BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Gambar 3.1
Design penelitian One Group Before-After Design
O1 : Pengukuran (Observasi) pada pre treatment (dilakukan pengukuran awal)
X : Treatment
O2 : Pengukuran (Observasi) pada post treatment (pengukuran dilakukan kembali)
Dalam penelitian ini digunakan Quasi Eksperimental Design. Design yang digunakan adalah One Group Before-After Design atau biasa juga disebut dengan One-Group Pretest-Posttest Design dikarenakan akan mengukur langsung perubahan tingkah laku masing-masing subjek di bawah dua kondisi observasi. Dua kondisi tersebut adalah observasi (pengukuran) pertama yang dilakukan sebelum diberikan treatment (diberi simbol O1) dan observasi (pengukuran) kedua yang dilakukan setelah kelompok diberikan treatment (diberi symbol O2.
Pre-Response Measure (O1)
Treatment (X)
Post Response Measure (O2)
Jalannya Eksperimen:
1. Sekelompok anak autis berusi 6-7 tahun di SLB Autis Prananda sebanyak 15 orang dilakukan pengukuran/diobservasi (diukur dan dinilai). Sekelompok subjek tersebut diobservasi untuk mengukur tingkat interaksi sosial mereka (O1). Dilakukan observasi karena dari hasil pengukuran ditentukan program yang tepat untuk anak tersebut.
2. Kemudian treatment (X) diberikan yaitu semua subjek diberikan terapi ABA (Applied Behavior Analysis) oleh guru dibantu helper. Terapi ABA dilksanakan setiap hari atau minimal 40 jam per minggu, kurikulum terapi ABA dipadukan dengan kurikulum SLB Prananda.
Terapi ABA dilaksanakan setiap hari bertujuan agar anak patuh dengan perintah yang diberikan guru atau helper. Semua subjek mengikuti semua tahapan dan proses terapi ABA yang diberikan oleh SLB Autis Prananda diawali dengan program kepatuhan (kontak mata dan dapat duduk saat belajar), bahasa reseptif, bahasa ekspresif, pre-akademik dan bantu diri.
3. Setelah diberikan terapi ABA (sebagai treatment) kemudian 15 subjek tersebut diukur/diobservasi kembali menggunakan kuesioner yang sama, bagaimana tingkat interaksi sosial mereka? (O2)
4. Hasil O1 dibandingkan dengan O2.
3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Identifikasi Variabel
Variabel adalah setiap karakteristik pada organisme, lingkungan, atau situasi eksperimental yang dapat berubah-ubah dari suatu eksperimental ke eksperimental lain.
3.2.1.1 Variabel Eksperimen a. Independent Variable (IV)
Independent variabel adalah variabel yang diperkirakan memberikan pengaruh atau menjadi penyebab dari variabel yang lain. IV dalam penelitian ini adalah terapi ABA (Applied Behavior Analysis) yang terdapat di SLB Autis Prananda dimana terapi ABA menjadi variabel yang memberikan pengaruh pada DV.
b. Dependent Variable (DV)
Dependent variabel adalah variabel yang menjadi akibat dari Independent Variable, atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. DV dalam penelitian ini adalah interaksi sosial anak autis di SLB Autis Prananda, dimana interaksi sosial menjadi variabel yang dipengaruhi oleh IV.
3.2.1.2 Variabel Non-Eksperimen a Controlled Variable
Controlled variable adalah variable-variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variable independen terhadap dependen tidak
dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
Tabel 3.1 Controlled Variable
Controlled Variable Alasan
Usia Usia anak autis termuda yaitu 6-7.
tahun saat pertama kali masuk SLB. Karena pemberian terapi ABA lebih baik diberikan sejak anak berusia dini.
Derajat Autis Hasil skor ATEC enam bulan terakhir sebelum mengikuti terapi diatas 30 karena digolongkan dalam klasifikasi Autistic Disorder (ASD).
Kemampuan Helper dan Guru Guru anak autis di SLB Autis Prananda memiliki standar yang sama yaitu memiliki ijazah S1 jurusan PLB (Pendidikan Luar Biasa). Helper yang bertugas membantu guru sebelum menangani siswa autis diberi pelatihan minimal tiga bulan oleh guru.
Waktu pengukuran pertama Waktu pengukuran pertama harus dikontrol. Seluruh subjek diukur pada waktu yang bersamaan, tidak ada subjek yang diukur lebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk
menghindari perbedaan hasil antara subjek satu dengan yang lainnya.
