Theory Walter Reckless viz outside control. The approach used qualitative approach and descriptive type. Retrieval techniques informant research is purposive sampling amount to 17 person’s. The technique of data collected through non participant observation, deep interview and documentation study. Data analysis with model analysis Miles and Huberman (1992: 16): data reduction, data presentation and conclusion by verification. Conclusion in research about society of social control for theft motor vehicle in Surau Gadang Sub-District, Nanggalo District, Padang City there was (1) verbal urge, (2) security system area (siskamling) such as, was made schedule of siskamling and observation activity, and (3) identification an individual although group arouse suspicion.
Keywords - Society, Control Social, Theft Motor Vehicle
___________________________
1Student of Sociology Education STKIP PGRI West Sumatra Force in 2013
2Supervisor I and Lecturer STKIP PGRI West Sumatra
3Supervisor II and Lecturer STKIP PGRI West Sumatra
Pengendalian Sosial Masyarakat terhadap Pencurian Kendaraan Bermotor (di Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang) Vitri Yunesa
1, Rinel Fitlayeni, S.Sos, M.A
2, Surya Prahara , S.H, M.H
3Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRAK
Masyarakat menginginkan kehidupan yang aman dan tertib, untuk menciptakan kondisi tersebut terdapat sejumlah nilai dan norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggotanya. Namun, terdapat individu maupun kelompok yang melanggar norma tersebut maka masyarakat melakukan pengendalian sosial. Adapun tujuan penelitian ini adalah mendeksripsikan pengendalian sosial masyarakat terhadap pencurian kendaraan bermotor di Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang. Penelitian ini menggunakan Teori Pengendalian Walter Reckless yaitu pengendalian luar. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif. Informan dalam penelitian ini sebanyak 17 orang, dengan teknik purposive sampling.
Metode pengumpulan data yaitu observasi non partisipan, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Keakuratan data menggunakan model analisis Miles dan Huberman (1992: 16) yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan dengan diverifikasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengendalian sosial masyarakat terhadap pencurian kendaraan bermotor di Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang adalah: (1) himbauan lisan, (2) sistem keamanan lingkungan (siskamling) yaitu pembagian jadwal piket siskamling dan kegiatan pengawasan, dan (3) identifikasi individu atau kelompok mencurigakan.
Kata kunci – Masyarakat, Kontrol Sosial, Pencurian Kendaraan Bermotor
______________________
1 Mahasiswa Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat Tahun 2013
2 Pembimbing I dan Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat
3 Pembimbing I dan Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat
PENDAHULUAN
Menurut Abdulsyani (2012: 14) masyarakat (society) adalah sejumlah individu yang saling melakukan hubungan sosial dan tinggal bersama sebagai suatu kesatuan, didalamnya terdapat sejumlah peraturan pergaulan hidup yang harus dipatuhi oleh setiap individu yang telah disepakati bersama dan mereka memiliki kebudayaan yang khas.
Masyarakat berupaya agar setiap anggotanya dapat bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang ada sehingga dapat menciptakan kehidupan yang konformis (aman, tertib, dan nyaman). Di dalam kehidupan, terdapat sejumlah tindakan yang diperintahkan dan tindakan yang dilarang.
Tindakan yang diperintahkan merupakan sejumlah tindakan yang memang dibolehkan, dianjurkan maupun diperintahkan untuk dilakukan oleh setiap anggota masyarakat berdasarkan nilai dan norma. Sedangkan, tindakan yang dilarang merupakan sejumlah tindakan yang tidak boleh ataupun dilarang untuk dilakukan oleh setiap anggota masyarakat karena bertentangan dengan nilai dan norma yang ada. Perintah dan larangan atas tindakan manusia inilah yang disebut dengan pengendalian sosial (social control) (Setiadi dan Kolip, 2013: 249-250).
Menurut Roucek (dalam Sunarto, 2004:
58), pengendalian sosial adalah adalah suatu upaya yang dilakukan baik secara terencana maupun tidak dimana individu diajarkan, dibujuk dan dipaksa agar dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan nilai hidup masyarakat.
