BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Bersih
Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, sehingga wajar jika sektor penyediaan air bersih menjadi prioritas utama. Air adalah substansi yang esensial bagi semua bentuk kehidupan di Bumi yang diketahui hingga saat ini. Fungsi air dalam tubuh manusia tidak dapat digantikan oleh zat lainnya. Selain digunakan untuk konsumsi, air juga penting untuk berbagai kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan digunakan dalam bidang-bidang lain seperti pertanian, perikanan, dan industri (Borahima, 2020).
Pentingnya air bersih bagi kehidupan manusia memerlukan pemenuhan terhadap empat konsep dasar, yaitu kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan aspek ekonomis. Dari segi kuantitas, air harus tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dari segi kualitas, air harus memenuhi standar kesehatan terutama untuk konsumsi manusia. Dari segi kontinuitas, air harus mengikuti siklusnya dan tetap tersedia tanpa henti. Dan dari segi ekonomis, harga air haruslah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat karena pentingnya air bagi semua orang tanpa terkecuali (Borahima, 2020).
Kebutuhan akan air bersih merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dimana untuk kebutuhan minum, mandi, cuci, masak, rekreasi dan aktivitas lingkungan lainnya. Sedangkan yang di maksud dengan air bersih adalah air tawar yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas yang memenuhi persyaratan penyediaan air minum dimana hal yang perlu diperhatikan adalah dari segi kualitas fisik, kimia, biologi, dan radiologis sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping. Selain itu menurut Dwijosaputro (2020), air bersih adalah air sehat yang dipergunakan untuk kegiatan manusia dan harus bebas dari kuman-kuman penyebab penyakit, bebas dari bahan-bahan kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut. Air merupakan zat yang mutlak bagi setiap mahluk hidup dan kebersihan air adalah syarat utama bagi terjaminnya kesehatan. (Pahude, 2022).
II-2 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Kesehatan Lingkungan , Air minum adalah air yang melalui pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
(Borahima, 2020).
2.2 Sumber Air Bersih
Sumber air bersih merupakan hal yang pokok bagi taraf kesehatan di masyarakat.
Kebutuhan sumber air bersih untuk aktifitas sehari-hari seperti, memasak, mandi, cuci dan BAB (buang air besar) & BAK (buang air kecil), sehingga secara tidak langsung hal tersebut menentukan taraf kesehatan masyarakatnya. Saat ini masyarakat Indonesia masih banyak yang mengandalkan sungai sebagai sarana aktifitas mandi, cuci, kakus disungai. Hal ini disebabkan masyarakat belum mempunyai jamban keluarga, pemerintah telah berupaya membangun jamban biofil perkeluarga, sehingga aktifitas MCK bisa dilakukan di dalam rumah, namun aspek kepraktisan masih di anut sebagian besar masyarakat, sehingga kebiasaan MCK di sungai belum berhenti sepenuhnya (Hayati, dkk., 2021).
Menurut Hayati, dkk, (2021) Sumber air bersih dan aman yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut, antara lain :
1) Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit, 2) Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, 3) Tidak berasa dan tidak berbau,
4) Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga, 5) Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan
RI.
Prioritas utama adalah memastikan kebutuhan akan air bersih terpenuhi di lingkungan tempat tinggal. PDAM bertanggung jawab mengelola penyediaan air bersih di kota dengan menggunakan berbagai sumber air baku, termasuk air tanah, air permukaan, air hujan, dan mata air. Air tanah seringkali digunakan sebagai sumber utama air bersih bagi wilayah yang tidak terjangkau oleh jaringan induk PDAM Kota. Namun, tidak semua daerah memiliki potensi air tanah yang memadai. Potensi air tanah dalam suatu wilayah biasanya dievaluasi dengan melakukan survei pada sejumlah sumur, yang dapat
II-3 memberikan gambaran tentang kualitas, kuantitas, dan kedalaman air tanah, serta karakteristik tanah atau batuan di wilayah tersebut, berdasarkan informasi dari instansi terkait (Putra, dkk., 2020).
Air sungai masih menjadi opsi utama sebagai sumber air baku untuk instalasi pengolahan air bersih PDAM saat ini. Agar air permukaan ini dapat diolah menjadi air minum, diperlukan instalasi pengolahan agar memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Salah satu kelebihan utama dari menggunakan air sungai sebagai sumber air baku adalah ketersediaan kuantitas yang melimpah serta kelangsungan aliran yang terjaga.
Namun, salah satu kelemahan utamanya adalah kualitas air yang cenderung buruk karena kemungkinan terkontaminasi oleh berbagai zat pencemar selama proses pengaliran. Oleh karena itu, diperlukan instalasi pengolahan air untuk memastikan air dapat diminum sesuai dengan standar yang berlaku (Anisa, 2022).
Penggunaan sumber air bersih memiliki dampak signifikan terhadap kejadian penyakit.
Air merupakan elemen yang sangat vital dalam menjaga kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi tempat berkembang biak dan penyebaran berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya penyakit, penting bagi masyarakat untuk mengambil air dari sumber yang bersih dan menjaga agar sumber air tidak tercemar oleh limbah manusia maupun binatang (Hayati, dkk., 2021).
Menurut Borahima (2020) dalam penyediaan air bersih, kita tidak lepas dari sumber air darimana air itu berasal. Secara garis besar, air di alam ini yang dapat dimanfaatkan terbagi atas:
1. Air Hujan
Air hujan terjadi dari proses evaporasi air permukaan dan evapotranspirasi dari tumbuh-tumbuhan oleh bantuan sinar matahari melalui proses kondensasi kemudian jatuh ke bumi dalambentuk hujan, salju ataupun embun. Air hujan mempunyai sifat tanah (soft water) karena kurang mengandung garam-garam dan zat-zat mineral sehingga terasa kurang segar dan juga akan boros terhadap pemakaian sabun.
Disamping itu, air hujan mempunyai sifat agresif terutama pada pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi.
II-4 2. Air Permukaan
Air permukaan merupakan air hujan yang mengalir dipermukaan bumi. Pada umumnya air ini akan mengalami pengotoran selama pengalirannya. Beban pengotoran ini untuk masing-masing air permukaan akan berada tergantung daerah pengaliran air permukaan. Macam-macam air permukaan antara lain :
a. Air Sungai
Dalam penggunannya sebagai air minum haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air mempunyai derajat pengotoran yang tinggi. Air sungai merupakan penampungan dari berbagai jenis limbah yang terdapat disekitarnya baik itu limbah domestik maupun limbah industri. Sungai yang telah tercemar oleh limbah industri yang berat akan sulit diolah serta membutuhkan proses yang lebih kompleks.
b. Air Rawa
Pada umumnya air rawa berwarna, karena adanya zat-zat organik yang telah membusuk. Dengan banyaknya zat organik menyebabkan kadar O2 yang terlarut dalam air sedikit sehingga kadar Fe dan Mn yang terlarut dalam air menjadi tinggi. Pada permukaan air ini akan tumbuh algae (lumut) karena adanya sinar matahari dan O2, maka untuk mengambil air ini sebaiknya pada bagian tengah agar endapan-endapan Fe dan Mn serta lumut tidak terbawa.
c. Air Danau
Air permukaan yang mengalir dan menemukan sebuah cekungan akan membentuk danau jika cekungan tanah dalam skala besar atau jika cenkungan berskala kecil maka akan membentuk telaga. Danau biasanya memiliki sumber air dari sungai ataupun mata air (pada danau di dataran tinggi) dan memiliki aliran keluar.
3. Air tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah didalam zone jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. (Undang-undang RI No. 7, 2004) Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke pemukaan bumi lalu meresap ke dalam tanah dan mengalami proses
II-5 filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan. Air tanah terbagi atas :
a. Air Tanah Dangkal Air tanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian juga dengan sebagian bakteri sehingga air tanah ini akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat-zat kimia karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Pengotoran juga masih terus berlangsung terutama pada permukaan air yang dekat permukaan tanah. Air tanah dangkal ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumursumur dangkal.
b. Air Tanah Dalam Air tanah dalam terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Untuk mengambil air ini diperlukan bor karena kedalamannya berkisar antara 100-300 meter. Jika tekanan air tanah ini besar maka air akan menyembur kepermukaan sumur. Sumur ini disebut sumur atesis. Jika air tidak dapat keluar dengan sendirinya maka diperlukan pompa.
c. Mata Air Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruhi oleh musim dan kuantitas serta memiliki kualitas yang sama dengan air tanah dalam.
4. Air Laut
Air laut memiliki rasa asin karena mengandung natrium klorida (NaCl), di mana konsentrasi garam dalamnya mencapai sekitar 3%. Karena sifat ini, air laut tidak dapat langsung dikonsumsi sebagai air minum tanpa proses pengolahan lebih lanjut.
Penggunaan air laut sebagai sumber air minum jarang dilakukan karena biaya yang besar untuk menghilangkan kadar garamnya. Keempat sumber air tersebut saling terkait dan membentuk suatu rangkaian yang tak terputus yang disebut sebagai siklus hidrologi. Secara prinsip, jumlah air di planet ini tetap, hanya mengalami perputaran sesuai dengan siklus hidrologi tersebut.
2.3 Kriteria Baku Mutu Air Bersih
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dapat dilihat pada Lampiran VI, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas:
II-6 a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Air minum yang telah diolah dan akan dikonsumsi oleh masyarakat harus memenuhi standar baku mutu yang telah di tetapkan pada Peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017
I. Parameter Wajib
Tabel 2.1 Persyaratan-Persyaratan Kualitas Air Minum
No Jenis Parameter Satuan
Kadar Maksimum
yang Diperbolehkan
1.
Parameter berhubungan langsung dengan kesehatan a. Parameter Mikrobiologi
1) E.Coli Jumlah per 100 ml sampel 0
2) Total Bakteri Koliform Jumlah per 100 ml sampel 0 b. Kimia An-Organik
1) Arsen mg/l 0,01
2) Flourida mg/l 1,5
3) Total Kromium mg/l 0,05
4) Kadmium mg/l 0,003
5) Nitrit, (Sebagai NO2-) mg/l 3
6) Nitrat (Sebagai NO3-) mg/l 50
7) Sianida mg/l 0,07
8) Selenium mg/l 0,01
II-7 Lanjutan Tabel 2.1….
2.
Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan 1) Parameter Fisik
1) Bau Tidak berbau
2) Warna TCU 15
3) Total zat padat terlarut (TDS) mg/l 500
4) Kekeruhan NTU 5
5) Rasa Tidak bersa
6) Suhu ˚C Suhu udara ± 3
7) Total zat padat terlarut (TDS) mg/l 500
8) Kekeruhan NTU 5
9) Rasa Tidak berasa
10)Suhu ˚C Suhu udara ± 3
2) Parameter Kimiawi
1) Aluminium mg/l 0,2
2) Besi mg/l 0,3
3) Kesadahan mg/l 500
4) Khlorida mg/l 250
5) Mangan mg/l 0,4
6) Ph 6,5 – 8,5
7) Seng mg/l 3
8) Sulfat mg/l 250
9) Tembaga mg/l 2
10) Amonia mg/l 1,5
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017
II. Parameter Tambahan
Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Air Minum
No Jenis Parameter Satuan
Kadar Maksimum yang
Diperbolehkan 1. KIMIAWI
a. Bahan Anorganik
Air Raksa mg/l 0,001
Antimon mg/l 0,02
Barium mg/l 0,7
Boron mg/l 0,5
Molybdenum mg/l 0,07
Nikel mg/l 0,07
Sodium mg/l 200
Timbal mg/l 0,01
Uranium mg/l 0,015
b. Bahan Organik
Zat Organik (KMnO4) mg/l 10
Deterjen mg/l 0,05
Chlorinated alkanes
II-8 Lanjutan Tabel 2.2….
Carbon tetrachloride mg/l 0,004
Dichloromethane mg/l 0,02
1,2-Dichloroethane mg/l 0,05
Chlorinated ethenes
1,2-Dichloroethene mg/l 0,04
Trichloroethene mg/l 0,02
Xylenes mg/l 0,5
Ethylbenzene mg/l 0,3
Styrene mg/l 0,02
Chlorinated benzenes
1,2-Dichlorobenzene (1,2-DCB) mg/l 1
1,4-Dichlorobenzene (1,4-DCB) mg/l 0,3
Lain-Lain
Di(2-ethylhexyl)phthalate mg/l 0,008
Acrylamide mg/l 0,0005
Epichlorohydrin mg/l 0,0004
Hexachlorobutadiene mg/l 0,0006
Ethylenediminetetraacetic acid (EDTA) mg/l 0,6
Nitrilotriacetic acid (NTA) mg/l 0,2
c. Pestisida
Alachlor mg/l 0,02
Aldicarb mg/l 0,01
Aldrin dan dieldrin mg/l 0,00003
Atrazine mg/l 0,002
Carbofuran mg/l 0,007
Chlordane mg/l 0,0002
Chlorotoluron mg/l 0,03
DDT mg/l 0,001
1,2- Dibromo-3-chloropropane (DBCP) mg/l 0,001
2,4 Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) mg/l 0,03
1,2 Dichloropropane mg/l 0,04
Isoproturon mg/l 0,009
Lindane mg/l 0,002
MCPA mg/l 0,002
Methoxychlor mg/l 0,02
Metolachlor mg/l 0,01
Molinate mg/l 0,006
Pendimethalin mg/l 0,02
Pentachlorophenol (PCP) mg/l 0,009
II-9 Lanjutan Tabel 2.2….
Permethrin mg/l 0,3
Simazine mg/l 0,002
Trifuralin mg/l 0,02
Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D dan MCPA
Dichloroprop mg/l 0,10
Fenoprop mg/l 0,009
Mecoprop mg/l 0,001
2,4,5-trichlorophenoxyacetic acid mg/l 0,009
d. Desinfektan dan Hasil Sampingnya Desinfektan
Chlorine mg/l 5
Hasil Sampingan
Bromate mg/l 0,01
Chlorate mg/l 0,7
Chlorite mg/l 0,7
Chlorophenols
2,4,6 – Tricjlorophenol (2,4,6-TCP) mg/l 0,2
Bromoform mg/l 0,1
Dibromochloromethane (DBCM) mg/l 0,1
Bromodichloromethane (BDCM) mg/l 0,06
Chloroform mg/l 0,3
Chlorinated acetic acids
Dichloroacetic acid mg/l 0,05
Trichloroacetic acid mg/l 0,02
Chloral hydrate
Halogenated acetonitrilies
Dichloroacetonitrile mg/l 0,02
Dibromoacetonitrile mg/l 0,07
Cyanogen Chloride (sebagai CN) mg/l 0,07
2. Radioaktifitas
Gross alpha activity Bq/l 0,1
Gross beta activity Bq/l 1
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017
II-10 Tabel 2.3 Baku Mutu Air Berdasarkan Kelas
No Parameter Unit Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Keterangan
1
Temperatur ℃ Dev 3 Dev 3 Dev 3 Dev 3
Perbedaan dengan suhu udara di atas permukaan air 2 Padatan terlarut total
(TDS) mg/L 1000 1000 1000 2000 Tidak berlaku
untuk muara 3 Padatan tersuspensi
total (TSS) mg/L 40 50 100 400
4 Warna Pt-Co Unit 15 50 100 -
Tidak berlaku untuk air
gambut (berdasarkan
kondisi alamnya)
5 Derajat Keasaman
(pH) 6-9 6-9 6-9 6-9
Tidak berlaku untuk air
gambut (berdasarkan
kondisi alamnya) 6 Kebutuhan oksigen
biokimiawi (BOD) mg/L 2 3 6 12
7 Kebutuhan oksigen
kimiawi (COD) mg/L 10 25 40 80
8 Oksigen terlarut (DO) mg/L 6 4 3 1 Batas minimal
9 Sulfat (SO42-) mg/L 300 300 300 400
10 Klorida (Cl-) mg/L 300 300 300 600
11 Nitrat (sebagai N) mg/L 10 10 20 20
12 Nitrit (sebagai N) mg/L 0,06 0,06 0,06 -
13 Amoniak (sebagai N) mg/L 0,1 0,2 0,5 -
14 Total Nitrogen mg/L 15 15 25 -
15 Total Fosfat (sebagai
P) mg/L 0,2 0,2 1,0 -
16 Fluorida (F) mg/L 1 1,5 1,5 -
17 Belerang sebagai H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 -
II-11 Lanjutan Tabel 2.3…
18 Sianida (CN-) mg/L 0,02 0,02 0,02 -
19 Klorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 -
Bagi air baku air minum tidak
dipersyaratkan
20 Barium (Ba) terlarut mg/L 1,0 - - -
21 Boron (B) terlarut mg/L 1,0 1,0 1,0 1,0
22 Merkuri (Hg) terlarut mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005 23 Arsen (As) terlarut mg/L 0,05 0,05 0,05 0,10 24 Selenium (Se) terlarut mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
25 Besi (Fe) terlarut mg/L 0,3 - - -
26 Kadmium (Cd)
terlarut mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
27 Kobalt (Co) terlarut mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
28 Mangan (Mn) terlarut mg/L 0,1 - - -
29 Nikel (Ni) terlarut mg/L 0,05 0,05 0,05 0,1
30 Seng (Zn) terlarut mg/L 0,05 0,05 0,05 2
31 Tembaga (Cu) terlarut mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 32 Timbal (Pb) terlarut mg/L 0,03 0,03 0,03 0,5
33
Kromium heksavalen
(Cr- (VI)) mg/L 0,05 0,05 0,05 1
34 Minyak dan lemak mg/L 1 1 1 10
35 Detergen total mg/L 0,2 0,2 0,2 -
36 Fenol mg/L 0,002 0,005 0,01 0,02
37 Aldrin/Dieldrin µg/L 17 - - -
38 BHC µg/L 210 210 210 -
39 Chlordane µg/L 3 - - -
40 DDT µg/L 2 2 2 2
41 Endrin µg/L 1 4 4 -
42 Heptachlor µg/L 18 - - -
II-12 Lanjutan Tabel 2.3…
43 Lindane µg/L 56 - - -
44 Methoxychlor µg/L 35 - - -
45 Toxapan µg/L 5 - - -
46 Fecal Coliform MPN/100
mL 100 1000 2000 2000
47 Total Coliform MPN/100
mL 1000 5000 10000 10000
48 Sampah Nihil nihil nihil nihil
49 Radioaktivitas
50 Gross-A Bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1
51 Gross-B Bq/L 1 1 1 1
Sumber: Lampiran VI Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021
2.3.1 Syarat Kualitas Fisik Air Minum
Mengenai kualitas air minum persyaratan fisik sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 menyatakan bahwa air yang cocok untuk konsumsi dan digunakan dalam kegiatan sehari-hari harus memiliki kualitas yang baik sebagai sumber air minum atau air baku (air bersih). Hal ini meliputi ketentuan bahwa air harus memenuhi standar secara fisik, yaitu tidak memiliki bau, rasa, kekeruhan, serta warna yang tidak diinginkan. Faktor-faktor yang memengaruhi sifat fisik air meliputi:
a. Suhu
Temperatur air maksimum yang diizinkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 adalah suhu udara ± 3℃. Penyimpangan terhadap ketetapan ini akan mengakibatkan meningkatnya daya/tingkat toksisitas bahan kimia atau bahan pencemar dalam air dan pertumbuhan mikroba dalam air.
b. Warna
Banyak air permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa rawa seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun keperluan industri, tanpa dilakukannya pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut. Bahan-bahan yang menimbulkan warna tersebut dihasilkan dari kontak antara air dengan reruntuhan organis yang mengalami dekomposisi.
II-13 c. Bau
Air yang memenuhi standar kualitas harus bebas dari bau. Biasanya bau disebabkan oleh bahan-bahan organik yang dapat membusuk serta senyawa kimia lainnya fenol.
Air yang berbau akan dapat mengganggu estetika.
d. Rasa
Biasanya rasa dan bau terjadi bersama-sama, yaitu akibat adanya dekomposisi bahan organik dalam air. Seperti pada bau, air yang memiliki rasa juga dapat mengganggu estetika.
e. Kekeruhan
Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor.
Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan bahan organik yang tersebar.
f. Padatan/solid
Semua kontaminan/pengotor dalam air kecuali gas terlarut merupakan bagian dari beban padatan dalam air. Padatan dapat diklasifikasikan menurut ukuran, sifat kimianya, dan distribusi ukurannya. Materi padatan dan semi padatan dalam air dapat diklasifikasikan menurut ukuran dan posisinya seperti dapat mengendap, suspensi, koloid atau terlarut.
2.3.2 Syarat Kualitas Kimia Air Minum
Air yang baik adalah air yang tidak mengandung kadar zat kimia berbahaya secara berlebihan bagi kesehatan, seperti besi (Fe), flourida (F), mangan (Mn), tingkat keasaman (pH), nitrit (NO2), nitrat (NO3), dan zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air yang digunakan sehari-hari sebaiknya tidak melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh standar mutu air minum dan air bersih.
a. Derajat keasamaan (pH)
pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting mengingat pH dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba di dalam air. Sebagian besar mikroba didalam air. Sebagian besar mikroba akan tumbuh dengan baik pada pH 6,0-8,0 pH juga akan menyebabkan perubahan kimiawi di dalam air. Menurut standarkualitas air , pH 6,5-9,2. Apabila pH kecil dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2 maka akan menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air yang dibuat dari logam dan dapat
II-14 mengakibatkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang dapat mengganggu kesehatan manusia.
b. Total Solid
Tingginya angka total solid merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan sesuai atau tidaknya air untuk penggunaan rumah tangga. Air yang baik digunakan untuk keperluan rumah tangga adalah dengan angka total solid di dalam air minum adalah 500-1500 mg/l. Apabila melebihi, maka akan berakibat air tidak enak rasanya, rasa mual dan terjadinya cardiac diseases serta toxaemia pada wanita- wanita hamil.
c. Kesadahan jumlah (total hardness)
Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ionion (kation) logam valensi dua. Ion-ion ini mampu bereaksi dengan sabun membentuk kerak air.
Kation-kation penyebab utama dari kesadahan Ca++,Mg++, Sr++,Fe++ dan Mn++. Kesadahan total adalah kesadahan yang disebabkan oleh Ca++ dan Mg++ secara bersama-sama. Standar kualitas menetapkan kesadahan total adalah 5-10 derajat.
Apabila kesadahan kurang dari 5 derajat jerman maka air akan menjadi lunak. Jika lebih dari 10 derajat maka akan mengakibatkan kurangya efektifitas sabun, menyebabkan lapisan kerak pada alat dapur dan sayur-sayuran menjadi keras apabia dicuci dengan air ini
d. Zat Organik
Adanya zat organik di dalam air, disebabkan karena air buangan dari rumah tangga, industri, kegiatan pertanian dan pertambangan. Zat organik di dalam air dapat ditentukan dengan mengukur angka permangantnya (KMnO4). Di dalam standar kualitas, ditentukan maksimal angka permangantnya 10 mg/l. Penyimpangan standar kualitas tersebut akan mengakibatkan timbulnya bau tak sedap dan menyebabkan sakit perut.
e. Kimia Organik
Jumlah zat organik pada air alam umunya kecil. Sumber zat organik pada air alam adalah dari tanaman yang membusuk. Adanya zat organik dapat mengakibatkan gangguan misalnya:
II-15 1) Aldrin dan Dieldrin, terjadi biokumulasi pada organisme air yang dimakan
manusia dan menimbulkan kanker dan mutasi
2) Benzen, menimbulkan rasa, warna atau bau tidak sedap.
3) Chlordine (total isomer) merupakan insektisida. Penyakit yang ditimbulkan hyperexytasi, konvulsi, anemia, trombochytopenia, agranulocytosis
4) Heptachlor dan Hepachlorepixide, meskipun tidak menimbulkankeracunan akut tetapi terjadi akumulasi dalam rantai makanan dan bersifat carcinogenic
2.3.3 Syarat Kualitas Biologis Air Minum
Escherichia coli juga merupakan bakteri indikator kualitas air karena keberadaannya di dalam air mengindikasikan bahwa air tersebut terkontaminasi oleh feses, yang kemungkinan juga mengandung bakteri enterik patogen lainnya. Escherichia coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Standar kualitas air bersih harus bebas dari bakteri Escherichia coli dan Coliform, kadar maksimum baku mutu dengan parameter biologi untuk Total Coliform 50/100 mL dan Escherichia coli 0/100 mL. Perhitungan bakteri dapat dilakukan dengan uji hitung jumlah bakteri dengan metode Most Probable Number (MPN). Metode Most Probable Number (MPN) adalah metode penghitungan sel berdasarkan jumlah perkiraan terdekat dan dihitung sebagai nilai perkiraan. Most Probable Number (MPN) merupakan uji yang mendeteksi sifat fermentatif Coliform dalam sampel, MPN terdiri dari uji pendugaan (Presumptive test), uji penegas (Confirmed test), dan uji pelengkap (Complete test) (Rahmasri, 2022).
2.4 Pengolahan Air Bersih
Air ialah faktor terpenting dalam kebutuhan hidup setiap manusia. Air harus terlebih dahulu melewati proses pengolahan agar menjadi air bersih dan tidak membahayakan bagi kesehatan. Tujuan dari proses pengolahan air adalah agar air baku sesuai dengan persyaratan standar air bersih atau standar air minum. Menurut PP No. 122/2015, air baku adalah air yang terkumpul dari air permukaan, tanah, dan air angkasa yang sesuai dengan standar tertentu. Air produksi adalah air olahan dari unit produksi di instalasi pengolahan air (Ahtika dkk, 2023).
II-16 Agar proses pengolahan air bersih dapat dilakukan, maka diperlukan air baku. Untuk kuantitas dan kontinuitasnya, kualitas air baku yang baik harus dijaga karena menunjukkan kondisi lingkungan yang baik. Sektor air bersih dan masyarakat secara keseluruhan sebagai pelanggan memiliki harapan yang tinggi untuk mendapatkan kondisi yang lebih baik. Meskipun kondisi air baku dapat berfluktuasi kualitasnya, prosedur pengolahan sangat penting untuk memastikan bahwa kualitasnya tetap terjaga secara konsisten. Karena air bersih merupakan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup, maka menjadi tanggung jawab setiap orang untuk memanfaatkannya secara bijaksana agar selalu tersedia (Tamjidillah et al. 2021).
Jenis kontaminan atau zat yang menjadi perhatian dalam air bermacam-macam, termasuk di antaranya garam anorganik, mikroorganisme, partikel tanah liat dan material organik. Mereka sebenarnya memiliki karakteristik serupa sehingga biasanya dapat dikelompokkan untuk dapat diperlakukan dengan jenis treatment yang sama. Zat yang menjadi perhatian dalam air dapat dikategorikan antara lain sebagai zat terlarut atau tersuspensi, sebagai zat anorganik atau organik, sebagai zat makro atau mikro, sebagai zat alami atau sintetis, suspensi mikroorganisme, dan sebagainya (Tamjidillah dan Ramadhan, 2023).
Semua sumber air baku tentunya masih mengandung zat anorganik dan organik yang harus dihilangkan selama pengolahan air untuk menghasilkan air yang layak untuk penggunaan rumah tangga. Serangkaian proses dalam pengolahan air tentunya bertujuan untuk menghilangkan zat berbahaya yang terkandung dalam air dengan cara yang paling aman dan juga hemat biaya. Untuk mencapai tujuan ini, berbagai proses perlakuan fisika maupun kimia dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi konstituen yang tidak diinginkan dari air yang diproduksi (Tamjidillah dan Ramadhan, 2023).
2.5 Unit Pengolahan Air
Unit paket instalasi pengolahan air (biasa disebut Unit Paket IPA) merupakan suatu unit instalasi pengolahan air yang dibuat dari bahan plat baja dalam bentuk yang kompak, dan dapat mengolah air melalui proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi. Pemilihan proses pengolahan berdasarkan pada kualitas dari air baku yang akan diolah (Tamjidillah dan Ramadhan, 2023).
II-17 Adapun Komponen paket unit Instalasi Pengolahan Air (IPA) ialah:
1. Intake
Bangunan pengambilan air baku untuk penyediaan air bersih disebut dengan bangunan penangkap air atau intake. Kapasitas intake ini dibuat sesuai dengan debit yang diperlukan untuk pengolahan. Bangunan intake mempunyai fungsi utama sebagai penangkap air dari sumber air untuk diolah dalam instalasi pengolahan air bersih.
Adapun fungsi dari intake ialah (Borahima, 2020):
a. Mengumpulkan air baku dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang dibutuhkan oleh instalasi.
b. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen.
c. Mengambil air baku yang sesuai dengan debit yang diperlukan oleh instalasi pengolahan yang direncanakan untuk menjaga kontinuitas penyediaan atau pengambilan air dari sumber.
Menurut Kawamura (1991), berdasarkan cara pengambilannya bangunan intake dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Intake gravitasi, adalah bangunan penangkap air dari sumber yang menggunakan prinsip gravitasi.
b. Intake pemompaan, adalah bangunan penangkap air dari sumber yang menggunakan bantuan pompa.
Selain itu berdasarkan sumber air permukaannya, bangunan intake juga dapat dibagi atas (Kawamura, 1991):
a. Intake Sungai
1. Adapun kriteria pemilihan intake sungai ialah:
a. Kualitas air
b. Kemungkinan perubahan c. Minimalisasi efek negative
d. Adanya akses yang baik guna perawatan dan perbaikan (maintenance) e. Adanya tempat bagi kendaraan
f. Adanya lahan guna penambahan fasilitas pada masa yang akan datang g. Kuantitas air
h. Efek terhadap kehidupan aquatik di sekitarnya i. Kondisi geologis
II-18 2. Biasanya intake sungai diletakan di pinggir sungai. Sebaiknya lokasi perletakan intake dipilih pada daerah belokan sungai guna menghindari penumpukan sedimen.
3. Tipe konstruksi yang digunakan pada intake sungai digunakan tipe shore intake.
Selain itu ada juga yang menggunakan tower intake, siphone well intake, suspended intake, dan floating intake.
b. Intake Danau
1. Adapun kriteria pemilihan intake danau ialah:
a. Karakteristik aliran air b. Kualitas air
c. Karakteristik pertumbuhan alga dan siklus pertumbuhan mikro organisme d. Kondisi tepian air, arah angin, dan kecepatan aliran
e. Kondisi area penyadapan air, termasuk adanya potensi pencemaran f. Kemungkinan terjadinya sedimentasi pada reservoar
g. Kegiatan rekreasi dan olahraga h. Kemungkinan terjadinya banjir.
2. Pertimbangan lain:
a. Pengggunan danau secara bersama;
b. Kemungkinan penggunaan alat pencampur air artifisial untuk melakukan destratifikasi air dan alat untuk menghancurkan es pada intake yang terletak di daerah dingin.
Ada beberapa variasi dalam tipe konstruksi intake, diantaranya (Kawamura, 1991):
a. Tower Intake
Tower intake digunakan untuk air baku yang diambil dari danau, baik yang alamiah maupun buatan (beton). Tower intake terletak pada bagian pelimpahan atau dekat sisi bendungan. Pondasi menara (tower) terpisah dari bendungan dan dibangun pada bagian hulu. Menara terdiri atas beberapa inlet yang terletak pada ketinggian yang bervariasi untuk mengantisipasi fluktuasi tinggi muka air. Jika air di reservoar
II-19 dapat mengalir secara gravitasi ke pengolahan, maka tidak diperlukan pemompaan dari menara.
Gambar 2.1 Tower Intake
Sumber: Kawamura, 1991
b. Shore intake
Shore intake memiliki variasi bentuk yang tergantung kepada situasi lapangan, dan biasanya terletak di pinggiran sungai.
Gambar 2.2 Tower Intake
Sumber: Kawamura, 1991
Shore intake terbagi atas 3 jenis, yakni siphon well intake, suspended intake dan floating intake. Berikut uraian masing-masing jenis shore intake:
1. Siphon well intake
Ciri khas dari intake ini adalah memiliki saluran air masuk ke bangunan intake berupa pipa, sehingga tekanan air yang berfluktuasi tidak memberi pengaruh pada interior intake.
II-20 Gambar 2.3 Siphon well intake
Sumber: Kawamura, 1991
2. Suspended intake
Memiliki karakteristik tersendiri yakni pipa hisap dibenamkan ke dalam sumber air tanpa menggunakan bangunan pelindung dan langsung tercampur dengan aliran sumber air.
Gambar 2.4 Suspended intake
Sumber: Kawamura, 1991
3. Floating Intake
Struktur intake yang ringkas diletakkan di atas sebuah pelampung yang terapung dan bergerak naik turun mengikuti fluktuasi muka air.
Gambar 2.5 Floating Intake
Sumber: Kawamura, 1991
II-21 c. Crib intake
Struktur intake dibuat terbenam di dasar sungai dengan kedalaman besar dari 3 meter dari permukaan air. Lokasi dipilih dengan resiko terkecil terhadap kemungkinan hanyut oleh arus sungai.
Gambar 2.6 Crib intake
Sumber: Kawamura, 1991
d. Direct intake
Direct intake (langsung) adalah intake yang sumber aimya berasal dari sumber air yang dalam seperti sungai dan danau. Intake jenis ini memerlukan tanggul untuk mencegah agar tanah tidak mengalami erosi dan sedimentasi. Keuntungan dari intake jenis ini yaitu biaya konstruksi lebih murah dari jenis intake yang lain.
Gambar 2.7 Direct Intake
Sumber: Kawamura, 1991
e. Sumur bor intake
Digunakan untuk bangunan penangkap dengan sumber air yang tidak terlalu dalam dan memiliki lapisan aquifer tanah. Biasa digunakan untuk bangunan penangkap air untuk air tanah.
2. Prasedimentasi
Prasedimentasi adalah bangunan awal dalam pengolahan air bersih. Bangunan ini memilikin fungsi sebagai tempat proses pengendapan partikel diskrit seperti pasir,
II-22 kotoran yang terbawa oleh air, dan zat-zat padat lainnya. Prasedimentasi bisa juga disebut sebagai plain sedimentation karena prosesnya bergantung dari gravitasi dan tidak termasuk koagulasi dan flokulasi. karena itu prasedimentasi merupakan proses pengendapan secara gravitasi sederhana tanpa campuran bahan kimia koagulan (Pratama, 2021).
Prasedimentasi terdiri dari 4 ruang (zona) yaitu inlet zone, settling zone, sludge zone, dan outlet zone. Inlet zone merupakan lubang tempat masuknya aliran air ke dalam sedimentation basin yang berfungsi untuk membagi atau mendistribusikan aliran air secara merata ke seluruh bagian sedimentation basin Selanjutnya, terdapat settling zone yang merupakan ruang pengendapan, berfungsi sebagai tempat turunnya partikel tersuspensi berdasarkan gaya gravitasi dan densitas partikel. Dilanjutkan dengan sludge zone atau ruang lumpur tempat akumulasi padatan atau kotoran hasil pengendapan, dan outlet zone yang berfungsi sebagai saluran keluarnya air bebas flok dari seluruh bagian basin. Ada beberapa macam prasedimentasi yang sering digunakan. Berdasarkan bentuk dan sistem kerjanya prasedimentasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu (Pratama, 2021):
a. rectangular
Prasedimentasi berbentuk persegi panjang bekerja lebih efisien karena bentuk ini memiliki kemampuan untuk mencegah terjadinya pusaran air yang dapat menurunkan efisiensi pengendapan.
Prasedimentasi tipe rectangular memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut:
1) membuat konstruksi prasedimentasi hanya membutuhkan lahan yang sedikit.
2) Potensi biaya konstruksi akan hemat karena penggunan dinding yang umum setiap tangki.
3) Jalur aliran yang lebih panjang meminimalkan hubungan arus pendek 4) Dapat menerima effluent yang tinggi.
5) Penebalan lumpur yang lebih baik.
6) Membuat konstruksi prasedimentasi hanya membutuhkan lahan yang sedikit.
7) Potensi biaya konstruksi akan hemat karena penggunan dinding yang umum setiap tangki.
II-23 Prasedimentasi tipe rectangular memiliki beberapa kelemahan yaitu sebagai
berikut:
1) Waktu detensi yang lama dalam pengolahan air 2) Kurang efektif untuk pemuatan sludge yang tinggi.
Gambar 2.8 Rectangular Sedimentation
Sumber: Reynolds, 1996
b. circular
Prasedimentasi tipe ini peripheral feed dengan inlet berada disekeliling bak serta center feed dengan inlet yang berada di tengah bak. Memiliki empat (4) zona yang sama seperti prasedimentasi rectangular. Penempatan zona inlet dan outlet pada tipe ini bergantung pada zona pengendapan. Apabila aliran air masuk berada ditengah maka bilangan Reynold akan tinggi dan bilangan froud akan mengecil sehingga kedua bilangan tersebut tidak dapat terpenuhi secara bersama (Gading, 2021).
Pra sedimentasi tipe circular memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut : 1) Waktu detensi yang singkat dalam pengolahan akan lebih dianjurkan untuk
menggunakan 2 tangki.
2) Sistem pengumpulan sludge sederhana.
3) Lebih mudah untuk mengakomodasi ruang flokulasi dalam tangki yang bermanfaat untuk pengendapan lumpur aktif.
4) Secara keseluruhan, perawatan yang dibutuhkan sedikit.
5) Mudah untuk memisahkan sludge yang besar
Pra sedimentasi tipe circular memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut:
1) Berpotensi menimbulkan hubungan arus pendek yang tinggi.
2) Headloss distribusi aliran tinggi.
3) Lebih banyak membutukan perpipaan
II-24 Gambar 2.9 Circular Sedimentation
Sumber: Reynolds, 1996
Proses pra sedimentasi yaitu: pengendapan partikel diskrit seperti pasir, lempung, dan zat-zat padat lainnya yang bisa mengendap secara gravitasi. Prasedimentasi bisa juga disebut sebagai plain sedimentation karena prosesnya bergantung dari gravitasi dan tidak termasuk koagulasi dan flokulasi. Dalam hal ini prasedimentasi merupakan proses pengendapan secara gravitasi sederhana tanpa campuran bahan kimia koagulan. Tujuan dari pengendapan yaitu untuk memisahkan antara kotoran dan lumpur dengan air baku.
serta meringankan beban kerja unit filter dan memperpanjang lamanya kerja filter (Aruan, dkk. 2023).
3. Koagulasi
Menurut Syahputra, dkk (2020), koagulasi merupakan upaya memperoleh air jernih dari sumber air baku yang memiliki kekeruhan tertentu adalah dengan menggunakan bahan kimia bersifat reagen yang mampu mengubah sifat larutan menjadi air yang tidak mengandung unsur yang tidak dikehendaki antara lain solid tersuspensi, koloid dan partikel halus lain yang terlarut dalam air seperti mineral dan ion elemen kimia. Upaya memperoleh air jernih dari sumber air baku yang memiliki kekeruhan tertentu adalah dengan menggunakan bahan kimia bersifat reagen yang mampu mengubah sifat larutan menjadi air yang tidak mengandung unsur yang tidak dikehendaki antara lain solid tersuspensi, koloid dan partikel halus lain yang terlarut dalam air seperti mineral dan ion elemen kimia.
Pengadukan cepat ini dilakukan dalam waktu yang singkat, biasanya kurang dari 1 menit. Dalam waktu yang singkat setelah adanya penambahan koagulan dan pengadukan cepat terjadi reaksi fisika-kimia yang menghasilkan mikroflok dengan proses destabilisasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia/koagulan melalui air yang diolah, juga bertujuan memperbesar ukuran partikel padat yang ada pada air baku sehingga mempercepat
II-25 sedimentasi dan mempermudah filtrasi, dengan memperbesar ukuran partikel, berarti memperpendek settling time (waktu pengendapan) yang diperlukan untuk pemisahan (Kawamura, 1991).
Gambar 2.10 Koagulasi
Sumber: Tamjidillah dan Ramadhan, 2023
4. Flokulasi
Flokulasi berfungsi mempercepat tumbukan antara partikel koloid yang sudah terdestabilisasi supaya bergabung membentuk mikroflok ataupun makroflok yang secara teknis dapat diendapkan. Berbeda dengan proses koagulasi dimana faktor kecepatan tidak menjadi kendala, pada flokulator terdapat batas maksimum kecepatan untuk mencegah pecahnya flok akibat tekanan yang berlebihan. Tenaga yang dibutuhkan untuk pengadukan secara lambat dari air selama flokulasi dapat diberikan secara mekanis maupun hidrolis. Tingkat keselesaian dari proses flokulasi bergantung padak emudahan dan kecepatan mikroflok kecil bersatu menjadi flok yang lebih besar dan jumlah total terjadinya tumbukan partikel selama flokulasi (Al-Layla,1997).
Gambar 2.11 Unit Flokulasi
Sumber: Al-Layla, 1997
Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding
II-26 gradien kecepatan koagulasi. Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses koagulasi yaitu (Ekoputri dkk, 2024):
a. Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan fisik.
b. Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri.
c. Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.
d. Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam filtrasi.
5. Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses fisik untuk memisahkan partikel suspensi di dalam air akibat beratnya sendiri atau oleh pengaruh gaya gravitasi, proses ini biasa disebut sebagai proses pengendapan. Sedimentasi adalah pengolahan lanjutan dari pengolahan sebelumnya yaitu koagulasi dan flokulasi. Pada sedimentasi diharapkan pengolahan yang telah dilakukan sebelumnya (koagulasi dan flokulasi), partikel dapat diendapkan pada bak sedimentasi dengan gaya beratnya sendiri secara gravitasi (Syahputra, dkk.
2022).
Sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel flok yang telah terbentuk pada proses koagulasi dan flokulasi. Sedimentasi dapat didesain menggunakan plate settler yang berfungsi untuk memperluas zona pengendapan dan memperpendek jarak pengendapan sehingga proses pengendapan efektif terjadi di plate settler. Aliran di sedimentasi ini merupakan aliran downflow yang terjadi pada zona inlet dan upflow yang terjadi di plate settler. Bak sedimentasi dilengkapi dengan plate settler dengan 4 zona yaitu settling zone, inlet zone, outlet zone dan sludge zone.
Sedangkan lumpur padat dialirkan dan dikumpulkan di sludge collector untuk diolah lebih lanjut. Umumnya digunakan pada pengolahan air minum, pengolahan air baku, dan pengolahan lanjutan. Di dalam pengolahan air minum, aplikasi utamanya adalah (Syahputra, dkk. 2022):
a. Melakukan pengendapan pada air permukaan yang lebih dulu pengolahannya dari rapid sand filtration (saringan pasir lambat).
b. Melakukan pengendapan setelah dilakukan koagulasi dan flokulasi yang lebih dulu pengolahannya dari rapid sand filtration (saringan pasir lambat).
II-27 c. Melakukan pengendapan setelah dilakukan koagulasi dan flokulasi di dalam lime
soda pada jenis bangunan softening.
d. Melakukan pengendapan pada air yang diolah di dalam bangunan pengolahan untuk menurunkan besi dan mangan.
Menurut Syahputra, dkk (2022), bak pengendap sering disebut sebagai clarifier atau accelerator. Berdasarkan bentuknya, bentuk bak sedimentasi terbagi menjadi tiga yaitu: empat persegi panjang (rectangular), kubus (square) dan bulat (circular), tetapi secara aktual atau yang sering ditemukan di lapangan sedimentasi terdiri dari rectangular dan circular.
a. Tanki Sedimentasi Rectangular
Antara Bak Flokulasi dan sedimentasi dipisahkan oleh suatu baffle kayu atau suatu dinding beton. Air yang masuk melalui inlet yang seragam ke tangki segi empat berarti termasuk zona inlet. Zona inlet tidak meluas menuju ke kedalaman dari settling tank tetapi meluas menuju ke kedalaman dari flokulator. Jika tangki segi empat tidak berdampingan dengan flokulator, air yang masuk didistribusikan seragam ke bak saluran air dalam tangki itu. Dalam hal ini, suatu baffle di depan saluran air akan mendispersikan air yang mengarah ke bawah menuju zona inlet yang paling dalam.
Gambar 2.12 Sedimentasi Rectangular
Sumber: Syahputra, dkk. 2022
b. Tanki Sedimentasi Circular
Di dalam tangki melingkar, aliran masuk menuju ke pusat tangki atau ke sebelah sisi tangki. Jika diameter tangki kurang dari 30 ft (9.14 m), pipa inlet akan masuk melalui dinding dan mengarah ke bawah. Jika tangki lebih besar dari 30 ft (9.14 m), pipa masuk melalui bawah tangki dan debit air tegak lurus menuju pusat baffle.
II-28 Kedalaman clarifier melingkar dipertimbangkan pada kedalaman bagian samping tangki, dan dikenal dengan sebutan side water depth (swd). Kedalaman ini digunakan untuk menentukan waktu detensi dan volume tangka (Syahputra, dkk.
2022).
Gambar 2.13 Sedimentasi Circular
Sumber: Syahputra, dkk. 2022
Pada bangunan sedimentasi ini, terdapat beberapa zone yang mendukung proses pengendapan, yaitu (Wardani, 2020):
a. Zona inlet
Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih baik.
b. Zona pengendapan
Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan.
c. Zona lumpur
Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan tetap disana
d. Zona outlet
Pada zona ini dihasilkan air hasil poses pengendapan dari zone sebelumnya. Zona ini sebaiknya didesain dengan memperhatikan terjadinya penggerusan pada sludge zone sehingga dapat meminimalisasi lumpur yang ikut terbawa keluar ke outlet zone.
II-29 Adapun 4 bagian dari sedimentasi (Syahputra, dkk. 2022), yaitu:
a. Sedimentasi tipe 1 (Discrete Particle Settling)
Pada sedimentasi tipe discrete particle settling ini partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel tersebut mengendap.
Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan tenang (aliran laminar).
b. Sedimentasi tipe 2 (flocculation)
Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan akan terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam, gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dengan percobaan sedimentasi.
c. Sedimentasi tipe 3 (Hindred Settling)
Di dalam Hindred Settling, atau Zone Settling, konsentrasi partikel adalah tidak terlalu tinggi (cukup) kemudian partikel bercampur dengan partikel lainnya dan kemudian turun secara gravitasi bersama-sama. Hindred Settling sebagian besar digunakan di dalam secondary clarifiers.
d. Sedimentasi tipe 4 (Compression Settling)
Compression Settling berada pada konsentrasi yang paling tinggi pada suspended solid dan terjadi pada jangkauan yang paling rendah dari clarifiers. Pengendapan partikel dengan cara memampatkan (compressing) massa partikel dari bawah.
Tekanan (compression) terjadi tidak hanya di dalam zone yang paling rendah dari secondary clarifiers tetapi juga di dalam tangki sludge thickening.
6. Filtrasi
Filtrasi adalah proses pemisahan zat padat dari cairan dengan cara melewatkan air yang diolah melalui media berpori dengan tujuan menghilangkan partikel-partikel yang sangat halus. Filtrasi adalah pengolahan lanjutan dari pengolahan sebelumnya yaitu koagulasi dan flokulasi, dan sedimantasi. Pada filtrasi diharapkan pengolahan yang telah dilakukan sebelumnya (sedimentasi), partikel yang tersuspensi dapat tertahan pada bak filtrasi dengan bantuan media yang ada pada filtrasi tersebut.
II-30 Filter (saringan) biasa dikelompokkan sesuai dengan tipe media yang digunakan antara lain sebagai berikut (Syahputra, dkk. 2022):
a. Single medium filter (saringan satu media), saringan yang menggunakan satu macam media, biasanya pasir atau anthracite coal.
b. Dual media filter (dua media saringan), saringan ini menggunakan dua media, biasanya dengan pasir dan anthracite coal.
c. Multi media filter (banyak media), saringan yang menggunakan tiga macam media, biasanya pasir anthracite coal dan garnet
Dalam penjernihan air bersih dikenal dua macam saringan, yaitu (Syahputra, dkk.
2022):
a. Saringan Pasir Lambat (Slow Sand Filter)
Saringan ini dibuat dari pasir halus dengan ukuran efektif sekitar 0,2 mm. Ukuran efektif adalah ukuran ayakan yang telah meloloskan 10% dari total butir yang ada atau P10. Saringan pasir lambat membutuhkan ruang yang luas dan modal yang besar. Selain itu saringan ini tidak berfungsi baik dengan air yang kekeruhannya tinggi karena permukaannya cepat tersumbat, dan membutuhkan pencucian yang lebih sering.
Gambar 2.15 Slow Sand Filter
Sumber: Syahputra, dkk. 2022
b. Saringan Pasir Cepat (Rapid Sand Filter)
Filter ini menggunakan dasar pasir silika dengan kedalaman 0,6 - 0,75 m. Ukuran pasirnya 0,35-1,0 mm atau lebih dengan ukuran efektif 0,45-0,55 mm. Koefisien keseragaman umumnya 1,65. Koefisien keseragaman adalah ukuran yang telah meloloskan 60% dibagi ukuran yang telah meloloskan 10% dari total bahan baku pasir atau P60/P10-
II-31 Pencucian filter pasir cepat dilakukan dengan cara backwash; kotoran- kotoran ataupun endapan suspensi yang tertinggal pada filter akan ikut terekspansi dan bersama air pencuci dikeluarkan melalui gutter. Pencucian dilakukan 24 jam operasi dengan waktu pencucian pasir terekspansi ± 50%.
Gambar 2.16 Rapid Sand Filter
Sumber: Syahputra, dkk. 2022
c. Saringan dengan Tekanan (Pressure filter)
Pressure filter adalah variasi dari rapid sand filter. Cara kerjanya sama, media dan fungsinya juga sama. Perbedaan yang paling nyata adalah pada pressure filter terdapat pressurized vessel yang terbuat dari baja, dan tekanan yang digunakan berfungsi untuk mendorong air melewati filter bed. Pressure filter mempunyai fungsi yang sama seperti rapid sand filter, kapasitasnya menghilangkan suspended solid dan menurunkan turbiditas juga sama. Kelebihan utama dari pressure filter adalah tidak memerlukan space vertikal untuk beberapa feet di atas filter bed dan dapat meninggalkan air di bawah tekanan, kemudian menghilangkan potensi untuk mengikat udara dengan rapid sand filter. Sedangkan kerugiannya adalah kurangnya akses observasi secara visual pada filter bed dan kemungkinan lebih besar terjadinya potensi breakthrough turbiditas pada tekanan yang lebih besar saat proses filtrasi.
II-32 Gambar 2.17 Pressure Filter
Sumber: Syahputra, dkk. 2022
Menurut Kusnaedi (2010) dalam Fadel (2020), faktor–faktor yang mempengaruhi proses filtrasi antara lain:
a. Debit
Debit aliran adalah laju aliran (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampung melintang persatuan waktu. Dalam sistem satuan besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Bila kecepatan aliran dan debit air meningkat maka efektifitas penyaringan akan semakin turun. Kecepatan aliran air dan debit air akan mempengaruhi kejenuhan. Debit yang lebih kecil dapat menurunkan Kekeruhan TDS dan angka kuman E-Coli lebih banyak karena waktu kontak air dalam media lebih lama.
b. Ketebalan lapisan filter
Lapisan adalah angka untuk ketebalan media filter yang digunakan untuk filtrasi.
Filtrasi dengan media penyaring tunggal atau ganda. Seringkali ada lapisan penyangga. Ketebalan media filter yang efektif umumnya berkisar antara 80 –120 cm. Ketebalan media sangat mempengaruhi waktu kontak dan bahan penyaring.
Semakin tebal lapisan filter maka akan semakin lama waktu kontak air dengan lapisan media filter, sehingga kualitas air hasil penyaringan semakin baik.
c. Diameter butiran filter
Semakin kecil diameter butiran maka akan menyebabkan celah antara butiran akan rapat sehingga kecepatan penyaringan semakin pelan sehingga kulitas penyaringan semakin baik.
II-33 d. Lamanya pemakaian media untuk penyaringan
Semakin lama media yang digunakan maka semakin banyak filter yang tertahan dalam media filter, sehingga media tersebut lama-lama akan tersumbat atau jenuh, untuk itu perlu dilakukan pencucian pada media filter.
e. Waktu kontak
Waktu kontak merupakan lama waktu yang dibutuhkan oleh air untuk bisa kontak dengan media filter. Waktu kontak yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil filtrasi. Semakin lama waktu kontak yang digunakan antara air dengan media filter maka kualitas air setelah kegiatan filtrasi akan semakin membaik.
7. Disinfeksi
Menurut Borahima (2020), desinfeksi adalah proses pengolahan air dengan tujuan membunuh kuman atau bakteri yang ada didalam air. Proses desinfeksi dilakukan sebelum air didistribusikan sehingga air menjadi aman untuk dikomsumsi. Pada era modern ini proses desinfeksi dilakukan berdasarkan beberapa jenis, dapat dijelaskan seperti berikut:
a. Desinfeksi Kimiawi
Desinfektan yang paling sering digunakan adalah kaporit (Ca(OCl)2)dan gas chlor (Cl2). Pada proses desinfeksi menggunkan kaporit. Sebagai suatu proses kimia yang menyangkut reaksi antara biomassa mikroorganisme perlu dipenuhi 2 syarat : Dosis yang cukup, Waktu kontak yang cukup, minimum 30 menit. Selain itu diperlukan proses pencampuran yang sempurna agar desinfektan benar-benar tercampur.
Desinfeksi menggunakan ozon lazim digunkan untuk desinfeksi hasil pengolahan waste water treatment.
b. Desinfeksi fisik
Desinfeksi menggunkan ultraviolet lebih aman daripada menggunakan klor yang beresiko membentuk trihalometan yang bersifat karsinogenik, tetapi jika digunakan ultraviolet sebagai desinfektan maka instalasi distribusi harus benar-benar aman dan menjamin tidak akan ada kontaminasi setelah desinfeksi. Apabila kontaminan masuk setelah air didesinfeksi, maka kontaminan tersebut akan tetap berada dalam air dan sampai ke tangan konsumen. Selain itu, biaya yang diperlukan juga lebih
II-34 besar dibandingkan dengan desinfeksi menggunakan kaporit. Umumnya desinfeksi dilakukan sesaat sebelum air didistribusikan kepada konsumen.
Menurut Syahputra (2022) dalam Reynolds (1982), adapun metode – metode dalam disinfeksi, antara lain:
a. Klorinisasi
Klorin merupakan senyawa yang paling sering digunakan sebagai desinfektan karena efektif pada konsentrasi rendah, murah dan membentuk residu apabila digunakan dalam dosis yang cukup. Klorin yang digunakan umumnya berupa gas klorin sebagai hipoklorit. Senyawa klor dapat mematikan bakteri karena oksigen yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel bakteri sehingga rusak.
Gas klorin adalah gas racun berwarna kuning kehijauan dengan sifatnya lebih berat dari udara. Gas khlorin dijual kemasan pada tanki tekan yang mampu menghasilkan 450 volume gas. Gas chlorin adalah oksidan yang kuat dan bereaksi dengan hamper semua elemen atau senyawa kimia. Sifatnya yang sangat korosif, yaitu mengkaratkan semua metal yang digunakan sebagai alat penyimpan, pipa, dan peralatan bahkan bersifat sama pada nonmetal. Uap gas khlorin pada konsentrasi tinggi sangat berbahaya karena dapat melukai dan menyesakkan pernafasan.
b. Ozonisasi
Merupakan oksidan yang sangat kuat, lebih kuat dibandingkan asam hipoklorit. Air yang diozonisasi dilewatkan pada filter arang aktif yang bertindak sebagai kontraktor biologis agar organisme saphropit mendekomposisi zat yang dapat diuraikan secara biologis. Ozon merupakan oksidasi allotrop, merupakan oksidan yang sangat kuat lebih kuat dibandingkan dengan asam hypochlorite. Dalam keadaan cair bersifat relatif tidak stabil, umur paronya adalah 20 – 30 dalam larutan air suling pada suhu 20°C. Ozon banyak dipakai di Eropa sebagai disinfektan air minum, dan dipakai sebagai pelayanan air minum di Indonesia.
c. Klorin Dioksida (ClO2)
ClO2 merupakan oksidan yang lebih kuat daripada klorin. ClO2 tidak bereaksi dengan air, lebih mudah disisihkan dari air dengan aerasi, dapat diuraikan dengan