• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Limbah Pertanian sebagai Adsorben untuk Pengolahan Air Limbah Tekstil

N/A
N/A
Datin

Academic year: 2024

Membagikan "Penggunaan Limbah Pertanian sebagai Adsorben untuk Pengolahan Air Limbah Tekstil"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Industri tekstil menggunakan berbagai bahan kimia untuk meningkatkan sifat serat sekunder seperti tekstur, ketahanan abrasi dan daya tahan. Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) pada air limbah pengolahan industri tekstil relatif tinggi. Adsorpsi adalah metode yang murah, efektif dan sederhana untuk mengolah air limbah tekstil untuk menghilangkan polutan. Hal ini menyebabkan munculnya produk baru, murah dan efektif dalam beberapa tahun terakhir yang dapat menghilangkan kontaminan. Sebagaimana diketahui, udara yang dihasilkan dari berbagai limbah industri dan pertanian mempunyai potensi yang besar dalam menghilangkan zat-zat pencemar. Banyak produk pertanian seperti sekam padi, sekam jagung, kulit pisang, bunga, tebu, dll digunakan untuk menghasilkan karbon aktif.

Ampas tebu merupakan sisa pertanian penting dengan kandungan selulosa tinggi. Mereka terutama selulosa (45%), hemiselulosa (28%) dan lignin (18%).

Bahan-bahan tersebut mengandung gugus karboksil dan hidroksil yang mampu mengadsorpsi molekul pewarna melalui pertukaran ion atau kompleksasi. Oleh karena itu, bahan ini menarik karena biayanya yang rendah dan pemasangan yang efektif. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui potensi karbon aktif ampas tebu (SBAC) untuk pengolahan limbah tekstil menggunakan karbon aktif yang berasal dari karbon aktif.

Bahan dan Metode

Sampel limbah air limbah dikumpulkan dari Industri Tekstil Ayka Addis, Addis Ababa, Ethiopia. Yang diambil langsung dari saluran keluar limbah dari saringan statis dan ditempatkan dalam botol polietilen 5 L yang bersih. Sampel disimpan pada jam 4C dalam lemari es sebelum percobaan lebih lanjut.

 Persiapan adsorben karbon aktif dari ampas tebu

Ampas tebu (SCB) dikumpulkan dari Pabrik Gula Didessa, Oromia, Ethiopia. Kemudian dicuci bersih menggunakan air suling dan dikeringkan dalam oven laboratorium pada suhu 105C selama 24 jam. Selanjutnya dihaluskan menggunakan ball-mill listrik yang dilanjutkan dengan analisis ayakan hingga diperoleh ukuran partikel yang seragam yaitu 250 μm. Bahan tersebut dikenai metode aktivasi kimia dimana campurannya 1:3 (w/w) rasio partikel SCB terhadap asam sulfat pekat digunakan. Asam bertindak sebagai zat dehidrasi yang menahan struktur tar, sehingga menghasilkan porositas halus pada karbon aktif yang dihasilkan. Karbon aktif dibuat dengan menggunakan beberapa modifikasi. Partikel SCB yang diolah secara kimia dikeringkan dalam oven selama 4 jam pada suhu 115

C. Kemudian dipanaskan dalam tungku peredam selama 2 jam pada suhu 450C.

(2)

Bahan abu yang dikumpulkan dari tungku direndam dalam larutan natrium bikarbonat 1% selama 4 jam. Dan dibersihkan sekali dengan air suling diikuti dengan larutan natrium bikarbonat 1% selama 24 jam untuk menghilangkan sisa asam. Kemudian, partikel SCB yang diolah secara kimia dibersihkan dengan air suling untuk menghilangkan sisa bikarbonat. Partikel SCB yang diaktifkan secara kimia dan termal kemudian dikeringkan semalaman dalam oven pada suhu 120C.

Partikel kering dihaluskan dan diayak. Partikel dengan ukuran berkisar antara 250 dan 300 μm dipilih untuk digunakan sebagai karbon aktif (SBAC). Ini dipilih sebagai adsorben dan digunakan dalam percobaan lebih lanjut

