JURNAL
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI MEDIA PIAS-PIAS KATA PADA MURID CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK
KELAS II DI SLB NEGERI 1 GOWA
FATURAHMAH
JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
2
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI MEDIA PIAS-PIAS KATA PADA MURID CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK KELAS II DI SLB NEGERI 1 GOWA
Improvement of initial reading skills through word-splitting Media in class II Spastic Type Cerebral Palsy Students at SLB Negeri 1 Gowa
Faturahmah1, Siti Kasmawati2, Tatiana Meidina3
1 Jurusan Pendidikan Khusus, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
2 Jurusan Pendidikan Khusus, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
3Jurusan Pendidikan Khusus, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
*Penulis Koresponden: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang peningkatan kemampuan membaca permulaan pada murid cerebral palsy tipe spastik di SLB Negeri 1 Gowa.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui media pias-pais kata pada murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa?” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) kemampuan membaca permulaan pada murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa sebelum diberikan intervensi (Baseline 1 (A1)), 2) kemampuan membaca permulaan pada murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa saat diberikan intervensi melalui media pias-pias kata ( Intervensi (B)), 3) kemampuan membaca permulaan pada murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa setelah diberikan intervensi (Baseline 2(A2)), 4) perbandingan kemampuan membaca permulaan pada murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa berdasarkan hasil analisis antar kondisi sebelum diberi intervensi, saat diberi intervensi dan setelah diberi intervensi. Teknik pengumpulan data adalah tes perbuatan. Subjek dalam penelitian ini adalah satu orang murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa yang berinisial ATM. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu menggunakan Single Subject Research (SSR) dengan desain A- B-A. Kesimpulan penelitian ini : 1) pada kondisi sebelum diberikan intervensi (Baseline 1 (A1) kemampuan subjek tidak ada peningkatan, 2) pada kondisi saat diberikan intervensi (B) mengalami peningkatan, 3) pada kondisi saat setelah diberikan intervensi (Baseline 2 /A2) mengalami peningkatan 4) Perbandingan kemampuan berdasarkan hasil analisis antar kondisi yaitu pada kondisi sebelum diberikan intervensi (baseline 1 (A1) kemampuan subjek tidak ada peningkatan, pada kondisi intervensi (B) dan kondisi baseline 2 (A2) mengalami peningkatan. Dengan demikian, kemampuan membaca permulaan murid meningkat, hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari pemberian intervensi (B) melalui pias-pias kata.
Kata Kunci: Pias-Pias Kata, Kemampuan Membaca Permulaan, Cerebral Palsy Tipe Spastik
Abstract
This study examines the improvement of early reading skills in spastic cerebral palsy students at SLB Negeri 1 Gowa. The formulation of the problem in this study is “How is the improvement of early reading skills through the media of word parsing in spastic type II cerebral palsy students at SLB Negeri 1 Gowa?” The purpose of this study was to determine 1) the initial reading ability in class II spastic cerebral palsy students at SLB Negeri 1 Gowa before being given intervention (Baseline 1 (A1)), 2) early reading ability in spastic type II cerebral palsy students in SLB Negeri 1 Gowa when given an intervention through the media of words (Intervention (B)), 3) early reading ability in class II spastic cerebral palsy students at SLB Negeri 1 Gowa after being given the intervention (Baseline 2 (A2)), 4) Comparison of initial reading ability in class II spastic cerebral palsy students at SLB Negeri 1 Gowa based on the results of the analysis between conditions before being given the intervention, when given the intervention and after being given the intervention. The data collection technique is an action test. The subject in this study was a class II spastic cerebral palsy student at SLB Negeri 1 Gowa with the initials ATM. This study uses an experimental method, namely using Single Subject Research (SSR) with an A-B-A design. The conclusions of this study: 1) in the condition before the intervention was given (Baseline 1 (A1) the subject’s ability did not increase, 2) in the condition when the intervention was given (B) it increased, 3) in the condition after the intervention was given (Baseline 2/A2) has increased 4) Comparison of abilities based on the results of the analysis between conditions, namely in the condition before the intervention was given (baseline 1 (A1) the subject’s ability did not increase, in the intervention condition (B) and baseline condition 2 (A2) there was an increase. Thus, reading ability the beginning of students increased, this was due to the influence of giving intervention (B) through word-of-mouth.