Pemberian terapi ABA Pemberian terapi ABA harus dikontrol agar seluruh subjek benar-benar mengikuti kegiatan tersebut sesuai dengan aturan jadwal yang ditentukan. Tidak ada subjek yang hanya mengikuti beberapa kegiatan saja tetapi seluruh subjek wajib mengikuti seluruh kegiatan yang ditentukan.
Terapi ABA diberikan 40 jam dalam satu minggu. Dapat terlihat hasilnya minimal setelah menjalani terapi 1 bulan bagi anak autis yang telah bersekolah di SLB. Jika belum bersekolah (berusia dibawah 5 tahun) terlihat hasilnya minimal setelah 3 bulan.
Rasa lelah dan bosan Rasa lelah dan bosan hanya dapat dikontrol oleh subjek sendiri, karena bisa saja subjek tiba-tiba mengalami kelelahan dan merasa bosan sehingga tidak bersungguh- sungguh saat menjalankan terapi ABA. Bisa jadi karena sulitnya memahami perintah saat terapi berlangsung. Hal tersebut mempengaruhi hasil observasi.
b Uncontrolled Variable
Uncontrolled variable adalah variable-variabel dalam penelitian yang sulit dikontrol namun menentukan jalannya eksperimen.
Tabel 3.2 Uncontrolled Variable
Uncontrolled Variable Alasan
Mood anak autis seringkali berubah
Anak autis memiliki salah satu karakteristik gangguan/masalah yang jelas pada penggunaan berbagai perilaku nonverbal seperti kontak mata lekat, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak tubuh untuk mengatur/mengadakan interaksi sosial, sedangkan terapi ABA menuntut subjek untuk tetap fokus selama sesi terapi sehingga mood anak autis tidak dapat ditebak Experimental Mortality Experimental mortality tidak dapat
dikontrol karena hal tersebut bisa terjadi secara tiba-tiba selama proses pengukuran berlangsung misalnya subjek penelitian pindah alamat, sakit,berhenti atau meninggal sehingga jumlah subjek penelitian pada pengukuran pertama dan kedua tidak seimbang.
3.2.2 Definisi Operasional Variable
3.2.2.1 Terapi ABA (Applied Behavior Analysis)
Terapi ABA merupakan terapi yang memiliki dimensi mengikuti tugas, imitasi, bahasa reseptif, bahasa eksprsif, kemampuan akademik, bantu diri dan sosialisasi (Loovas, 2003).
Dalam penelitian ini maka terapi ABA melatih anak untuk mengikuti tugas yang diberikan sesuai kurikulum. Sasaran utamanya agar anak patuh pada instruksi guru. Jika anak telah patuh pada instruksi, maka lebih mudah untuk mengajarkan keterampilan lainnya. Tujuan dari materi ini agar anak mampu mengikuti semua materi yang akan diberikan. Dalam proses ini anak autis dilatih kemampuan sosialisasinya melalui komunikasi 2 arah yang aktif antara anak dengan guru ; saat anak mampu mengikuti tugas yang diberikan oleh guru terjadi proses meniru anak autis pada guru. Saat anak diminta untuk meniru tidak muncul perkataan apapun dari guru selain ‘tiru’ , ‘lakukan’ . Anak autis dituntut untuk melakukan seperti yang dicontohkan. Tujuan dari materi ini adalah mengajarkan kepada anak mengenai respon terhadap objek dan kesadaran. Interaksi sosial dilatih melalui perilaku meniru kegiatan lingkungan sosial; kemampuan bahasa reseptif/kognitif dimulai dengan mengenalkan berbagai benda yang ada di sekitar anak autis. Mulai dari mengenal anggota tubuh, anggota keluarga, penggunaan kata kerja, dll. Tujuan dari materi ini adalah agar anak dapat mengikuti perintah sederhana satu tahap dan agar anak dapat mengidentifikasi objek-objek yang ada disekitarnya. Bila anak dapat mengidentifikasi objek di sekitarnya maka semakin mudah mensosialisasikan dirinya ke lingkungan umum; kemampuan bahasa ekspresif dilatih bila anak telah memiliki kemampuan bahasa kognitif.
Kemampuan bahasa ekspresif diajarkan dengan tidak memberikan contoh lagi.
