• Tidak ada hasil yang ditemukan

penggunaan campur kode tuturan guru dalam proses

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "penggunaan campur kode tuturan guru dalam proses"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN CAMPUR KODE TUTURAN GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI KELAS V SD NEGERI 19 KINALI

KABUPATEN PASAMAN BARAT

ARTIKEL ILMIAH

YELLI MARNIS NPM 11080096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

STKIP PGRI SUMATERA BARAT PADANG

2015

(2)
(3)
(4)

PENGGUNAAN CAMPUR KODE TUTURAN GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI KELAS V SD NEGERI 19 KINALI

KABUPATEN PASAMAN BARAT

Oleh

Yelli Marnis1, Asmawati2, Indriani Nisja3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tiga alasan berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat pada tanggal 12 Januari 2015. Pertama, penelitian tentang campur kode tuturan guru belum pernah dilakukan di kelas maupun di sekolah tempat penelitian. Kedua, Sekolah Dasar Negeri 19 Kinali merupakan Sekolah Dasar (SD) yang jauh dari keramaian sehingga guru menggunakan bahasa daerah untuk menjalin keakraban dengan siswa. Ketiga, ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar dikarenakan siswa kurang terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis campur kode dan bentuk campur guru dalam proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskripstif. Informan dalam penelitian ini adalah guru kelas V SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Data penelitian ini dikumpulkan dengan cara merekam tuturan guru yang sedang mengajar dengan menggunakan alat penelitian Handphone (HP). Penelitian ini mendeskripsikan jenis dan bentuk campur kode. Jenis campur kode yaitu campur kode ke dalam (inner code mixing) dan campur kode ke luar (out code mixing). Bentuk campur kode terdiri atas tiga; yaitu (1) penyisipan unsur bahasa berupa kata, (2) penyisipan unsur bahasa berupa frasa, dan (3) penyisipan unsur bahasa brupa klausa. Jenis campur kode yang dominan adalah campur kode ke dalam dan bentuk campur kode yang dominan adalah penyisipan unsur bahasa berupa kata.

Kata Kunci: campur kode dan tuturan

(5)

MIXED USE CODE SPEECH TEACHER IN THE PROCESS OF LEARNING IN CLASS V SD STATE 19 KINALI WEST PASAMAN

By

Yelli Marnis1, Asmawati2, Indriani Nisja3 1) Students of STKIP PGRI West Sumatra

2) 3) Lecturer Language Study Program and Literature Indonesia of

STKIP PGRI West Sumatra ABSTRACT

This research is motivated by three reasons based on interviews with 19 elementary school principals Kinali West Pasaman on January 12, 2015. First, research on teacher speech code-mixing has not been done in the classroom and at the school where the study. Second, the State Elementary School 19 Kinali an elementary school (SD) which is away from the crowd so that teachers use local languages to establish familiarity with the students. Thirdly, there is the element of intent made by the teacher in the learning process because students are less accustomed to using the Indonesian language. This study aimed to describe the type of code-mixing and mixed forms of teachers in teaching and learning in class V SD Negeri 19 Kinali Pasaman Barat. The research is a qualitative method deskripstif. Informants in this study is the Elementary School fifth grade teacher 19 Kinali Pasaman Barat. The research data was collected by recording the speech of teachers who are teaching using research tools Mobile (HP). This study describes the type and form of code-mixing. Mixed types of code that is mixed into a code (inner code mixing) and code- mixing to the outside (out code mixing). Form of code-mixing consists of three; namely (1) the insertion of language elements in the form of words, (2) the insertion of language elements in the form of a phrase, and (3) the insertion of a clause brupa language elements. The dominant type of code-mixing is code-mixing into and form of code-mixing is the dominant language elements such as insertion of the word.

Keywords: code-mixing and speech

(6)

PENDAHULUAN

Proses belajar mengajar memerlukan dua komponen yang manusiawi, yaitu siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak mengajar. Pada pelaksanaan proses belajar mengajar, guru harus berperan aktif menciptakan kondisi yang mampu merangsang siswa untuk berhasil memperoleh ilmu pengetahuan. Keberhasilan siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan tergantung kepada guru dalam menyampaikan materi pelajaran.

Pada proses belajar mengajar di SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat, misalnya cenderung mencampurkan bahasa yang digunakan, yaitu antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang, atau antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Adakalanya dalam berbahasa Indonesia, guru mencampurkan bahasa daerah atau bahasa asing. Tujuan guru melakukan hal tersebut, agar siswa tidak merasa bosan dan lebih mudah memahami pelajaran yang disampaikan.