Dalam masyarakat terdapat sebagian anggota yang tidak menaati nilai dan norma yang ada. Ini disebabkan karena norma yang ada dinilai membawa kerugian bagi dirinya dan dianggap telah menghambat tujuan dan kepentingan yang ingin ia capai. Jika telah muncul anggapan dalam diri individu bahwa perilaku menyimpang (termasuk tindakan kriminal) membawa keuntungan maka intensitas atau angka tindakan tersebut akan meningkat (Setiadi dan Kolip, 2013: 253- 254).
Menurut Wirth (dalam Jamaludin, 2015:
38) kota adalah suatu pemukiman dimana penduduknya relatif besar, padat, permanen
dan dihuni oleh sejumlah individu yang heterogen. Menurut Jorge Hardoy (dalam Setiadi dan Kolip, 2013: 853-854) ada 10 kriteria untuk merumuskan sebuah kota yaitu: (1) memiliki ukuran maupun penduduk yang lebih besar dilihat dari zaman dan lokasinya, (2) bersifat permanen, (3) mencapai kepadatan tertentu, (4) jelas struktur dan tata ruangnya, (5) tempat individu tinggal dan bekerja, (6) memiliki fungsi minimum seperti ada pasar, administrasi serta politik dan lain sebagainya, (7) penduduk yang heterogen, (8) merupakan pusat ekonomi, (9) merupakan pusat pelayanan bagi daerah- daerah yang berada di sekitarnya, dan (10) merupakan pusat penyebaran falsafah hidup yang dimiliki.
Pada hakikatnya kota bersifat dinamis dalam artian bahwa kota selalu mengalami perkembangan. Perkembangan secara sederhana adalah proses perubahan keadaan dalam waktu yang berbeda. Menurut Branch (dalam Jamaludin, 2015: 48-49) ada lima unsur yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kota yaitu: (1) keadaan geografis, (2) topografi kota, (3) fungsi yang diemban kota, (4) sejarah dan kebudayaan yang melatarbelakangi terbentuknya kota, dan (5) unsur-unsur umum seperti bentuk pemerintahan dan organisasi administratif, jaringan transportasi, pelayanan sosial dan lain sebagainya
Perkembangan kota juga mempengaruhi masyarakat kota, sehingga terjadi perubahan sosial dalam masyarakat tersebut. Perubahan sosial menurut Soemardjan dan Soemardi (dalam Abdulsyani, 2012: 164) adalah semua perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk nilai-nilai, sikap dan pola perikelakuan diantara kelompok dalam masyarakat.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat menimbulkan masalah sosial salah satunya yaitu perilaku menyimpang (termasuk tindakan kriminal).
Pada masyarakat kota pengawasan atau pengendalian sosial sulit dilakukan karena masyarakat yang kurang mengenal satu sama lain, luasnya wilayah kultural perkotaan, keheterogenitasan masyarakat dan lain sebagainya (Jamaludin, 2015: 84).
Kota Padang adalah salah satu kota dengan angka tindakan kriminal yang cukup tinggi, dan Kecamatan Nanggalo adalah salah satu kecamatannya. Kecamatan tersebut memiliki enam kelurahan yaitu Kelurahan Tabing Bandar Gadang, Gurun Lawas, Kampung Olo, Kampung Lapai Baru, Surau Gadang, dan Kurau Pagang.
Pada masing-masing kelurahan terdapat perbedaan intensitas pencurian kendaraan bermotor (curanmor), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.1: Angka Pencurian Kendaraan Bermotor pada Kecamatan Nanggalo Tahun 2014 dan 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padang (2015, 2016)
Berdasarkan data dalam tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa pencurian kendaraan bermotor paling menonjol dari enam kelurahan di Kecamatan Nanggalo adalah Kelurahan Surau Gadang yaitu 131 kasus (selama dua tahun terakhir).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Desember 2016- Januari 2017, terdapat sejumlah faktor peyebab terjadinya pencurian kendaraan bermotor di Kelurahan Surau Gadang adalah: (a) dari pelaku faktor penyebab ia melakukan tindakan tersebut yaitu adanya niat, pengalaman yang dimiliki, dan karena alasan ekonomi, (b) dari korban faktor penyebabnya: kelalaian dari pemilik kendaraan seperti tidak menggunakan kunci keamanan, parkir kendaraan sembarangan dan lain sebagainya, lemahnya kewaspadaan
pemilik kendaraan terhadap gerak-gerik seseorang yang mengintai kendaraannya, (c) dari masyarakat faktor penyebabnya: sikap individualis warga yaitu acuh tak acuh, dan belum menyeluruhnya pelaksanaan sistem keamanan lingkungan (siskamling) pada daerah RT/RW di kelurahan tersebut, dan (d) dari kondisi yaitu kondisi lingkungan yang sepi.
