• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengkajian Polatanam IP-300 Padi Di Sulawesi Selatan

N/A
N/A
20-139 Ivan Malau

Academic year: 2024

Membagikan " Pengkajian Polatanam IP-300 Padi Di Sulawesi Selatan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Agustus 2011 – November 2011 1 Pengkajian Polatanam IP-300 Padi

Di Sulawesi Selatan Jermia Limbongan

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

ABSTRAK

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah ialah melalui pelaksanaan IP padi 300. Keberhasilan pelaksanaan IP300 padi harus didukung oleh ketersediaan varietas unggul genjah, pembuatan pesemaian yang dapat menghasilkan bibit yang baik, pemupukan berimbang, penerapan pengendalian orgamisme penggannggu tanaman (OPT) secara terpadu, penggunaan sistem tanam dan pengolahan tanah yang sesuai. Pengkajian dilaksanakan bulan Maret sampai Desember 2010 di lahan sawah irigasi semi teknis di KP. Luwu, kabupaten Luwu Utara. Kegiatan ini dirancang dengan menggunakan kombinasi metode survey, kegiatan lapang dan metode diseminasi. Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan paket teknologi spesifik lokasi yang efisien dan efektif serta dapat diadopsi petani melalui Pengkajian polatanam IP-300 padi pada Lahan Sawah Irigasi Semi Teknis di Sulawesi Selatan. Hasil yang dicapai dari pengujian beberapa komponen teknologi ialah bahwa pertumbuhan varietas Impari 1 pada MT2 dan Inpari 7 pada MT3 cukup baik. Penanaman MT1 menggunakan pola petani, sedangkan MT2 dan MT3 dilakukan introduksi teknologi. Produksi yang dicapai pada MT1, MT2, dan MT3 berturut-turut 4,48 ; 5,20, dan 7,29 ton GKP per ha . Selama tiga kali penanaman terjadi peningkatan biaya input pada MT2 dibanding MT1 namun terjadi penurunan 5,4% (target 10%) pada MT3 dibanding MT2. Walaupun hasil gabah yang diperoleh dari tiga musim tanam hanya sebesar 16,97 ton per ha, namun diperkirakan target sebesar 21 ton per ha dapat dicapai pada tahun kedua atau ketiga. Perkiraan ini didasarkan pada hasil gabah sebesar 7,29 ton/ha yang dicapai pada MT3, yang kalau angka tersebut dianggap rata-rata, maka produksi setahun dapat mencapai 21,78 ton/ha.

PENDAHULUAN

Upaya mempertahankan swasembada pangan khususnya beras yang telah dicapai pada tahun 1984 dan 2008 terus dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Namun upaya tersebut mendapat tantangan berupa: (1) gejala pelandaian produksi (levelling off), (2) konversi lahan-lahan subur menjadi pusat perdagangan, perumahan dan jalan, (3) konversi usahatani padi menjadi usahatani lainnya yang lebih menguntungkan, (4) deraan iklim yang tidak menentu, dan (5) kelangkaan pupuk.

Selanjutnya, untuk mempertahankan sawasembada beras, intensifikasi merupakan kegiatan yang diprioritaskan.

Sulawesi Selatan memiliki lahan sawah seluas 587.328 ha dengan luas sawah irigasi 346.840 ha (59%) dengan tingkat produktivitas yang diperoleh mencapai 4,7 t/ha. Dengan potensi tersebut, Sulawesi Selatan sudah merupakan daerah produsen beras terbesar diluar Jawa dan merupakan lumbung pangan nasional dengan kelebihan beras sebanyak lebih kurang 1,5 juta ton setiap tahunnya. Kelebihan tersebut

didistribusi ke Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Peran tersebut masih dapat ditingkatkan karena Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2009 mencanangkan program surplus 2 juta ton beras. Hal ini dapat dicapai berdasarkan peluang peningkatan produksi yang masih cukup besar dimana di beberapa daerah dan petani ada yang mampu menghasilkan produksi 7 - 9 t/ha, sedangkan hasil kajian PTT di Sulawesi Selatan diperoleh antara 6,5 – 8,3 t/ha (Arafah, et al.