Selain itu, untuk menambah keakraban antara guru dan siswa sehingga proses belajar mengajar menjadi menarik dan lancar. Dalam hal ini terjadilah pencampuran bahasa yang disebut dengan campur kode. Apabila seorang guru menyisipkan bahasa daerah ke dalam bahasa nasional, ini disebut dengan campur kode ke dalam. Sebaliknya, apabila guru menyisipkan bahasa asing ke dalam bahasa nasional, hal ini disebut campur kode ke luar.

Salah satu ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau situasi informal.

Dalam situasi formal, campur kode jarang digunakan. Sekiranya ada, itu disebabkan tidak adanya ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa daerah atau bahasa asing.

Nursaid dan Marjusman Maksan (2002:110) mengungkapkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh seorang guru hanya karena kesantaian atau kebiasaan, bukan karena tuntutan situasi komunikasi. Bahkan, kadang-kadang seorang guru melakukan campur kode tersebut hanya untuk memamerkan keterpelajaran, keintelektualan, serta kedudukannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekoah SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat pada tanggal 12 Januari 2015, ada beberapa pernyataan yang diungkapkan berkaitan dengan penelitian. Pertama, penelitian tentang campur kode tuturan guru belum pernah dilakukan di kelas maupun di sekolah tersebut. Kedua, sekolah tersebut merupakan Sekolah Dasar yang jauh dari kermaian, sehingga guru lebih banyak bahasa daerah pada proses belajar mengajar berlangsung. Ketiga, ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar dikarenakan siswa kurang terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, penting dilakukan penelitian di SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat tentang Penggunaan Campur Kode Tuturan Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas V SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2012:6) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motifasi, tindakan, dan lain-lain, secara horilistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Sudaryanto (1992:62) metode deskriptif adalah penelitian yang hanya berdasarkan fakta atau fenomena bahasa yang ada dan memang secara empiris terdapat pada masyarakat penutur, sehingga hasil data yang diperoleh berupa varian bahasa. Metode ini digunakan karena data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa bentuk dan enis campur kode yang dilakukan oleh guru kelas V dalam proses belajar belajar mnegajar di SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat.

Instrumen dalam penelitian ini adalah handphone (HP) sebagai alat perekam terhadap guru mengajar di kelas V SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Data dalam penelitian ini adalah penggunaan campur kode yang terdapat dalam tuturan guru kelas V SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Sumber data penelitian ini adalah rekaman tuturan guru ketika mengajar di kelas V SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat.

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan transkripsi data ditemukan campur kode dalam tuturan guru sebanyak 110 tuturan. Dari 110 tuturan, ditemukan jenis campur kode ke dalam sebanyak 93 tuturan, sedangkan jenis campur kode keluar ditemukan sebanyak 17 tuturan. Dari 110 tuturan ditemukan bentuk campur kode berupa kata sebanyak 57 tuturan, campur kode berupa frasa sebanyak 18 tuturan, dan campur kode berupa klausa sebanyak 18 tuturan. Pembahasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Jenis Campur Kode Tuturan Guru dalam Proses Belajar Mengajar di SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat

a. Campur Kode Ke Dalam (inner code mixing)

(1) Satu, dua yang ndak angkat tangan... tigaa. (T5/R1)

Dalam tuturan 5 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia ”Satu, dua yang”, kemudian guru melanjutkan dengan bahasa Minang “ndak“, dilanjutkan lagi dengan menggunakan bahasa Indonesia “angkat tangan... tigaa”. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam). Munculnya campur kode pada tuturan 5 rekaman 1 disebabkan guru ingin mengetahui jumlah siswa yang tidak mengacungkan tangan..

(2) Alah... walaupun udah kan di kelas lima ini merupakan lanjutan dari pembelajaran atau materi di kelas empat...

(T37/R1)

Dalam tuturan 37 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Minang ”alah”, kemudian guru melanjutkan dengan bahasa Indonesia “walaupun udah kan di kelas lima ini merupakan lanjutan dari pembelajaran atau materi di kelas empat”. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam).

Munculnya campur kode pada tuturan 37 rekaman 1 disebabkan guru menyatakan bahwa mereka sudah pernah belajar di kelas empat dilanjutkan di kelas lima.

(3) Tahu kalian bagaimana bantuak tanda titik? (T39/R1)

Dalam tuturan 39 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia ” Tahu kalian bagaimana “, dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Minang “bantuak”, kemudian dilanjutkan lagi dengan bahasa Indonesia “tanda titik”. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam). Munculnya campur kode pada tuturan 39 rekaman 1 disebabkan guru bertanya kepada siswa bentuk dari tanda titik.