 Proses adsorpsi batch untuk menghilangkan BOD dan COD menggunakan RSM

Sebelum dilakukan perancangan percobaan, terlebih dahulu dilakukan percobaan adsorpsi pendahuluan menggunakan SCB dan SBAC untuk mengetahui kelayakan penyisihan COD dan BOD pada pH 4, dengan waktu kontak 60 menit dan dosis 1 g/L. Dari penelitian ini terlihat bahwa penyisihan BOD dan COD oleh adsorben SBAC 80% lebih besar dibandingkan dengan SCB. Berdasarkan hasil tersebut, SBAC dipilih sebagai adsorben untuk studi optimasi. Studi ini berfokus pada optimasi dan penyelidikan efek interaksi dosis SBAC, pH larutan dan waktu kontak terhadap efisiensi penyisihan COD dan BOD dari limbah tekstil. Kecepatan pengadukan adalah 450 rpm pada suhu kamar konstan

Hasil

Adapun karakteristik fisikokimia air limbah sebelum dilakukan adsorpsi yang dikumpulkan dari industry tekstil Ayka Addis dapat dilihat pada Table 1.

Tabel 1 Karakteristik fisikokimia air limbah mentah yang dikumpulkan dari industri tekstil Ayka Addis

Parameter Nilai Limbah Tekstil

pH 8,9

Turbidity (NTU) 135

Color (Pt-Co) 1140

Suspended Solid (mg/L) 198

Total Dissolved Solid (mg/L) 11,540

COD (mg/L) 960

BOD (mg/L) 490

Dan pada Tabel 2 merupakan hasil karakteristik BOD dan COD air limbah tekstil setelah dilakukan adsorpsi dengan dilakukan beberapa variasi dosis SBAC, pH, dan waktu kontak

(3)

Tabel 2 Hasil Karakteristik Fisik Kimia pada Air Limbah Tekstil Setelah Adsorpsi Terhadap kadar COD dan BOD

Pengulanga n

Dosis SBAC

(g/L)

pH

Waktu Kontak (Menit)

Respon (% Penghapusan)

COD BOD

1 0,3 5 80 50,98 53,14

2 0,8 5 46 45,46 43,76

3 1,1 7 60 52,36 55,17

4 0,8 5 80 84,65 87,52

5 0,8 8,36 80 49,15 51,46

6 0,8 5 114 85,72 84,35

7 1,1 3 60 80,61 83,62

8 0,5 7 100 59,75 63,79

9 0,8 5 80 80,25 83,45

10 0,8 5 80 84,46 85,56

11 0,8 5 80 83,58 86,75

12 0,8 5 80 79,93 78,66

13 0,5 3 60 42,06 40,15

14 1,3 5 80 88,69 90,58

15 0,8 1,63 80 84,56 86,72

16 1,1 3 100 92,16 95,23

17 0,5 3 100 74,6 77,86

18 0,8 5 80 82,95 80,45

19 1,1 7 100 60,56 64,16

20 0,5 7 60 45,25 40,14

Dapat dilihat bahwa efisiensi adsorpsi bubuk adsorben SBAC lebih rendah ketika dosis berada pada kisaran 0,5 hingga 0,7 g/L, jumlah besar penghilangan COD dan BOD terjadi pada tingkat ini. Ketika meningkatkan dosis SAC di atas 0,8 g/L, khususnya pada kisaran antara 0,9 dan 1,3 g/L, penurunan COD dan BOD tertinggi diamati. Oleh karena itu, dosis SBAC dapat menjadi salah satu faktor terpenting yang perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan kondisi adsorpsi yang optimal. Namun, dosis yang tidak mencukupi dapat menyebabkan adsorpsi yang buruk. Oleh karena itu, diperlukan penentuan dosis optimal untuk meminimalkan pembentukan lumpur, biaya, serta untuk mencapai peningkatan kinerja selama pengolahan.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa pengaruh interaksi dosis SBAC, pH dan waktu kontak sangat penting untuk menjelaskan efektivitas SBAC dalam menghilangkan COD dan BOD dari limbah tekstil. Data yang diberikan dalam Gambar 2menunjukkan bahwa peningkatan dosis SBAC dan waktu kontak menghasilkan penghilangan COD dan BOD yang semakin tinggi. Namun demikian,

(4)

peningkatan nilai pH cenderung menurunkan penyisihan COD dan BOD karena kekurangan H+ konsentrasi ion. Peningkatan waktu kontak lebih dari 80 menit dan dosis SBAC lebih besar dari 0,8 g/L tidak menunjukkan peningkatan signifikan dalam penghilangan adsorben karena pori-pori adsorben mencapai kejenuhan dan lumpur terbentuk. Selain itu, pH kurang dari 4 memiliki efek serupa dalam menghilangkan BOD dan COD.