Keywords: Words, Beginning Reading Ability, Spastic Type Cerebral Palsy
3
1. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif yang bertujuan untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki baik ilmu pengetahuan, jasmani, spiritual, akhlak serta keterampilan sehingga secara perlahan dapat mengantarkan anak pada tujuan dan cita-citanya. Selain itu, pendidikan adalah salah satu jalan untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM), karena tanpa pendidikan manusia tidak bisa memiliki dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang membutuhkan layanan atau perlakuan khusus untuk mencapai perkembangan optimal seperti akibat dari kelainan atau keluarbiasaan yang di sandangnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa pelayanan atau perlakuan khusus mereka tidak akan dapat mencapai perkembangan yang optimal, termasuk kebutuhan khusus dalam layanan pendidikan. Layanan pendidikan khusus ini di sesuaikan dengan jenis dan tingkat kelainannya, karena masing-masing jenis dan tingkat kelainan anak membutuhkan layanan khusus salah satunya adalah anak tunadaksa.
Selain itu, mereka juga mempunyai karakteristik dan klasifikasi yang berbeda-beda satu sama lainnya.
Suharmini (2009: 149) anak tunadaksa merupakan suatu keadaan dari seseorang yang memiliki kecacatan, kelainan bentuk tubuh atau kehilangan salah satu bagian dari tubuhnya sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh untuk melakukan gerakan sesuai yang diinginkan. Salah satu kategori tunadaksa adalah anak cerebral palsy.
Cerebral palsy adalah kelumpuhan yang terjadi pada sebagian atau seluruh anggota gerak yang diakibatkan dari kerusakan korteks cereblum (kulit otak).
Berdasarkan gejala yang timbul cerebral palsy dapat dibedakan menjadi empat tipe ialah tipe spastik. Anak cerebral palsy tipe spastik adalah salah satu gangguan aspek motorik yang disebabkan oleh disfungsi otak, berbagai perubahan yang abnormal pada organ gerak atau fungsi motorik sebagai akibat dari adanya kerusakan, luka pada jaringan yang ada di dalam rongga tengkorak. Anak cerebral palsy tipe spastik mengalami gangguan fungsi motorik, gangguan ini berupa kekakuan, kelumpuhan, kurangnya koordinasi gerak, hilangnya
keseimbangan, munculnya, gerakan-gerakan ritmis, dan terdapat kekejaman pada otot.
Terbatasnya kemampuan pada murid cerebral palsy dalam beraktivitas yang mnyebabkan murid kesulitan dalam mengikuti pelajaran akademik, termasuk dalam pelajaran bahasa indonesia dalam hal membaca huruf alfabet. Dengan kemajuan ilmu teknologi yang sangat pesat, manusia harus terus menerus-menerus memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya. Pengetahuan dan keterampilan tersebut sebagian besar diperoleh melalui membaca.
Membaca adalah salah satu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk menerima pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis.
Kemampuan dalam membaca merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan, karena apa bila seseorang belum mampu untuk menyatukan huruf kata dan kalimat dalam membaca maka pesan yang terdapat pada suatu bacaan tidak dapat diterima dengan baik.
Berdasarkan permasalahan yang di amati di atas, maka perlu adanya media pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan khususnya mengenal huruf pada murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa. Salah satu alternatif media pembelajaran yang dapat diterapkan ialah dengan media pias-pias kata. Menurut Sudjana dan Rivai, (2000:17) pias-pias kata adalah alat peraga berbentuk huruf, suku kata, dan kata yang merupakan media pandang dua dimensi yang dirancang secara khusus untuk mengkomunikasikan dalam pembelajaran.
Media ini biasanya terbuat dari kertas atau papan berukuran 9x8 cm yang di dalamnya terdapat huruf vokal, huruf konsonan atau paduan huruf dalam bentuk suku kata dan kata yang di desain dengan warna yang lebih cerah agar dapat menarik perhatian dan murid lebih fokus pada huruf tersebut sehingga lebih memudahkan murid dalam mengenal dan menghafal huruf kecil. Melalui media ini siswa akan tertarik dan pada apa yang di ajarkan dan juga akan memberikan pengalaman yang nyata sehingga dengan media ini dapat membantu murid untuk lebih mudah dan cepat dalam belajar membaca.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjaun Pustaka 1. Membaca Permulaan
Membaca permulaan tentu tidak dapat terlepas dari pengkajian tentang membaca itu sendiri, karena
4 membaca permulaan merupakan salah satu tahapan
dalam proses belajar membaca setelah tahap pra- baca. Membaca merupakan proses mental dan fisik.
Sebagai proses mental membaca bukan hanya mengenal kata dan dapat dapat melafalkan dengan fasih dan lancar, melainkan pembaca harus memahami dan memaknai apa yang sedang dibaca.
