MUSANNIF
Ilmu mawaris mempunyai kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Ia menjadi solusi efektif berbagai permasalahan umat terkait pembagian harta waris. Kala ilmu mawaris diterapkan secara baik, maka urusan hak adam akan terselesaikan secara baik. Semua ahli waris akan mendapatkan haknya secara proporsional. Mereka tak akan didzalimi ataupun mendzalimi, karena semuanya sudah disandarkan pada aturan Allah.
Urgensi Mempelajari Ilmu Waris
1. Ilmu yang Dijelaskan Langsung dalam Al-Quran
Salah satu keistimewaan ilmu waris adalah al-quran menjelaskan aturan pembagian waris ini secara langsung dalam al-Quran. Biasanya untuk aturan-aturan agama yang lain Allah SWT tidak menjelaskan secara detail dalam al-Quran, Rasulullah yang kemudian menjelaskannya secara lebih rinci dalam sunnahnya.
Seperti kewajiban shalat lima waktu, Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci terkait tata cara shalat dari mulai takbiratul ihram sampai salam. Nabi-lah yang kemudian diberi tugas untuk menjelaskannya lebih lanjut dalam sunnahnya baik secara lisan (sunnah qauliyyah) mau pun mencontohkan dengan praktik (sunnah fi’liyyah).
Begitu pun aturan-aturan yang lain seperti aturan terkait puasa, haji, zakat dan sebagainya Al- Quran hanya memuat perintahnya saja dan sedikit ketentuan yang berkaitan. Selebihnya penjelasan lebih rinci terkait aturan-aturan tersebut menjadi tugas Rasulullah.
Dalam Al-Quran Allah SWT telah menetapkan ketentuan tentang pembagian waris dalam tiga ayat yaitu surah an-Nisa ayat 11, 12 dan 176. Di dalamnya telah ditetapkan siapa saja yang berhak menerima warisan dari almarhum dan berapa bagian masing-masing secara tegas dan lugas dan tidak membuka ruang terjadinya multi-tafsir.
Oleh karenanya landasan hukum waris bersifat qath’iy (mutlak, pasti, tidak memungkinkan penafsiran ganda) baik dari segi tsubut (validitas)-nya karena ayat Al-Quran semuanya pasti sahih dan mutawatir berbeda dengan hadits Nabi yang level kesahihannya beragam. Atau pun dari sisi dilalah (penunjukan lafal terhadap makna) sebab Allah menjelaskan pembagian waris dengan menyebut angka yang maknanya jelas dan tidak bisa dipahami di luar dari apa yang disebutkan.
Menegaskan hal ini, Rasulullah menyatakan dalam haditsnya bahwa Allah-lah yang secara langsung membagi dan memberikan hak masing-masing ahli waris, bukan berdasarkan keputusan Rasulullah. Nabi SAW bersabda:
ثراول ةٌصو لاف هقح قح يذ لك ىطعأ دق ّاللّنإ
“Sesungguhnya Allah telah memberikan pada setiap ahli waris haknya, maka tidak ada lagi wasiat untuk ahli waris.” (H.R. Ahmad, Ashab as-Sunan dan an-Nasai).
2. Menjalankan Perintah Rasulullah
Pembagian waris sesuai hukum Allah adalah salah satu kewajiban agama di mana bukan hanya melaksanakannya yang diperintahkan tetapi juga mempelajarinya. Ini yang menjadikannya spesial dari kewajiban yang lain seperti shalat, puasa, haji dan sebagainya di mana tidak ada perintah khusus untuk mempelajarinya.
Bahkan bukan hanya belajarnya yang diperintahkan tetapi juga mengajarkannya. Sehingga terkait ilmu waris ini ada tiga hal yang diperintahkan: pertama, menerapkannya; kedua, mempelajarinya; dan ketiga, mengajarkannya. Rasulullah SAW. bersabda:
وُمَّلَعَت
ًِتَّمُأ ْن ِم ُع َزْنٌُ اَم ُل َّوَأ َوُه َو ىَسْنٌُ ُهَّنِإ َو ِمْلِعْلا ُفْصِن ُهَّنِإَف ُهوُمِّلَع َو َضِئا َرَفْلاا
“Pelajarilah kalian ilmu faraidh dan ajarkanlah sebab ia merupakan setengahnya ilmu, dan ia akan dilupakan dan akan menjadi hal yang pertama kali dicabut dari umatku.” (H.R. Hakim dan al-Baihaqi)
Meskipun para ulama memandang hukum belajar ilmu waris ini adalah fardhu kifayah bukan fardu ain, tetapi bukan berarti kita enggan untuk mempelajarinya dengan alasan toh sudah ada ustadz atau pengadilan agama yang akan menyelesaikan nantinya.
Sebab, fakta di lapangan menunjukkan keawaman muslim dalam ilmu faraidh ini sering kali menimbulkan masalah terutama dalam keluarga. Karena ketidaktahuan terhadap hukum waris ini terkadang ada sebagian anggota keluarga yang merasa berhak atas warisan padahal dia tidak termasuk ahli waris. Atau orang tua yang berwasiat tetapi wasiatnya keliru karena kejahilannya tentang hukum wasiat.
Oleh karenanya kita harus mengusahakan semua anggota keluarga kita paham tentang hukum waris ini atau minimal punya kesadaran yang sama terhadap kewajiban menjalankan aturan Islam dalam bagi waris. Ketika semua anggota keluarga punya pemahaman dan kesadaran yang sama, diharapkan tidak akan terjadi konflik atau sengketa pada saat ada yang meninggal yang disebabkan sebagian anggota keluarga tidak paham hukum waris yang sesuai syariah.
3. Mencegah Perpecahan di Antara Keluarga
Allah SWT. tidak menyerahkan hak membagi waris pada siap pun baik itu almarhum sebelum wafat, kakak tertua, atau berdasarkan musyawarah mufakat, hikmahnya adalah untuk mencegah perpecahan di antara keluarga. Sebab jika Allah tidak mengaturnya secara langsung akan sangat mungkin terjadi perselisihan sebab setiap orang dalam satu keluarga bisa punya pemahaman dan kecenderungan yang berbeda-beda sehingga tidak ada titik temu dalam mengatur pembagiannya.
Al-Quran mengisyaratkan hal ini dalam al-Quran surah an-Nisa ayat 11:
ْمُكُؤآَباَء اًعْفَن ْمُكَل ُب َرْقَأ ْمُهٌَُّأ َنو ُرْدَت َلَ ْمُكُؤآَنْبَأ َو ًةَضٌ ِرَف
َنِّم َِّللَٱ َّنِإ ََّللَٱ اًمٌِكَح اًمٌِلَع َناَك
“(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. An-Nisa: 11)