© 2022 Truly Wulandari, Arum Prastiwi, Sari Atmini. all rights reserved http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jrak Website:
ejournal.umm.ac.id/index.php/jrak
*Correspondence:
DOI:10.22219/jrak.v12i3.22361 Citation:
Wulandari, T., Prastiwi, A., &
Atmini, S (2022). Penghindaran Pajak: Apakah Perusahaan Yang Bertanggung Jawab Secara Sosial Patuh Terhadap Pajak? Jurnal Reviu Akuntansi Dan Keuangan, 12(3), 560-577.
Article Process Submitted:
Agustus 26, 2022 Reviewed:
December 11, 2022 Revised:
December 30, 2022 Accepted:
December 30, 2022 Published:
December 31, 2022
Office:
Department of Accounting University of
Muhammadiyah Malang GKB 2 Floor 3.
Jalan Raya Tlogomas 246, Malang, East Java, Indonesia
P-ISSN: 2615-2223 E-ISSN: 2088-0685
Article Type: Research Paper
PENGHINDARAN PAJAK: APAKAH PERUSAHAAN YANG
BERTANGGUNG JAWAB SECARA SOSIAL PATUH TERHADAP PAJAK?
Truly Wulandari1*, Arum Prastiwi2, Sari Atmini3 Affiliation:
1,2,3Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya,
Malang, Indonesia
ABSTRACT
This study aims to examine and analyze the relationship of corporate social responsibility disclosure to tax avoidance with profitability as a moderating variable. The population in this study are all companies listed on the Indonesia Stock Exchange from 2017 to 2021. The sample selection in this research using the purposive sampling method and obtained 515 observations from 103 sample companies with a five-year observation period. The analytical method used in this study is Moderated Regression Analysis (MRA). The results also show that companies with good quality CSR disclosure tend to have low levels of tax avoidance. The results of this study found evidence that companies with good CSR disclosure quality are more tax compliant when they have high profitability. This research is additional empirical evidence to support legitimacy theory as the basis for the relationship between CSR disclosure and tax avoidance. The results illustrate that CSR disclosure must be considered by investors before investing in a company. The quality of CSR disclosure reflects a company's commitment to conducting business in an ethical manner and reduces the possibility of a company to engage in tax avoidance.
KEYWORDS: Corporate Social Responsibility;
Legitimacy Theory; Profitability; Tax Avoidance.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap penghindaran pajak dengan profitabilitas sebagai variabel moderasi. Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dari tahun 2017- 2021. Penetapan sampel dilakukan dengan menggunakan
561
JRAK 12.3
metode purposive sampling dan diperoleh 515 observasi yang berasal dari 103 perusahaan sampel dengan 5 tahun pengamatan. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan dengan kualitas pengungkapan CSR yang baik cenderung memiliki tingkat penghindaran pajak yang rendah. Hasil penelitian ini juga menemukan bukti bahwa perusahaan dengan kualitas pengungkapan CSR yang baik semakin patuh terhadap pajaknya ketika memiliki profitabilitas tinggi. Penelitian ini menjadi tambahan bukti empiris untuk mendukung teori legitimasi sebagai dasar hubungan pengungkapan CSR dengan penghindaran pajak. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa pengungkapan CSR harus dipertimbangkan oleh investor sebelum berinvestasi di suatu perusahaan. Kualitas pengungkapan tanggung jawab sosial yang baik mencerminkan komitmen perusahaan untuk menjalankan bisnis dengan cara yang etis dan mengurangi kemungkinan perusahaan untuk terlibat dalam penghindaran pajak.
KATA KUNCI : Penghindaran Pajak; Profitabilitas;
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan; Teori Legitimasi.
PENDAHULUAN
Penghindaran pajak bukanlah masalah yang baru-baru ini muncul, sebagaimana yang dinyatakan Andreoni et al. (1998), “Tax Avoidance is a problem as old as taxes themselves…
and is thus of obvious importance to nations around the world”. Penelitian ini mendefinisikan penghindaran pajak (tax avoidance) dengan mengacu pada Lanis &
Richardson (2012) yang menyatakan bahwa penghindaran pajak, agresivitas terhadap pajak, dan manajemen pajak merupakan istilah yang merujuk kepada pengertian yang sama.
Penghindaran pajak merupakan usaha dari manajemen atau perusahaan untuk memperkecil beban pajak perusahaan melalui perencanaan pajak baik bersifat legal maupun illegal.
Praktik penghindaran pajak mengakibatkan rasio pajak Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia Pasifik lainnya. Berdasarkan data yang dirilis OECD dalam laporan Revenue Statistics in Asia and the Pacific 2021, Indonesia merupakan negara yang memiliki rasio terendah ketiga, yaitu 11,6%. Namun rasio pajak tersebut masih jauh di bawah rata-rata negara Asia Pasifik lainnya, yaitu 21% (OECD, 2021). Tindakan perusahaan yang berusaha untuk mengecilkan beban pajak menyebabkan banyak kerugian bagi negara, salah satunya adalah tidak tercapainya target penerimaan pajak yang telah ditetapkan oleh pemerintah selama 12 tahun. Kasus penghindaran pajak lainnya yang turut merugikan negara adalah yang dilakukan oleh salah satu perusahaan batubara di Indonesia yaitu PT. Adaro Energy Tbk bahkan mendapat predikat golden taxpayer dari Direktorat Jenderal Pajak Indonesia. Skema penghindaran pajak yang dilakukan oleh PT. Adaro menjual batubaranya ke Coaltrade Services International Pte Ltd., salah satu perusahaan milik PT. Adaro berbasis di Singapura.
562
JRAK 12.3
PT. Adaro menjual batubara dengan harga rendah dan kemudian menjualnya kembali ke pasar internasional dengan harga standar, sehingga penerimaan pajak di Indonesia lebih rendah dari yang seharusnya diterima.
Praktik penghindaran pajak tidak hanya menjadi isu di Indonesia saja. Bird & Davis- Nozemack (2018) menyarankan agar penghindaran pajak sebaiknya dikategorikan sebagai sebuah global sustainability problem, karena tindakan tersebut merupakan tindakan yang merugikan masyarakat seluruh dunia. Isu penghindaran pajak juga mendapatkan perhatian dari Global Reporting Initiative (GRI) pada tahun 2019 GRI kemudian menambahkan pajak ke dalam GRI Standards sebagai salah satu isu yang harus diungkapkan di laporan tahunan atau sustainability report. Hal itu kemudian mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang menuntut transparansi pajak. Penambahan isu pajak ini dibuat sebagai jawaban terhadap keprihatinan dari banyak pihak atas dampak penghindaran pajak pada kemampuan pemerintah untuk membiayai berbagai layanan dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Pajak perusahaan hanya dapat dihubungkan dengan tanggung jawab sosial apabila pembayaran pajak tersebut akan memiliki dampak yang besar terhadap masyarakat. Seperti di Indonesia, penerimaan pajak berkontribusi sebesar 77,98% dari total keseluruhan penerimaan negara pada tahun 2020 (Kemenkeu, 2020). Hal tersebut menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat Indonesia sangat bergantung kepada penerimaan yang berasal dari pajak dan tidak adil rasanya apabila perusahaan berusaha mengecilkan beban pajak yang seharusnya dibayarkan. Hal itu karena saat beroperasi perusahaan ikut menggunakan fasilitas umum yang dibangun menggunakan dana yang berasal dari pajak dan akhirnya penghindaran pajak dinilai sebagai strategi yang tidak sejalan dengan harapan masyarakat pada perusahaan (Kim & Im, 2017).
Aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat karena aktivitas tanggung jawab sosial merupakan aktivitas yang menunjukkan perhatian perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Setyawan (2021) menyatakan bahwa kegiatan CSR adalah implementasi nyata dari sustainability development.
Menurut Hardeck & Kirn (2016), hubungan antara penghindaran pajak dan pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan isu penelitian yang melibatkan dimensi etika terkait dengan ekspektasi atas komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan. Aktivitas tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan dengan baik akan membentuk ekspektasi lainnya bahwa perusahaan juga berkomitmen di bidang yang lain untuk menguatkan reputasi perusahaan dalam hal ini adalah komitmen untuk tidak melakukan penghindaran pajak.
Menurut Gray et al. (1995), legitimasi didefinisikan sebagai status yang ada ketika nilai-nilai yang dipegang oleh entitas sejalan dengan nilai-nilai dalam kelompok sosial yang lebih besar di mana perusahaan itu berada. Teori legitimasi merupakan teori yang menitikberatkan pada hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitarnya. Teori legitimasi mengasumsikan bahwa ada “kontrak sosial” antara perusahaan dan masyarakat dan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab untuk memenuhi harapan atau tuntutan masyarakat Lanis & Richardson (2012). Hal ini kemudian menuntut perusahaan untuk berusaha memenuhi harapan masyarakat atau menerapkan nilai-nilai di lingkungannya agar perusahaan dapat bertahan dalam jangka panjang.
Menurut teori legitimasi, kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada legitimasi masyarakat sekitar. Legitimasi perusahaan akan diperoleh jika terdapat kesamaan antara kinerja yang dihasilkan perusahaan dengan apa yang diharapkan masyarakat dari perusahaan tersebut. Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan harus memperoleh pengakuan dari
563
JRAK 12.3
stakeholders dengan tujuan agar memiliki reputasi yang baik, dan dengan reputasi yang baik perusahaan akan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan memiliki nilai tambah. Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi harus terus menerus berusaha untuk memastikan bahwa mereka melakukan k egiatan sesuai dengan batas-batas dan norma-norma masyarakat (Kristiadi et al., 2020).
Suatu perusahaan akan terancam kehilangan legitimasi jika dalam menjalankan operasinya peru sahaan tersebut menerapkan nilai-nilai yang menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai- nilai yang ada di masyarakat. Salah satu contohnya adalah ketika suatu perusahaan melakukan penghindaran pajak, hal tersebut merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat dan dapat mengancam posisi perusahaan. Di sisi lain, kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat karena n ketika suatu perusahaan melakukan kegiatan tanggung jawab sosial berarti perusahaan tersebut peduli terhadap lingkungan dan masyarakat.
Ketika suatu perusahaan memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial, maka akan menimbulkan harapan bahwa perusahaan tersebut juga memiliki komitmen yang tinggi dalam aspek lainnya, salah satunya adalah membayar pajak.
Membayar pajak sangat penting karena membayar pajak berarti perusahaan bersedia menyisihkan kekayaannya untuk kesejahteraan bersama karena pajak itu sendiri memiliki tujuan utama untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.
Praktik penghindaran pajak yang marak terjadi merupakan salah satu penyebab kegagalan suatu negara dalam memenuhi tujuan penerimaan pajaknya. Terdapat berbagai definisi dari berbagai sumber terkait dengan penghindaran pajak. Dalam penelitian ini, istilah
“penghindaran pajak” akan didefinisikan menurut Lanis & Richardson (2012) ini adalah upaya manajemen untuk mengurangi kewajiban pajak melalui kegiatan perencanaan pajak.
Selama proses perencanaan pajak, mungkin ada aktivitas legal, grey area, dan ilegal. Oleh karena itu, penghindaran pajak dapat digunakan secara bergantian dengan istilah lain seperti agresivitas pajak dan manajemen pajak.
OECD mendefinisikan penghindaran pajak sebagai suatu rancangan yang dilakukan oleh wajib pajak yang bermaksud untuk mengurangi beban pajak dan biasanya bertentangan dengan maksud hukum yang harus diikuti. Menurut Taylor & Richardson (2012), beberapa bentuk skema praktik penghindaran pajak bertujuan untuk mengurangi beban pajak perusahaan, antara lain:
sebuah.
1. Thin Capitalization merupakan strategi pembiayaan anak perusahaan dengan utang. Hal ini menciptakan rasio yang tidak wajar antara utang dan ekuitas perusahaan, sehingga mengakibatkan hilangnya pendapatan suatu negara.
2. Transfer Pricing mengacu pada harga transaksi di dalam atau di antara perusahaan terkait.
Hal ini dapat menimbulkan potensi penghindaran pajak ketika terjadi penentuan harga jual dan harga beli antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.
3. Income Shifting adalah mentransfer pendapatan dalam bisnis atau antara anggota keluarga untuk mengurangi pajak terutang atau pendapatan kotor disesuaikan.
4. Tax Haven Utilization merupakan skema penghindaran pajak yang memanfaatkan keberadaan negara surga pajak, yaitu negara yang menawarkan tarif pajak yang kecil atau bahkan tidak memungut pajak sama sekali kepada investor asing, baik berupa perusahaan maupun perorangan.
564
JRAK 12.3
Menurut Whait et al. (2018), penghindaran pajak adalah upaya bisnis untuk menurunkan tarif pajak efektifnya dengan memanfaatkan celah dan area abu-abu dalam peraturan perpajakan melalui skema penghindaran pajak. Penghindaran pajak ini kemudian menimbulkan kerugian negara yang cukup besar. Namun demikian, hingga saat ini, menurut Frank et al. (2009), belum ada kesepakatan mengenai pengukuran penghindaran pajak secara global. Selama ini pengukuran tax avoidance menggunakan Effective Tax Rates (ETR), Book Tax Differences, Discretionary Permanent BTDs, dan Marginal Tax Rates.
Istilah tanggung jawab sosial perusahaan yang dikemukakan oleh Bowen (2013) mengacu pada adanya komitmen perusahaan untuk menjalankan bisnisnya sesuai dengan nilai dan tujuan masyarakat. Selain itu, Porter & Kramer (2007) menyarankan bahwa konsep sosial harus menjadi bagian dari rencana strategis perusahaan karena terkait erat dengan kepatuhan tanggung jawab sosial. Salah satu literatur terkait CSR yang memiliki pengaruh besar, ditulis oleh Carroll (1979), menyatakan bahwa CSR harus mempertimbangkan aspek ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Artinya perusahaan yang terlibat dalam CSR akan bekerja untuk mendapatkan keuntungan, taat hukum, bertindak etis dan menjadi perusahaan yang baik.