Berdasarkan analisis dan pembahasan jenis campur kode ke dalam (inner code mixing) di atas, penulis menganalisis berdasarkan teori Nursaid dan Marjusman Maksan (2002:112) yang membagi jenis campur kode menjadi dua bagian, yaitu campur kode ke dalam (inner code mixing) dan campur kode ke luar (out code mixing)

b. Campur Kode ke Luar (out code mixig)

(1) Ok... apa-apa saja tanda baca yang kalian ketahui. (T34/R1)

Dalam tuturan 34 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke keluar.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa asing (Inggris) berupa kata “Ok”, kemudian guru melanjutkan dengan bahasa Indonesia” apa-apa saja tanda baca yang kalian ketahui”.

(2) Dah ok... tanda titik digunakan sebagai atau untuk hal-hal yang berikut. Yang pertama tanda titik digunakan pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. (T50/R1)

Dalam tuturan 50 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke luar.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia “dah“ kemudian dilanjutkan

(8)

dengan bahasa asing (Inggris) berupa kata “ok”, kemudian guru melanjutkan lagi dengan bahasa Indonesia ” tanda titik digunakan sebagai atau untuk hal-hal yang berikut. Yang pertama tanda titik digunakan pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan”.

(3) Aaaa tanda seru... berarti tanda titik itu digunakan pertama yaitu pada akhir kalimat, tapi dia bukan tanda tanya atau pun

tanda seru... ok! (T53/R1)

Dalam tuturan 53 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke luar.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia “Aaaa tanda seru... berarti tanda titik itu digunakan pertama yaitu pada akhir kalimat, tapi dia bukan tanda tanya atau pun tanda seru...“ kemudian dilanjutkan dengan bahasa asing (Inggris) berupa kata “ok”.

Berdasarkan analisis dan pembahasan jenis campur kode ke luar (out code mixing) di atas, penulis menganalisis berdasarkan teori Nursaid dan Marjusman Maksan (2002:112) yang membagi jenis campur kode menjadi dua bagian, yaitu campur kode ke dalam (inner code mixing) dan campur kode ke luar (out code mixing)

2. Bentuk Campur Kode Tuturan Guru dalam Proses Belajar Mengajar di SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat

a. Penyisipan Unsur Bahasa Berupa Kata

(1) Ya duduk yang bagus semuanya, seperti biasa disiapkan dulu.

Siapkan capek... capek... (T1/R1)

Dalam tuturan 1 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia “Ya duduk yang bagus semuanya, seperti biasa disiapkan dulu. Siapkan” kemudian guru melanjutkan dengan bahasa Minang

“capek... capek... “ Munculnya campur kode pada tuturan 1 rekaman 1 disebabkan guru bermaksud menyuruh siswa agar duduk secepatnya untuk memulai pelajaran. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam)

(2) ... Mmm lumayan ya kemaren banyak yang ndak sarapan, sekarang banyak yang sudah sarapan (T4/R1)

Dalam tuturan 4 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia “...Mmm lumayan ya kemaren banyak yang”, kemudian guru melanjutkan dengan bahasa Minang “ndak “, dan dilanjutkan lagi dengan menggunakan bahasa Indonesia “sarapan, sekarang banyak yang sudah sarapan”

Munculnya campur kode pada tuturan 4 rekaman 1 disebabkan guru menyatakan bahwa pada hari sebelumnya banyak siswa yang tidak sarapan. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam).

(3) Kalau jam anam pasti bisa sarapan, itu bohong samo apak tu mangicuah tu. (T9/R1)

Dalam tuturan 9 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia ”Kalau jam“, dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Minang “anam”, kemudian dilanjutkan lagi dengan bahasa Indonesia “pasti bisa sarapan, itu bohong”, dan dilanjutkan dengan bahasa Minang. Munculnya campur kode pada tuturan 9 rekaman 1 disebabkan guru ingin memberi tahukan kepada siswa jika bangun pagi jam enam pasti bisa sarapan. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti membahas penyisipan unsur bahasa berupa kata berdasarkan pendapat Ramlan (2005:28) mengemukakan kata adalah satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain, setiap satuan bebas merupakan kata. Contoh: rumah, duduk, dan negara.

(9)

b. Penyisipan Unsur Bahasa Berupa Frasa (1) di rumah? (T23/R1)

Dalam tuturan 23 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia ”buku pelajarannya” dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Minang “ndak ado”. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam).

Munculnya campur kode pada tuturan 23 rekaman 1 disebabkan guru bertanya kepada siswa apakah tidak ada yang mengulang pelajaran di rumah.

(2) Iyo lai dilakukan di rumah ko? Iyo lai dicubo di rumah?

(T25/R1)

Dalam tuturan 25 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Minang ” Iyo lai” dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Indonesia “dilakukan di rumah”, kemudian dilanjutkan dengan bahasa Minang “ko? iyo lai dicubo”, dan dilanjutkan lagi dengan bahasa Indonesia “di rumah”. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam). Munculnya campur kode pada tuturan 25 rekaman 1 disebabkan guru meyakinkan kepada siswa apakah siswa ada mengulang pelajaran di rumah.