2001, 2002, 2003). Namun, peran tersebut bukan mustahil berakhir apabila pendapatan dan kesejahteraan petani tidak dapat ditingkatkan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan swasembada beras adalah melalui program intensifikasi. Salah satu program intensifikasi yang akan ditempuh adalah dengan meningkatkan indeks pertanaman (IP), baik IP-300 maupun IP-400 per unit luas lahan per tahun (Badan Litbang Pertanian, 2009).

Kesuksesan upaya tersebut harus didukung oleh penerapan komponen teknologi dasar antara lain varietas unggul baru (VUB), benih bermutu dan berlabel, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, pengendalian

(2)

2 Agustus 2011 – November 2011 hama penyakit dengan pendekatan PHT, pemberian pupuk organic dan di.lengkapi dengan komponen teknologi pilihan yaitu pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, penanaman bibit muda (kurang dari 21 hari), tanam bibit 1-3 batang per rumpun, system tanam jajar legowo 2:1 atau 3:1 atau 4:1,pengairan berselang, penyiangan dengan landak atau gasrok, panen tepat waktu gabah segera dirontok.

Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan paket teknologi spesifik lokasi yang efisien dan efektif serta dapat diadopsi petani melalui Pengkajian polatanam IP-300 Padi pada Lahan Sawah Irigasi Semi Teknis di Sulawesi Selatan

METODOLOGI

Metode

Pengkajian Polatanam IP-300 Padi dilakukan di KP. Mariri, kecamatan Bone-Bone, kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan pada areal binaan seluas 5 ha melibatkan sekitar 10 orang sebagai petani kooperator. Pada areal tersebut dibuat super impose di Kebun Percobaan Luwu untuk mengkaji polatan IP-300 padi di atas lahan seluas 2 ha, yang dilakukan tiga musim tanam, mulai bulan Januari sampai Desember 2010 dengan rencana tanam sebagai tertera pada Gambar 1:

MH 1

(MT1 ) MH 2 (MT2) MK I (MT3) MK II (MT4)

Total 365 hari

Jan-Mrt Apr-Juni Juli-Sept Okt-Des

VUG VUG VUG VUSG

35 90 hst 35 90 hst 35 75 hst

15 15 15

Keterangan :

Pesemaian dilakukan 15 hari sebelum panen Pengolahan Tanah

Tanam sampai panen

Gambar 1. Polatanam untuk pertanaman 1 tahun dengan 2-3 kali varietas genjah dan 1 kali VUSG Metode pelaksanaan kegiatan pengkajian di

lokasi super impose secara rinci diuraikan sebagai berikut : Kegiatan ini menggunakan varietas unggul umur genjah (VUG) dan varietas unggul sangat genjah (VUSG) dengan potensi hasil tinggi dan yang berumur 95-104 hari.(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009)

Adapun varietas genjah dan sangat genjah yang digunakan misalnya Inpari 1, Silugonggo, Inpari 10, Inpari 4, Inpari 7 dan lain-lain (Suprihartono et al.,2010). Varietas- varietas tersebut ditanam sebagian pada lahan yang diolah secara sempurnah hingga luasnya mencapai 2 ha. Kegiatan lapangan meliputi persiapan lahan dengan pengolahan tanah sempurna, pesemaian, penanaman, pemeliharaan serta panen dan pasca panen.

Data yang dikumpulkan meliputi: data agronomi meliputi komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil, tingkat serangan hama/penyakit, data iklim, data sosek, pada masing2 MT pada setiap varietas. Data agronomi yang terkumpul dianalisis secara statistik yaitu dengan analisis nilai rata-rata. Analisis usahatani dilakukan dengan pendekatan R/C ratio.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan kegiatan tahun 2010 diawali dengan kegiatan survey dengan melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan penanaman padi oleh petani (MH1/MT1) di lokasi dan sekitar lokasi kegiatan (Januari-Maret). Tahap selanjutnya adalah melakukan penanaman MT2 yang dimulai tanggal 21 April 2010 dengan menanam varietas Inpari 1 seluas 2 ha. Hasil yang didapatkan adalah :

Polatanam dan Waktu Tanam

Rencana dan Realisasi pelaksanaan polatanam Pengkajian IP 300 padi di KP Luwu, Bone-Bone, Sulsel dapat dilihat pada Gambar 2.