Praktik pelaporan CSR mencakup keterlibatan dengan masyarakat, lingkungan alam, tempat kerja, bahan bakar, modal manusia, konsumen, barang, dan kepedulian sosial (Fallan, 2015).
Hąbek & Wolniak (2015) mengungkapkan bahwa perusahaan mengungkapkan informasi terkait isu sosial dan lingkungan melalui CSR disclosure. Informasi terkait CSR dapat diungkapkan dalam laporan tahunan atau keberlanjutan, yang dapat membantu mengatasi krisis legitimasi Davis et al. (2015).
Pedoman Pelaporan Kerangka GRI digunakan sebagai panduan untuk membakukan penyusunan laporan keberlanjutan internasional. Menurut Mahoney et al. (2013), penyusunan laporan keberlanjutan berdasarkan Kerangka GRI dianggap dapat meningkatkan kredibilitas informasi yang diungkapkan. Penyusunan laporan keberlanjutan berdasarkan Kerangka GRI difokuskan pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Tujuan Kerangka Kerja GRI adalah untuk: membantu perusahaan menyusun laporan keberlanjutan untuk meningkatkan daya banding global dan kualitas informasi yang diungkapkan sehingga pemangku kepentingan dapat dengan mudah memahaminya.
Penelitian Kim & Im (2017) menunjukkan hasil bahwa tingkat tanggung jawab sosial perusahaan memiliki hubungan negatif terhadap penghindaran pajak. Perusahaan yang aktif melakukan aktivitas tanggung jawab sosial cenderung tidak melakukan praktik penghindaran pajak. Penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan merupakan berita negatif yang akan merusak image baik perusahaan yang selama ini telah dibangun melalui aktivitas tanggung jawab sosial yang tinggi. Hasil yang sama diperoleh Lanis & Richardson (2012a) yang menjabarkan bahwa perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial cenderung untuk tidak melakukan penghindaran pajak. Perusahaan yang telah banyak melakukan aktivitas tanggung jawab sosial cenderung tidak agresif terhadap pajaknya. Abid & Dammak (2022) menemukan hasil bahwa perusahaan dengan skor CSR yang tinggi lebih mungkin untuk melakukan penghindaran pajak yang agresif. Atas adanya inkonsistensi hasil penelitian tersebut, penelitian ini menguji kembali pengaruh pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan penghindaran pajak.
Kebaharuan pada penelitian ini adalah bahwa pengungkapan CSR akan diukur dari aspek kuantitas dan kualitasnya yang mengacu pada Raar (2002) berdasarkan 8 kategori yaitu key indicator, profile, policies, external relation, management performance, occupational health and safety, product performance serta sustainability. Penelitian ini juga akan menambahkan variabel moderasi. Menurut Frazier et al. (2004) variabel pemoderasi dapat diajukan apabila
565
JRAK 12.3
terdapat hubungan yang tidak konsisten antara variabel independen dengan variabel dependen. Hubungan yang tidak konsisten tersebut mengacu pada “terdapat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen hanya dalam suatu kondisi tertentu, tidak pada kondisi lainnya”.
Penggunaan variabel pemoderasi pada penelitian ini dikarenakan adanya inkonsistensi hasil penelitian sebelumnya. Kovermann & Velte (2019) berpendapat bahwa hasil penelitian yang berbeda kemungkinan dapat dijelaskan dengan perbedaan kondisi keuangan yang ada pada masing-masing perusahaan. Pada penelitian ini variabel moderasi yang digunakan adalah profitabilitas. Profitabilitas diharapkan dapat menggambarkan kondisi keuangan dari perusahaan. Profitabilitas digunakan karena seluruh kegiatan perusahaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sumber pendanaan yaitu laba yang diperoleh dan aset yang dimiliki perusahaan. Penelitian ini akan mengukur profitabilitas menggunakan rasio ROA (Return on Asset), ROA merupakan pengukuran kinerja yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas aktivitas perusahaan (Wahjuni et al., 2019). Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi berarti memiliki laba yang tinggi pula. Laba yang tinggi mencerminkan bahwa perusahaan memiliki kepercayaan yang sangat baik dari para pemangku kepentingan. Artinya perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi memiliki reputasi yang baik di mata stakeholders.
Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan selalu mencoba memastikan telah melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan batasan dan norma yang berlaku di masyarakat (Deegan, 2002). Legitimasi akan diperoleh perusahaan jika terdapat kesamaan antara hasil dan yang diharapkan oleh masyarakat dari perusahaan. Perusahaan yang melakukan tindakan menyimpang dari yang diharapkan oleh masyarakat akan kehilangan legitimasinya dan ini akan menyebabkan perusahaan kehilangan lisensi untuk beroperasi (Lanis & Richardson, 2012a). Aktivitas penghindaran pajak merupakan aktivitas yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Lanis & Richardson (2012a) menyatakan penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab secara sosial.
Perusahaan yang telah melaksanakan komitmen CSR dengan baik akan memunculkan ekspektasi bahwa perusahaan juga memiliki komitmen yang tinggi pada bidang lainnya, seperti pembayaran pajak. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Lanis
& Richardson (2012a) yang memiliki bukti empiris bahwa perusahaan yang memiliki tingkat pengungkapan CSR yang tinggi cenderung untuk tidak melakukan penghindaran pajak.
Davis et al. (2015) menemukan bukti bahwa perusahaan yang memiliki CSR-ratings yang tinggi cenderung untuk membayarkan pajak yang lebih tinggi. Penelitian lainnya yang memiliki hasil selaras adalah penelitian yang dilakukan oleh Kim & Im (2017) pada 491 sampel perusahaan yang terdaftar di Korean Exchange, mengemukakan hasil bahwa aktivitas CSR memiliki pengaruh negatif pada penghindaran pajak. Adapun hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
H1a: Kuantitas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap Penghindaran Pajak
H1b: Kualitas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap Penghindaran Pajak
Profitabilitas dipilih sebagai variabel moderasi didasarkan pada teori legitimasi yang mengacu pada kontrak sosial antara perusahaan dan masyarakat di lingkungan sekitarnya. Hal itu memunculkan ekspektasi bahwa perusahaan akan menggunakan keuntungan yang
566
JRAK 12.3
didapatkan dari kegiatan operasionalnya untuk membayar pajak yang merupakan salah satu cara untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat.
Tingkat profitabilitas yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan tersebut baik dan memiliki prospek di masa mendatang (Wambu, 2013). Perusahaan dengan profitabilitas tinggi juga menggambarkan perusahaan tersebut memiliki sumber daya keuangan untuk membayarkan pajaknya. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi akan berupaya untuk terus mempertahankan reputasinya dengan cara menghindari melakukan aktivitas yang dapat merusak nama perusahaan salah satunya adalah aktivitas penghindaran pajak.