Sebagai proses fisik, membaca bukan berlangsung begitu saja tanpa melibatkan organ fisik tertentu melainkan banyak organ fisik yang dilibatkan.
“Membaca Permulaan adalah menyuarakan tulisan atau simbol dan harus bermakna” (Wardani, 1995: 56). Membaca permulaan lebih ditekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal.
Membaca permulaan dalam hal ini merupakan membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya adalah untuk menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal.
Tampubolon (1987) “pembelajaran membaca dikelas I dan kelas II merupakan pembelajaran membaca tahap awal. Kemampuan membaca diperoleh siswa di kelas I dan kelas II tersebut akan menjadi pembelajaran membaca di kelas berikutnya”.
Selanjutnya Nurhadi (2003: 70) menyatakan bahwa :
“Pembelajaran membaca di sekolah dasar terdiri atas membaca permulaan yang dilaksanakan di kelas I dan II. Melalui membaca permulaan ini, diharapkan siswa mampu mengenal huruf, suku kata, kata, kalimat sederhana dan mampu membaca dalam berbagai konteks. Sedangkan membaca lanjut dilaksanakan di kelas tinggi atau di kelas III, IV, V dan VI”.
Rahim (2008: 58) menyatakan bahwa :
“Membaca permulaan diberikan secara bertahap, yakni pramembaca dan membaca.
Pada tahap pra membaca, kepada siswa diajarkan; (1) sikap duduk yang baik pada waktu membaca; (2) cara meletakkan buku di meja; (3) cara memegang buku, (4) cara membuka dan membalikkan
halaman buku;
dan (5) melihat dan memperhatikan tulisan”.
Anderson (1972: 209) membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal.
Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decoding.
Nuryati, (2007: 1) membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik- teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik.
Membaca permulaan adalah suatu keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan merujuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif merujuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah di kenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat. Pembelajaran membaca permulaan diberikan bertujuan agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar.
Lebih lanjut Dalman (2014: 85) mengemukakan bahwa :
“pada tahap membaca permulaan, anak diperkenalkan dengan bentuk huruf dari A/a sampai dengan Z/z. huruf-huruf tersebut perlu dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya”.
Misalnya; A/a, B/b, C/c, D/d, E/e, F/f, G/g, H/h, I/i, J/j, K/k, L/l, M/m, N/n dan seterusnya.
Setelah anak diperkenalkan dengan bentuk huruf abajd dan melafalkannya, anak juga dapat diperkenalkan cara membaca suku kata”.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kemampuan membaca permulaan mengacu pada kecakapan (ability) yang harus dikuasai pembaca yang berada dalam tahap membaca permulaan. Kecakapan yang dimaksud ialah penguasaan kode alfabetik, dimana pembaca hanya sebatas membaca huruf per huruf, mengenal fonem, dan menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata.
2. Pengertian Media Pias-Pias Kata
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Pustekom Depdikbud).
Banyak batasan-batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika,
5 menyatakan bahwa media sebagai segala bentuk dan
saluran yang dipergunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.
Gagne (Ramli, 2012: 1) mengemukakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan ssiwa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs (Ramli, 2012: 1) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan dan merangsang siswa untuk belajar, seperti buku, film, kaset, dll.
Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA) memiliki pengertian yang berbeda.
Media merupakan bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.
Media hendaknya dapat dimanipulalsi, dapat dilihat, didengar, dan dibaca.
Adapun batasan-batasan ysng diberikan, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengantar ke penerima, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa agar dalam proses belajar berjalan optimal.
Pias-pias Kata adalah seperangkat alat pembelajaran yang digunakan untuk melatih keterampilan membaca permulaan pada siswa.
Media ini biasanya terbuat dari kertas-kertas berukuran sekitar 9 x 8 cm yang di dalamnya terdapat gambar huruf konsonan huruf vocal atau paduan huruf dan bentuk suku kata dan kata, atau yang lain. Pias-pias kata dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.
Menurut Wulandari (2008: 1) menyatakan pias- pias kata addalah media pembelajaran berbentuk potongan bergambar yang menarik untuk meningkatkan konsep membaca dan menulis awal.
Sudjana dan Rivai (2000: 17) mengemukakan bahwa pias-pias kata adalah alat peraga brbentuk huruf, suku kata, dan kata yang merupakan media pandang dua dimensi yang di rancang secara khusus untuk mengkomunikasikan dalam pembelajaran.
Selanjutnya Arsyad (2005: 119) menyatakan bahwa :
“Pias-pias kata adalah alat bantu untuk belajar membaca dengan cara melihat dan mengingat bentuk huruf, tanda simbol, yang meningkatkan atau menuntut anak yang berhubungan langsung dengan simbol-simbol tersebut”.
Adapun pengertian pias-pias kata dari beberapa pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian pias-pias kata merupakan media pembelajaran dua dimensi yang berbentuk huruf, suku kata, dan kata yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan konsep membaca dengan melihat dan mengingat bentuk huruf secara langsung melalui media tersebut.
Salah satu bentuk kelainan yang terjadi pada fungsi otak dapat dilihat pada murid cerebral palsy (CP). Kirk (Efendi, 2006: 118), cerebral palsy berasal dari kata cerebral yang artinya otak, dan palsy yang mempunyai arti ketidakmampuan atau gangguan motorik. Jadi cerebral palsy memiliki pengertian lengkap yakni gangguan aspek motorik yang disebabkan oleh disfungsinya otak.
Assjari (Meidina, 2019: 10), cerebral palsy secara harfiah terdiri dari 2 kata yaitu “cerebral” yang berarti “otak” dan palcy yang berarti kekakuan.
American Academy of Cerebral Palsy (Salim, 1996: 13), cerebral palsy yaitu berbagai perubahan yang abnormal pada organ gerak atau fungsi motorik sebagai akibat dari adanya kerusakan atau cacat, luka atau penyakit pada jaringan yang ada di dalam rongga tengkorak. Perlu dipahami bahwa cerebral palsy bukan suatu penyakit, melainkan suatu kondisi yang ditandai oleh sejumlah gejala yang muncul bersamaan. Dilihat dari manifestasi yang tampak pada aktivitas motorik, cerebral palsy dapat dikelompokkan menjadi spasticity, athetosis, ataxia, tremor, dan rigidity (Hallahan & Kaufman, 1986;
Patton, 1991; Efendi; 2006).
Istilah spastik atau spastis mirip dengan istilah kejang (bahasa indonesia) atau kram (kramp dalam bahasa belanda). Dalam bahasa sehari-hari, istilah spastik lebih sering dipergunakan dari pada istilah kejang. Letak kerusakan di otak pada cerebral palsy tipe spastik, kemungkinan besar terletak di pusat penggerak dan traktus piramidalis (Muslim dalam Salim, 1996: 15) atau pada cortex cerebral (lapisan luar kulit otak) yang memiliki fungsi mengontrol atau memperhalus gerak reflek tubuh (Cardwell dalam Salim, 1996: 15).
Kekejangan otot tersebut timbul terutama saat akan digerakkan, misalnya persendiannya tiba-tiba akan dibengkokkan, maka otot – otot yang berlawanan berkontradiksi, sehingga sulit untuk dibengkokkan. Demikian pula saat anggota gerak akan diluruskan, maka terasa adanya otot yang kejang, sehingga sulit diluruskan. Kekejangan otot, biasanya akan hilang atau berkurang, pada saat anak
6 dalam keadaan tenang, misalnya saat anak tidur.
Sebaliknya, kekejangan otot akan semakin menguat, saat anak dalam keadaan terkejut, marah, takut dan sebagainya. Itulah sebabnya cara terbaik dalam melatih dan mendidik anak dengan tipe spastik adalah dimulai dengan suasana yang tenang, pelan – pelan, sabar dan dalam lingkungan yang dapat membuat anak merasa senang. Hal ini penting, oleh karena suasana yang ramai dan tergesah – gesah hanya akan membuat murid semakin takut, emosinya tidak stabil serta kekejangan otot semakin menguat, sehingga murid tidak dapat berbuat apa- apa. Kejangnya otot pada penyandang cerebral palsy tipe spastik dapat terletak pada tangan maupun kaki.
Jika otot kaki sedang kejang, maka ia akan sulit berdiri maupun berjalan. Demikian juga bila otot tangannya kejang, maka murid akan sulit dalam menggunakan tangan dengan baik. Oleh karena otot syaraf yang mengontrol gerak reflek tidak berfungsi/mengalami gangguan, maka murid yang bersangkutan mengalami gerak kejang – kejang seperti yang dialami murid cerebral palsy tipe spastik tersebut.
Adapun beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa cerebral palsy tipe spastik adalah kelainan yang disebabkan akibat dari kecelakaan, luka, atau kerusakan pada otak yang mengakibatkan gangguan pada fungsi motorik, koordinasi, alat indera, fungsi bicara dan fungsi kognitif (kecerdasan).
