• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Standar Operasional Prosedur Gudang pada PT. Puninar Infinite Raya - Repository ITK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Penyusunan Standar Operasional Prosedur Gudang pada PT. Puninar Infinite Raya - Repository ITK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan tinjauan pustaka yang berisikan teori-teori yang mendasari penelitian. Bahan kajian yang diuganakan untuk tinjauan pustaka bersumber dari buku dan jurnal yang terkait dengan penelitian.

2.1 Deskripsi Perusahaan

PT. Puninar Infinite Raya merupakan bagian dari Triputra Group dan salah satu perusahaan yang tergabung dalam merk dagang Puninar Logistics. PT. Puninar Infinite Raya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang logistik yang didirikan pada tahun 2011. Kantor utama PT. Puninar Infinite Raya berada di Jakarta, namun penelitian ini akan dilakukan pada kantor cabang Balikpapan.

Kantor cabang PT. Puninar Infinite Raya cabang Balikpapan terletak di Jl. Pulau Balang Km. 1,5, Jl. Soekarno-Hatta Km. 13, Karang Joang, Balikpapan Utara, Balikpapan (PT. Puninar Infinite Raya, 2013).

Visi dari perusahaan adalah penyedia layanan logistik dengan pengelolaan yang terbaik di Indonesia serta disukai pemangku kepentingannya (PT. Puninar Infinite Raya, 2013).

Misi yang dimiliki perusahaan antara lain sebagai berikut.

1. Memberikan solusi logistik terbaik dengan standar internasional untuk pelanggan

2. Memberikan nilai tambah kepada pemangku kepentingan 3. Memprioritaskan keselamatan, kesehatan, dan lingkungan 4. Menggunakan teknologi canggih untuk mendukung layanannya 5. Memiliki jaringan bisnis yang luas (PT. Puninar Infinite Raya, 2013).

Jasa yang ditawarkan oleh perusahaan antara lain penyewaan gudang, trasportasi, dan pengurusan bea cukai. Pada jasa penyewaaan gudang terbagi menjadi dua penawaran, yaitu penyewaan gudang saja dan penyewaan gudang beserta karyawannya. Fungsi utama yang dilaksanakan oleh departemen gudang ialah memberikan layanan jasa kepada pelanggan yang menyewa gudang berupa

(2)

9 penerimaan barang datang, pengelolaan barang dalam gudang, dan pengiriman barang sesuai kebutuhan dan permintaan dari pelanggan. Jasa decanting disesuaikan dengan kebutuhan dari pelanggan. Jasa decanting dilengkapi dengan laboratorium untuk memenuhi permintaan pelanggan. Jasa transportasi pada perusahaan cabang Balikpapan terbatas pada transportasi darat berjenis kendaraan angkutan barang dengan tipe L300, CDD, CDDE, high bed, dan long bed. Jasa pengurusan bea cukai merupakan jasa yang mempermudah pelanggan dalam proses impor dan ekspor barang. Satu pelanggan dapat memperoleh seluruh layanan yang ditawarkan dari mengimpor barang, mengangkut barang ke gudang, hingga mengantar barang ke pengguna (PT. Puninar Infinite Raya, 2013).

Penelitian akan berfokus pada masalah yang terjadi di departemen gudang makanan. Struktur organisasi departemen gudang makanan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar tersebut terdapat posisi department head, section head, general admin, checker frozen, checker dry, operator forklift, dan picker.

Department head merupakan kepala dari departemen operasional. Di bawah department head terdapat beberapa section head yang merupakan kepala dari departemen-departemen yang merupakan inti dari perusahaan. Salah satu departemen yang berada di bawah departemen operasional ialah departemen gudang. Oleh sebab itu departement head tercantum pada struktur organisasi departemen gudang, namun tidak memiliki andil secara langsung dalam proses yang berlangsung di departemen gudang.

Gambar 2.1 Struktur organisasi departemen gudang

(3)

10 Departemen gudang memiliki fungsi utama berupa penerimaan barang datang, pengelolaan barang dalam gudang, dan pengiriman barang sesuai kebutuhan dan permintaan dari pelanggan (PT. Puninar Infinite Raya, 2013).

Barang yang dikelola pada gudang makanan berjumlah 511 yang terbagi menjadi dua kategori, yaitu dry dan frozen. Kegiatan penerimaan barang dan pengiriman barang disebut inbound dan outbound. Jumlah proses inbound dan outbound diatur oleh penyewa gudang. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa proses outbound dapat terjadi 0 hingga 8 kali dalam satu hari dengan rata-rata 3/hari.