Perusahaan dengan tingkat tanggung jawab sosial yang tinggi dan didukung oleh profitabilitas tinggi akan berusaha untuk menghindari melakukan aktivitas yang akan memiliki risiko tinggi seperti penghindaran pajak. Risiko yang akan diterima apabila perusahaan terbukti melakukan penghindaran pajak adalah rusaknya reputasi yang telah dibangun oleh perusahaan yang kemungkinan dapat berdampak pada hilangnya lisensi perusahaan untuk beroperasi dan sanksi denda yang tidak sedikit.
H2a: Profitabilitas memperkuat hubungan negatif kuantitas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan penghindaran pajak
H2b: Profitabilitas memperkuat hubungan negatif kualitas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan penghindaran pajak
METODE
Penelitian ini menggunakan positive approach (pendekatan positif) sebagai dasar untuk memecahkan permasalahan penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2017-2021. Sampel pada penelitian ini akan diambil dari populasi menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria:
1. Bukan perusahaan yang bergerak pada sektor keuangan dan konstruksi. Kedua sektor tersebut dikeluarkan dari sampel untuk menghindari bias karena pajak penghasilan perusahaan yang bergerak di kedua sektor tersebut didominasi oleh pajak penghasilan final.
2. Laporan keuangan yang disajikan secara terpisah maupun bersamaan dengan laporan tahunan pada periode pengamatan yaitu tahun 2017-2021 tersedia pada website perusahaan maupun website BEI.
3. Sustainability report yang disajikan secara terpisah maupun bersamaan dengan laporan tahunan yang memuat informasi tentang aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan tahun 2017-2021 tersedia pada website perusahaan maupun website BEI.
4. Perusahaan tidak mengalami kerugian selama tahun periode pengamatan yaitu tahun 2017-2021.
Definisi penghindaran pajak pada penelitian ini mengacu pada pengertian yang dijabarkan oleh Lanis & Richardson (2012a) yaitu usaha yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk dapat mengurangi beban pajak yang dibayarkan melalui proses perencanaan pajak.
Pengukuran penghindaran pajak pada penelitian ini akan menggunakan Effective Tax Rate yang mengacu pada penelitian (Davis et al., 2015; Gaaya et al., 2019; Halioui et al., 2016; Lanis &
Richardson, 2012a; Lin et al., 2017). ETR merupakan proksi yang paling banyak digunakan dalam penelitian empiris. Tingkat ETR yang rendah dinilai menjadi indikator adanya tindakan penghindaran pajak agresif begitupun sebaliknya. Perusahaan yang melakukan tindakan penghindaran pajak agresif, umumnya akan berusaha mengurangi penghasilan kena pajak
567
JRAK 12.3
dengan tetap menjaga laba akuntansi keuangan dan memiliki tingkat ETR yang rendah.
Penggunaan ETR sebagai proksi penghindaran pajak bertujuan untuk membandingkan beban pajak pada tahun berjalan dengan laba sebelum pajak penghasilan, maka tingkat ETR yang tinggi dapat mengindikasikan semakin rendah praktik penghindaran pajak pada perusahaan tersebut Adapun rumus dari effective tax rate adalah:
𝐸𝑇𝑅 𝑖, 𝑡 = 𝑡𝑎𝑥 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒 𝑖, 𝑡 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑎𝑥 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑖, 𝑡 Keterangan:
ETRi,t : Effective Tax Rate perusahaan i pada tahun t
Tax Expense i,t : Beban pajak penghasilan perusahaan i pada tahun t berdasarkan laporan laba rugi
Pretax income i,t : Laba sebelum dikurangi beban pajak penghasilan perusahaan i pada tahun t sesuai laporan laba rugi
Bowen (2013) mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu kewajiban perusahaan untuk menjalankan usahanya sejalan dengan nilai dan tujuan yang ingin diwujudkan oleh masyarakat sekitar lingkungan perusahaan tersebut beroperasi. Pada penelitian ini pengukuran tanggung jawab sosial perusahaan akan menggunakan konten analisis yang mengacu pada Raar (2002) yang digunakan untuk menganalisis kuantitas dan kualitas dari pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang ada pada laporan tahunan atau laporan keberlanjutan. Proses analisis konten dilakukan untuk mengubah informasi kualitatif terkait tanggung jawab sosial menjadi skor. Penelitian ini akan mengadaptasi kategori pengungkapan dari Raar (2002) yang disajikan pada tabel 1. Analisis unit digunakan untuk menentukan kuantitas dari pengungkapan yang merupakan kombinasi dari satuan kalimat yang jika digabung pada laporan akan menjadi paragraf, setengah halaman satu halaman dan lebih dari 1 halaman (lihat pada tabel 2).
Analisis unit digunakan untuk menentukan kuantitas dari pengungkapan yang merupakan kombinasi dari satuan kalimat yang jika digabung pada laporan akan menjadi paragraf, setengah halaman, satu halaman, dan lebih dari 1 halaman (lihat pada tabel 2). Pada komponen pengungkapan kuantitas, skor tertinggi adalah 5 poin yakni lebih dari satu halaman dan skor terendah adalah 1 poin yakni ketika perusahaan hanya mengungkapkannya dalam 1 kalimat. Aspek kualitas “bagaimana informasi diungkapkan” memiliki skor terendah 1 poin yakni perusahaan hanya melakukan pengungkapan moneter saja. Pengungkapan yang didasarkan pada informasi moneter saja tidak akan cukup bagi pemangku kepentingan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi tersebut. Skor tertinggi dari aspek kualitas adalah 7 poin. Skor tersebut merupakan kombinasi dari informasi kualitatif yaitu penjelasan terkait tujuan dan sasaran CSR, serta informasi moneter dan non-moneter (lihat tabel 2). Informasi tersebut dianggap lebih bermanfaat untuk membantu pemangku kepentingan mengambil keputusan dengan cara menghubungkan pengungkapan, kinerja lingkungan dan kinerja keuangan.
Rasio Profitabilitas merupakan suatu indikator dari kinerja perusahaan dalam mengelola kekayaannya dan itu ditunjukkan dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Sesuai penelitian Lanis & Richardson (2012a), Mahoney et al., (2013), dan Buana & Wahyudin, (2016) ROA (Return on Assets) akan digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan
(1)
568
JRAK 12.3
profitabilitas suatu perusahaan dan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan cara memanfaatkan aset yang dimiliki oleh perusahaan
ROA i, t =Laba Setelah Pajak i, t Total Aset i, t
No Kelompok Kategori 1 Key indicator
2 Profile 3 Policies
4 External relation 5 Management performance 6 Occupational health and safety 7 Product performance
8 Sustainability Sumber: Raar (2002)
Kuantitas pengungkapan
“how much” Kualitas pengungkapan
“how measured” Definisi Kualitas
1 = kalimat 1= moneter Pengungkapan dalam satuan
mata uang atau moneter
2 = paragraph 2= non moneter Pengukuran dalam satuan
angka (berat, volume, ukuran dan lainnya tetapi tidak dalam satuan mata uang)
3 = setengah halaman 3= kualitatif saja Hanya prosa deskriptif saja 4 = 1 halaman A4 4= kualitatif dan moneter Prosa deskriptif dan mata
uang 5 ≥ halaman a4 5= kualitatif dan non
moneter Prosa deskriptif dan satuan angka
6= moneter dan non moneter
Kombinasi dari mata uang dan angka
7= kualitatif, moneter dan
non moneter Prosa deskriptif, mata uang dan angka
Sumber: Raar (2002) Tabel 1.