2.2. Fungsi Tinjauan Pustaka
Fungsi Tinjauan pustaka dalama penelitian ini untuk mengetahui teori teori yang terkait dengan skema penelitian mengenai Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Pias-Pias Kata Pada Murid Cerebral Palsy Tipe Spastik Kelas II di SLB Negeri 1 Gowa.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang dimaksudkan untuk mnegetahui peningkatan kemampuan membaca permulaan pada Baseline 1 (A1), Intervensi (B), dan Baseline 2 (A2) pada murid cerebral palsy tipe spastik melalui media pias-pias kata. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan subjek tunggal (SSR). Penelitian eksperimen dengan subjek tunggal (Single Subject
Research/SSR) memfokuskan pada data individu sebagai sampel penelitian.
3.2. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah A – B – A. Dimana A merupakan pengukuran baseline 1 (A1) yaitu kondisi sebelum intervensi, B merupakan pengukuran intervensi yaitu kondisi pada saat intervensi melalui media pias-pias kata. Sedangkan A merupakan pengukuran baseline 2 (A2) yaitu kondisi setelah intervensi dihentikan atau dihilangkannya media pias-pias kata.
3.3. Variabel penelitian
Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diteliti sehingga diperoleh informasi tentangnya. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti yaitu: “kemampuan membaca permulaan dan pias-pias kata”.
3.4. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yang yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1) Pias-pias kata adalah media pembelajaran dua dimensi yang berbentuk huruf, suku kata, dan kata yang di rancang secara khusus untuk meningkatkan konsep membaca dengan melihat dan mengingat bentukhuruf secara langsung dan mengkomunikasikannya dalam pembelajaran.
2) Kemampuan membaca permulaan yakni membaca huruf, mengenal simbol huruf, menyebutkan bunyi simbol huruf vokal dan konsonan, menunjukkan simbol huruf dan vokal dan konsonan pada dasarnya merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh setiap murid normal maupun murid-murid yang tergolong murid berkebutuhan khusus.
Kemampuan membaca adalah kemampuan dalam membaca huruf vocal maupun konsonan serta membaca suku kata, kata dan kalimat.
3.5. Subjek Penelitian
Sujek dalam penelitian ini adalah seorang murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1
7 Gowa, berinisial ATM, berumur 15 tahun, berjenis
kelamin laki-laki.
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes. Tes merupakan suatu cara yang berbentuk praktik atau pratik tugas yang harus diselesaikan oleh murid yang bersangkutan.
Tes yang digunakan adalah tes perbuatan yang diberikan kepada murid pada baseline 1/A1, intervensi/B. Dan baseline 2/A2. Tes dimaksudkan untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan membaca permulaan murid.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan eksperimen subjek tunggal atau Single Subjeck Researh. Desain penelitian yang digunkan adalah A – B – A. Data yang telah terkumpul, dianalisis melalui statistic deskriptif dan ditampilkan dalam grafik. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) melalui media pias-pias kata pda murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa sebelum diberikan perlakuan (baseline 1 (A1)), saat diberi intervensi (B) dan setelah diberi intervensi (baseline 2 (A2)).
Sesuai dengan target behavior pada penelitian ini, yaitu kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) melalui media pias-pias kata. Subjek penelitian adalah anak cerebral palsy tipe spastik kelas IIdi SLB Negeri 1 Gowa dengan inisial ATM.
Analisis data yang digunakan adalah statistic deskriptif kerena menggunakan desain kasus tunggal yang memfokuskan paada individu. Data yang akan dianalisis pada penelitian ini yaitu analisis dalam kondisi dan analisis antar kondisi yang menunjukkan estimasi kecenderungan arah, kecenderungan stabilitas, jejak data dan tingkat perubahan yang meningkat secara positif.
Berdasarkan gambar 4.10 pada kondisi baseline 1 dilakukan tiga kali dikarenakan tidak adanya perubahan dari hasil tes yang dilakukan. Anak hanya mampu mengenal beberapa huruf alfhabet yaitu a, b, c, d, i, o hingga dinyatakan stabil. Dari kondisi baseline 1 diperoleh mean level sebesar 25 dengan batas atas 26,87 dan batas bawah 23,13. Pada kondisi intervensi (B) dilakukan sebanyak sembilan kali dimana pada hasil tes setelah diberikan intervensi pertama memperoleh hasil 30 yang berarti mengalami peningkatan dibandingkan pada kondisi awal dan terus menerus meningkat hingga pada pertemuan kesebelas setelah diberikan intervensi melalui media pias-pias kata sudah mencapai 70 dari keseluruhan tes yang diberikan hingga pada pertemuan kedua belas tetap memperoleh nilai 70, hingga peneliti merasa sudah cukup. Dari kondisi intervensi (B) yang terjadi diperoleh mean level 49,44 dengan batas atas 54,69 dan batas bawah 44,19. Pada kondisi baseline 2 terjadi peningkatan kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) jika dibandingkan pada kondisi baseline 1, terdapat perubahan yang sangat baik setelah diberikan perlakuan menggunakan media pias-pias kata. Pada kondisi baseline 2 diperoleh mean level sebesar 62,5 dengan batas atas 67,37 dan batas bawah 57,37.