Proses inbound memiliki frekuensi 2 sampai 6 kali dalam sehari dan memiliki rata- rata 4/hari.

Perusahaan menerapkan ISO 9001:2015 dalam manajemen pengendalian mutunya. ISO 9001:2015 memiliki persyaratan yang harus dipenuhi, salah satunya yang dilakukan oleh perusahaan ialah mendokumentasi prosesnya dalam bentuk SOP dan WI. SOP dan WI dimanfaatkan oleh perusahaan sebagai pedoman dalam pelaksanaan usahanya. Departemen gudang makanan tidak terkecuali dari penerapan tersebut. Pegawai gudang melaksanakan kegiatannya dengan mengacu pada SOP dan WI yang telah disahkan. SOP departemen gudang makanan mencakup proses bisnis yang dilakukan oleh section head, general admin, checker frozen, checker dry, operator forklift, dan picker.

Saat ini di departemen gudang terdapat tujuh SOP antara lain untuk proses billing, inbound dry, inbound frozen, outbound dry, outbound frozen, cycle count dry, dan cycle count frozen. SOP tersebut belum mencakup keseluruhan proses yang dilaksanakan oleh departemen gudang. SOP yang ada hanya mencakup kegiatan yang merupakan fungsi utama gudang. Beberapa kegiatan yang tercantum pada SOP tidak sesuai dengan yang dilaksanakan karena terjadi perubahan kegiatan selama dilakukannya pembaharuan SOP. Perubahan kegiatan dilaksanakan karena adanya sumbang saran, permintaan pelanggan, dan kebijakan dari section head.

Penyusunan SOP saat ini dilaksanakan oleh pegawai departemen management improvement (MI) yang berjumlah 1 orang. Penyusunan SOP departemen gudang pada tahun 2020 membutuhkan waktu 5 bulan karena keterbatasan jumlah SDM yang mengerjakannya. Selain itu, lama penyusunan SOP dipengaruhi oleh beban kerja pegawai MI yang juga menyusun SOP milik departemen lain.

(4)

11

Penyusunan SOP diawali dengan wawancara oleh pegawai MI ke section head, general admin, checker frozen, dan checker dry. Kemudian pegawai MI memodelkan proses bisnis dan melakukan penyusunan draf SOP. Draf tersebut kemudian akan dikirimkan ke general admin untuk dilengkapi lampiran- lampirannya SOP. Tahap terakhir ialah pengesahan SOP dengan cara penandatanganan oleh pegawai MI, general admin, section head, dan departement head.

2.2 Proses Bisnis

Proses bisnis adalah sekumpulan aktivitas yang memiliki keterkaitan dalam suatu peristiwa untuk mencapai suatu hasil bagi pelanggan dan pemangku kepentingan (Damelio, 2011). Proses bisnis terdiri dari peristiwa dan aktivitas.

Peristiwa merupakan hal yang terjadi tanpa memiliki durasi, sedangkan aktivitas memiliki waktu yang jelas. Aktivitas yang hanya terdiri dari satu unit pekerjaan disebut task. Proses bisnis juga memiliki suatu bagian yang disebut decision.

Decision merupakan pengambilan keputusan bagaimana proses akan dijalankan.

Pemilihan decision mempengaruhi jalannya pengeksekusian suatu proses bisnis (Dumas et al., 2013).

2.2.1 Business Process Management

Business process management (BPM) didefinisikan sebagai metode, teknik, dan alat untuk menggali, menganalisis, mendesain ulang, mengeksekusi, dan mengawasi proses bisnis. BPM merupakan turunan dari manajemen mutu untuk peningkatan berkelanjutan yang memiliki fungsi untuk menyelaraskan proses- proses bisnis dengan tujuan organisasi. Oleh sebab itu, penerapan BPM dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk peningkatan mutu dengan berorientasi pada proses (Dumas et al., 2013).

BPM dalam penerapannya memiliki siklus hidup yang terdiri dari enam tahapan seperti yang terlihat pada Gambar 2.2.

(5)

12

Gambar 2.2 Siklus hidup BPM (Dumas et al., 2013)

Pada Gambar 2.2 siklus hidup BPM terdiri dari process identification, process discovery, process analysis, process redesign, process implementation, dan process monitoring and controlling. Berikut penjelasan terperinci terkait enam tahapan siklus hidup BPM.

1. Process identification

Tahap awal dari BPM ialah process identification. Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap proses. Hasil dari identifikasi proses adalah arsitektur proses baru atau yang diperbaharui yang memberikan gambaran keseluruhan dari proses dalam organisasi dan hubungannya (Dumas et al., 2013).