Skema Kategori dan Definisi _________
Table 2.
Definisi Kualitas dan Kuantitas _________
(2)
569
JRAK 12.3
Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode regresi linear berganda dan Moderate Regression Analysis (MRA). Ditambahkannya variabel moderasi pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel moderasi tersebut akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun model persamaan regresi yang akan diujikan yaitu sebagai berikut:
TAi,t = α+β1 CSRQni,t+β2 CSRQli,t+ β3 CSRQni,t*ROAi,t+β4 CSRQli,t*ROAi,t+Ɛ Keterangan:
β : Koefisien Regresi
α : Konstanta
TAi,t : Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) perusahaan i pada tahun t.
CSRQni,t : Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility Disclosure) secara kuantitas perusahaan i pada tahun t.
CSRQli,t : Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility Disclosure) secara kualitas perusahaan i pada tahun t.
ROA : Profitabilitas perusahaan i pada tahun t.
Ɛ : Tingkat error
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2021. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria tertentu dan berikut adalah hasil yang diperoleh sesuai dengan kriteria.
No. Keterangan Jumlah
1. Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia 2017-2021 655 2. Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan keuangan (176) 3. Laporan keuangan perusahaan tahun 2017-2021 tidak dapat
diakses atau tidak tersedia. (41)
4. Sustainability report atau informasi terkait CSR tahun 2017-2021 tidak tersedia atau tidak dapat diakses.
(116)
5. Perusahaan yang mengalami kerugian selama periode pengamatan (219)
Perusahaan sampel 103
Jumlah observasi 515
Sumber: Data diolah peneliti (2022)
Table 3.
Sampel Penelitian _________
570
JRAK 12.3
Analisis Statistik Deskripstif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ETR 515 0,09 0,36 0,21 0,05
CSR Qn 515 7 40 28,10 7,33
CSR Ql 515 9 48 27,77 6,89
ROA 515 0,04 52,67 8,82 8,34
Valid N (listwise) 515
Sumber: Data diolah peneliti (2022)
Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau gambaran awal dari data yang diteliti, meliputi nilai mean, nilai standar deviasi, dan nilai minimum dan maksimum. Data penelitian yang dianalisis meliputi kuantitas CSR (CSRQn), kualitas CSR (CSRQl), nilai profitabilitas (ROA), dan tingkat penghindaran pajak (TA). Tabel 3 menyajikan hasil uji analisis statistik deskriptif untuk masing-masing variabel. Hasil dari analisis statistik deskriptif seluruh variabel penelitian disajikan pada tabel 3. Total sampel yang diperoleh dai tahun 2017-2021 adalah 515 sampel. Tabel 3 menunjukkan nilai minimum, maksimum, mean dan standar deviasi dari masing-masing variabel.
Pengukuran penghindaran pajak dilakukan dengan menghitung Effective Tax Rate (ETR).
Semakin tinggi nilai ETR maka semakin kecil penghindaran pajak yang dilakukan.
Berdasarkan tabel 4 diketahui rata-rata sebesar 0,21 dari rata-rata tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar perusahaan sampel membayarkan beban pajak sebesar 21% dari laba sebelum pajak. ETR memiliki nilai standar deviasi sebesar 0,050, Nilai tersebut lebih rendah dari nilai mean sehingga menunjukkan pada periode pengamatan tidak terdapat variasi yang tinggi antara nilai minimum dan maksimum yaitu 0,09 sampai dengan 0,36.
Variabel kuantitas CSR diukur dengan melihat “berapa banyak” informasi terkait CSR diungkapkan oleh perusahaan. Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata sebesar 18,29, berdasarkan rata-rata tersebut dapat disimpulkan bahwa umumnya perusahaan sampel memiliki 18 poin untuk kategori kuantitas CSR. Nilai standar deviasi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai mean yaitu 5,40<18,29 menunjukkan bahwa penyimpangan data nilai kuantitas CSR perusahaan sampel relatif kecil. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa nilai minimum kuantitas CSR adalah sebesar 7 poin dan nilai maksimum diperoleh sebesar 40.
Kualitas CSR diukur dengan cara melihat bagaimana informasi terkait CSR diungkapkan.
Tabel 4 memperlihatkan nilai rata-rata dari kualitas CSR adalah 27,77 dapat disimpulkan bahwa kebanyakan perusahaan sampel memiliki 28 poin kualitas CSR. Kualitas CSR memiliki nilai terendah sebesar 9 dan nilai tertinggi yaitu sebesar 48.
Profitabilitas diukur menggunakan Return on Assets (ROA) yang memiliki nilai mean sebesar 8,82 dengan standar deviasi sebesar 8,34. Nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa umumnya perusahaan sampel memiliki tingkat pengembalian aset sebesar 8,8%, angka ini termasuk kategori baik, umumnya semakin besar nilai ROA maka semakin efisien perusahaan menghasilkan laba. Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa ROA memiliki nilai minimum sebesar 0,04 dan nilai maksimum sebesar 52,67.
Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur kemampuan model dalam menjelaskan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada nilai R square.
Table 4.
Hasil Statistik Deskriptif _________
571
JRAK 12.3
R Square Adjusted R Square
Model 1 (dengan moderasi) 0,056 0,052 Model 2 (tanpa moderasi) 0,102 0,095
Sumber: Data diolah peneliti (2022)
Nilai R Square model 1 menunjukkan angka 0,056. Nilai tersebut menggambarkan bahwa pengaruh dari kuantitas CSR dan kualitas CSR terhadap penghindaran pajak adalah sebesar 5,6% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang ada diluar model ini.
Nilai R Square model 2 menunjukkan angka 0,102. Nilai ini mengindikasikan bahwa kontribusi atau pengaruh dari kuantitas CSR dan kualitas CSR serta peran moderasi profitabilitas terhadap penghindaran pajak adalah sebesar 10,2% dan sisanya sebesar 89,8%
dipengaruhi oleh variabel lain yang ada di luar model ini.
Hipotesis 1a menyatakan bahwa tingkat kuantitas CSR berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Berdasarkan tabel 5 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,979. Nilai signifikansi > 0,05 yang menunjukkan bahwa kuantitas CSR tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak, sehingga H1a tidak didukung.
Hipotesis 1b menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif tingkat kualitas CSR terhadap tingkat penghindaran pajak. Berdasarkan tabel 5, CSRQl menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,014 dengan t-stat sebesar 2,406 dan nilai koefisien beta sebesar 0,0139. Oleh karena itu, nilai hitung lebih besar dari t-tabel, nilai signifikansi < 0,05, dan nilai koefisien beta bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas CSR berpengaruh negatif terhadap tingkat penghindaran pajak, sehingga H1b didukung.