Anak diajarkan untuk peka terhadap lingkungan dengan diajarkan saling menyapa, memberi salam sesuai waktu. Anak juga diajarkan untuk duduk tenang agak lama, agar anak tidak mendapat masalah di sekolah. Tujuan dari materi ini adalah melatih anak untuk berkomunikasi dua arah yang aktif serta peka terhadap lingkungan sosialnya; anak autis dilatih kemampuan akademik dengan cara mencocokkan, menyelesaikan aktivitas sederhana secara mandiri, identifikasi warna, menghafal angka. Tujuan dari materi ini mempersiapkan anak menghadapi bangku sekolah. Jika anak autis kemampuan akademiknya meningkat, ia tidak akan mengganggu teman-temannya di kelas saat pelajaran berlangsung sehingga hubungan sosialnya meningkat dan tidak dikucilkan; dalam bantu diri anak diajarkan untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari seperti makan, minum, toilet training, dsb. Tujuan dari materi ini mengajarkan kepada anak mengenai kemandirian sehingga tidak tergantung pada lingkungan sosialnya; materi terapi yang diberikan pada setiap anak berbeda-beda tergantung kondisi anak. Ketika anak telah berhasil menguasai materi melalui perintah yang diberikan oleh guru, terjadi suatu proses pembiasaan dalam diri anak untuk melatih interaksi sosial dengan sesama. Guru dibantu helper mengajarkan pada anak bagaimana bersosialisasi dengan teman sebaya. Tujuannya kelak anak akan mengerti bagaimana seharusnya ia bersikap di dalam lingkungan sosialnya.
3.2.2.2 Interaksi Sosial
Interaksi sosial pada anak autis berupaya membantu anak autis memenuhi harapan kelompok, diterima menjadi anggota kelompok, dianggap sebagai orang
yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, dapat memulai interaksi dengan orang lain, dapat berkomunikasi dengan baik, dan mampu mengikuti aturan yang telah diberitahukan dengan baik.
Apabila dilihat dari dimensi interaksi sosial itu sendiri, interaksi sosial terdiri dari empat. Dimensi yang pertama adalah imitasi. Dalam hal ini, interaksi sosial yang berisi imitasi adalah adanya proses belajar anak autis dengan cara meniru atau mengikuti perilaku yang diperintahkan oleh guru atau helper. Guru dibantu helper memberikan contoh pada anak autis bagaimana berperilaku yang sesuai, tujuannya agar anak autis meniru perilaku positif yang ditampilkan oleh guru.
Dimensi yang kedua adalah yaitu sugesti. Dalam hal ini sugesti adalah kepatuhan anak autis mengikuti apa yang diperintahkan oleh guru.
Dimensi ketiga yaitu identifikasi. Dalam hal ini identifikasi adalah usaha anak autis untuk menerapkan perilaku yang ditampilkan oleh guru ke dalam kehidupannya. Guru mengajarkan pada hal-hal positif dan aturan yang sesuai dengan norma yang berlaku. Tujuan dari identifikasi yaitu membuat anak autis berperilaku sesuai harapan lingkungan. Anak autis diajarkan pula untuk dapat berinteraksi dengan orangtua, guru dan teman.
Dimensi keempat yaitu simpati. Dalam hal ini simpati adalah perasaan tertarik yang timbul dalam diri anak autis dan membuat dirinya seolah-olah sama. Guru dibantu helper mengajarkan pada anak autis untuk mengasah kepekaan dalam melihat keadaan lingkungan, salah satunya contoh dengan membantu berdiri teman yang terjatuh.
3.3 Alat Ukur
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan observasi yang berusaha mengumpulkan informasi dengan cara observasi kejadian atau perilaku konkrit observe (Hasanuddin Noor, 2002 ; 106). Penelitian ini menggunakan observasi check list Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC). Saat guru dan helper memberikan materi peneliti mengobservasi kegiatan anak autis di dalam kelas.
3.3.1 Alat Ukur Interaksi Sosial
Alat ukur interaksi sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC). ATEC merupakan alat tes yang disusun untuk mengevaluasi perkembangan interaksi sosial anak autisme yang sedang mengikuti treatment (pengobatan) untuk mengurangi gejala-gejala autisme yang dimilikinya. ATEC disusun oleh Bernard Rimland dan Stephen M. Edelson dari Autism Research Institute pada tahun 1999. Setiap item yang telah direspon akan dikonversi menjadi angka atau skor dengan prosedur sebagai berikut :
1 = Anak autis menampilkan perilaku “Tidak Benar”, “Tidak Pernah Terlihat”, D dan “Bukan Masalah” pada pernyataan yang ada.