Arsitektur proses bisnis merupakan serangkaian proses bisnis yang memiliki hubungan. Terdapat lima pendekatan untuk membuat sebuah arsitektur proses bisnis diantaranya ialah goal-based, action-based, object-based, function-based, dan reference model-based. Hal ini terlihat pada Tabel 2.1 (Dijkman et al., 2011).

Tabel 2.1 Pendekatan arsitektur proses bisnis pada tahap process identification

Pendekatan Struktur Konsep

Pengorganisasian

Konsep Relasi

Goal-based Struktur tujuan Tujuan Asosiasi, realisasi, pengaruh Action-based Struktur aksi Loop aksi Asosiasi,

dekomposisi,

(6)

13 triggering,

phasing, generalisasi Object-based Model objek Objek bisnis Asosiasi,

dekomposisi, status transisi, generalisasi Function-based Hirarki fungsi Fungsi Dekomposisi Reference model-

based

Klasifikasi Kelas Dekomposisi,

generalisasi

Berdasarkan Tabel 2.1 Pada pendekatan goal-based terlebih dahulu didefinisikan tujuan dari bisnis. Manfaat dari penggunaan pendekatan ini ialah dapat membantu dalam menentukan seberapa penting proses tersebut dan apakah proses tersebut dibutuhkan. Pada pendekatan action-based langkah awal yang dilakukan adalah perancangan struktur aksi. Struktur aksi terdiri dari aksi bisnis dan relasinya. Aksi bisnis merupakan aktivas loop untuk menyelesaikan pekerjaan.

Kemudian relasi antar aksi diidentifikasi. Pendekatan object-based menggunakan model objek sebagai dasar untuk pembuatan arsitektur bisnis. Setelah itu objek bisnis diidentifikasi dan dikategorikan. Pendekatan function-based memanfaatkan hirarki fungsi sebagai acuan untuk membuat arsitektur. Kemudian fungsi didekomposisi berdasarkan hirarkinya. Pendekatan ini lebih berfokus pada apa yang dilakukan organisasi, daripada bagaimana cara organisasi mencapai hasil.

Pendekatan reference model-based berbeda dari pendekatan lainnya yang diawali dengan perancangan. Pada pendekatan ini arsitektur yang sudah ada digunakan kembali dan diadaptasi untuk membuat arsitektur baru. Keuntungan dari penggunaan pendekatan ini ialah hemat waktu (Dijkman et al., 2011).

Pada penelitian ini dilakukan pendekatan reference model-based dengan menggunakan referensi model process classification framework (PCF) yang disusun oleh American Productivity and Quality Center (APQC) dan Supply Chain Operations Reference Model (SCOR) milik Supply Chain Council. PCF merupakan kerangka proses bisnis yang mendukung manajemen proses lintas fungsional. PCF

(7)

14 memisahkan proses operasional dengan proses manajemen serta proses pendukung (Johannsen, 2018). Proses PCF yang dijadikan referensi model pada penelitian ini hanya proses operasional. SCOR adalah referensi model yang membantu perusahaan untuk memahami serta mengintergrasikan lintas fungsi rantai pasoknya.

SCOR terbagi menjadi lima proses, antara lain plan, source, make, deliver, dan return (Kusumastuti, 2018). Penelitian ini hanya akan menggunakan proses SCOR yang relevan dengan kebutuhan perusahaan, yaitu proses source, deliver, dan return.

2. Process discovery

Tahap ini juga dikenal dengan nama as-is process modeling karena pada tahap ini hasil dari process identification didokumentasi dalam bentuk proses model as- is. Proses model ini merepresentasikan pemahaman pegawai terhadap bagaimana suatu pekerjaan dilakukan (Dumas et al., 2013).

3. Process analysis

Pada tahap ini permasalahan yang dihadapi proses model as-is dianalisis.

Apabila memungkinkan, performa dari proses bisnis dikuantifikasi dan diukur.

Keluaran dari tahap ini ialah rangkaian isu yang diprioritaskan berdasarkan dampak dan estimasi usaha untuk menyelesaikannya. Salah satu cara untuk melakukan process analysis ialah dengan analisis five why’s. Pada analisis ini dilakukan identifikasi dengan menanyakan mengapa suatu permasalahan terjadi secara berulang hingga diketahui akar dari permasalahan tersebut. Tahap ini diawali dengan menentukan permasalahan apa yang ingin diselesaikan. Selanjutnya dilakukan analisis terkait faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut.

Dalam memilih faktor, diutamakan untuk berfokus pada faktor yang dapat diperbaiki. Kemudian faktor-faktor tersebut dianalisis dengan menanyakan mengapa faktor tersebut dapat terjadi hingga ditemukan akar penyebab masalah (Dumas et al., 2013).

