P-ISSN: 2356-4164, E-ISSN: 2407-4276
Open Access at : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
1518
PENINGKATAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI NARAPIDANA DI LAPAS KELAS 1 BANDAR LAMPUNG
Evi Puspita Sari, Mitro Subroto Politeknik Ilmu Pemasyarakatan E-mail :
Info Artikel Abstract Masuk: 1 Desember 2022
Diterima: 15 Januari 2023 Terbit: 1 Februari 2023 Keywords:
Prisoners, Rights of
Prisoners, Health Services.
The issue of human rights has recently become something that is hotly discussed, regarding the history of human rights to the incidents of human rights violations that have occurred in Indonesia. The strong recommendation to get protection for human rights cannot be avoided from the consequences of global developments, namely the existence of various international agreements that guarantee protection and respect for human rights in various aspects. Legally, guarantees for the protection of human rights in Indonesia have been contained in statutory regulations. A suffering person who is serving a sentence for a criminal act does not mean that they have to lose all their rights as a human being. In passing the sentence, the rights and obligations of assistance have been resolved in a Correctional System which is a new punishment that replaces the prison system.
Philosophically, penitentiary is a punishment system that has moved far beyond the philosophies of retributive (retaliation), deterrence (deterrence) and resocialization.
In other words, punishment is not intended to cause suffering in the form of retaliation, is not intended to deter suffering, nor is it to regard the convict as someone who lacks socialization. Penitentiary is in line with the philosophy of social reintegration which agrees that crime is a conflict that occurs between convicts and society. So that punishment is aimed at restoring conflict or redirecting convicts to their communities (reintegration) (Directorate General of Corrections, 2002). Changing the prison system into a correctional system, also changes the way creatures are treated. This is clearly stated in Law number 22 of 2022 concerning correctional facilities.
Efforts to make the penitentiary system successful include realizing rights, one of which is health services so that you are always in a state of physical and mental health. In this
1519 penitentiary system it no longer prioritizes violence but instead fosters humanizing humans.
Abstrak Kata kunci:
Narapidana, Hak Narapidana, Pelayanan Kesehatan.
Corresponding Author :
Evi Puspita Sari, e-mail :
Masalah Hak Asasi Manusia belakangan ini menjadi sesuatu yang hangat dibicarakan, mengenai sejarah tentang HAM hingga peristiwa-peristiwa tentang pelanggaran HAM yang telah terjadi di Indonesia.
Kuatnya dorongan untuk mendapatkan perlindungan atas hak asasi manusia, tidak terhindar dari akibat perkembangan global, yaitu dengan adanya berbagai kesepakatan internasional yang menjamin perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia terkait berbagai aspek. Secara hukum, jaminan atas perlindungan hak asasi manusia di indonesia telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan.
Seorang narapidana yang sedang menjalani hukuman atas tindakan pidana, bukan berarti mereka harus kehilangan segala hak sebagai seorang manusia. Dalam melewati pidananya, hak dan kewajiban narapidana telah dijelaskan dalam suatu Sistem Pemasyarakatan yang merupakan suatu pemidanaan baru yang menggantikan sistem kepenjaraan. Secara filosofis pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofis retributif (pembalasan), deterrence (penjeraan) dan resosialisasi.
Dengan kata lain, pemidanaan tidak ditujukan untuk membuat derita yang bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera dengan penderitaan, juga tidak mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat. Sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi) (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2002).
Berubahnya sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan, merubah pula cara perlakuan terhadap narapidana. Hal ini tertuang secara jelas di Undang- undang nomor 22 tahun 2022 tentang pemasyarakatan, Upaya untuk mensukseskan sistem pemayarakatan antara lain dengan mewujudkan hak-hak yang salah
1520 satunya adalah pelayanan kesehatan agar narapidana selalu dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani.
Dalam sistem pemasyarakatan ini tidak lagi mengutamakan kekerasan melainkan pembinaan dengan cara memanusiakan manusia.
@Copyright 2023.
PENDAHULUAN
Sebagaimana yang di kemukakan diatas maka sistem pemasyarakatan mengandung pengertian yang sangat luas yaitu menyangkut upaya pencegahan diulanginya perbuatan jahat oleh warga binaan. Di samping pembinaan, sesuai dengan adanya sistem pemasyarakatan seorang narapidana ketika berada di dalam lembaga pemasyarakatan juga mendapat jaminan hak sebagai seorang narapidana berupa jaminan rasa aman di dalam lembaga pemasyarakatan oleh petugas pemasyarakatan (Ahmad Sanusi, 2017). Upaya untuk mensukseskan sistem pemayarakatan antara lain dengan mewujudkan hak-hak yang salah satunya adalah pelayanan kesehatan agar narapidana selalu dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani. Dalam sistem pemasyarakatan ini tidak lagi mengutamakan kekerasan melainkan pembinaan dengan cara memanusiakan manusia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 5 tentang Kesehatan menyebutkan:
“Bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau”. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dari narapidana.
