• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH PADA DEBITUR WANPRESTASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH PADA DEBITUR WANPRESTASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR "

Copied!
82
0
0

Teks penuh

Judul Layanan: PENYELESAIAN KREDIT NON TAMBAHAN BAGI DEBITUR PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JASA KEUANGAN NOMOR 21 TAHUN 2011 (OJK). Penelitian ini dilakukan dilatarbelakangi oleh permasalahan penyelesaian kredit macet terhadap debitur wanprestasi berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian kredit bermasalah kepada debitur yang belum dibayar dilakukan berdasarkan UU No. 21 tahun 2011 terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), apa saja kendala dalam penyelesaian kredit bermasalah bagi wanprestasi berdasarkan UU no. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan cara mengatasi kredit bermasalah bagi debitur yang belum dibayar berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, ditentukan bahwa suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali kecuali atas persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan dalam undang-undang yang cukup untuk itu. Suatu perjanjian dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak dan memenuhi syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu.

Pengertian Kredit

Setiap orang yang berutang dapat mengajukan pembatalan segala perbuatan yang tidak wajib dilakukan oleh orang yang berutang, sepanjang dapat dibuktikan. Karena debitur adalah orang yang berhutang, kewajibannya adalah membayar utangnya kepada kreditur. Dalam hal ini yang dikatakan sebagai debitur adalah orang atau perorangan, yaitu dalam hal ini baik laki-laki maupun perempuan dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan apabila tidak mampu membayar utang kepada seorang atau lebih kreditur.

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penangguhan Kewajiban Pembayaran Utang, pengertian kreditur adalah orang yang mempunyai debitur karena suatu perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur preferensial dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak jaminan atas harta kekayaan yang dimilikinya terhadap harta kekayaan debitur dan hak kehilangan prioritasnya. Sedangkan debitur adalah orang yang berhutang karena suatu perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih terlebih dahulu di pengadilan.

Pengertian Mengenai Wanprestasi

Mengingat pasal 2, paragraf (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, namun dalam pasal ini menjelaskan yang dimaksud dengan kreditur yaitu kreditur konkuren, kreditur separatis, dan kreditur yang diunggulkan. Dalam perjanjian sewa beli, jika penyewa melakukan salah satu bentuk wanprestasi, maka undang-undang mewajibkan penyewa untuk eksekusi hukum untuk menyampaikan pernyataan kelalaian kepada penyewa. Oleh karena itu, wanprestasi yang dilakukan oleh penyewa harus diungkapkan secara resmi terlebih dahulu, yaitu dengan memperingatkan penyewa bahwa penyewa atau pihak menginginkan pembayaran segera atau jangka pendek yang telah ditentukan sebelumnya.

Tata cara teguran terhadap debitur yang lalai diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata, yang mengatur bahwa teguran itu harus dengan perintah atau sejenisnya. Perintah dalam pasal ini adalah teguran resmi dari juru sita, sedangkan perbuatan yang serupa berarti tulisan, surat atau telegram biasa (tidak resmi) yang mempunyai maksud yang sama, yaitu teguran kepada debitur agar segera atau dalam waktu waktu tertentu kondisi tertentu, sedangkan menurut Subjek Ramelan, perbuatan serupa biasanya diartikan sebagai peringatan atau teguran yang dapat dilakukan secara lisan, asalkan cukup kuat.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Dengan demikian, dapat diartikan bahwa OJK merupakan lembaga pengatur dan pengawas di industri jasa keuangan yaitu perbankan, pasar modal, asuransi, reksa dana, dana pensiun, dan perusahaan pembiayaan. Setelah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disusun, tugas pengawasan perbankan menjadi tanggung jawab OJK. Dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, terdapat permasalahan yang perlu diidentifikasi, kemudian dipelajari dan dianalisis kekuatan dan kelemahannya, serta menelaah praktik-praktik dalam pembentukan lembaga pengatur dan pengawas jasa keuangan. sektor.

Fungsi Otoritas Jasa Keuangan OJK bertugas menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan di Indonesia. Penyelesaian kredit macet karena wanprestasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Debitur Wanprestasi berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan kondisi debitur memberikan agunan dengan itikad tidak baik, maka ditentukan alternatif strategi penyelesaian kredit bermasalah. Bukan tidak mungkin pertumbuhan kredit tersebut juga akan menyisakan konflik kredit bermasalah yang perlu diselesaikan dengan cara yang tepat. Saat ini penyelesaian sengketa kredit macet pada perbankan di Indonesia cenderung menggunakan pengadilan sebagai satu-satunya sarana penyelesaian sengketa.

Dalam proses penanganannya, terdapat potensi perselisihan dengan debitur apabila kedua belah pihak tidak mencapai kata sepakat atas penyelesaian kredit bermasalah yang timbul. Pada dasarnya penanganan kredit macet dilakukan dengan beberapa cara, mulai dari negosiasi hingga gugatan. Matriks di atas menunjukkan bahwa peluang terbesar terjadinya sengketa kredit macet hanya dapat muncul pada kelompok debitur C dan D.

Penyelesaian atau penyelesaian kredit bermasalah umumnya masih ditangani dengan baik melalui metode negosiasi. Apabila kredit bermasalah telah disetujui untuk direstrukturisasi, bank dan debitur akan menandatangani akta restrukturisasi sesuai dengan cara tersebut di atas. Setelah berlakunya Undang-Undang Kepailitan yang kini telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Utang (dikenal dengan Undang-Undang Kepailitan), banyak bank yang menggunakan produk hukum ini untuk menyelesaikan kredit bermasalah, terutama mereka yang tidak.

Begitu pula dengan penjualan sukarela, karena penyelesaian NPL menjadi sengketa dimana kedua belah pihak belum mencapai titik penyelesaian. Proses Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah Melalui Kepailitan Sejak krisis moneter tahun 1998, proses penyelesaian kreditur melalui kepailitan banyak digunakan. Demikian pula industri perbankan, khususnya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), memanfaatkannya secara luas dalam penyelesaian sengketa kredit bermasalah yang ditanganinya.

Kehadiran undang-undang kepailitan seolah membuka jalan bagi perbankan untuk menyelesaikan sengketa kredit yang sulit mereka hadapi. Kendala penyelesaian kredit bermasalah terhadap debitur yang wanprestasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa.

Kendala-kendala dalam penyelesaian kredit bermasalah pada debitur wanprestasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Apabila peminjam dalam penyelesaian pinjaman bermasalah kembali mengalami kesulitan pembayaran, maka petugas penyelesaian pinjaman menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan nantinya untuk mempercepat pelunasan angsuran pinjaman oleh peminjam. Itikad buruk debitur dalam menyelesaikan masalah kreditnya dengan bank sebagai kreditur sudah terlihat sejak tahap pra restrukturisasi. Selain itu, klien peminjam berusaha untuk menutupi kepada bank sebagai kreditur tentang keadaan sebenarnya perusahaan sesuai dengan jalannya proses restrukturisasi pinjaman, sehingga langkah pertama dalam proses tersebut adalah penyiapan informasi.

Nasabah pinjaman sebagai debitur berusaha memberikan informasi yang tidak benar tentang keadaan perusahaan, sehingga seolah-olah keadaan perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan, padahal keadaan sebenarnya tidak demikian. Hal ini dimaksudkan oleh peminjam sebagai debitur, agar peminjam dapat menunda kewajiban pembayaran kreditnya, sehingga pihak bank dapat bersantai dengan melakukan restrukturisasi kredit dengan memotong bunga angsuran yang telah dibayarkan. Perbuatan debitur yang tidak transparan dalam memberikan informasi tentang keadaan perusahaannya akan merugikan bank, karena keterlambatan pembayaran dari debitur berarti berkurangnya modal bank dalam menjalankan kegiatannya sebagai penyalur dana kepada publik.

Debitur biasanya sulit ditemukan oleh bank saat menegosiasikan kebijakan hibah restrukturisasi, sehingga bank menganggap debitur yang sulit ditemukan tidak cocok untuk direstrukturisasi. melakukan restrukturisasi kredit nasabah peminjam bermasalah apabila terbukti secara nyata bahwa nasabah peminjam tidak beritikad baik dalam menyelesaikan pembayaran kewajiban kreditnya. Hal ini dapat mengganggu ketepatan waktu pembayaran kredit dan menyebabkan bank mengalami kerugian karena tidak ada pihak yang memenuhi kekurangan kewajiban debitur. Praktek bisnis yang tidak baik yang dilakukan oleh peminjam (misconduct business), menyebabkan masalah serius dalam hal keuangan bisnis yang pada akhirnya menyebabkan kesulitan dalam pembayaran kredit.

Account officer dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan restrukturisasi harus terlebih dahulu melakukan negosiasi penyelesaian kredit dengan debitur yang mengalami kesulitan dalam pengembalian kredit tersebut. Negosiasi kredit sebelum analisis dan evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran awal dan kesamaan pandangan tentang rencana penyelesaian kredit oleh klien pinjaman. Hasil negosiasi antara account officer dengan nasabah pinjaman dituangkan dalam Customer Visit Report (CLC) oleh account officer. Jika terjadi wanprestasi sejak tanggal berlakunya perjanjian, perjanjian tersebut menjadi batal dan kewajiban klien peminjam terhadap perjanjian awal sesuai dengan surat utang.

Solusi penyelesaian kredit bermasalah pada debitur wanprestasi Undang- undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Surat peringatan pertama ini diberikan setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak kredit yang diberikan digolongkan sebagai kredit macet atau kredit bermasalah. Karena tidak ada tanggapan dari nasabah peminjam terhadap surat teguran pertama, bank melanjutkan ke tahap kedua. Surat peringatan kedua ini diberikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah surat peringatan pertama tidak diterbitkan.

Karena surat teguran kedua belum ada tanggapan dari nasabah peminjam, bank melanjutkan ke tahap ketiga. Surat peringatan ketiga ini diberikan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak surat peringatan kedua diberikan dan belum ada tanggapan. Secara hukum surat teguran ini tidak mempunyai akibat hukum yang memaksa debitur untuk membayar utangnya, artinya debitur yang telah diberi surat teguran tidak mematuhi atau mengabaikan surat teguran tersebut, sehingga pihak bank tidak dapat menindaknya, tetapi dengan adanya surat teguran ini, diharapkan adanya tekanan psikologis dan ketidaknyamanan kepada peminjam serta peringatan tindakan hukum lebih lanjut jika diabaikan.

Diharapkan peminjam dapat melunasi utangnya atau setidak-tidaknya beritikad baik dalam melunasi utangnya. Bank akan memanggil peminjam untuk membicarakan solusi penyelesaian fasilitas kredit yang dimaksud. Pembinaan yang diberikan oleh Bank akan dilakukan selama 6 (enam) bulan, dengan tujuan untuk memberikan waktu dan kesempatan kepada nasabah peminjam agar selama periode tersebut nasabah peminjam dapat meningkatkan pengelolaan keuangan dan kegiatan usaha yang mendukung pendapatan produktif.

Secara lebih khusus, tindakan bank adalah membantu dan mengontrol perkembangan kegiatan usaha debitur yang menggunakan fasilitas kredit tersebut. Hal tersebut dilakukan langsung di lokasi peminjam yang meliputi omzet penjualan, tingkat aktivitas kerja dan tingkat penjualan produk, sehingga bank dapat menilai kelayakan usaha tersebut. Meyakinkan debitur bahwa bank sangat berkepentingan dengan kelancaran operasional, sehingga dapat memenuhi kewajibannya kepada bank dengan baik.

PENUTUP

KESIMPULAN

Tahap pembinaan merupakan tindakan yang dilakukan Bank untuk mengelola kredit bermasalah agar diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan tujuan pemberian kredit.

SARAN

  • BUKU
  • PERUNDANG-UNDANGAN

Yogyakarta: Liberty Moleong, Lexy J, 2000, kvalitativ forskningsmetodologi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung Muhammad, Abdulkadir, 1992, indonesisk civilret, Pradnya Paramita, Jakarta Salim, Peter og Yenny Salim.

Referensi

Dokumen terkait

To limit the scope of the study, this research only focuses on aspect multisensory learning and assessment rubric for the young learner English which is suitable for