2 = Anak autis menampilkan perilaku yang terkadang/sesekali terlihat pada p pernyataan yang ada
3 = Anak autis menampilkan perilaku yang sering terlihat pada pernyataan yang ada
4 = Anak autis menampilkan perilaku yang sangat sering terlihat pada pernyataan yang ada
ATEC memiliki 20 item terdiri dari 12 item 8 unfavorable. Prosedur skoring pada item-item favorable adalah 1-4 sementara pada item-item unfavorable berlaku sebaliknya.
Berikut adalah item-item dari alat ukur ATEC yang sudah dimodifikasi :
Tabel 3.3
Kisi-kisi Alat Ukur ATEC
No Dimensi Indikator Item
Favorable Unfavorable 1 Imitasi Anak autis dapat meniru
gerakan guru
4, 13, 18 5, 9 2 Sugesti Anak autis dapat
mematuhi apa yang diperintahkan oleh guru
8, 15 7
3 Identifikasi Anak autis dapat
berinteraksi dengan guru, teman, dan orang tua
10, 17, 19 12, 14
4 Simpati Anak autis mampu membantu teman ketika sedang kesulitan
3, 6, 11, 20 1, 2, 16
Berdasarkan alat ukur ATEC yang disusun oleh Bernard Rimland dan Stephen M. Edelson dari Autism Research Institute pada tahun 1999. alat ukur ini menggunakan empat variasi respon dari jarang terlihat hingga sangat terlihat yang
hingga sangat terlihat yang memiliki skor dari 1 hingga 4 untuk item unfavourable.
Tabel 3.4 Penilaian Skala ATEC
Respon Favourable Unfavourable
Sangat Terlihat 4 1
Terlihat 3 2
Cukup Terlihat 2 3
Jarang terlihat 1 4
Skor untuk setiap aspek diperoleh dari setiap butir pertanyaan dalam aspek tersebut. Hasil skor setiap aspek selanjutnya digolongkan pada dua kategori yaitu tinggi dan rendah. Norma yang dipakai dalam hal ini adalah norma ideal. Norma kategori aspek adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5
Norma Kategori Aspek Interaksi Sosial
Aspek Kategori Skor Arti
Imitasi Tinggi 13-20 Siswa dapat
mengikuti gerakan yang dicontohkan oleh guru dan teman.
Rendah 5-12 Siswa tidak dapat
mengikuti gerakan yang
dicontohkan oleh guru dan teman.
Sugesti Tinggi 8-12 Siswa autis dapat
mematuhi apa yang
diperintahkan oleh guru
Rendah 3-7 Siswa autis tidak
dapat mematuhi apa yang
diperintahkan oleh guru
Identifikassi Tinggi 13-20 Siswa autis dapat
berinteraksi dengan guru, orangtua, dan teman
Rendah 5-12 Siswa autis tidak
dapat berinteraksi dengan guru, orang tua dan teman
Simpati Tinggi 16-24 Siswa autis dapat
membantu teman ketika sedang kesulitan
Rendah 6-15 Siswa autis tidak
dapat membantu teman ketika sedang kesulitan
3.3.2 Pengujian Alat Ukur
3.3.2.1 Uji Validitas
Validitas adalah bila instrument atau alat ukur yang dibuat bisa dengan tepat mengukur objek yang akan diukur. Konsep validitas mengacu pada kesesuaian arti dan kegunaan skor yang akan disimpulkan. Uji validitas yang akan digunakan adalah validitas konstruk, tes itu valid berdasarkan analisis kesesuaian teoritik antara atribut yang diukur dengan isi tes itu (Hasanuddin Noor, 2009:
145). Validitas diukur dengan menggunakan program SPSS for windows version 19.0.
Berikut adalah langkah-langkah dalm melakukan uji validitas alat ukur : 1. Mentabulasikan keseluruhan skor item
2. Mengkorelasikan antara skor item dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi Rank Spearman.
3. Tingkat validitas kuesioner diukur berdasarkan koefisien validitas.
Menurut Kaplan suatu pernyataan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,3. (Robert M. Kaplan & Dennis P. Saccuzzo, 1993).
3.3.2.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur yang digunakan memiliki taraf ketelitian, kepercayaan dan kestabilan. Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat ukur. Alat ukur yang reliabel berarti alat ukur tersebut bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, maka akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2013).
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dengan cara single administration method. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan biaya untuk melakukan pengujian try out terlebih dahulu.
Dalam penelitian ini, setelah melakukan uji validitas alat ukur dan mendapatkan item-item yang valid, maka selanjutnya dilakukan uji reliabilitas alat ukur. Untuk menguji reliabilitas, penelitian ini menggunakan teknik Cronbach alpha dengan menggunakan SPSS versi 19.
Adapun kriteria dalam menetapkan tingkat reliabilitas dapat menggunakan kriteria dari Guilford (1965, dalam Hasanuddin Noor : 158) sebagai berikut:
Tabel 3.6 Tabel Guilford
Interval Koefisien Tingkat Reliabilitas 0,00 – 0,20 Tidak ada reliabilitas 0,21 – 0,40 Reliabilitas rendah 0,41 – 0,70 Reliabilitas sedang 0,71 – 0,90 Reliabilitas tinggi
0,91 – 0,99 Reliabilitas sangat tinggi 1,00 Reliabilitas sempurna
3.3.2.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Pada penelitian ini dilakukan pengujian yang dilakukan pada setiap dimensi karena bersifat multidimensional, yaitu terdiri dari banyak dimensi atau faktor, sehingga untuk interaksi sosial akan dihitung validitas dan reliabilitas dari setiap dimensi.
Dari hasil validitas interaksi sosial, didapatkan hasil yang valid sebanyak 5 items dari dimensi imitasi, 3 items dari dimensi sugesti, 5 items dari dimensi identifikasi, 7 items dari dimensi simpati.
Nilai reliabilitas untuk interaksi sosial dari setiap dimensinya yaitu, sebagai berikut:
Tabel 3.7
Reliabilitas Interaksi Sosial
Dimensi Reliabilitas Kategori Identifikasi 0,635 Reliabilitas Sedang
Imitasi 0,846 Reliabilitas Tinggi
Simpati 0,705 Reliabilitas Tinggi
Sugesti 0,459 Reliabilitas Sedang
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah anak autis yang sudah bergabung minimal 6 bulan dalam SLB Autis Prananda, berusia paling muda yaitu berkisar 6- 7 tahun dan skor ATEC diatas 3 0. Terdapat 15 siswa autis yang memenuhi kriteria tersebut. Ke 15 siswa yang menjadi subjek penelitian inilah yang menjadi populasi yaitu usia anak autis termuda 6-7 tahun saat pertama kali masuk SLB, dan hasil skor ATEC enam bulan terakhir diatas 30.
3.5 Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekn ik statistika inferensial. Statistik Inferensial adalah statistik yang berkaitan dengan analisis data (sampel) yang kemudian dilanjutkan dengan menarik kesimpulan (inferensi) yang digeneralisasikan pada seluruh subjek tempat data itu diambil (Burhan S., 2004: 9).
Jenis statistika inferensial yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda dua sampel berpasangan atau yang lebih sering disebut sebagai uji paired samples t-test. Uji paired samples t-test adalah jenis uji statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup yang saling berpasangan. Sampel berpasangan dapat diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda, yaitu pengukuran sebelum dan sesudah dilakukan sebuah treatment. Syarat dari uji
paires samples t-test ini adalah data yang digunakan berdistribusi normal. Maka dari itu, sebelum melakukan uji ini terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.
3.6 Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
a. Prosedur Persipan
1. Pada tahap awal, peneliti melaksanakan studi pustaka, observasi lapangan, serta wawancara pihak-pihak terkait untuk membentuk kerangka pikir dan mencari masalah penelitian ini.
2. Setelah itu, peneliti melakukan studi pustaka lebih lanjut untuk mencari landasan teori dan menentukan jenis serta metode penelitian dan pengolahan data
3. Persiapan selanjutnya, peneliti menentukan alat ukur yang dapat digunakan untuk menentukan variabel yang ingin diteliti. Peneliti juga melakukan adaptas terhadap alat ukur ATEC yang masih berbahasa Inggris.
b. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Peneliti mengukur interaksi sosial anak autis menggunakan ATEC pada bulan November 2014, selanjutnya hasil tersebut dibandingkan dengan hasil observasi ke 2 yang dilakukan peneliti pada awal bulan April.
2. Selanjutnya peneliti melakukan skoring dan pencatatan pada data kuantitatif. Data ini akan diolah dan diinterpretasi hingga diperoleh hasil penelitian.
3. Tahap terakhir adalah penyususnan laporan hasil peneliti.