Adapun hak-hak narapidana adalah UU No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan Ayat 1 tentangbpemenuhan bersyarat hak Narapidana.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh manusia, begitu juga dengan narapidana. Disamping mereka adalah pelanggar hukum yang hilang kemerdekaan, mereka adalah manusia biasa yang suatu saat bisa sakit. Untuk itu tenaga medis diharapkan selalu ada dan siap untuk melayani narapidana disetiap Lembaga Pemayarakatan. Usaha peningkatan pelayanan kesehatan narapidana merupakan salah satu penghargaan hak asasi manusia, baik sebagai manusia maupun sebagai warga negara. Karena kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki para narapidana, dengan kesehatan yang selalu terjaga dengan baik maka narapidana dapat menjalani segala aktifitas dalam Lembaga Pemayarakatan dengan baik pula. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 14 ayat (2), dijelaskan bahwa:
“Pada setiap lapas disediakan poliklinik beserta fasilitasnya dan disediakan sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang tenaga kesehatan lainnya”.
Perlakuan dan layanan kesehatan yang diberikan kepada narapidana dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan dibidang hukum baik secara nasional maupun internasional. Menurut Ground Roose (1990) dalam ratminto dan Winarsih (2005) pelayanan merupakan suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan yang bersifat tidak kasat mata. Yang terjadi karena adanya
1521 interaksi antara dua orang atau lebih antara konsumen dengan karyawan atau hal- hal lainnya yang disediakan oleh perusahaan untuk memberi pelayanan yang dimaksud agar dapat memecahkan persoalan konsumen. Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penggunaan layangan kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan,rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang di dasarkan pada kesinambungan dan ketersediaan pelayanan, mudah dicapai oleh masyarakat, penerimaan masyarakat dan kewajaran, terjangkau serta bermutu (Azwar, 1999).
Pelayanan Kesehatan adalah salah satu bentuk pelayanan dari aspek pelayanan publik. Menurut UU No 22 Tahun 2022 tentang Pelayanan Publik, dimana pelayanan publik adalah rangkaian kegiatan dalam memenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/ pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public.
Selain itu, pelayanan kesehatan juga mengacu pada pelayanan prima dimana pelayanan prima adalah terjemahan istilah excellent service yang berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut terbaik atau sangat baik karena sesuatu dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan.
Dalam buku terbitan direktorat jenderal pemasyarakatan pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan holistik komprehensif meliputi upaya medik promosi, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang pada pelaksanaannya diberikan secara terkoordinasi dan terpadu.
Narapidana yang juga merupakan anggota masyarakat mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lainnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
METODE PENELITIAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah mengguanakan penelitian deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat- sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui strategi peningkatan pelayanan kesehatan terhadap narapidana di Lapas Kelas I Bandar Lampung agar terpenuhinya hak narapidana secara menyeluruh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peningkatan Pelayanan Kesehatan Bagi Narapidana di Lapas Kelas 1 Bandar Lampung
Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung sebagai salah satu Unit Pelaksanaan Teknis Pemasyarakatan dibangun sejak Tahun 1981 dan selesai Tahun 1984 dengan dana dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Luas areal tanah 48.050 M2 (sekitar 5 hektar) dengan status tanah pemberian atau hibah dari Gubernur Tingkat I Propinsi Lampung pada Tahun 1980 dengan sertifikat Hak
1522 Guna Bangunan dan mulai dioperasionalkan sejak tanggal 25 Oktober 1985.
Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung adalah 620 orang, sedangkan isi pada saat ini mencapai 1199 orang narapidana dengan persentase sebesar 193% sehingga mengalami over kapasitas sebanyak 9o%. Hal ini mengidentifikasikan telah terjadi kelebihan kapasitas sebesar 600% di Lapas Kelas I Bandar Lampung. Dengan tenaga medis yaitu 1orang perawat.
Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Kualitas pelayanan kesehatan terhadap narapidana harus nya memiliki peningkatan yang optimal sehingga dalam meningimplementasikan Hak Asasi Manusia dalam mengngkatkan kualitas Kesehatan Narapidana terpenuhi, dan sesuai dengan hak narapidana dalam undang- undang terbaru.
Dasar hukum pelaksanaan perawatan narapidana pada kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Undang -undang RI No.22 tahun 2022 tentang Permasyarakatan 2. Undang- undang nomor 25 tahun 1999 tentang Pelayanan Publik 3. Undang-undang RI no.39 tahun 1999 tentang HAM
4. Undang-undang RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 5. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Permenkes No. 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi
7. Permenkes RI No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
Menurut UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik fisik, mental, spiritual maupun secara sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sedangkan menurut buku yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kesehatan adalah suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Konsep sehat yang dikemukakan oleh Linda Ewles & Ina Simmet (1992), yang dikutip oleh A.E. Dumatubun dalam Jurnal Antropologi Papua 2002, seperti berikut :
1. Konsep sehat dari segi jasmani yaitu dimensi sehat yang paling nyata karena perhatiannya pada fungsi mekanisme tubuh.
2. Konsep sehat dari segi mental, yaitu kemampuan berpikir dengan jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan dengan sosial dan emosional walaupun diantara ketiganya ada hubungan yang dekat.
3. Konsep sehat dari segi emosional yaitu kemampuan untuk mengenal keadaan emosi seperti takut, kenikmatan, kesedihan, serta kemarahan, dan untuk mengekspresikan emosi secara cepat.
4. Konsep sehat dari segi sosial yaitu kemampuan seseorang untuk menjalin dan mempertahankan hubungan sosialnya dengan orang lain.
5. Konsep sehat dari aspek spiritual yang berkaitan dengan kepercayaan dan
1523 keagamaan, berkaitan dengan perbuatan baik secara pribadi, prinsip- prinsip tingkah laku, dan cara untuk mencapai keadaan damai dan merasa kedamaian dalam kesendirian.
6. Konsep sehat dari segi societal yaitu berkaitan dengan kesehatan tingkat individu yang terjadi karena kondisi-kondisi tertentu misalnya sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melingkupi individu tersebut. Adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam lingkup masyarakat yang "sakit" yang tidak dapat menyediakan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan dasar dan emosional. Deteksi dini dan pengobatan kondisi kesehatan secara khusus menjadi penting baik dari sudut pandang etika maupun dari segi meminimalkan biaya perawatan medis. Penyediaan perawatan kesehatan yang tepat adalah prioritas. Beberapa mungkin membutuhkan pemantauan medis dan pemberian obat yang yang konstan ke sel/blok hunian secara teratur. Dengan demikian, perawatan kesehatan narapidaan lansia memerlukan keterlibatan tim spesialis multidisiplin, minimal seorang spesialis medis, perawat dan psikolog. Lapas perlu menjalin kerjasama yang erat dengan layanan kesehatan masyarakat untuk memastikan bahwa perawatan spesialis diberikan oleh layanan medis dari luar, dan bagi narapidana yang kebutuannya tidak dapat dipenuhi oleh lapas maka dipindahkan ke rumah sakit tanpa penundaan. Selain berbagai kebutuhan perawatan kesehatan umum, banyak narapidana membutuhkan konseling untuk depresi dan ketakutan akan kematian.
Peningkatan Pelayanan Kesehatan Bagi Narapidana di Lapas Kelas 1 Bandar Lampung
Upaya untuk mensukseskan sistem pemayarakatan antara lain dengan mewujudkan hak-hak yang salah satunya adalah pelayanan kesehatan agar narapidana selalu dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 5 tentang Kesehatan menyebutkan “Bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau”. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dari narapidana yang harus dipenuhi. Sasaran kebijakan yang diambil dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Lapas Kelas I Bandar Lampung adalah untuk melakukan koreksi/evaluasi serta pemberdayaan program menurut fungsi dan peran yang diemban agar terwujud suatu bentuk pertanggungjawaban moral dalam upaya terlaksananya sistem tata kelola pmerintahan yang baik pada Lapas Kelas I Bandar Lampung.