Di Kelurahan Surau Gadang, kasus pencurian kendaraan bermotor belum mengalami penurunan yang cukup signifikan. Normatifnya masyarakat harus melakukan pengendalian sosial preventif maupun represif dengan baik yaitu melalui sejumlah upaya pengendalian sosial yang dilakukan secara efektif, efisien dan kontinu.
Serta perlu adanya kerjasama dari masyarakat, aparatur penegak hukum dan pemerintah sehingga kasus tersebut dapat diminimalisir.
Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan di lapangan walaupun tingkat kasus pencurian kendaraan bermotor cukup tinggi di Kelurahan Surau Gadang, namun masih belum maksimalnya upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk menanggulangi kasus tersebut. Fenemona tersebut cukup menarik untuk dikaji terkait: pengendalian sosial masyarakat terhadap pencurian kendaraan bermotor (di Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang).
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengendalian sosial masyarakat terhadap pencurian kendaraan bermotor (di Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengendalian sosial masyarakat terhadap pencurian kendaraan bermotor (di Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sejak bulan desember 2016 - januari 2017 di Kelurahan Surau Gadang. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskripstif.
Teknik pemilihan informan adalah purposive sampling. Adapun informan penelitian berjumlah 17 orang. Data primer dalam penelitian ini didapatkan langsung dari informan melalui observasi non partisipan
No
Kelurahan
Jumlah Kasus Per-tahun
Ju- m-
2014 2015 lah 1. Tabing Bandar
Gadang
6 8 14
2. Gurun Lawas 2 2 4 3. Kampung Olo 43 3 46 4. Kampung
Lapai Baru
39 35 74 5. Surau Gadang 76 55 131 6. Kurao Pagang 36 18 54
Jumlah 202 121 323
dan wawancara mendalam. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari instansi yaitu arsip Polsek Nanggalo, data dari Kelurahan Surau Gadang, data dari Badan Pusat Statistik Kota Padang dan lain sebagainya.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Observasi non Parisipan
Pada saat penelitian, peneliti mengamati tindakan yang dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Surau Gadang. Selama penelitian, peneliti mengamati bahwa pada umumnya masyarakat menjaga kendaraan bermotor yang dimiliki dengan memarkir kendaraan tersebut dalam garasi maupun pagar rumahnya. Sedangkan sejumlah warga yang tidak memiliki pagar rumah, pada umumnya memasukkan kendaraan sepeda motornya ke dalam rumah.
2. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi tentang pengendalian sosial masyarakat terhadap pencurian kendaraan bermotor di Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang.
Peneliti mewawancarai seorang petugas keamanan, 2 orang ketua RT dan 2 orang ketua RW terkait dengan faktor penyebab pencurian kendaraan bermotor, serta upaya yang mereka lakukan untuk mencegah pencurian tersebut tidak terjadi di daerahnya.
Peneliti juga menwawancarai seorang korban terkait dengan faktor penyebab kehilangan yang ia miliki, kronologi kehilangan kendaraan tersebut, tindak lanjut yang ia lakukan setelah kejadian dan upaya yang ia lakukan untuk mencegah agar keluarganya maupun warga-warga lainnya tidak menjadi korban.
Selain itu, peneliti mewawancarai seorang pemuda, seorang anak kos, 6 orang warga dan 2 orang pemilik kos tentang cara antisipasi yang mereka lakukan untuk mencegah agar pencurian kendaraan bermotor tidak terjadi di daerah tempat tinggalnya. Peneliti juga mewawancarai seorang pihak kepolisian Polsek Nanggalo terkait dengan upaya preventif maupun represif yang dilakukan oleh pihak tersebut dalam menanggulangi kasus pencurian di Kecamatan Nanggalo.
3. Studi Dokumen
Data yang digunakan dalam studi dokumen adalah berupa buku maupun jurnal terkait dengan pengendalian sosial masyarakat. Peneliti menggunakan studi dokumen untuk memahami dan mengolah data-data dari arsip Polsek Nanggalo, Badan Pusat Statistik Kota Padang, dan Data Kelurahan Surau Gadang guna menggambarkan masalah penelitian dalam penelitian ini.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah kelompok yaitu korban, warga, petugas keamanan dan tokoh masyarakat dalam upaya meminimalisir, menurunkan, dan mengatasi tindakan kriminal khususnya pencurian kendaraan bermotor. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah model analisis Miles dan Huberman.
H
ASIL DAN PEMBAHASANPengendalian Sosial Masyarakat terhadap Pencurian Kendaraan Bermotor di Kelurahan Surau Gadang
Di Kelurahan Surau Gadang, terdapat sejumlah upaya atau cara yang dilakukan oleh masyarakat yaitu warga, pemuda, tokoh masyarakat (seperti RT, RW dan lain sebagainya) untuk menanggulangi pencurian kendaraan bermotor, upaya yang dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Himbauan Lisan
Himbauan lisan merupakan salah satu upaya pengendalian sosial yang dilakukan masyarakat (oleh warga, ketua RT maupun ketua RW, pemuda maupun pihak terkait) guna menanggulangi pencurian kendaraan bermotor yang bersifat pencegahan, yang dilakukan secara verbal (bukan dalam bentuk tulisan).
Himbauan lisan yang dilakukan oleh masyarakat dapat dari tokoh masyarakat kepada warga, dan antar warga. Himbauan lisan dari tokoh masyarakat merupakan suatu cara pengendalian sosial terhadap pencurian kendaraan bermotor yang bersifat pencegahan, dilakukan oleh setiap individu yang berpengaruh dan ditokohkan oleh masyarakat, karena suatu kekuatan yang ia miliki (seperti pengaruh kemampuan, ilmu pengetahuannya dan lain sebagainya) contohnya perangkat rukun tangga (RT),
perangkat rukun warga (RW), dan lain sebagainya guna memelihara kehidupan masyarakat agar tetap aman dan tertib.
Sedangkan, himbauan lisan antar warga merupakan suatu cara pengendalian sosial terhadap pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan antar anggota masyarakat berupa himbauan verbal, dilakukan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan dari masing-masing anggota untuk menjaga kendaraan bermotor yang dimiliki, dan bertujuan untuk mencegah terjadinya pencurian kendaraan bermotor di tempat mereka tinggal. Himbauan lisan antar warga bisa seperti himbauan antar tetangga, himbauan antar warga dengan anak kos dan lain sebagainya.
Himbauan lisan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat (seperti perangkat RT/RW maupun petugas keamanan) dapat melalui kerjasama dengan pihak kepolisian, dengan sosialisasi tentang cara mengamankan kendaraan bermotor kemudian disampaikan kepada warga-warga.
Terdapat sejumlah cara-cara himbauan lisan yang dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Surau Gadang untuk mencegah pencurian kendaraan bermotor yaitu diantaranya: (1) masing-masing warga diminta untuk meningkatkan kewaspadaannya, dan tidak meninggalkan kendaraan bermotor dalam keadaan hidup maupun meninggalkan kunci motor pada kendaraan, (2) warga perlu menggunakan kunci keamanan kendaraan seperti mengunci stang motor maupun menambah kunci ganda seperti gembok ban, (3) warga diminta memarkir kendaraan bermotor di tempat aman, (4) warga perlu untuk mengunci pintu dan pagar rumah ketika tidak sedang dirumah, (5) antar warga diminta untuk saling bertukar informasi mengenai isu-isu tindak kriminal termasuk pencurian kendaraan bermotor atau dapat pula warga yang menjadi korban memberitahukan kejadian yang ia alami kepada keluarga dan tetangganya (secara langsung maupun tidak langsung membantu meningkatkan kewaspadaan masing-masing pihak dalam menjaga kendaraan bermotornya), dan (6) meminta warga untuk mengecek kembali keamanan kendaraan bermotor sebelum meninggalkan kendaraan tersebut.
Menurut Reckless himbauan lisan sebagai salah satu cara pengendalian sosial
yang dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah pencurian kendaraan bermotor merupakan suatu sistem kontrol pengendalian luar, karena pengendalian tersebut dilakukan bukan berasal dari dalam diri individu melainkan dari sesuatu yang berasal dari luar dirinya yaitu oleh anggota masyarakat (warga) maupun tokoh masyarakat. Ia melihat bahwa himbauan lisan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok memberikan kontribusi dalam menciptakan kehidupan yang aman, tertib dan nyaman maupun mencegah anggota masyarakat menjadi korban pencurian tersebut.
Himbauan lisan akan efektif sebagai salah satu cara untuk melakukan pengendalian sosial masyarakat terhadap pencurian kendaraan bermotor yang bersifat pencegahan, dengan asumsi yaitu apabila pihak yang menerima pesan berupa himbauan (ide atau gagasan) dalam komunikasi dapat memahami dan bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan dari pihak yang memberi pesan. Begitu pula sebaliknya, himbauan lisan akan kurang efektif bila pihak yang menerima pesan tidak bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan dari pihak yang memberi pesan tersebut.
2. Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling)
Latar belakang munculnya siskamling karena adanya kebutuhan dari masyarakat untuk menciptakan kehidupan yang aman dan tertib. Namun, dalam masyarakat terdapat suatu pihak (dapat individu maupun kelompok) yang melanggar nilai dan norma yang ada sehingga memunculkan situasi kacau (deviasi). Maka dari itu masyarakat memberikan tanggapan untuk menanggulangi tindak kriminal (termasuk pencurian kendaraan bermotor).
Siskamling dalam masyarakat termasuk dalam reaksi masyarakat terhadap tindak kriminal yang bersifat tidak resmi. Dari sudut pandang sosiologis, tindak kriminal yang dilakukan oleh suatu pihak dapat merugikan dirinya sendiri dan merugikan masyarakat, dampak minimal yang ditimbulkan dari tindakan tersebut yaitu terganggunya ketentraman dan ketertiban masyarakat (Abdulsyani, 1987: 93).
Siskamling yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dilaksanakan oleh sejumlah warga yang berdomisili di daerah berdasarkan batas rukun warga (RW). Namun, pada sebagian masyarakat kota pelaksanaan kegiatan tersebut oleh sejumlah warga dianggap kurang memungkinkan. Ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu: (1) adanya sejumlah warga yang karena suatu sebab tidak dapat mengikuti siskamling dampaknya yaitu kegiatan tersebut kurang berjalan secara efektif, (2) belum mencukupinya jumlah warga yang layak melakukan siskamling contohnya jumlah pemuda yang kurang, dan (3) masyarakat mengharapkan agar petugas keamanan merupakan warga asli di Kelurahan Surau Gadang, sehingga dapat mengenal para penguasa pasar (atau preman pasar) di daerah itu, artinya orang yang dijadikan petugas tersebut telah memahami daerah tersebut. Maka dari itu, agar siskamling dapat berjalan dengan baik, pada masyarakat tertentu mempekerjakan orang yang bukan warga di daerah RW tersebut sebagai petugas keamanan.
Petugas keamanan yang melakukan siskamling pada salah satu daerah RW di Kelurahan Surau Gadang berjumlah dua orang. Mereka telah menjadi petugas tetap yang bekerja sejak bulan Juli tahun 2004 sampai sekarang. Pada tahun 2004 – 2015, petugas keamanan melaksanakan kegiatan tersebut pada malam hari dari pukul 00.00 WIB sampai jam 06.00 WIB. Namun, sejak tahun 2016 – sekarang petugas melaksanakan kegiatan tersebut menjadi dua sif yaitu sif siang dan sif malam, pada sif siang kegiatan tersebut dilaksanakan dari pukul 10.00 WIB – 17.00 WIB. Selain itu, biaya konsumsi selama petugas keamanan melaksanakan kegiatan tersebut menjadi tanggungan dari masing-masing petugas.
Adapun bentuk balas jasa yang diberikan oleh masyarakat kepada petugas keamanan juga mengalami perubahan. Pada zaman dahulu, bentuk balas jasa dari masyarakat kepada orang yang melakukan siskamling melalui kegiatan jimpitan dengan mengambil beras (dengan ketentuan berat yang telah disepakati) yang diberikan oleh masyarakat sejalan dengan pelaksanaan
siskamling. Namun dalam
perkembangannya, balas jasa dari
masyarakat kepada orang yang melakukan kegiatan tersebut berganti dengan uang (Hanafi, 2015: 11).
Pada sebagian masyarakat kota, balas jasa dari masyarakat kepada petugas keamanan dengan uang didasarkan pada sistem gaji, dalam artian bahwa pembayaran balas jasa tersebut dibayarkan dengan jumlah yang tetap atau sudah adanya ketetapan nominal tertentu (telah disempakati oleh masing-masing pihak terkait) yang diberikan kepada petugas dalam jangka waktu tertentu yaitu 1 X per- bulan. Adapun pembayaran jasa kepada petugas keamanan pada tahun 2004 – 2015 dengan gaji sebesar Rp 450.000,- per petugas. Namun, karena kegiatan tersebut dilaksanakan menjadi dua sif mulai tahun 2016 sampai sekarang, maka gaji yang diberikan kepada masing-masing petugas adalah Rp 600.000,-.
Pembayaran gaji petugas keamanan menjadi tanggungan dari masyarakat di daerah RW yang mempekerjakan mereka, maka dari itu perlu ada pengumpulan dana dari warga-warga berdasarkan masing- masing kepala keluarga. Agar sejumlah dana dari masing-masing warga dapat teradministrasi dengan baik, maka diperlukan pula suatu pihak yang mengumpulkan dana dari sejumlah warga yaitu seorang bendahara iyuran keamanan.
Tujuannya agar pengumpulan dana siskamling dapat tersentralisasi pada satu pihak saja. Dalam pengumpulan dana tersebut terdapat sejumlah warga yang secara sukarela memberikan uang melebihi patokan yang telah disepakai sebelumnya yaitu antara Rp 20.000,- sampai Rp 50.000,-.
Dalam pengumpulan dana dari masyarakat untuk membiayai siskamling juga mengalami kendala diantaranya yaitu:
(1) terdapat sebagian warga yang tidak membayar iyuran uang siskamling, walaupun sudah adanya kesepakatan patokan pembayaran dari masing-masing kepala keluarga seperti Rp 15.000,- per kepala keluarga, dan (2) adanya sebagian warga yang terlambat membayarkan iyuran uang siskamling.
Untuk mengatasi sejumlah kendala dalam hal pengumpulan iyuran uang siskamling di atas, maka diperlukan kerjasama antara bendara iyuran keamanan, ketua RT dan warga. Dimana, bendahara
tersebut berupaya untuk meminta iyuran kepada setiap warga per-kepala keluarga dan menindaklanjuti warga yang tidak membayar dengan melaporkan masalah tersebut kepada ketua RT setempat. Ketua RT tidak hanya memperoleh informasi dari bendahara saja, tapi juga memberikan tindak lanjut dengan memberikan peringatan kepada warga yang tidak membayar dan meminta warga-warga agar membayar iyuran tersebut tepat pada waktunya. Selain itu, warga juga perlu kiranya berpartisipasi dalam kegiatan tersebut salah satunya dengan cara membayar iyuran uang siskamling sesuai dengan jumlah iyuran yang telah disepakati sebelumnya dan melakukan pembayaran tepat pada waktunya.
Agar siskamling berjalan sesuai dengan harapan dari masyarakat, maka masyarakat perlu melakukan pengawasan terhadap peronda dalam melakukan tugasnya.
Masyarakat dapat menindaklanjuti peronda yang belum maksimal menjalankan tugasnya dengan cara melaporkan hal itu kepada pihak terkait yaitu ketua RT ataupun ketua RW setempat. Dari pihak RT maupun RW, perlu melakukan pengawasan dan memberikan peringatan kepada peronda tersebut seperti memberikan teguran, agar peronda agar menjalankan tugasnya dengan baik.
Adapun sejumlah cara yang dilakukan oleh masyarakat untuk menanggulangi kasus pencurian kendaraan bermotor di Kelurahan Surau Gadang adalah dengan cara:
a. Pembuatan Jadwal Piket Siskamling Pembuatan jadwal piket siskamling akan berkontribusi dalam siskamling, karena kegiatan tersebut akan berjalan secara efektif dan kontinu. Secara efektif artinya melalui pembagian jadwal piket siskamling yang disusun secara sistematis, diharapkan dapat berdampak positif dalam pencapaian tujuan yaitu menciptakan dan memelihara kehidupan masyarakat agar aman dan tertib, serta mencegah pencurian kendaraan bermotor di daerah tersebut. Secara kontinu artinya melalui pembagian jadwal piket tersebut, maka masing-masing petugas dapat menjalankan kegiatan tersebut sesuai dengan ketentuan jangka waktu pembagian tugasnya masing-masing secara terus-menerus.
b. Kegiatan Pengawasan
Kegiatan siskamling dibentuk dengan tujuan utamanya yaitu menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat, dan kegiatan pengawasan menjadi kegiatan utama yang dilakukan oleh petugas keamanan. Dalam pengawasan lingkungan ini biasanya petugas melakukan pengawasan dengan berjalan kaki, dapat pula dengan menggunakan kendaraan bermotor yang ia miliki yang disertai dengan sarana yang menunjang kegiatan tersebut dan keamanan petugas seperti senter, sarung dan senjata yaitu pisau lading.
Siskamling terdapat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh petugas keamanan pada suatu daerah tertentu berdasarkan batas daerah rukun warga (RW). Petugas melakukan kegiatan pengawasan dalam jangka waktu tertentu yaitu 1 X dalam dua jam. Pada kegiatan pengawasan di malam hari, umumnya petugas memberitahukan tanda bahwa kegiatan tersebut sedang dilaksanakan dengan memukul-mukul tiang listrik.
Siskamling perlu dilakukan oleh masyarakat untuk menanggulangi pencurian kendaraan bermotor terutama pada daerah yang rawan tindak kriminal dan pernah terjadi pencurian kendaraan bermotor.
Kegiatan itu akan efektif mencegah pencurian tersebut, apabila terdapat pemaksimalan waktu dalam pelaksanaannya.
Jika kegiatan tersebut dilakukan dengan baik, maksimal dan kontinu (berkelanjutan) maka akan dapat mencegah maupun meminimalisir tindak kriminal yang dilakukan oleh individu maupun kelompok.
Selain itu, juga menunjang pengendalian sosial yang dilakukan masyarakat maupun aparatur kepolisian dalam mencegah pencurian kendaraan bermotor.
Reckless melihat bahwa siskamling yang dilakukan oleh masyarakat merupakan salah satu sistem kontrol yaitu pengendalian luar.
Kegiatan tersebut dikategorikan sebagai pengendalian luar, karena termasuk dalam pengendalian yang dilakukan oleh sistem sosial atau masyarakat, dan pengendalian tersebut tidak berasal dari dalam diri individu. Ia berpendapat bahwa kegiatan tersebut dapat berkontribusi dalam mencegah individu untuk melakukan pencurian kendaraan bermotor (maupun
tindak kriminal lainnya) dan dapat menciptakan kehidupan masyarakat menjadi aman dan tertib.
3. Identifikasi Individu maupun Kelompok Mencurigakan
Salah satu cara masyarakat melakukan pengendalian sosial terhadap pencurian kendaraan bermotor yang bersifat pencegahan melalui identifikasi individu maupun kelompok yang mencurigakan.
Identifikasi ini dilakukan melalui interaksi sosial antar anggota masyarakat dengan individu maupun kelompok tersebut. melalui interaksi antara warga-warga dengan individu maupun kelompok yang dinilai mencurigakan, akan dapat meminimalisir peluang dan menghambat individu maupun suatu kelompok untuk melakukan tindak kriminal. Penilaian tersebut didasarkan pada sejumlah kriteria-kriteria tindakan yang dikategorikan tindakan mencurigakan.
Upaya identifikasi individu maupun kelompok yang mencurigakan didasarkan pada sejumlah kriteria diantaranya yaitu: (1) individu maupun kelompok yang memasuki perkarangan dan rumah warga tanpa seizin pemilik rumah, (2) individu maupun kelompok yang melakukan pengintaian dengan berkeliling suatu daerah yang sama tiga kali atau lebih dengan jangka waktu relatif dekat, (3) individu maupun kelompok yang menggunakan penutup wajah seperti masker maupun helm (4) individu maupun kelompok yang setelah diintrogasi oleh warga menyampaikan maksud secara tidak jelas atau ragu-ragu dan lainnya.
Upaya dari masyarakat untuk mengidentifikasi individu maupun kelompok mencurigakan melalui interaksi sosial yaitu dengan kontak sosial primer artinya bahwa interaksi yang dilakukan secara tatap muka langsung tanpa media. Besar kecilnya peluang individu maupun suatu kelompok untuk melakukan tindak kriminal, tergantung dengan tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap sejumlah tindakan yang diidentifikasi sebagai tindakan mencurigakan. Dengan anggapan bahwa semakin tinggi tingkat kewaspadaan masyarakat mengidentifikasikan individu maupun suatu kelompok yang mencurigakan, maka semakin kecil peluang individu maupun kelompok untuk
melakukan pencurian kendaraan bermotor (maupun tindakan kriminal). Sebaliknya lemahnya kewaspadaan masyarakat dapat memberikan peluang kepada mereka untuk melakukan tindakan tersebut.
Reckless berpendapat bahwa identifikasi individu maupun kelompok mencurigakan yang dilakukan oleh warga-warga, termasuk dalam pengendalian sosial masyarakat terhadap pencurian kendaraan bermotor dalam bentuk sistem kontrol pengendalian luar, karena tindakan tersebut bukan berasal dari dalam diri individu. Melalui identifikasi tersebut dapat mecegah individu maupun kelompok yang berniat untuk melakukan pencurian kendaraan bermotor (maupun tindak kriminal lainnya).
KESIMPULAN DAN SARAN
Pengendalian sosial (social control) adalah setiap cara atau upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait guna mencegah, mengurangi, mengatasi tindakan kriminal agar kehidupan masyarakat menjadi dan tetap tentram serta tertib berdasarkan nilai dan norma yang ada. Pengendalian sosial yang dilakukan oleh masyarakat muncul karena adanya keinginan masyarakat untuk menciptakan kehidupan yang aman dan tertib, sehingga masyarakat membuat sejumlah nilai dan norma yang harus ditaati oleh setiap anggotanya.
Adapun kesimpulan hasil penelitian dengan judul pengendalian sosial masyarakat terhadap pencurian kendaraan bermotor (di Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang) adalah (a) himbauan lisan (b) sistem keamanan lingkungan atau siskamling yaitu pembagian jadwal piket siskamling dan kegiatan pengawasan, dan (c) identifikasi individu maupun kelompok mencurigakan.
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan saran kepada pihak-pihak terkait: (1) kepada pemilik kendaraan diharapkan agar lebih waspada dan berupaya mengamankan kendaraan bermotor yang dimiliki seperti menggunakan kunci ganda untuk kendaraan tersebut, (2) kepada masyarakat diharapkan mengawasi petugas keamanan dalam menjalankan kegiatan siskamling secara efektif dan kontinu, (3) kepada masyarakat diharapkan untuk
bekerjasama dengan pihak kepolisian dalam melakukan pengendalian sosial terhadap pencurian kendaraan bermotor baik yang bersifat preventif maupun represif, dan (4) bagi peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan pengendalian sosial masyarakat, diharapkan agar penelitian ini dijadikan sebagai referensi penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. (2012). Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.
______. (1987). Sosiologi Kriminalitas.
Bandung: Penerbit Remadja Karya CV Bandung.
Jamaludin, Adon Nasrullah. (2015).
Sosiologi Perkotaan Memahami Masyarakat Kota dan
Problematikanya. Bandung:
Penerbit Pustaka Setia.
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. (2013).
Pengantar Sosiologi. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Sunanto, Kamanto. Pengantar Sosiologi Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Badan Pusat Statistik Kota Padang. (2015).
Nanggalo dalam Angka (Nanggalo in Figures 2015).
Padang: BPS Kota Padang.
https://padangkota.bps.go.id.
Diakses pada Tanggal 20 November 2016.
_______. (2016). Kecamatan Nanggalo dalam Angka (Nanggalo Subdistict in Figures 2016). Padang: BPS
Kota Padang.
https://padangkota.bps.go.id.
Diakses pada Tanggal 20 November 2016.
Hanafi, Zamron Qomarullah. (2015).
Kegiatan Jimpitan Ronda sebagai Modal Sosial untuk Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat:
Studi di RW 04 Kelurahan Patehan Kecamatan Kraton Yogyakarta.
Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
http://digilib.uin-suka.ac.id.
Diakses Pada Tanggal 19 Desember 2016.
Arsip Polsek Naggalo Kota Padang, Tahun 2016.