Hipotesis 2a menyatakan bahwa profitabilitas dapat memperkuat pengaruh negatif kuantitas CSR terhadap penghindaran pajak. Tabel 6 menunjukkan CSRQn*ROA memiliki nilai signifikansi sebesar 0,420. Nilai signifikansi > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa profitabilitas tidak memperkuat pengaruh kuantitas CSR terhadap penghindaran pajak, sehingga H2a tidak didukung.
Hipotesis 2b menyatakan bahwa profitabilitas memiliki peran moderasi dalam memperkuat pengaruh negatif kualitas CSR terhadap tingkat penghindaran pajak. Berdasarkan tabel 6, CSRQl*ROA menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,031 dengan nilai t-stat sebesar 2,169 dan nilai koefisien beta sebesar 0,0028. Nilai t-stat lebih besar dari t-tabel, nilai signifikansi <
0,05 dan nilai koefisien beta bernilai positif yang menunjukkan bahwa kualitas CSR berpengaruh negatif terhadap tingkat penghindaran pajak, sehingga H2b didukung.
Variabel B t-statistics Sig.
(Constant) 0,117 6,708 0,000 CSR Qn 1,423E-5 0,026 0,979 CSR Ql 0,00145 2,453 0,014
Sumber: Data diolah peneliti (2022)
Table 5.
Hasil R- Square _________
Table 6.
Hasil Regresi tanpa Moderasi _________
572
JRAK 12.3
Variabel B t-statistics Sig.
CSR Qn 4,676E-5 0,086 0,932
CSR Ql 0,00139 2,406 0,016
ROA 0,00033 0,678 0,498
CSR Qn*ROA 9,606E-5 0,807 0,420 CSR Ql*ROA 0,00028 2,169 0,031
Sumber: Data diolah peneliti (2022)
Pengaruh Kuantitas Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Penghindaran Pajak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuantitas CSR yang diukur dengan menghitung
“seberapa besar” informasi terkait tanggung jawab sosial perusahaan yang diungkapkan tidak berpengaruh terhadap adanya penghindaran pajak di perusahaan. Artinya jumlah konten tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan atau laporan keberlanjutan tidak terkait dengan keputusan perusahaan untuk menghindari pajak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sedikit-banyaknya informasi yang disajikan tidak berpengaruh terhadap keputusan penghindaran pajak. Krause et al. (2017) menyatakan bahwa kuantitas pengungkapan hanya mengutamakan volume atau panjangnya laporan tanpa memperhatikan informasi yang ada di dalamnya. Kuantitas CSR tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak karena dari rata-rata perusahaan sampel berdasarkan statistik deskriptif hanya memiliki 18 poin dari jumlah tertinggi 40 poin sehingga kuantitas CSR tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak karena jumlahnya termasuk sedikit. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiguna & Yadnyana (2019) yang menyatakan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial yang diukur dengan menghitung jumlah halaman tidak memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak.
Pengaruh Kualitas Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Penghindaran Pajak
Hubungan antara kualitas CSR dan penghindaran pajak memiliki hasil yang berbeda, yaitu bahwa kualitas CSR juga mengurangi tingkat penghindaran pajak pada perusahaan. Raar (2002) menyatakan bahwa kualitas CSR bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemangku kepentingan yang akan memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk mengevaluasi masalah jangka pendek dan jangka panjang. Permasalahan tersebut dapat berupa isu lingkungan, sosial dan ekonomi perusahaan yang dilihat stakeholders dari segi risiko, arus kas dan konsistensi perusahaan dalam menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. Tujuan lain dari kualitas CSR, menurut Raar (2002) adalah agar perusahaan mendapatkan legitimasi dari masyarakat.
Hasil ini sesuai dengan teori legitimasi yang diungkapkan oleh Deegan (2002), yang menyatakan bahwa perusahaan akan selalu berusaha untuk memastikan bahwa ia menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma dan batasan yang berlaku di masyarakat.
Table 7.
Hasil Regresi dengan Moderasi _________
573
JRAK 12.3
Kegiatan CSR yang menjadi salah satu cara perusahaan untuk menunjukkan komitmen kepada masyarakat terbukti mampu menekan penghindaran pajak yang tidak bertanggung jawab. Penghindaran pajak memberikan dampak yang luar biasa khususnya di Indonesia, dengan penghindaran pajak dapat menurunkan penerimaan pajak yang merupakan sumber utama penerimaan negara, sebesar 79,3%. Maraknya penghindaran pajak tentu akan merugikan masyarakat luas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas CSR berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak, dan hasil ini mendukung hipotesis 1b. Hasil penelitian ini juga memberikan bukti empiris yang mendukung teori legitimasi sebagai landasan teori yang mengaitkan tanggung jawab sosial perusahaan dengan penghindaran pajak. Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan akan berusaha untuk memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan kegiatan operasionalnya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat dan akan menghindari melakukan tindakan yang dapat menghilangkan legitimasinya seperti penghindaran pajak. Hasanah et al. (2022) menyatakan aktivitas CSR yang merupakan bentuk implementasi Triple Bottom Line (TBL) dapat meningkatkan reputasi perusahaan, sehingga perusahaan yang telah melaksanakan aktivitas CSR dengan baik tidak akan melakukan praktik penghindaran pajak yang dapat menghilangkan reputasi perusahaan yang selama ini dibangun. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan penelitian sebelumnya yaitu Gulzar et al. (2018), Kim & Im (2017) dan Sandra & Syaiful (2018) yang membuktikan bahwa terdapat hubungan negatif antara tanggung jawab sosial perusahaan dengan penghindaran pajak. Ketika suatu perusahaan memiliki tingkat tanggung jawab sosial yang tinggi, berarti perusahaan tersebut memiliki komitmen yang tinggi terhadap masalah sosial, lingkungan dan ekonomi dengan cara mengeluarkan biaya CSR, melaksanakan kegiatan CSR, dan mengungkapkan kegiatan CSR yang telah direalisasikan.
Peran Profitabilitas sebagai Pemoderasi Pengaruh Kuantitas Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Penghindaran Pajak
Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang diajukan bahwa profitabilitas memperkuat hubungan negatif pengungkapan CSR secara kuantitas terhadap praktik penghindaran pajak. Artinya kondisi keuangan perusahaan yang direpresentasikan dengan profitabilitas tidak mempengaruhi hubungan antara kuantitas CSR dengan penghindaran pajak. Hal ini berarti bahwa kuantitas CSR tidak memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak baik pada perusahaan dengan profitabilitas tinggi maupun rendah. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena keputusan perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak tidak berkaitan dengan kuantitas pengungkapan CSR dan tingkat profitabilitas belum mampu untuk memoderasi hubungan keduanya. Alasan lain yang menyebabkan profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kuantitas CSR dengan penghindaran pajak adalah karena tidak adanya hubungan yang signifikan antara kuantitas CSR dengan penghindaran pajak. Krause et al. (2017) menyatakan bahwa kuantitas pengungkapan hanyalah menunjukkan jumlah atau volume atas suatu informasi sehingga hal tersebut tidak memengaruhi perusahaan saat mengambil keputusan.