Program layanan Kesehatan di Lapas Kelas I Bandar Lampung secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: kegiatan administrasi, kegiatan teknis pelayanan kesehatan, dan kegiatan koordinatif. Dengan demikian arah peningkatan mutu layanan kesehatan mencakup upaya untuk mengoptimalisasikan ketiga kegiatan dimaksud, yaitu;
1524 1. Kegiatan Administrasi Layanan Kesehatan
Pengertian administrasi layanan kesehatan adalah proses kegiatan pencatatan, surat menyurat, pembuatan dokumen medis, penyimpanan dokumen medis, pembuatan agenda dan kegiatan lainnya yang bersifat teknis ketatausahaan yang berfungsi untuk mendukung kelancaran pelaksanaan layanan dan pertanggungjawaban kegiatan.
Langkah kegiatan administrasi layanan kesehatan yang dilakukan meliputi;
a. Pembuatan alur layanan kesehatan;
b. Melakukan pemenuhan kebutuhan sarana-prasarana administrasi;
c. Melaksanakan secara tertib proses pencatatan pendaftaran pasien, pencatatan status kesehatan, pengeluaran obat dan lain-lain melalui alat bantu yang ada baik melalui kartu bantu ataupun buku-buku bantu; serta, d. Melaksanakan sistem penataan arsip/dokumen yang berorientasi pada
prinsip efisien, efektif dan ekonomis untuk mendukung terciptanya akuntabilitas pelayanan.
2. Kegiatan Pelayanan Kesehatan
Sesuai dengan buku terbitan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan holistik komprehensif meliputi pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang pada pelaksanaannya diberikan secara terkoordinasi dan terpadu yaitu:
a. Pelayanan Kesehatan Promotif
Suatu aktifitas dan/ atau serangkaian kegiatan dibidang kesehatan yang mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi, artinya dalam kegiatan promosi didalam lapas dapat meliputi sosialisasi kepada narapidana tentang tata cara berobat di klinik, penyuluhan kesehatan terhadap penyakit menular, dan penggunaan leaflet dalam mengedukasi untuk mengedukasi narapidana.
Berdasarkan observasi lapangan dan wawancara yang dilakukan dengan berbagai narasumber di lapas
b. Pelayanan Kesehatan Preventif
Suatu aktifitas dan /atau serangkaian kegiatan dibidang kesehatan yang mengutamakan kegiatan yang bersifat pencegahan yaitu dengan langkah-langkah preventif dalam mencegah terjadinya penyakit yang menular Tuberculosis (TB), HIV dan Covid-19 dalam masa pandemi yaitu dengan meningkatkan anti bodi narapidana dengan cara olahraga setiap pagi dengan blok berbeda setiap harinya yang dimulai dari blok A hingga blok H. Selain itu juga pada masa pandemi Lapas Kelas I Bandar Lampung menerapkan protokol kesehatan di area lapas dan juga saat penerimaan pindahan narapidana baru dari lapas lain.
c. Pelayanan Kesehatan Kuratif
Suatu aktifitas dan/ atau serangkaian kegiatan dibidang kesehatan yang mengutamakan kegiatan yang bersifat pengobatan pada pelayanan ini merupakan hal yang paling vital dikarenakan ketika tenaga medis salah sedikit saja dapat mengakibatkan fatal. Di Lapas Kelas I Bandar Lampung untuk ruangan pengobatan
1525 terdapat poliklinik berkerja dari hari senin-sabtu pukul 08.00 -14.00 WIB yang memiliki 4 perawat dan 2 perawat di antaranya diperbantukna dalam penanganan khusus Covid-19. Didalam pelaksanaan penelitian penulis tidak menemukan adanya dokter umum maupun dokter gigi di Lapas Kelas I Bandar Lampung dikarenakan sudah pensiun pada bulan mei 2020. Hingga saat ini penulis melakukan peneilitian belum adanya dokter pengganti yang baru sehingga dalam melaksanakan pengobatan dilakukan sepenuhnya oleh perawat baik itu dalam pemeriksaan dan juga pemberian obat yang seharusnya dalam kode etik kesehatan tidak boleh dilakukan. Tetapi dalam hal ini Lapas Kelas I Bandar Lampung selalu mengupayakan adanya dokter di Klinik Lapas yang berkoordinasi dengan instansi terkait yaitu Puskesmas
d. Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif adalah
Suatu aktifitas dan/atau serangkaian kegiatan dibidang kesehatan yang mengutamakan kegiatan yang bersifat pemulihan. Pada Lapas Kelas I Bandar Lampung dalam hal pemulihan terdapat area rawat inap yang terdiri dari 5 kamar dengan rincian 1 kamar untuk penyakit menular, 1 kamar untuk lansia, 1 kamar untuk isolasi yang memerlukan perawatan intensif, 1 kamar untuk observasi pasien sebelum dirawat, dan 1 kamar untuk pasien yang menderita penyakit permanen.
