PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Analisis Kejadian Hujan Es Berdasarkan Kondisi Atmosfer dan Citra Satelit Himawari-8 (Studi Kasus: Magelang, 24 Januari 2018). Berbeda dengan hujan biasa, hujan es ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan harta benda (atap rumah), penerbangan,. Identifikasi Hujan Es Berdasarkan Analisis Faktor Cuaca Menggunakan Citra Satelit Himawari-8 dan Data Kebisingan Udara Atas (Studi Kasus: Peristiwa Hujan Es 20 Maret 2018 di Depok).
Analisis Peristiwa Hujan Es Berdasarkan Kondisi Atmosfer dan Citra Satelit Himawari-8 (Studi Kasus: Magelang, 24 Januari 2018) Jurnal Sains dan Inovasi Fisika p.
Rumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
- Tujuan Penelitian
- Manfaat Penelitian
Sebagai sumber referensi mengenai citra radar dan satelit khususnya mengenai dinamika atmosfer awan hujan es dan awan kumulonimbus serta dapat menambah wawasan untuk penelitian selanjutnya. Sebagai tambahan informasi untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai hujan es dengan menggunakan citra radar dan citra satelit khususnya di bidang meteorologi. Untuk menambah wawasan tentang hujan es, serta dapat menjadi media pembelajaran dan menambah pengetahuan bagi penulis.
Sebagai sarana informasi untuk menambah pengetahuan tentang badai es sehingga masyarakat dapat mengatasi dampak negatif yang ditimbulkannya.
Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
- Ruang Lingkup Penelitian
- Setting Penelitian
Kajian ini dilakukan di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Praya Lombok Tengah dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kediri Lombok Barat.
Telaah Pustaka
Hasil kajian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa citra radar cuca dapat mendeteksi kejadian hujan es pada ketinggian -200C, dan citra satelit dapat mendeteksi hujan es pada suhu puncak awan serendah -800C. Menurut Nugroho & Fadlan, hal tersebut dijelaskan dalam studi analisis peristiwa hujan es berdasarkan kondisi atmosfer dan citra satelit Himawari-8. Survei ini menunjukkan bahwa hujan es memang terjadi dibuktikan dengan data AWS yang mencatat perbedaan suhu signifikan sebesar 7,80C setelah 4 jam.
“Peringatan Dini Kemungkinan Hujan Es Menggunakan Metode Indeks Hujan Es Parah Berdasarkan Pengamatan Radar Cuaca Doppler.”
Kerangka Berpikir
Kerangka Teori
- Integrasi Sains dan Al- Qur’an
- Atmosfer
- Monsun (Angin Musim)
- Cuaca
- Awan Cumulonimbus
- Hujan Es
- Radar
- Citra Sateli
Dari ayat di atas dibuktikan tentang fenomena awan kumulonimbus, dimana awan kumulonimbus bermula dari potongan-potongan kecil hingga awan berkumpul (menebal) dan membentuk kumpulan awan yang sangat besar hingga membentuk gelombang yang bergerak dari samping sehingga menimbulkan gaya tarik menarik (menghisap). ) di awan -awan di sekitarnya hingga muncul awan yang sangat sempurna. Awan Cb atau sering disebut awan kumulonimbus merupakan awan kumulus yang ganas, besar dan menjulang tinggi seperti awan hujan yang disertai petir dan angin kencang. Pada awan Cumulonimbus dapat terjadi hujan es (hail), guntur, hujan lebat, kilat, dan angin puting beliung.
Salah satu penyebab terjadinya kejadian cuaca ekstrim yang sangat besar berdasarkan faktor lokal dan regional adalah kemungkinan tumbuhnya awan Cumulonimbus (awan dengan konveksi). Namun karena atmosfer yang tidak stabil dan upwelling, awan kumulonimbus tumbuh secara vertikal hingga mencapai tropopause. Pada daerah di atas tropopause, awan cumulonimbus (Cb) tidak dapat tumbuh lagi karena terjadi inversi suhu pada daerah tersebut.
Akibat pengaruh gravitasi bumi, awan Cumulonimbus yang matang mengalami downdraft. Ketika awan Cumulonimbus (Cb) terbentuk, diperlukan proses penguapan yang sangat besar agar dapat menghasilkan energi yang cukup kuat sehingga menimbulkan gerakan ke atas (gerakan vertikal ke atas). Tahap Disipasi Ketika downdraft mendominasi sel awan Cumulonimbus, maka akan memasuki tahap dispersi.