Peran Profitabilitas sebagai Pemoderasi Pengaruh Kuantitas Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Penghindaran Pajak
Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh efek moderasi profitabilitas terhadap hubungan antara kualitas pengungkapan CSR dan penghindaran pajak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan yang baik, yang diwakili oleh profitabilitas yang tinggi, dapat memperkuat pengaruh negatif tanggung jawab sosial perusahaan terhadap perilaku penghindaran pajak. Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi menggambarkan bahwa
574
JRAK 12.3
perusahaan memiliki ketersediaan dana untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga perusahaan dengan komitmen CSR yang tinggi dan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung tidak agresif terhadap pajaknya. Penghindaran pajak sangat merugikan perusahaan karena akan merusak reputasi yang dibangun baik dari segi kegiatan CSR yang dilakukan maupun kepercayaan pelanggan yang tergambar dari keuntungan perusahaan. Wambu (2013) menyatakan bahwa profitabilitas tinggi menggambarkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja perusahaan yang baik dan memiliki prospek yang bagus di masa mendatang sehingga perusahaan yang memiliki tingkat CSR serta profitabilitas yang tinggi akan menghindari melakukan tindakan yang dapat menghambat atau merusak reputasi yang dimiliki perusahaan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan yang diungkapkan oleh Watson (2015) yang menemukan bahwa perusahaan yang memiliki keterlibatan tinggi dengan aktivitas tanggung jawab sosial dan memiliki kinerja keuangan yang tinggi cenderung tidak melakukan praktik penghindaran pajak. Hasil ini juga mendukung teori legitimasi yang mengacu pada kontrak sosial antara perusahaan dan lingkungan sekitarnya, yang kemudian memunculkan ekspektasi bahwa perusahaan akan menggunakan keuntungan yang didapatkan dari kegiatan operasional untuk membayar pajak yang merupakan salah satu cara untuk menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat.
SIMPULAN
Pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar. Penerimaan tersebut kemudian digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan negara. Ketidakpatuhan terhadap pajak menyebabkan terhambatnya kinerja penerimaan negara dalam membiayai pembangunan. Penghindaran pajak merupakan permasalahan yang sudah lama ada, namun hingga kini praktik penghindaran pajak masih marak. Praktik penghindaran pajak bukan hanya masalah keuangan yang berkaitan dengan otoritas pajak, penghindaran pajak menggambarkan praktik yang tidak bertanggung jawab secara sosial dan tidak sesuai dengan kewajiban perusahaan kepada masyarakat. Penelitian ini menyelidiki pengaruh dari tanggung jawab sosial perusahaan dan tata kelola perusahaan terhadap penghindaran.
Penelitian ini menemukan bukti bahwa perusahaan yang melakukan pengungkapan CSR secara berkualitas cenderung tidak melakukan penghindaran pajak. Hasil ini mendukung teori legitimasi yang menjabarkan bahwa perusahaan yang mempersiapkan pengungkapan tanggung jawab sosial dengan kualitas yang baik memiliki motivasi moral yang lebih kuat untuk mematuhi nilai dan norma sosial serta cenderung untuk tidak terlibat penghindaran pajak. Penelitian ini mendukung pernyataan bahwa tata kelola perusahaan yang baik dapat meminimalkan perilaku penghindaran pajak. Tata kelola yang baik yang melibatkan para pemangku kepentingan internal maupun eksternal dapat memaksimalkan fungsi pengawasan yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya penghindaran pajak. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh hubungan kuantitas CSR dengan penghindaran pajak. Penelitian ini menyediakan bukti bahwa sedikit banyaknya konten CSR yang diungkapkan oleh perusahaan pada laporan tahunan atau laporan keberlanjutan tidak memengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak.
Hasil penelitian menyediakan bukti bahwa perusahaan dengan kualitas CSR yang baik serta tata kelola yang baik justru lebih rawan tidak taat terhadap pajak ketika perusahaan tersebut memiliki profitabilitas tinggi. Profitabilitas tinggi menunjukkan bahwa perusahaan juga memiliki laba yang tinggi, laba tersebut menjadi penentu dalam menghitung beban pajak.
Perusahaan yang telah melaksanakan pengungkapan tanggung jawab sosial dan implementasi tata kelola yang baik akan lebih waspada ketika memiliki profitabilitas yang tinggi. Perusahaan akan lebih agresif untuk melakukan perencanaan pajak dengan tujuan agar perusahaan tidak membayarkan pajak melebihi dana yang telah dipersiapkan.
575
JRAK 12.3
Saran dari peneliti untuk penelitian selanjutnya terkait dengan pengukuran penghindaran pajak, meskipun ETR merupakan ukuran penghindaran pajak yang paling sering digunakan.
Peneliti menyarankan penelitian selanjutnya untuk mempertimbangkan pengukuran penghindaran pajak yang tidak berdasarkan data dari laporan keuangan untuk menambah keragaman penelitian penghindaran pajak. Penelitian di masa depan juga dapat mempertimbangkan untuk melakukan lintas negara untuk membandingkan pengaruh CSR terhadap penghindaran pajak antar negara
Penelitian di masa depan juga dapat mempertimbangkan untuk melakukan lintas negara untuk membandingkan pengaruh CSR terhadap penghindaran pajak antar negara. Hasil dari penelitian ini menjadi tambahan bukti empiris untuk mendukung teori legitimasi sebagai dasar hubungan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan secara kualitas dengan penghindaran pajak. penelitian ini menjadi tambahan literatur yang memberikan bukti empiris bahwa terdapat cara untuk dapat mengurangi terjadinya penghindaran pajak pada suatu perusahaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mendorong perusahaan melaksanakan aktivitas tanggung jawab sosial sekaligus melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Temuan penelitian ini berguna untuk memberikan gambaran bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan harus dipertimbangkan oleh investor sebelum berinvestasi di suatu perusahaan. Kualitas pengungkapan tanggung jawab sosial yang baik mencerminkan komitmen perusahaan untuk menjalankan bisnis dengan cara yang etis dan mengurangi kemungkinan perusahaan untuk terlibat dalam penghindaran pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Abid, S., & Dammak, S. (2022). Corporate social responsibility and tax avoidance: the case of French companies. Journal of Financial Reporting and Accounting, 20(3/4), 618–
638. https://doi.org/10.1108/JFRA-04-2020-0119
Andreoni, J., Erard, B., & Feinstein, J. (1998). Tax Compliance. Journal of Economic Literature, 36(2), 818–860.
Bird, R., & Davis-Nozemack, K. (2018). Tax Avoidance as a Sustainability Problem. Journal of Business Ethics, 151(4), 1009–1025. https://doi.org/10.1007/s10551-016-3162-2 Bowen, H. R. (2013). Social responsibilities of the businessman. University of Iowa Press.
Buana, R., & Wahyudin, A. (2016). The Roles of Profitability Moderating Corporate Governance on Earnings Quality. Accounting Analysis Journal, 5(3), 213–219.
Carroll, A. B. (1979). A Three-Dimensional Conceptual Model Of Corporate Performance.