4. Process redesign

Tahap ini juga disebut sebagai tahap process improvement. Tujuan dari tahap ini ialah mengidentifikasi perubahan proses yang dapat membantu mengatasi isu dari process analysis serta membantu meningkatkan performa proses dalam

(8)

15 pencapaian objektif. Hasil dari tahap ini adalah proses model to-be (Dumas et al., 2013).

5. Process implementation

Pada tahap dilakukan persiapan untuk pengubahan dari proses as-is menjadi proses to-be. Tahap ini meliputi pengubahan manajemen organisasi dan process automation. Pengubahan manajemen organisasi merujuk pada serangkaian aktivitas untuk mengubah cara kerja semua pihak yang terlibat dalam proses yang diubah.

Process automation mengacu pada pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung eksekusi proses (Dumas et al., 2013).

6. Process monitoring and controlling

Setelah proses to-be diimplementasi, data terkait proses tersebut dikumpulkan dan dianalisis untuk menentukan dan mengukur tingkat performa. Isu baru dapat ditemukan pada tahap ini, sehingga perlu dilakukan pengulangan siklus proses bisnis (Dumas et al., 2013).

2.2.2 ISO 9001:2015

ISO, singkatan dari International Organization for Standardization, merupakan organisasi global yang beranggotakan 160 negara. ISO merilis beberapa sertifikat standarisasi global untuk organisasi. Salah satu sertifikasi yang dikeluarkan oleh ISO ialah ISO 9001 (Al-rub & Shibhab, 2020).

ISO mengeluarkan draf ISO 9001 pertama pada tahun 1987. ISO 9001 adalah sertifikasi yang berstandar global dalam peningkatan konsistensi dan kualitas dari hasil kerja. Sertifikasi ini disusun oleh berbagai industri di dunia dan merupakan salah satu standar yang paling banyak diterapkan oleh organisasi dalam mengendalikan mutunya (Al-rub & Shibhab, 2020).

Semenjak awal peluncurannya, ISO 9001 telah mengalami banyak perubahan.

Perubahan tersebut disesuaikan agar relevan dengan perubahan lingkungan bisnis dan kebutuhan industri modern. Perubahan terkahir dari ISO 9001 dirilis pada September 2015, sehingga dinamakan ISO 9001:2015. Pada pembaharuan ini, organisasi diwajibkan untuk melakukan peninjauan ulang. Pembaharuan dilakukan dengan mengharuskan pemimpin organisasi terlibat bersama process owner dan anggota tim untuk memahami perubahan yang terjadi (Al-rub & Shibhab, 2020).

(9)

16 ISO 9001:2015 menstandarisasi kebutuhan organisasi dalam memanajemen mutunya sehingga peningkatan bisnis yang berkelanjutan dapat diperoleh. Standar ini menggunakan pendekatan siklus plan-do-check-act (PDCA). Tahap plan terdiri dari context of organization, leadership, planning, dan support. Tahap do mengatur terkait operasional organisasi. Pada tahap check dilakukan evaluasi terhadap hasil dari tahap plan dan do. Terakhir, pada tahap act dilakukan perbaikan dan peningkatan berdasarkan hasil dari evaluasi (Al-rub & Shibhab, 2020).

Pengimplementasian siklus PDCA diperjelas dalam rincian yang terdiri dari sepuluh klausa. Klausa pertama hingga ketiga berisi penjelasan umum dalam penerapan ISO 9001:2015. Klausa empat hingga sepuluh merupakan tahapan- tahapan yang harus dipenuhi sesuai dengan siklus PDCA (Al-rub & Shibhab, 2020).

Klausa ISO 9001:2015 berisi informasi, persayaratan, dan rekomendasi bagi organisasi dalam melakukan manajemen mutu. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi ialah informasi yang terdokumentasi (Yanuariska & Miharti, 2018).

2.3 Standar Operasional Prosedur

Pendokumentasian informasi tidak luput dari standar operasional prosedur (SOP). SOP merupakan sekumpulan instruksi tertulis yang mendokumentasikan aktivitas rutin yang dilaksanakan oleh organisasi. SOP menjelaskan cara kegiatan dilakukan dibawah manajemen pengendalian mutu, sehingga menjadi pedoman bagi organisasi dalam menjalankan kegiatannya (U.S. EPA, 2007).