Awan kumulonimbus memiliki daya rusak yang sangat tinggi dan akan berwarna gelap jika sudah matang. Apabila pesawat terbang memasuki awan Cumulonimbus maka akan terjadi guncangan yang disebabkan oleh adanya pergerakan vertikal udara (vertical drag) yang terjadi pada awan tersebut. Adanya partikel es pada awan kumulonimbus dapat membekukan bagian-bagian pesawat dan dapat menghasilkan petir yang dapat mengganggu sistem kelistrikan dan navigasi pesawat.Jika pesawat terbang di dekat badai petir dan di sekitar titik beku ada kecenderungan untuk mengalami sambaran petir. 40.
Warna biru atau hitam berarti cerah atau tidak banyak formasi awannya. Jika warnanya mendekati oranye berarti suhu puncak awan semakin dingin, terjadi pertumbuhan awan yang signifikan, dan terdapat potensi terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb).61.
Metode Penelitian
- Jenis dan Pendekatan Penelitian
- Kehadiran Penelitian
- Lokasi Penelitian
- Sumber Data
- Prosedur Pengumpulan Data
- Teknik Analisis Data
- Pengecekan Keabsahan Data
- Sistematika Penelitian
Jadi data yang dikumpulkan adalah data berupa citra hujan es (Hail) di atmosfer yang diambil dengan citra satelit dan radar. Kehadiran penelitian bersifat mutlak, karena peneliti merupakan instrumen penelitian dan pengumpulan data, sehingga peneliti harus selalu hadir pada saat pengumpulan data. Lokasi penelitian adalah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Praya Lombok Tengah dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kediri Lombok Barat, karena lokasinya.
Peneliti melakukan penelitian atau pengumpulan data di BMKG dengan cara mengajukan permohonan pelaksanaan penelitian kepada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan penelitian akan dilaksanakan setelah mendapat izin yang diberikan oleh peneliti. Sumber data dalam penelitian ini adalah pegawai BMKG Praya Lombok Tengah dan BMKG Kediri Lombok Barat, hal ini dilakukan dengan cara mengamati data-data yang diperlukan dalam penelitian, dengan pimpinan langsung dan bimbingan pegawai BMKG. Observasi dimana peneliti hanya mengambil data atau hasil yang sudah ada atau siap untuk BMKG.
Diskusi dengan BMKG, dimana pembahasan yang dilakukan peneliti merupakan pembahasan yang tidak menggunakan pedoman yang terstruktur secara sistematis. Untuk mengecek keabsahan data dalam pencarian, peneliti memperpanjang waktu pencarian dan melakukan pengamatan mendalam terhadap hujan es tersebut untuk memastikan data yang diteliti tidak salah.
DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
Data Citra Satelit
Data Radar
Data Curah Hujan
Data Suhu Udara
Data Kelembaban Udara
Data Tekanan Udara
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Hasil Penelitian
- Analisis Citra Satelit Himawari-8 EH
- Analisis Peta Radar Potensi Curah Hujan
Lingkaran berwarna merah menunjukkan bahwa kawasan Bilebante merupakan lokasi penelitian yang menunjukkan bahwa suhu atmosfer di kawasan Bilebante tergolong tinggi. Lingkaran berwarna merah menunjukkan bahwa kawasan Bilebante merupakan lokasi penelitian yang menunjukkan bahwa suhu atmosfer di kawasan Bilebante adalah 0oC - -13oC pada pukul 07:30 UTC (Universal Time Coordinate) atau pukul 15:30 WITA. Lingkaran merah menunjukkan bahwa kawasan Bilebante merupakan lokasi penelitian menunjukkan bahwa suhu atmosfer di kawasan Bilebante adalah 0oC - -21oC pada pukul 07:40 UTC (Universal Time Coordinate) atau 15:40 WITA.
Lingkaran merah menunjukkan bahwa kawasan Bilebante merupakan lokasi penelitian menunjukkan bahwa suhu atmosfer di kawasan Bilebante adalah 0oC - -28oC pada pukul 07.50 UTC (Universal Time Coordinate) atau 15.50 WITA. Lingkaran merah menunjukkan bahwa kawasan Bilebante merupakan lokasi penelitian yang menunjukkan bahwa suhu atmosfer di kawasan Bilebante adalah 0oC - -41oC pada pukul 08:00 UTC (Universal Time Coordinate) atau pada pukul 16:00 WITA. Lingkaran merah menunjukkan bahwa kawasan Bilebante merupakan lokasi penelitian yang menunjukkan bahwa suhu atmosfer di kawasan Bilebante adalah 0oC - -48oC pada pukul 08:10 UTC (Universal Time Coordinate) atau pada pukul 16:10 WITA.