(3) ....Lai namuah menjelaskan tentang apa bedanya menujukkan waktu dengan rentang waktu atau jangka waktu... (T82/R1)

Dalam tuturan 82 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Minang ”lai namuah” dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Indonesia “menjelaskan tentang apa bedanya menujukkan waktu dengan rentang waktu atau jangka waktu”. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam).Munculnya campur kode pada tuturan 82 rekaman 1 disebabkan guru bermakud menyuruh siswa menjelaskan beda penulisan menunjukkan waktu dengan rentang waktu atau jangka waktu.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti membahas penyisipan unsur bahasa berupa frasa berdasarkan pendapat Chaer (2003:222) mengemukakan frasa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Contoh, sedang menulis.

c. Penyisipan Unsur Bahasa Berupa Klausa

(1) Kalau jam anam pasti bisa sarapan, itu bohong samo apak tu mangicuah tu. (T9/R1)

Dalam tuturan 9 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia ”kalau jam”, dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Minang “anam”, dan dilanjutkan lagi dengan bahasa Indonesia “pasti bisa sarapan, itu bohong”, kemudian dilanjutkan lagi dengan bahasa Minang “samo apak tu mangicyah tu”. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam). Munculnya campur kode pada tuturan 9 rekaman 1 disebabkan guru menyatakan kalau siswanya berbohong.

(2) Iyo lai dilakukan di rumah ko? Iyo lai dicubo di rumah? (25/R1)

Dalam tuturan 25 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Minang ”iyo lai”, dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Indonesia “dilakukan di rumah”, dan dilanjutkan lagi dengan bahasa Minang

“ko“, “iyo lai dicubo”, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan bahasaIndonesia “di rumah”.

Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam). Munculnya campur kode pada tuturan 25 rekaman 1 disebabkan guru bertanya kepada siswa mngerjakan tugasnya di rumah.

(3) Yang laki-laki... iko yang padusi me yang menjawab, yang laki-laki dimana lagi? ...(T46/R1)

Dalam tuturan 46 rekaman 1, jenis campur kodenya adalah campur kode ke dalam.

Ditemukan pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia ” Yang laki-laki”, dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Minang “iko yang padusi me”, dan dilanjutkan lagi dengan bahasa

(10)

Indonesia “yang menjawab, yang laki-laki dimana lagi?” Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang (campur kode ke dalam).

Munculnya campur kode pada tuturan 46 rekaman 1 disebabkan guru menyatakan bahwa yang perempuan sering menjawab pertanyaan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menganalisis dan membahas penyisipan unsur bahasa berupa klausa berdasarkan pendapat Chaer (2003:231) bahwa klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat wajib sedangkan yang lainnya tidak bersifat wajib. Contoh, nenek mandi (tidak diberi intonasi final).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan pada bab IV, disimpulkan bahwa hasil penelitian tentang Penggunaan Campur Kode Tuturan Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas V SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Jenis campur kode yang yang ditemukan dalam tuturan guru pada proses belajar mengajar di Kelas V SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat adalah campur kode ke dalam dan campur kode keluar.

Bentuk campur kode yang ditemukan dalam tuturan guru pada proses belajar mengajar di Kelas V SD Negeri 19 Kinali Kabupaten Pasaman Barat adalah; (1) penyisipan unsur bahasa berupa kata (2) penyisipan unsur bahasa berupa frasa, dan (3) penyisipan unsur bahasa berupa klausa Hasil penelitian menemukan bahwa jenis campur kode yang dominan adalah campur kode ke luar dan bentuk satuan bahasa yang dominan mengalami campur kode berupa kata.

Berdasarkan pembahasan dan simpulan, dapat diajukan tiga saran. Pertama, disarankan pada guru, terutama guru bahasa Indonesia dan guru kelas hendaknya mengembangkan kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia secara benar, tertib dalam mengelola proses belajar mengajar.

Kedua, disarankan pada mahasiswa sebagai bahan diskusi mata kuliah sosiolingustik agar memahami dengan baik tentang campur kode. Ketiga, disarankan pada peneliti selanjutnya sebagai masukan dan perbandingan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan campur kode.

KEPUSTAKAAN

Aslinda dan Leni Syafyahya. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Gadjah Mada University Press.

Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Pateda, Mansoer. 1992. Sosiolingustik. Bandung: Angkasa.

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk merumuskan: (1) unsur-unsur bahasa asing sebagai campur kode (code mixing) tipe insertion (penyisipan) dalam struktur bahasa Indonesia dalam