Dari Gambar 2 dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan MT2 yang dilakukan pada tanggal 22 April 2010 telah berhasil diselesaikan dalam waktu 105 hari (tabur benih sampai panen). Pola tanam yang digunakan adalah Legowo 2:1 dengan varietas Inpari1. Persiapan lahan yang direncanakan 35 hari ternyata cukup dengan 19 hari saja, demikian juga umur tanaman hanya 80 hst.

(3)

Agustus 2011 – November 2011 3 MH 1

(MT1) Jan-Mrt

MH 2 (MT2) April - Juli

MK 1 (Tanam kedua)

Agts-Sept

MK 2 (MT3)

Okt - Desember Total 365 hari

VUG VUG VUG VUSG

35 90 hst 35 90 hst 35 75 hst RENCANA MT1

(Ciherang)

MT2 (Inpari 1)

Inpari 1 & 7, Silugonggo

MT3 Inpari 1 & 7 TABELA

REALISASI Sistem

Tegel Legowo 2:1 Legowo 2:1 dan:Legowo 4:1

Legowo 2:1 dan:Legowo 4:1 90 hst 19 80 hst 16 Gagal Panen 14 78 hst

25 18

Keterangan :

Pesemaian Pengolahan Tanah Tanam sampai panen

Gambar 2. Rencana dan Realisasi pelaksaan Polatanam pengkajian IP 300 padi di KP. Luwu, Bone-Bone, Sulsel, 2010.

Penanaman kedua (MK1) dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2010 menggunakan varietas Inpari 1 dan Silugonggo dengan pola tanam Legowo 2:1 dan Legowo 4:1. Sagir (1997) merekomendasikan bahwa perlu dilakukan pergiliran varietas atau penggantian benih padi bermutu yang memiliki ketahanan yang berbeda pada setiap musim tanam.

Pengolahan lahan hanya dilakukan selama 19 hari. Namun dalam masa pertumbuhannya mengalami serangan hama tikus dengan kondisi serangan berat. Pertanaman petani disekitar pengkajian juga mengalami hal yang sama. Pengendalian yang dilakukan dengan sistem rintangan perangkap ternyata tidak efektif karena rintangan plastik yang dipasang keliling dirusak oleh anjing, sehingga tikus dapat masuk ke dalam lokasi pertanaman. Selain itu menurut

data curah hujan 1999-2007 (Lampiran 1), jumlah curah hujan pada saat penanaman bulan Agustus paling rendah yaitu 144 mm sedangkan curah hujan tertinggi bisa mencapai 301 mm yang terjadi pada bulan Maret. Dengan demikian penanam kedua (MK1) dinyatakan puso dan segera dilakukan pengolahan lahan dan selanjutnya penanaman secara TABELA (MT3) dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2010.

sehingga sisa waktu setahun yang dapat digunakan untuk pertanaman berikutnya adalah 121 hari.

Hama, penyakit, musuh alami, dan gulma Kondisi serangan hama penyakit dan gulma pada pengkajian IP300 padi di KP. Luwu dapat dilihat pada Tabel 1.

(4)

4 Agustus 2011 – November 2011

Tabel 1. Realisasi Pengenalian Hama/penyakit dan gulma pada pengkajian IP 300 padi di KP. Luwu

Jenis OPT MH 1 (MT1) Jan-Mrt

MH 2 (MT2) 21/4 – 8/7 2010

Apr- Juli

MK 1 (Taman kedua) Agust-September

MK 2 (MT3) Okt-Desember

Hama

Tikus (ringan) K.Mas (ringan) P. Batang (ringan) Sundep (ringan) W.sangit (ringan) B.pipit (ringan)

Tikus (ringan) K. Mas (ringan) P. Batang (ringan) Sundep (ringan) W.sangit (ringan) B.pipit (ringan)

Tikus (berat) K. Mas (ringan) P. batang (berat)

Tikus, sundep, hama putih palsu, k.mas (ringan)

Musuh alami

Burung hantu Anjing Elang

Burung hantu Anjing Elang

Burung hantu Anjing Elang

Burung hantu Anjing Elang Penyakit

Tungro (ringan)

P.kresek (ringan) P.kresek (ringan) Tungro (ringan) P.kresek (ringan)

P.kresek (ringan)

Gulma

Jajagoan (jarang) Teki (agak rapat) Jarum-jarum (agak rapat)

Jajagoan (jarang) Teki (agak rapat) Jarum-jarum (agak rapat)

Jajagoan (jarang) Teki (agak rapat) Jarum-jarum (agak rapat)

Tuton, dengkulan, jarum-jarum

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa hama yang sering menyerang pertanaman padi pada MT1 dan MT2 adalah Tikus (ringan), Keong Mas (ringan) Penggerek Batang (ringan), Sundep (ringan), Walang sangit (ringan), Burung pipit (ringan). Selanjutnya pada MK1 serangan tikus (berat) mengakibatkan tanaman padi tidak dapat dipanen. Sistem pengendalian rintangan perangkap yang dilakukan menggunakan plastik tidak bisa mengatasi serangan tikus selain karena populasinya sangat banyak, juga plastik yang digunakan dirusak anjing yang berkeliaran disekitar pertanaman. Dengan demikian masa tanam disekitar awal bulan Agustus tidak dianjurkan. Penanaman selanjutnya dilakukan lagi pada tanggal 14 Oktober 2010 dengan menggunakan varietas Inpari 7 dengan sistem tanam TABELA. Menurut Effendy dan Kustiono (2000), keberhasilan pengembangan IP padi 300 maupun IP-400 sangat ditentukan oleh ketahanan varietas, pola pergiliran varietas, dan sistem pengolahan tanah yang berkaitan dengan sistem Tabela.

Musuh alami yang ada disekitar lokasi pengkajian adalah burung hantu, anjing, dan burung elang. Penyakit tanaman yang terlihat ada gejalanya adalah tungro (ringan), dan penyakit kresek (ringan). Sedangkan gulma yang tumbuh di antara pertanaman padi adalah jajagoan (jarang), teki (agak rapat), jarum-jarum (agak rapat). Maka dari itu, pendekatan keterpaduan antara cara dan penerapan inovasi komponen teknologi untuk mengeliminasi menggunakan pestisida perlu dilakukan. Salah satu diantaranya adalah dengan pola pergiliran tanaman padi yang mempunyai sifat relatif berbeda (Landis dan Marino, 1999).

Komponen Pertumbuhan, Komponen Hasil dan Hasil.

Hasil pengamatan Komponen Pertumbuhan, Komponen Hasil dan Hasil.

Pengkajian IP 300 padi di Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara Tahun 2010. (MT2) dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

Agustus 2011 – November 2011 5 Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Komponen Pertumbuhan, Komponen Hasil,

dan hasil, Pengkajian IP 300 padi di Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara Tahun 2010.

Parameter Pengamatan

Hasil Pengamatan MH 1 (MT1)

Jan-Mrt

MH 2 (MT2) Apr- Juli

MK 2 (MT3) Okt- Desember

Tinggi Tanaman 75 hst (cm) 67,2 84,3 100,7

Jumlah anakan produktif 22,1 15,7 17,1

Panjang malai (cm) 23,8 24,3 24,3

Jumlah biji/malai 93,1 94,0 92,5

Jlh biji hampa/malai 15,4 17,6 15,6

Berat 1000 biji (gram) 27,1 26,6 25,9

Produksi GKG (ton/ha) 4,5 ton/ha 5,2 ton/ha 7,3 ton/ha Dari Tabel 2 dapat disimpulkan apabila hasil

pengamatan ini dibandingkan dengan deskripsi varietas Inpari 1 (Suprihatno, et al., 2010), ternyata tinggi tanaman hasil pengamatan lebih tinggi dari hasil deskripsi, demikian juga jumlah anakan produktif. Bobot 1000 butir gabah sebesar 26,6 g sama dengan hasil deskripsi, sedangkan rata-rata hasil gabah hanya sebesar 5,2 t/ha lebih rendah dari hasil deskripsi sebesar 7,3 ton/ha.

Jumlah anakan berkisar antara 495 sampai 723 anakan per meter persegi. Jumlah tersebut sangat bervariasi karena pola tanam yang

berbeda yaitu Legowo 2:1 dan Legowo 4:1, disamping itu disebabkan oleh perlakuan pemupukan yang berbeda pada setiap plot tersebut. Namun hasil analisis statistik dari data tersebut tidak memperlihatkan perbedaaan yang nyata. Demikian juga terjadi variasi pada hasil pengamatan tinggi tanaman pada umur 2 bulan dan hasil gabah (Lampiran 2).

Analisi Ekonomi

Data hasil perhitungan input-output yang digunakan dan dihasilkan selama 1 tahun (3 kali musim tanam) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Input-Output Pengkajian IP 300 padi di KP. Luwu, Kabupaten Luwu Utara Tahun 2010.

Jenis Input/Output

Biaya (Rp/ha) Sebelum Aplikasi

Teknologi (MT1) Jan-Mrt

Sesudah Aplikasi Teknologi (MT2)

Apr-Juli

Sesudah Aplikasi Teknologi (MT3)

Okt-Des INPUT

1. Upah/Gaji

Pesemaian 250.000,- 250.000,- - (TABELA)

Pengo. tanah 800.000,- 800.000,- 800.000,-

Perbaikan Pematang 200.000,- 200.000,- 200.000,-

Penanaman 650.000,- 650.000,- 200.000,-

Pemupukan 35.000,- 200.000,- 300.000,-

Penyemprotan 4x 70.000,- 70.000,- 70.000,-

Arit 324.000,- 324.000,- 350.000,-

Dros 324.000,- 324.000,- 350.000,-

Angkutan 270.000,- 270.000,- 300.000,-

Jemur 75.000,- 75.000,- 100.000,-

2. Bahan-bahan

Benih 150.000,- 150.000,- 200.000,-

Pupuk dan Pestisida 3.085.000,- 4.000.000,- 4.000.000,-

Karung 75.000,- 75.000,- 80.000,-

Plastik rol 750.000,- 750.000,- 750.000,-

Jumlah Input (1+2) 7.058.000,- 8.138.000,- 7.700.000,- Output

Produksi GKG (ton/ha) 4,48 5,20 7,29

Harga Gabah (Rp/kg) 2.300,- 2.300,- 2.300

Jumlah Output (Rp) 10.304.000 11.960.000,- 16.767.000,-

Keuntungan 3.246.000,- 3.822.000,- 9.067.000,-

(6)

6 Agustus 2011 – November 2011 Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa selama pengkajian ini berlangsung mulai Januari sampai Desember 2010 telah dilakukan pengamatan pada tiga kali musim tanam yaitu MT1 (Januari-Maret), MT2 (April-Juli), dan MT3 (Oktober-Desember). Jumlah biaya input yang digunakan per hektar pada MT1 sebesar Rp.7.058.000,- sedangkan hasil penjualan gabah sebesar Rp.10.304.000,- sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 3.246.000,-.

Kemudian pada MT2 biaya input per hektar meningkat menjadi Rp. 8.138.000, sebagai akibat dari peningkatan dosis pupuk dan pestisida, tetapi ada peningkatan hasil penjualan gabah menjadi Rp. 11.960.000,- sehingga diperoleh keuntungan Rp. 3.822.000,-. Selanjutnya pada MT3 biaya input per hektar turun menjadi Rp. 7.700.000, sebagai akibat dari berkurangnya biaya pesemaian dan penanaman (Sistem TABELA), tetapi ada peningkatan hasil penjualan gabah menjadi Rp. 16.767.000,- sehingga diperoleh keuntungan Rp. 9.067.000,-

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa selama tiga kali penanaman terjadi peningkatan biaya input pada MT2 namun terjadi penurunan 5,4% (target 10%) pada MT3.

Diperkirakan akan terus terjadi penurunan biaya input pada lokasi yang sama pada tahun 2011 sebagai akibat dari struktur tanah yang lebih baik karena pemupukan organik dan pengolahan tanah sempurnah, serta adanya residu pupuk dari musim tanam sebelumnya. Walaupun hasil gabah yang diperoleh dari tiga musim tanam hanya sebesar 16,97 ton per ha (target > 21 ton/ha), namun diperkirakan target tersebut dapat dicapai pada tahun kedua atau ketiga. Perkiraan ini didasarkan pada hasil gabah sebesar 7,29 ton/ha yang dicapai pada MT3, yang kalau angka tersebut dianggap rata-rata, maka produksi setahun dapat mencapai 21,78 ton/ha.

KESIMPULAN

1. Penanaman pada MT1 dengan teknologi petani menghasilkan 4,5 ton/ha GKG sedangkan penanaman pada MT2 menghasilkan gabah sebesar 5,2 ton GKG/ha atau meningkat 0,7 ton/ha.

Selanjutnya penanaman MT3 menghasilkan 7,29 ton/ha atau meningkat 2,09 ton/ha dibanding MT1.

2. Penanaman pada bulan Agustus sebaiknya tidak dilakukan karena selain curah hujan kurang, juga, terjadi serangan hama tikus (tingkat serangan berat). Penanaman selanjutnya sebaiknya dilakukan pada bulan

Oktober karena hasil pertumbuhan tanaman dan produktivitas yang dicapai cukup baik.

3. Selama tiga kali penanaman terjadi peningkatan biaya input pada MT2 dibanding MT1 namun terjadi penurunan 5,4% (target 10%) pada MT3 dibanding MT2. Diperkirakan, biaya input akan terus menurun pada lokasi yang sama pada tahun 2011. Hal ini terjadi karena struktur tanah yang lebih baik sebagai akibat pemupukan organik dan pengolahan tanah sempurnah, serta adanya residu pupuk dari musim tanam sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arafah, Sania Saenong, Nasruddin, Hasanuddin dan Abd. Fattah, 2001. Pengkajian dan Pengembangan Intensifikasi Padi Lahan Irigasi Berdasar Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.Laporan Akhir Kegiatan.

---, Sania Saenong, Nasruddin, Abd. Fattah dan Syamsiar, 2002. Pengkajian dan Pengembangan Intensifikasi Padi Lahan Irigasi Berdasar Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.Laporan Akhir Kegiatan.

---, Muslimin, Nasruddin, Amin, Syamsul Bahri dan St. Najmah, 2003. Kajian Teknologi Bercocok Tanam Padi lahan Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.Laporan Akhir Kegiatan.

Badan Litbang Pertanian. 2009. Pedum PTT Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Balai Besar Penelitian Padi, 2009. Pedum Peningkatan Produksi Padi melalui Plaksanaan IP padi 400. Balai Besar Penelitian Padi, Badan Litbang Pertanian.

Effendy, G. Dan G. Kustiono. 2000. Keragaan dan Sistem Usahatani Berbasis Padi (SUTPA) pada MT 1996-1997 di Kecamatan Punggung Kabupaten Mojokerto. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian : 3 (1) : 68 - 89.

BPTP Karangploso.

(7)

Agustus 2011 – November 2011 7 Landis, D.A. and P.C. Marino. 1999. Structure

and extra field processes: Impact on management of pests and beneficials. p.

79-104. In Handbook of Pests Management, J.R. Rubinson (ed).

Mercel Dekker, Inc. New York

Shagir Sama, 1997. Teknologi Penggantian Benih Padi Bermutu. Prosiding Seminar Himpunan Alumni IPB-Sulsel, Ujung Pandang 14 Juni 1997. Himpunan

Alumni IPB Sulawesi Selatan. Halaman 90-113.

Suprihartono, B., Aan A. Daradjat, Satoto, Baehaki, S.E., Suprihanto, Agus Setyono, S.Dewi Indrasari, I.Putu Wardana, Hasil Sembiring, 2010.

Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Peneltian dan Pengembangan Pertanian.

114 halaman.

Lampiran 1. Data curah hujan (mm) di Bone-Bone kabupaten Luwu Utara tahun 1999-2007 Bulan 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 RATA

JAN 158 299 322 245 191 162 113 346 255 232,3

FEB 187 95 172 58 454 155 153 204 187 185,0

MRT 112 518 398 262 170 220 175 357 503 301,7

APR 135 199 180 60 139 211 99 423 288 192,7

MEI 140 184 199 50 148 258 96 443 296 163,7

JUN 84 207 823 132 243 218 88 398 170 243,7

JUL 220 179 462 161 66 267 102 297 328 231,3

AGT 345 66 67 48 73 154 23 341 179 144,0

SEP 276 262 46 36 69 102 130 247 277 160,6

OKT 85 339 295 151 33 85 51 131 365 170,6

NOP 403 197 66 19 125 113 119 389 193 180,4

DES 98 455 37 131 162 138 158 213 203 177,2

JLH 2174 3282 3133 1310 1868 2300 1320 3798 3240

Lampiran 2. Hasil pengamatan Pertumbuhan Tanaman, Jumlah Anakan dan hasil gabah, Pengkajian IP 300 padi di KP. Luwu Kabupaten Luwu Utara Tahun 2010. (MT3)

Pola Tanam

Tinggi tanaman (cm) J. Anakan Umur 2 bln

(1x1 m2)

Hasil Gabah (GKP)

Umur 1 bln Umur 2 bln Kg/plt Kg/ha

L 2:1 36,7 57,4 574 315 3.465

L 2:1 36,6 68,3 723 635 7.620

L 2:1 37,1 76,4 598 740 8.880

L 2:1 36,7 68,1 578 530 7.950

L 4:1 37,6 67,0 667 320 2.400

L 4:1 35,5 64,0 518 625 9.375

L 4:1 38,1 68,8 661 840 6.300

L4:1 36,2 66,3 513 725 7.612

L 4:1 36,6 68,7 495 620 8.060

L 4:1 35,9 63,5 631 730 5.256

L 4:1 36,9 64,8 526 620 9.300

L 4:1 34,5 66,1 498 315 2.362

L 4:1 33,3 65,8 567 645 8.062

L 4:1 37,9 69,6 579 845 10.562

L 4:1 38,6 68,2 543 320 3.360

L 4:1 36,4 64,3 589 310 3.565

Keterangan : L 2:1 = Legowo 2 :1 L 4:1 = Legowo 4 :1

Referensi

Dokumen terkait

Ada dua kegiatan yang dilaksanakan yaitu; (1) Pengkajian paket pengelolaan tanaman padi terpadu; dan (2) Teknologi pengelolaan jerami padi untuk pakan sapi dengan fermentasi

Jumlah paket teknologi spesifik lokasi yang dimanfaatkan pengguna dengan target 10 paket teknologi (akumulasi 5 tahun terakhir) dapat dicapai, antara lain: 1)

Indikator Kinerja : Rasio paket teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan terhadap jumlah pengkajian teknologi spesifik lokasi yang dilakukan pada tahun berjalan

Dengan teknologi pemupukan hara spesifik lokasi, penggunaan pupuk oleh petani dapat lebih rasional sesuai kebutuhan tanaman sekaligus meningkatkan produksi dan pendapatan

Dampak pengkajian SUP Pandu di Kabupaten Lamongan dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu teknologi anjuran telah diadopsi petani, meningkatnya produktivitas padi,

Selanjutnya, kedua sasaran tersebut diukur dengan 6 (enam) indikator kinerja output berupa: (1) Jumlah teknologi spesifik lokasi yang dimanfaatkan, (2) Rasio paket

Indikator Kinerja : Rasio paket teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan terhadap jumlah pengkajian teknologi spesifik lokasi yang dilakukan pada tahun berjalan

• Pengkajian dan Diseminasi Teknologi Sesuai dengan tusinya, sejak terbentuk BPTP Banten telah menghasilkan berbagai teknologi spesifik lokasi antara lain: Paket teknologi produksi