Lingkaran berwarna merah menandakan kawasan Bilebanta merupakan lokasi penelitian, menunjukkan bahwa suhu udara di kawasan Bilebanta adalah 0oC - -62oC pada pukul 08:20 UTC (Universal Time Coordinate) atau 16:20 WITA. Lingkaran berwarna merah menandakan kawasan Bilebanta merupakan lokasi penelitian, menunjukkan bahwa suhu udara di kawasan Bilebanta adalah 0oC - -62oC pada pukul 08:30 UTC (Universal Time Coordinate) atau pukul 16:30 WITA. Lingkaran berwarna merah menandakan kawasan Bilebanta merupakan lokasi penelitian, menunjukkan bahwa suhu udara di kawasan Bilebanta adalah 0oC - -69oC pada pukul 08:40 UTC (Universal Time Coordinate) atau 16:40 WITA.
Lingkaran berwarna merah menandakan kawasan Bilebanta merupakan lokasi penelitian, menunjukkan bahwa suhu udara di kawasan Bilebanta adalah 0oC - -69oC pada pukul 08:50 UTC (Universal Time Coordinate) atau pukul 16:50 WITA. Peta tersebut menunjukkan potensi curah hujan di wilayah Bilebanta bervariasi antara dBZ yang menunjukkan intensitas hujan lebat dengan intensitas 10 hingga 20 mm/jam pada pukul 08:20 UTC (Universal Time Coordinate) atau pukul 16:20 WITA.
Pembahasan
Perubahan kondisi ekstrim ini menyebabkan terbentuknya kristal-kristal es di atmosfer yang kemudian jatuh sebagai hujan es ke permukaan bumi, khususnya di kawasan Bilebante. Hingga UTC WITA) kenaikan suhu ini mencapai -690C, menunjukkan adanya awan Cumulonimbus dengan suhu puncak awan yang terlalu dingin, ketinggian awan Cumulonimbus ini tumbuh melebihi lapisan 0oC (Freezing Level). Kondisi ini menandakan terdapat partikel es yang terbentuk di dalamnya.Saat terbentuknya awan Cumulonimbus, suhu turun drastis sehingga menyebabkan terjadinya hujan es. Proses tumbuhnya awan Cumulonimbus yang berujung pada terjadinya hujan es di kawasan Bilebante disebabkan oleh kondisi anomali (anomali cuaca).
Hujan es terjadi di wilayah Bilebante karena kelembaban tinggi, curah hujan tinggi, suhu udara rendah, dan tekanan udara rendah. Pada grafik suhu udara tanggal 24 Februari 2019 terlihat suhu udara mengalami penurunan yang cukup signifikan, hal ini disebabkan oleh tumbuhnya awan Cumulonimbus yang menyebabkan wilayah sekitar mengalami suhu rendah dan mengidentifikasi fenomena cuaca ekstrim. hujan es yang menyebabkan penurunan suhu. Pada grafik tekanan udara tanggal 24 Februari 2019 terlihat tekanan udara mengalami penurunan yang cukup signifikan.Penurunan tekanan udara ini terjadi akibat perubahan cuaca ekstrim atau hujan es.
Peningkatan nilai intensitas curah hujan yang relatif besar yaitu sekitar 60,0 dBZ dengan durasi yang singkat menunjukkan adanya awan konvektif kuat pada fase pertumbuhan yang menyebabkan terjadinya hujan es. Penurunan suhu tersebut mengakibatkan terbentuknya kristal es yang kemudian berubah menjadi hujan es di kawasan Bilebante, yang terjadi pada tanggal 24 Februari 2019 pukul 16.30 WIB. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan informasi untuk menambah ilmu pengetahuan tentang hujan es menggunakan citra radar dan citra satelit khususnya di bidang meteorologi.
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan lebih lanjut penelitian di bidang meteorologi yang berkaitan dengan fenomena alam khususnya hujan es. C Analisis Kejadian Hujan Es di Bandung Berdasarkan Sistem Pemantauan Hulan (SANTAU) Deledion Hujan Es Menggunakan Sistem Pemantauan Curah Hujan (Majalah Ilmiah SANTAUI ln Raidung' Sdi.
PENUTUP
Kesimpulan
Analisis kondisi atmosfer menunjukkan suhu relatif lebih dingin dengan kelembaban cukup tinggi yaitu 90% di kawasan Bilebante. Pada saat curah hujan tinggi di wilayah Bilebante, data citra satelit secara bersamaan menunjukkan penurunan suhu yang sangat rendah hingga -69oC.
Saran
Fs, & W'caksono, H An,his llujon Ice Di Kola l,ubutlngsau Denean Menglaatkn Dala C'16 S.telit Himawari 3 Dan. Larasati, O. & Alib, K --deirifikasi Peristiwa Es Hulan Menggunakan Citra Radar dan Prosjding Pit Cilra Salelrf (c-s Rhel. A - Perbandingan Profil Hujan Radar Venilial Cuacd dengan Radar Mikro Selma Saat Curah Hujan Sedang (Penod Obseryarion Inlensif 2016) Contoh Studi) Perbandingan Profil Hujan Venical ber{*n Wealher Radar dan Micro Rain Radar memiliki Ratn Sedang.