Sementara ini seluruh kamar di blok RS diperuntukan bagi narapidana pindahan yang harus di isolasi mandiri selama 14 hari terkait dengan penanganan Covid-19.
3. Kegiatan Koordinatif
Dalam rangka mengoptimalkan layanan kesehatan, dengan menyadari keterbatasan yang dimiliki Lapas Kelas I Bandar Lampung diperlukan langkah- langkah koordinasi. Langkah ini sangat diperlukan terutama dalam hal kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sehubungan dengan penanggulangan penyakit tertentu/menular. Dalam pelaksanaannya dilapangan poliklinik demi menunjang tugasnya melakukan semacam kegiatan koordinasi dimana kegiatan koordinasi tersebut melibatkan instansi dari luar yang kompeten.
Kegiatan koordinasi tersebut perannya sangat penting guna menyiasati keterbatasan yang dimiliki Lapas Kelas I Bandar Lampung dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi narapidana sebagai upaya pemenuhan hak warga binaan untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak.
Hubungan koordinasi yang telah terjalin baik untuk melaksanakan optimalisasi pelayanan kesehatan bagi narapidana pada Lapas Kelas I Bandar Lampung adalah dengan Puskesmas setempat. Keberhasilan yang diperoleh melalui kegiatan koordinasi pada layanan kesehatan salah satunya adalah poliklinik Lapas Kelas I Bandar Lampung yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dalam penanganan Pandemi Covid-19.
B. ETIKA PENELITIAN YANG DITERAPKAN
Dimensi yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengukur etika suatu penelitian pelayanan telah diuraikan sebagai berikut:
1. Tangibles adalah kualitas pelayanan yang berupa penampilan dan kemampuan sarana dan prasana fisik.
1526 Dalam konteks penelitian di Lapas Kelas I Bandar Lampung, kualitas pelayanan kesehatan didukung dengan adanya penyediaan Bangunan Poliklinik, Ruang Administrasi, Blok RS yang diperuntukkan untuk rawat inap bagi narapidana terdiri dari (1 kamar untuk penyakit menular, 1 kamar untuk lansia, 1 kamar untuk isolasi yang memerlukan perawatan intensif, 1 kamar untuk observasi pasien sebelum dirawat, dan 1 kamar untuk pasien yang menderita penyakit permanen.
Sementara ini seluruh kamar di blok RS diperuntukan bagi narapidana pindahan yang harus di isolasi mandiri selama 14 hari terkait dengan penanganan Covid-19).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara untuk penampilan sarana dan prasarana di Lapas Kelas I Bandar Lampung sudah dilengkapi dengan adanya banguan poliklinik dan alat-alat medis yang menunjang kualitas pelayanan kesehatan dan kamar rawat inap narapidana, dan ada juga ruang psikoterapi.
Dengan adanya sarana dan prasarana yang cukup lengkap tersebut, maka dapat memudahkan pegawai dalam pelayanan perawatan narapidana. Namun, hal tersebut tetap dalam pengawasan yang cukup oleh Staff Keperawatan dalam hal perawatan sarana dan prasarana karena peralatan medis tentu harus dilakukan perawatan secara rutin. Dengan adanya hal tersebut, maka kualitas sarana dan prasarana peralatan medis dapat terjaga dengan baik.
2. Reliability adalah kemampuan dan keandalan untuk secara konsisten menyediakan jasa pelayanan yang terpercaya dan akurat kepada konsumen. Lapas Kelas 1 Bandar Lampung, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan pihak lapas memberikan pelayanan kepada narapidana berupa pelayanan kesehatan dan pelayanan makanan. Pelayanan kesehatan di Lapas Kelas I Bandar Lampung dibuka sesuai dengan jam dinas pukul 08.00 s.d 14.30 WIB, pelayanan kesehatan terkait dengan pelayanan kritis dan non kritis, pelayanan keluhan sakit gigi, dan pelayanan konsultasi psikoterapi. Selain pelayanan kesehatan di Klinik Lapas, petugas perawatan secara berkala melakukan kontrol narapidana secara berkala dikamar hunian dengan untuk mengecek kondisi narapidana, Melakukan penyuluhan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dan Penyuluhan terkait kebersihan lingkugan.Sedangkan dalam peningkatan layanan makanan ada perubahan dalam kualitas menu makanan dan pembagian jatah makanan bagi Warga Binaan menggunakan sistem box makan.
3. Responsiveness adalah kesanggupan karyawan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
Dengan adanya Standar Operasional Prosedur dan Alur Pelayanan Kesehatan/Berobat jalan di Klinik Lapas kelas I Bandar Lampung yang dibuatkan dengan banner sehingga narapidana dapat mengetahui prosedur dan alur saat berkunjung ke klinik untuk berobat, kemudian kesiapan petugas dalam memberikan pelayanan penanganan narapidana sakit kritis pada saat jam dinas maupun diluar jam dinas.
Dari hasil observasi dan wawancara kesanggupan petugas memberikan pelayanan kesehatan terhadap narapidana pada jam dinas ataupun di luar jam dinas dilakukan secara cepat dan tepat, melalui komitmen petugas dalam memberikan pelayanan 24 jam kepada narapidana. Selain itu memberikan kemudahan kepada
1527 narapidana melalui pemahaman tata cara dan prosedur berobat dengan menggunakan banner yang terpasang di klinik Lapas.
4. .Assurance (jaminan) adalah kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam menjamin dan memastikan bahwa konsumen telah mendapatkan pelayanan terbaik.
Dalam poin ini, Lapas Kelas I Bandar Lampung memberikan jaminan pelayanan dari petugas medis dimana petugas menunjukan layanan yang ramah melalui prinsip 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun) yang selalu ditunjukan petugas medis saat narapidana berobat, jaminan untuk tidak terjadinya penyelewengan organisasi seperti pungli, jaminan akan kepastian untuk diberikan layanan kesehatan dengan memberikan pelayanan maksimal ketika ada kondisi darurat narapidana langsung diatasi dengan prosedur (SOP) yang telah dibuat.
5. Empaty adalah sikap tegas tetapi penuh perhatian
Sikap ini ditunjukan oleh petugas melalui penegakan aturan dan prosedur dengan tegas namun tetap memberikan perhatian penuh bagi kenyamanan narapidana saat kunjungan berobat sesuai dengan SOP contohnya dalam hal penerimaan berobat narapidana dikarenakan ketika narapidana sakit harus di cek kebenarannya apakah bener sakit atau tidak karena banyak modus narapidana yang tidak sakit ingin berobat hanya ingin mendapatkan obat yang dapat disalahgunakan, serta dalam pemberian obat pun harus sesuai dengan dosis dan aturan pemakaian yang dilakukan perawat.
PENUTUP Kesimpulan
Dalam penulisan ini tentu nya terdapat peningkatan kualitas yang seharus nya ditingkatkan oleh Lapas kelas I bandar Lampung dalam pemenuhan hak naeapidana dengan berlandaskan undang-undang dan Hak Asasi Manusia.
DAFTAR PUSTAKA Buku
Azwar, Azrul, dr. M.P.H 1979. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan.Jakarta : PT Mutiara Sumber Widya
Jurnal
Dumatubun, A.E. 2002. Jurnan Antropologi Papua.
Kartasapoetra dan H. Marsety. 2002 Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, kesehatan dan produktivitas kerja, Rinika Cipta, Jakarta.
Madhayana G, Yayan H. SH. 2004. Perawatan Tahanan Rumah Tahanan Negara.
Jakarta : Depkeh dan Hak Asasi Manusia, Pusdiklat Pegawai- Akademi Ilmu Pemasyarakatan
Sanusi, Anwar. (2011). Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Sanusi, Ahmad. (2017). Evaluasi Pelaksanaan Cetak Biru Sistem Pemasyarakatan
Pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 11, 121–137.
1528 Silalahi, U. (2018). Metode Penelitian Sosial. Depok: Rajawali Pers.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:Alfabeta.
Orah, A. O. M. (2014). Hubungan Antara Persepsi Pasien Tentang Pelayanan Tenaga Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien di Puskesmas Lansot Kota Tomohon Tahun 2014. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi Manado, 74.
Romarina, A. (2016). Capaian Pelayanan Kesehatan Dasar Di Kota Pekanbaru.
JurnalIlmuSosial,15(1), 35–52. Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/101433/economic-resilience-pada- industri-kreatif-gunamenghadapi-globalisasi-dalam-rangk
Ulumiyah, N. H. (2018). Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Penerapan Upaya Keselamatan Pasien Di Puskesmas. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 6(2), 149.
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Undang- undang nomor 25 tahun 1999 tentang Pelayanan Publik.
Undang-undang RI no.39 tahun 1999 tentang HAM.
Undang-undang RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Permenkes No. 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
Permenkes RI No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien.