Pentingnya Kesadaran Mahasiswa dalam Mendukung Pencegahan Kasus Kekerasan Seksual
di Lingkup FIA UB Arlene Sharon Hutahaean
Program Sarjana Administrasi Publik, Universitas Brawijaya (UB) Malang, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Maraknya kekerasan seksual yang terjadi bahkan di lingkungan kampus sendiri salah satunya karena disebabkan oleh sistem budaya patriarki yang masih kental di sebagian wilayah Indonesia, dan karena ringannya sanksi yang diberikan sehingga ada kesempatan bagi pelaku untuk melakukan bahkan mengulangi perbuatannya itulah yang menjadi pemicu kekerasan seksual bisa terjadi. Meski demikian hal yang penting untuk saat ini dilakukan adalah tentunya dengan gencar menyebarluaskan sosialisasi mengenai pencegahan seksual itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi kesadaran mahasiswa lingkup FIA terhadap pencegahan kekerasan seksual, bagaimana upaya untuk menangani korban kekerasan
The rise of sexual violence that occurs even in the campus environment itself is partly due to
the patriarchal cultural system that is still thick in parts of Indonesia, and because of the
lightness of the sanctions given so that there is an opportunity for perpetrators to commit and
even repeat their actions, which is what triggers sexual violence to occur. . However, the
important thing to do now is, of course, to actively disseminate socialization regarding
sexual prevention itself. This study aims to find out how high the awareness of FIA students
is regarding the prevention of sexual violence, how are efforts to deal with victims of
violence
PENDAHULUAN
Kekerasan seksual merupakan sebuah peristiwa yang kerap terjadi karena perbuatan mengintimidasi hingga melecehkan seseorang yang dapat disebabkan oleh adanya ketidaksetaraan gender, dan juga kuasa pelaku yang merendahkan korbannya sehingga berani melakukan kekerasan pada korban dan berakibat buruk pada kondisi fisik hingga psikisnya.
Kasus ini mulai marak diperbincangkan di seluruh dunia saat ini, bahkan media pun tidak sedikit yang menyoroti kasus kekerasan seksual yang bagi sebagian kalangan masih dianggap tabu. Kasus kekerasan seksual di Indonesia sendiri mengalami peningkatan yang tinggi dan signifikan tiap tahunnya, mirisnya lagi masalah ini seringkali ditemukan pada korban yang masih di bawah umur dengan tidak jarang pelakunya merupakan keluarganya sendiri. Apabila sosialisasi terkait pemberantasan kasus ini tidak disebarluaskan, maka tentunya jumlah kasus akan terus meningkat, dan Indonesia tidak lagi menjadi tempat yang aman dari para predator kekerasan seksual.
Ketika membahas tentang kasus kekerasan, tentu faktor yang tidak dapat dipisahkan yaitu luka fisik dan gangguan psikologis korban. Dampak negatif dari kekerasan terhadap psikologis seseorang tentunya sangat serius hingga dapat mengancam nyawa, seperti trauma yang mendalam (PTSD), depresi, dan stres yang bisa berujung pada keinginan untuk bunuh diri. Tidak hanya itu, akan ada rasa ketakutan berlebih terhadap lawan jenisnya. Dampak fisik yang dialami korban, terlebih apabila mengalami pemerkosaan tidak lain yaitu kerusakan organ reproduksi dan penyakit kelamin yang berakibat buruk pada kesehatan. Bahkan dampak sosial juga seringkali diterima oleh korban, seperti dianggap aib di masyarakat yang harus ditutupi
sehingga akhirnya korban merasa malu dan dikucilkan.
Seperti yang tercatat di laman Komnas Perempuan, setidaknya terdapat 15 jenis kekerasan seksual yang terjadi di ranah publik maupun privat. Namun belum semua jenis kekerasan masuk dalam daftar tersebut, karena masih ada kemungkinan terkait bentuk kekerasan seksual lainnya yang tidak dikenali karena minimnya informasi. 15 diantaranya yaitu:
1. Perkosaan;
2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan;
3. Pelecehan Seksual;
4. Eksploitasi Seksual;
5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual;
6. Prostitusi Paksa;
7. Perbudakan Seksual;
8. Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung;
9. Pemaksaan Kehamilan;
10. Pemaksaan Aborsi;
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi;
12. Penyiksaan Seksual;
13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual;
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan;
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
Dilansir dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2012-2021 sekurangnya terdapat 49.762 laporan terkait kasus kekerasan seksual. Kemudian pada tahun 2022 data yang diterima adalah sekitar 3.014 kasus kekerasan terhadap perempuan. Laporan pengaduan dikatakan akan tetap bertambah.
Dibantu dengan terciptanya UU TPKS, diharapkan dapat mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual lebih banyak lagi dan juga untuk memberikan dukungan kepada korban kekerasan untuk melapor dan mendapatkan hak keadilan hingga penanganan dari pihak terkait.
UU TPKS diharapkan menjadi landasan hukum dan kerja dari aparat penegak hukum, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dalam mencegah segala bentuk kekerasan seksual; menangani, melindungi, dan memulihkan korban;
melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku; membangun lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan menjamin ketidak berulangan kekerasan seksual.
TUJUAN PENELITIAN I. Tujuan Umum
Untuk menganalisis kesadaran mahasiswa terkait masalah kekerasan seksual yang marak saat ini
II. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pemicu yang mendorong pelaku melakukan kekerasan seksual
b. Diketahuinya upaya menangani orang terdekat yang mengalami kasus serupa
Penelitian ini ingin mengetahui mayoritas civitas UB, khususnya di lingkungan Fakultas Ilmu administrasi, yang sadar terhadap pencegahan kasus kekerasan seksual dan bagaimana membantu korban yang mengalami hal tersebut agar bisa menyuarakan haknya sampai mendapat penanganan dari pihak profesional. Penelitian ini sekiranya dapat sekaligus mensosialisasikan permasalahan sosial ini yang sepantasnya tidak Metode penelitian yang digunakan menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan sampel insidental
TINJAUAN PUSTAKA I. Kekerasan seksual
Definisi kekerasan seksual dapat berbeda-beda karena dipengaruhi oleh nilai-nilai
dari budaya sekitar, nilai sosial, peran gender, juga hak asasi.
Secara harfiah bahasa, kekerasan atau violence yang diterjemahkan dari bahasa Latin memiliki arti sebagai perilaku suatu pihak yang bisa melukai pihak lainnya.
Definisi kekerasan menurut para ahli antara lain yaitu:
1. Soerjono Soekanto, kekerasan atau violence adalah sebuah perilaku ataupun aktivitas yang menggunakan kekuatan fisik secara paksa kepada orang lain untuk memaksakan kehendak pihak lain.
2. Abdul Munir Mulkan, kekerasan ialah tindakan fisik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok untuk melukai, merusak dan atau menghancurkan orang lain dan seluruh fasilitas kehidupan yang adalah bagian dari orang lain tersebut.
3. J.J Rousseau, kekerasan yang dilakukan bukan merupakan sifat murni manusia.
Kekerasan seksual sendiri memiliki kaitan dengan sebuah pemaksaan yang dapat berupa bentuk tindakan secara fisik maupun intimidasi psikologis seperti ancaman dari pelaku.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengambil sampel melalui penyebaran kuesioner kepada mahasiswa FIA UB. Pengambilan sampel menggunakan metode kualitatif dengan penarikan sampel insidental.
PEMBAHASAN
I. Pemicu Kekerasan Seksual Terjadi pada Perempuan
Dalam kasus kekerasan, kebanyakan korbannya merupakan perempuan. Perempuan dapat dijadikan sasaran yang mudah bagi pelaku karena perempuan dianggap lemah dan dianggap bahwa kekuasaan laki- lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini terjadi sedemikian rupa dikarenakan budaya yang sudah melekat di masyarakat, yang mana laku-laki selalu dianggap lebih superior daripada perempuan. Beberapa
faktor yang memicu maraknya kekerasan seksual diantaranya yaitu:
1. Budaya patriarki
Masyarakat hingga saat ini masih ada yang memiliki pemahaman tentang bagaimana hak pria tidaklah setara dengan perempuan, pola pikir seperti ini terus tertanam hingga sekarang sehingga laki-laki merasa bahwa posisinya adalah yang paling dominan yang akhirnya menyebabkan mereka berbuat semena-mena terhadap perempuan.
Namun masa sekarang ini juga tidak dapat dipungkiri bahwa pelaku kekerasan seksual dapat dilakukan oleh perempuan, pasalnya gerakan kesetaraan gender yang banyak disuarakan membuat mereka semakin bebas untuk melakukan apa saja.
2. Kurangnya sosialisasi dan edukasi di masyarakat terkait kekerasan seksual.
Masih banyak masyarakat umum saat ini yang menganggap bahwa pembahasan maupun edukasi terkait kekerasan seksual masih tabu untuk dijadikan sebagai bahan perbincangan.
Sehingga masyarakat seringkali menormalisasi masalah ini dan enggan untuk menyuarakan keadilan bagi korbannya. Karena kurangnya kesadaran di masyarakat inilah yang
3. Korban yang tidak melapor membuat pelaku semakin bebas melakukan perbuatannya
Kebanyakan ketika terjadi kasus ini, korban diancam untuk bungkam oleh sang pelaku, sehingga akhirnya pihak berwenang tidak mendapatkan laporan dan pelaku bebas berkeliaran melakukan perbuatannya tersebut.
II. Penegakan Hukum Terhadap Kasus Kekerasan Seksual
Di Indonesia, penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual sendiri dapat dilihat dari dibentuknya undang-undang tentang kasus pelecehan seksual dalam UU no 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Aparatur negara dan para penegak hukum memiliki peran yang penting untuk menciptakan keadilan di nasyarakat, sehingga
untuk menjaga kestabilan sosial tersebut aparat penegak hukum harus memiliki
Upaya Pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual
Banyak saat ini instansi perguruan tinggi yang mulai membentuk dan memberikan layanan kepada mahasiswanya terkait pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual. Termasuk di Universitas Brawijaya, mahasiswa dapat menemukan adanya layanan ULTKSP yang terbuka bagi setiap mahasiswa Universitas Brawijaya yang mengalami kasus kekerasan seksual, ada pula konseling UB yang bergerak untuk menangani permasalahan psikologi mahasiswa dengan memberikan layanan konseling gratis oleh konselor profesional.
Hubungannya dengan Identitas Nasional dan Hak Asasi Manusia
Identitas nasional sendiri merupakan sebuah citra atau gambaran dari suatu bangsa dengan sebuah ciri khas yang menjadi penanda identitas bangsa tersebut. Di Indonesia sendiri identitas nasionalnya adalah Pancasila. Yang mencirikan terbentuknya identitas nasional adalah dengan terbentuknya pola perilaku di masyarakat yang menyangkut adat-istiadat, tata perilaku, tata kelakuan, dan lain-lain. Ada juga tujuan yang ingin dicapai suatu negara, meski unsur ini bersifat dinamis, namun dapat mencirikan suatu bangsa sehingga terbentuklah identitas nasionalnya.
Identitas nasional di Indonesia sendiri adalah Pancasila, yang merupakan sebuah fundamental karena di dalamnya terkandung filsafat bangsa, hukum dasar, dan pandangan hidup negara. Di dalamnya memuat 5 hal dasar termasuk hak asasi manusia. Maka dari itu, memperjuangkan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia merupakan sebuah unsur identitas nasional yang sekiranya ada di setiap masyarakat Indonesia.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA