JJNMNDKA ,AJDHA NASKJFA KAJFJSFNS MEDNWEB EAWEDNA AEDBNASDB SWDNWMARO WQA9 DWQ9OU SD SADJDWA ADJWKDHWK QESJASNSS AAJSQJWWEIQW QENQNS QIEHWQ QOEUQU2 WEQHIHWEH
DWADJQE
QE DWIDJIEQWEDH WDHQWIHDE WEQJEK
QEHEWEHJQWHEHEIW WQIEHDIWQH QIEWH QIEH QHQQQWK QOWU QOUWE QHEW IQHEH QHEW DWJBB NBMNFBE EWHJKL ERHWJKL ER WEHRI WJHRJ WERHJE EREWJL EHRWJ WREHJ WER EWRH
Perekonomian suatu negara di era globalisasi ini sangat bergantung pada pendapatan pajak untuk menunjang kesejahteraan masyarakat. Pajak merupakan iuran wajib kepada negara dari masyarakat dan organisasi yang tidak mendapat imbalan langsung. Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, pajak adalah adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (DJP, 2007).
Berdasarkan APBN 2020, pajak memberikan porsi yang cukup besar terhadap penerimaan negara, yaitu sebesar Rp1.865,7 triliun atau 83,54% dari keseluruhan penerimaan negara (Rp2.233,2 triliun). Pajak memiliki dua tujuan utama penerimaan negara: pertama, sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan negara melalui fungsi anggaran (sumber keuangan);
kedua, mereka berfungsi sebagai alat untuk mengatur kebijakan sosial melalui fungsi akhir yang teratur (mengatur) serta keuangan(Resmi, 2014).
Pandemi global Covid-19 yang muncul pada akhir tahun 2019 telah mengubah banyak aspek masyarakat, termasuk Indonesia. Perubahan sosial dan ekonomi akibat pandemi Covid-19, membuat kepatuhan wajib pajak mengalami penurunan. Pendemi Covid-19 mengakibat beberapa perusahaan mengalami pailit karena adanya penerapan kebijakan Pembatasan Sosial oleh pemerintah untuk menghentikan penyebaran Covid-19, hal ini menyebabkan penurunan pendapatan pajak serta peningkatan pengangguran. Meskipun demikian, seiring dengan diberlakukannya kondisi new normal, banyak perusahaan secara bertahap mulai berkembang dan pulih. Selain itu, terdapat peningkatan signifikan dalam penerimaan pajak, baik secara absolut maupun relatif terhadap penerimaan negara secara keseluruhan. Namun hal ini berbanding terbalik dengan jumlah pembayar pajak di Indonesia yang jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan. Keadaan ini menunjukkan bahwa masih rendahnya pelaporan dan pembayaran pajak di Indonesia. Alasan lain yang membuat rendahnya masyarakat Indonesia yang melaporkan dan membayar pajak adalah keluhan masyarakat terhadap beban pendaftaran untuk keperluan administrasi, termasuk perlunya data dalam jumlah banyak seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dan prosedur registrasi administrasi tidak dapat dilanjutkan jika kartu yang diperlukan tidak dilengkapi.
Langkah awal yang penting menuju pengembangan pelayanan publik dan administrasi perpajakan di Indonesia adalah pemadanan NIK dengan NPWP. Besarnya potensi NIK untuk dijadikan NPWP dapat bermanfaat bagi wajib pajak, pemerintah, dan masyarakat luas. Sejak NIK diterapkan sebagai NPWP, rakyat Indonesia yang sudah berusia 18 tahun
ke atas dan berpenghasilan di atas PTKP dapat melaporkan SPT Tahunan dan melakukan pembayaran pajak. Pemerintah berharap masyarakat mendapat manfaat dari penerapan NIK sebagai NPWP, sehingga tidak memerlukan banyak kartu dalam proses administrasi perpajakan. Nantinya masyarakat hanya perlu mendaftar administrasi perpajakan menggunakan NIK. Penerapan NIK sebagai NPWP diharapkan dapat menyederhanakan prosedur administrasi dan memfasilitasi kepatuhan. Kepatuhan perpajakan akan meningkat jika pajak dipermudah dalam penyediaannya.
Namun, inisiatif pemerintah ini menimbulkan persoalan baru: persepsi buruk bahwa masyarakat yang telah berusia di atas delapan belas (18) tahun harus mengajukan pajak meskipun mereka tidak memiliki penghasilan. Namun ini bukanlah perspektif yang sebenarnya. Upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak terhambat oleh opini yang kurang baik tersebut.