Tabel 3 Hasil Kadar BOD dan COD setelah Proses Adsorpsi Pengulanga

n

Dosis SBAC

(g/L)

pH

Waktu Kontak (Menit)

Kadar (mg/L)

COD BOD

1 0,3 5 80 470,592 229,614

2 0,8 5 46 523,584 275,576

3 1,1 7 60 457,344 219,667

4 0,8 5 80 147,36 61,152

5 0,8 8,36 80 488,16 237,846

6 0,8 5 114 137,088 76,685

7 1,1 3 60 186,144 80,262

8 0,5 7 100 386,4 177,429

9 0,8 5 80 189,6 81,095

10 0,8 5 80 149,184 70,756

11 0,8 5 80 157,632 64,925

12 0,8 5 80 192,672 104,566

13 0,5 3 60 556,224 293,265

14 1,3 5 80 108,576 46,158

Tabel 3 Hasil Kadar BOD dan COD setelah Proses Adsorpsi (lanjutan) Pengulanga

n

Dosis SBAC

(g/L)

pH

Waktu Kontak (Menit)

Kadar (mg/L)

COD BOD

15 0,8 1,63 80 148,224 65,072

16 1,1 3 100 75,264 23,373

17 0,5 3 100 243,84 108,486

18 0,8 5 80 163,68 95,795

19 1,1 7 100 378,624 175,616

20 0,5 7 60 525,6 293,314

Tabel 4 Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha atau Kegiatan Industri Tekstil (P.16/MENLHK/KUM.1/4/2019)

Parameter Kadar Paling Tinggi (mg/L)

pH 6,0-9,0

(5)

Fenol Total 0,5

Krom Total (Cr) 1,0

Total Suspended Solid 50

Amonia Total (NH3-N) 8,0

COD 150

BOD 60

Sulfida (sebagai S) 0,3

Minyak dan Lemak 3,0

Berdasarkan Tabel 4 menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah terlihat bahwa nilai COD dan BOD yang harus terdapat pada air limbah tekstil agar dapt dialirkan ke lingkungan maksimum dengan kadar 150 dan 60 mg/L.

Pada proses pengolahan air limbah tekstil Ayka Addis dengan metode adsorpsi, kadar COD dan BOD yang terkandung dalam air limbah tekstil rata-rata masih berada di atas batas yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia namun, terdapat sampel yang memiliki kadar COD dan BOD yang sudah sesuai dengan SNI yang mana pada sampel pengulangan 14 dan 16.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penguranagan kadar BOD dan COD pada limbah cair tekstil menggun akan karbon aktif ampas tebu (SBAC) dengan variable dosis absorben, pH, dan waktu reaksi. Didapatkan bahwa kadar optimum yang dapat digunakan untuk menghilangkan BOD dan COD pada limbah tekstil berada pada dosis 1,1 g/L, pH 3, dan waktu 100 menit. Yang memiliki kadar COD sebesar 75,264 mg/L dan kadar BOD sebesar 23,373 mg/L. dan dengan kadar tersebut jika dikaitkan dengan peraturan MENLHK Republik Indonesia telah sesuai dengan standar baku mutu yang artinya limbah cair tekstil tersebut dapat dialirkan ke lingkungan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pertimbangan kelemahan proses-proses pengolahan di atas dikembangkan metode pengolahan baru untuk mengolah limbah tekstil tanpa menggunakan bahan kimia

Standart baku mutu limbah cair untuk limbah Industri Tekstil yang. selanjutnya dikelola sesuai standart effluent tercantum pada

Diantara media filter yang digunakan, bottom ash dari limbah batubara merupakan media paling efektif untuk mengolah limbah cair industri tekstil dengan urutan kemampuan

Kondisi optimal untuk mengolah limbah cair industri tekstil sampai di bawah baku mutu limbah yg dipersyaratkan dengan alat fotoreaktor silinder berputar kapasitas 3000 L yaitu

Sukun Tekstil, sebagai salah satu pabrik tekstil yang terdapat di Kudus berupaya untuk mengelola limbah yang dihasilkannya dengan melakukan pengolahan terhadap

Berdasarkan hasil pengolahan air limbah sisa pencelupan pada industri tekstil dengan metoda pengolahan lumpur aktif yang diaktifasi dengan karbon

• Limbah cair industri  primary-secondary- tertiary treatment re-use sebagai:. – Air proses industri, mis: industri tekstil –

Pengelolaan Limbah Cair Industri Tekstil di Kabupaten Bandung Barat: Tinjauan Peraturan dan Parameter Utama Presentasi ini akan membahas pengelolaan limbah cair industri tekstil di