8 Berdasarkan tabel kecenderungan arah pada
baseline 1 hasilnya mendatar artinya pada kondisi ini tidak mengalami perubahan dalam kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) pada kondisi intervensi (B) kecenderungan arahnya menaik yang artinya kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) subjek mengalami perubahan atau peningkatan setelah diberikan perlakuan menggunakan media pias-pias kata. Adapun kecenderungan arah pada kondisi baseline 2 menaik yang artinya kemampuan kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) meningkat namun tidak setajam pada kondisi intervensi, anak semakin paham tentang membaca permulaan (mengenal huruf). Kecenderungan stabilitasnya pada kondisi baseline 1 stabil, kemudian pada kondisi intervensi tidak stabil dan terakhir pada kondisi baseline 2 stabil.
Berdasarkan tabel rangkuman analisis antar kodisi di atas jumlah variabel yang diubah adalah satu variabel dari kondisi baseline 1 (A1) ke intervensi (B). b. Perubahan kecenderungan arah antar kondisi baseline 1 (A1) dengan kondisi intervensi (B) mendatar ke menaik. Hal ini berarti kondisi bisa menjadai lebih baik atau menjadi lebih positif setelah dilakukannya intervensi (B). Pada kondisi Intervensi (B) dengan baseline 2 (A) kecenderungan arahnya menaik secara stabil. Perubahan kecenderungan stabilitas antar kondisi baseline 1(A1) dengan intervensi (B) yakni stabil ke variabel dan pada kondisi intervensi (B) ke baseline 2 (A2) variabel ke stabil. Perubahan level dari kondisi baseline 1 (A1) ke kondisi intervensi (B) menurun (-) sebanyak 5.
Selanjutnya pada kondi intevensi (B) ke baseline 2 (A2) yaitu naik atau membaik (+) sebanyak 10 atau meningkat. Data yang tumpang tindih antar kondisi kondisi baseline 1 (A1) dengan intervensi (B) adalah 0%, sedangkan antar kondisi intervensi (B) dengan baseline 2 (A2) 0%. Pemberian intervensi tetap berpengaruh terhadap target behavior yaitu kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf).
hal ini terlihat dari hasil peningkatan pada grafik.
Artinya semakin kecil persentase overlap, maka semakin baik pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran (target behavior).
4.2. Pembahasan Penelitian
Kemampuan dalam membaca permulaan adalah bagian yang semestinya harus dikuasai oleh setiap murid kelas dasar II. Namun berdasarkan asesmen awal yang di lakukan masih ditemukan murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa yang mengalami hambatandalam kemampuan membaca permulaan terutama dalam mengenal huruf, murid tersebut bisa menyebutkan huruf a-z, tetapi saat dilakukan tes dengan menunjukan huruf a-z, murid hanya mampu menyebutkan beberapa huruf saja seperti huruf a, b, c, d, i, o.
Kemampuan mengenal huruf murid tergolong sangat minim dan rendah. Murid tersebut mengalami gangguan pada pusat perhatiannya mudah beralih dan cepat merasa bosan. Serta murid mengalami gangguan pada tangan dan kakinya. Hal ini membuat murid kesulitan melakukan gerak pada tangan, contohnya memegang pulpen,dan kesulitan gerak pada kaki seperti berdiri dan berjalan, sehingga mobilitas murid terbatas. Hal lain juga disebabkan karena di sekolah masih kurang tersedia media yang mampu memvisualisasikan konsep yang abstrak. Kondisi inilah yang peneliti temukan di sekolah sehingga peneliti mengambil permasalahan ini. Penelitian ini, penggunaan pias-pias kata dipilih sebagai salah satu cara yang dapat memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan murid cerebral palsy tipe spastik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ditunjukan adanya peningkatan yang signifikan pada kemampuan membaca permulaan setelah menggunakan pias-pias kata. Pencapaian hasil yang positif tersebut salah satunya karena penggunaan media tersebut dapat memvisualisasikan membaca permulaan yang tadinya berbentuk abstrak menjadi kongkrit dan juga
9 dapat menarik perhatian murid untuk belajar
sehingga dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan murid. Maka peneliti menyimpulkan bahwa salah satu upaya yang diduga dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia khususnya materi mengenal huruf pada murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa adalah penggunaan media pias-pias kata.
Mengingat bahwa salah satu teknik mengajar yang mudah dan dapat diserap oleh murid adalah dengan menggunakan media kongkrit atau media realita, salah satunya pias-pias kata. Media realita merupakan suatu media yang menggunakan benda- benda nyata seperti apa adanya ataupun aslinya tanpa perubahan. Menggunakan media realita dalam proses pembelajaran murid akan lebih aktif, dapat mengamati, menangani, memanipulasi, mendiskusikan dan akhirnya dapat menjadi alat untuk meningkatkan kemauan murid untuk menggunakan sumber-sumber belajar yang serupa.
Karena dalam penggunaan media realita dalam proses belajar itu sangat baik sebab realita dapat menampilkan ukuran, suara, dan gerakan.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menggunakan pias-pias kata untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan.
Menurut Gagne (Musfiqon, 2012: 27) menyatakan bahwa “media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”. Media juga yakni suatu peranan dari berbagai jenis komponen dalam lingkungan untuk menyampaikan pesan atau informasi yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Oleh karena itu, penggunaan media dalam proses pembelajaran sangatlah penting karena dengan adanya media dapat meningkatkan dan mendukung keberhasilan siswa dalam belajar.
Dalam penggunaan pias-pais kata yang berbentuk huruf ini telah tersaji langkah-langkah yang bisa diikuti oleh subjek untuk belajar mengenal huruf. Hal tersebut. Hal tersebut menjadikan pias- pias kata ini memberikan pengaruh yang lebih baik dalam peningkatan kemampuan membaca permulaan dibandingkan dengan metode ataupun media pembelajaran klasik yang selama ini didapatkan anak. Dengan pias-pias kata ini subjek bisa bebas memilih dan mengulang materi yang menurutnya masih sulit untuk diketahui. Pada bagian evaluasi dalam ini juga membantu subjek untuk mengetahui sejauh mana kemampuan subjek dalam memahami materi yang disajikan.
Menurut Arsyad (2005: 119) :
“Pias-pias kata adalah alat bantu untuk belajar membaca dengan cara melihat dan mengingat bentuk huruf, tanda simbol, yang meningkatkan atau menuntut anak yang berhubungan langsung dengan simbol-simbol tersebut”.
Sehingga dengan adanya media pias-pias kata dapat memudahkan murid dalam kemampuan membaca permulaan. Penggunaan pias-pias kata sebagai media pembelajaran yang kongkrit dengan memiliki kelebihan, yakni bersifat kongkrit dan penggunaannya praktis dan tidak membuat murid merasa bosan dan mempunyai variasi dan teknik dan dapat disiapkan oleh guru sendiri dan harganya murah dan mudah mendapatkan serta mudah menggunakannya dan juga mampu memberikan pemahaman akan konsep membaca permulaan.
Penelitian ini dilakukan selama satu bulan dengan jumlah pertemuan enam belas kali pertemuan atau enam belas sesi yang dibagi kedalam tiga kondisi yaitu tiga sesi untuk kondisi baseline 1 (A1), sembilan sesi untuk kondisi intervensi (B), dan empat sesi untuk kondisi baseline 2 (A2). Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan, pemberian intervensi dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan yang signifikan pada kemampuan membaca permulaan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan Baseline 1 (A1) terdiri dari tiga sesi disebabkan data yang diperoleh sudah stabil sehingga dapat dilanjutkan ke intervensi, selain itu peneliti mengambil tiga sesi untuk memastikan perolehan data yang akurat. Sesi pertama sampai sesi ketiga memiliki nilai yang sama, namun proses untuk mendapatkan nilai tersebut berbeda.
Pada intervensi (B) peneliti memberikan perlakuan dengan sembilan sesi, kemampuan membaca permulaan subjek ATM pada kondisi intervensi (B) dari sesi ke empat sampai sesi ke dua belas mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena diberikan perlakuan dengan menggunakan media pias-pias kata, sehingga kemampuan membaca permulaan subjek ATM mengalami peningkatan, jika dibandingkan dengan kondisi pada baseline 1 (A1) skor subjek mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari penggunaan media pias-pias kata tersebut.
Sedangkan pada baseline 2 (A2) nilai yang diperoleh murid tampak menurun pada sesi ke tiga belas dan
10 sesi ke empat belas, dan pada sesi kelima belas
sampai sesi ke enam belas mengalami peningkatan, jika dibandingkan dengan kondisi baseline 1 (A1).
Adapun beberapa hasil penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah yaitu tentang media pias-pias kata, telah dilakukan penelitian oleh Siswanto, (2010) mengenai Penggunaan Media Pias- Pias Kata Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Pada Siswa Kelas II SDN 2 Selodoko Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali memberikan hasil bahwa media pias-pias kata dapat meningkatkan keterampilan membaca pada siswa kelas II SDN 2 Selodoko Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Media yang digunakan di atas serupa dengan media yang akan digunakan dalam penelitian ini. Namun, memiliki fungsi yang berbeda. Media pias-pias kata yang digunakan di atas memiliki fungsi untuk meningkatkan keterampilan membaca sedangkan media yang digunakan dalam penelitan ini bertujuan untuk mengenalkan konsep huruf, terhadap murid cerebral palsy tipe spastik kelas II Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).
Berdasarkan hasil analisis dari pengolahan data yang telah dilakukan dan disajikan dalam bentuk grafik garis, dengan menggunakan desain A- B-A untuk target behavior meningkatkan kemampuan membaca permulaan murid, maka penggunaan pias- pias kata ini telah memberikan efek yang positif terhadap peningkatan kemampuan membaca permulaan murid cerebral palsy tipe spastik. Dengan demikian dapat menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bahwa penggunaan pias-pias kata dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan Hasil Penelitian yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa pada kondisi baseline 1 (A1) tidak ada peningkatan atau dikatakan masih rendah dengan panjang kondisi tiga sesi memperoleh nilai sama atau tetap. Kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa pada kondisi intervensi (B) mengalami peningkatan dengan panjang kondisi Sembilan sesi mengalami perubahan atau
peningkatan setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan media pias-pias kata. Kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) murid cerebral palsy tipe spastik kelas II di SLB Negeri 1 Gowa pada kondisi baseline 2 (A2) mengalami peningkatan dengan panjang kondisi empat sesi dibandingkan pada kondisi baseline 1 (A1).
Kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) murid cerebral palsy tipe spastik berdasarkan hasil analisis antar kondisi yaitu pada kondisi baseline 1 (A1) kemampuan membaca permulaan (mengenal huruf) tidak ada peningkatan atau rendah meningkat ke kondisi intervensi (B), dan pada kondisi baseline 2 (A2) meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
AECT (Ramli, 2012). Media dan Teknologi Pembelajaran.
Banjarmasin: IAIN Antasari Press.
Assjari, Musjafak. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta: Depdikbud.
Assjari, Musjafak. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta: Depdikbud.
Dalman, H. 2014. Keterampilan Membaca, Jakarta: Raja Grafindo.
Efendi, M. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Karyana, A & Ading, A. 2013. Bina Diri dan Gerak bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Meidina Tatiana, 2019. Mengenal dan Memahami Anak Tunadaksa. Sulawesi : AGMA.
Nurhadi. 2005.MembacaCepat dan Efektif. Bandung:
SinarBaruAlgesindo.
Nuryati, S. 2007.
PembelajaranMembacaPermulaanMelaluiPermai nan Bahasa di Kelas AwalSekolah Dasar.
Rivai dan Sudjana. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Ramli M, 2012. Media dan Teknologi Pembelajaran, Banjarmasin: IAIN Antasari Press.
Rahim, F. 2008.PengajaranMembaca Di Sekolah Dasar.
Jakarta: BumiAksara.
11 Rohani, Ahmad. 1997. Media Intruksional edukatif.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudjana dan Rivai. 2000. Media Pengajaran, Bandung:
Sinar Baru.
Soerjono (Sesiani, lucky Ade. 2007). “Pengaruh Metode Multisensori Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Taman Kanak – Kanak (Studi Eksperimental di TK ABA 52 Semarang). “Skripsi. Semarang: UNDIP.
Saleh Abbas. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Efektif di sekolah dasar. Jakarta:
Depdiknas Dikjendikti.
Sadiman, Arief S, dkk. 1986 Media Pendidikan. Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada.
Salim, A. 1996. Pendidikan Bagi Anak Cerebral Palsy.
Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan:
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sulaiman, Hamzah. 1985. Media Audio Visual untuk Pengajaran, Penerangan dan Penyuluhan.
Jakarta: PT. Gramedia.
Sunanto, dkk. 2005. Penelitian Dengan Subjek Tunggal.
Bandung : UPI Press.
Suryosubroto. 1990. Tatalaksana Kurikulum. Jakarta:
Rineka Cipta.