Academy of Management Review, 4(4), 497–505.
Davis, A., Guenther, D., Krull, L., & Williams, B. (2015). Do Socially Responsible Firms Pay More Taxes? The Accounting Review, 91, 150716140759007.
https://doi.org/10.2308/accr-51224
Fallan, E. (2015). Corporate Social Responsibility And Tax Aggressiveness: A Test Of Legitimacy Theory. Social and Environmental Accountability Journal, 35(3), 198–200.
Frank, M. M., Lynch, L. J., & Rego, S. O. (2009). Tax Reporting Aggressiveness And Its Relation To Aggressive Financial Reporting. The Accounting Review, 84(2), 467–496.
Frazier, P., Tix, A., & Barron, K. (2004). Testing Moderator And Mediator Effects In Counseling Psychology Research. Journal of Counseling Psychology, 51, 115–134.
https://doi.org/10.1037/0022-0167.51.1.115
576
JRAK 12.3
Gaaya, S., Lakhal, N., & Lakhal, F. (2019). Does Family Ownership Reduce Corporate Tax Avoidance? The Moderating Effect Of Audit Quality. Managerial Auditing Journal, 32(7), 731–744. https://doi.org/10.1108/MAJ-02-2017-1530
Gray, R., Kouhy, R., & Lavers, S. (1995). Corporate Social And Environmental Reporting.
Accounting, Auditing & Accountability Journal, 8(2), 47–77.
https://doi.org/10.1108/09513579510146996
Gulzar, M. A., Cherian, J., Sial, M. S., Badulescu, A., Thu, P. A., Badulescu, D., & Khuong, N. V. (2018). Does Corporate Social Responsibility Influence Corporate Tax Avoidance Of Chinese Listed Companies? Sustainability, 10(12), 4549.
Hąbek, P., & Wolniak, R. (2015). Assessing The Quality Of Corporate Social Responsibility Reports: The Case Of Reporting Practices In Selected European Union Member States. Quality & Quantity, 50. https://doi.org/10.1007/s11135-014-0155-z
Halioui, K., Neifar, S., & Ben Abdelaziz, F. (2016). Corporate Governance, CEO Compensation And Tax Aggressiveness. Review of Accounting and Finance, 15(4), 445–462. https://doi.org/10.1108/RAF-01-2015-0018
Hardeck, I., & Kirn, T. (2016). Taboo Or Technical Issue? An Empirical Assessment Of Taxation In Sustainability Reports. Journal of Cleaner Production, 133.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2016.06.028
Hasanah, U., Oktavendi, T. W., & Ulum, D. I. (2022). Praktik Social Responsibility Pada Pedagang Muslim Kaki Lima: Perspektif Triple Bottom Line Dan Nilai-Nilai Islam.
Jurnal Akuntansi Keuangan dan Bisnis (Vol. 15, Issue 1).
https://jurnal.pcr.ac.id/index.php/jakb/
Kemenkeu. (2020). Informasi APBN Kinerja dan Fakta 2020.
Kim, J., & Im, C. (2017). Study On Corporate Social Responsibility (CSR): Focus On Tax Avoidance And Financial Ratio Analysis. In Sustainability (Vol. 9, Issue 10).
https://doi.org/10.3390/su9101710
Kovermann, J., & Velte, P. (2019). The Impact Of Corporate Governance On Corporate Tax Avoidance. A Literature Review. Journal of International Accounting Auditing and Taxation, 36. https://doi.org/10.1016/j.intaccaudtax.2019.100270
Krause, M., Ackermann, M., Gayoso, L., Hirtbach, C., Koppa, M., & Siciliano Brêtas, L.
(2010). Formalisation and business development in Mozambique: how important are regulations? (No. 53). Studies.
Kristiadi, F., Kurniawati, E., & Naufa, A. (2020). Corporate Responsibility And Tax Aggressiveness: Evidence From Indonesia. Jurnal Manajemen Teori Dan Terapan, 13, 105. https://doi.org/10.20473/jmtt.v13i2.21211
Lanis, R., & Richardson, G. (2012a). Corporate Social Responsibility And Tax Aggressiveness: An Empirical Analysis. Journal of Accounting and Public Policy - J ACCOUNT PUBLIC POL, 31. https://doi.org/10.1016/j.jaccpubpol.2011.10.006 Lanis, R., & Richardson, G. (2012b). Corporate Social Responsibility And Tax
Aggressiveness: A Test Of Legitimacy Theory. Accounting, 26.
https://doi.org/10.1108/09513571311285621
577
JRAK 12.3
Lin, K. Z., Cheng, S., & Zhang, F. (2017). Corporate Social Responsibility, Institutional Environments, And Tax Avoidance: Evidence From A Subnational Comparison In China. The International Journal of Accounting, 52(4), 303–318.
Mahoney, L. S., Thorne, L., Cecil, L., & LaGore, W. (2013). A Research Note On Standalone Corporate Social Responsibility Reports: Signaling Or Greenwashing? Critical
Perspectives on Accounting, 24(4), 350–359.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.cpa.2012.09.008
OECD. (2021). Revenue Statistics In Asia And The Pacific 2021.
https://www.oecd.org/tax/tax-policy/revenue-statistics-asia-and-pacific- indonesia.pdf
Porter, M., & Kramer, M. (2007). Strategy And Society: The Link Between Competitive Advantage And Corporate Social Responsibility. Harvard Business Review, 84, 78- 92,163.
Raar, J. (2002). Environmental Initiatives: Towards Triple-Bottom Line Reporting.
Corporate Communications: An International Journal, 7, 169–183.
https://doi.org/10.1108/13563280210436781
Setyawan, S. (2021). View Of Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) Dan Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akademi Akuntansi, 4(2).
Taylor, G., & Richardson, G. (2012). International Corporate Tax Avoidance Practices:
Evidence From Australian Firms. The International Journal of Accounting, 47, 469–
496. https://doi.org/10.1016/j.intacc.2012.10.004
Sandra, M. Y. D., & Syaiful, H. A. A. (2018). Pengaruh Corporate Social Responsibility Dan Capital Intensity Terhadap Penghindaran Pajak. Jurnal Akademi Akuntansi 1(1).
Wambu, T. M. (2013). The Relationship Between Profitability And Liquidity Of Commercial Banks In Kenya. University of Nairobi.
Watson, L. (2015). Corporate Social Responsibility, Tax Avoidance, And Earnings Performance. The Journal of the American Taxation Association, 37(2), 1-21.
Whait, R., Christ, K., Ortas, E., & Burritt, R. (2018). What Do We Know About Tax Aggressiveness And Corporate Social Responsibility? An Integrative Review. Journal of Cleaner Production, 204, 542–552. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2018.08.334 Wiguna, I. P. I., & Yadnyana, K. (2019). The Role Of Working Experience Moderating The
Effect Of Emotional Intelligence, Intellectual Intelligence, And Spiritual Intelligence On The Ethical Decision Of Tax Consultants In Bali Area. International research journal of management, IT and social sciences, 6(3), 18-28.