Tujuan dari penyusunan SOP adalah untuk merincikan proses kerja yang dilakukan dalam sebuah organisasi. SOP menggambarkan tindakan dasar hingga tindakan teknis dengan mencakup pelaku, tahapan proses, data yang dibutuhkan, dan durasi proses. Pemanfaatan SOP juga diandalkan dalam mengurangi miskomunikasi serta mencegah kecelakaan kerja (U.S. EPA, 2007).

Sebuah SOP harus disusun dengan jelas dan spesifik untuk memastikan bahwa SOP dapat dengan mudah dipahami dan digunakan. Sebelum melakukan penyusunan SOP, suatu organisasi harus memiliki sebuah dokumen kontrol.

Dokumen kontrol merupakan bagian dari dokumen perencanaan manajemen mutu

(10)

17 yang berisikan aturan-aturan dalam penyusunan SOP. Dokumen kontrol mengatur penomoran, penamaan, notasi, hingga riwayat dokumen (U.S. EPA, 2007).

Format penyusunan SOP tidak memiliki standar khusus yang harus diikuti.

Dalam penyusunan SOP, format yang diikuti ialah yang telah diatur oleh perusahaan dalam dokumen kontrol. Namun, pada umumnya SOP mencakup judul, daftar isi jika dibutuhkan, tujuan, standar proses, scope, defnisi istilah, keamanan, peringatan, interferensi, penanggung jawab, peralatan, urutan prosedur, data, dan referensi (U.S. EPA, 2007).

2.3.1 Flowchart

Urutan prosedur SOP harus dituliskan dalam bentuk tahapan-tahapan yang mudah untuk dibaca dan dipahami. Informasi yang ditampilkan dalam SOP tidak boleh ambigu dan rumit. Informasi yang tercantum harus disampaikan dengan jelas untuk menghindari keraguan tentang apa yang dibutuhkan. Penggunaan kata dalam SOP tidak boleh berlebihan dan panjang (U.S. EPA, 2007).

Bentuk penulisan SOP yang dianjurkan oleh U.S. EPA ialah dalam bentuk flow chart atau diagram alir. Diagram alir dimanfaatkan untuk mengilustrasikan tahapan proses yang dideskripsikan. Penggunaan diagram alir untuk memecah serangkaian teks yang panjang menjadi langkah-langkah dalam bentuk ringkas dan singkat sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca (U.S. EPA, 2007).

Diagram alir adalah sebuah gambaran representasi dari urutan aktivitas kerja yang digunakan untuk membuat, menghasilkan, dan menyediakan suatu luaran.

Diagrama alir memiliki kemampuan untuk menggambarkan value-creating activity dan non value-creating activity. Value-creating activity merupukan aktivitas yang menghasilkan sesuatu akan bernilai di mata pelanggan. Non value-creating activity merupakan sekumpulan aktivitas yang membutuhkan sumber daya dan waktu namun tidak bernilai bagi pelanggan (Damelio, 2011).

(11)

18

Simbol Nama Simbol

Boundaries

Flow

Value-creating activity

Non value-creating activity

Paper output

Electronic output

On same page dan on different page connector

Gambar 2.3 Simbol diagram alir (Damelio, 2011)

Gambar 2.3 Menunjukkan simbol-simbol yang dapat diterapkan dalam diagram alir. Sebuah diagram alir dibatasi oleh simbol start dan stop. Untuk menghubungkan antar simbol, digunakan panah flow. Aktivitas yang tercantum dalam SOP ditulis didalam simbol untuk value-creating activity. Simbol untuk non- value creating digunakan sesuai dengan kebutuhan pada SOP. Jika dibutuhkan proses decision, maka simbol belah ketupat digunakan. Simbol paper output digunakan untuk menunjukkan hasil yang berupa dokumen. Simbol electronic output menandakan hasil yang berupa data digital. Simbol on same page dan on different page connector merupakan simbol yang digunakan untuk menandai letak proses (Damelio, 2011).

Mulai Selesai

Nama dokumen

Nama basis data

(12)

19 2.3.2 Work Instruction

Work Instruction (WI) merupakan suatu rangkaian instruksi atau tahapan- tahapan aktivitas yang dilaksanakan untuk memenuhi suatu kebutuhan. WI merupakan standar yang ditetapkan untuk mengatur tata cara yang harus dilalui agar tujuan dari suatu proses dapat tercapai. Dalam WI diatur individu yang bertanggung jawab atas proses kerja untuk memastikan proses diselesaikan sesuai dengan standar (Aisyah, 2016).

WI merupakan bagian dari SOP. SOP merupakan instruksi tertulis sebagai pedoman apa yang harus dilakukan, sedangkan WI menjelaskan tata cara melakukan aktivitas yang tertulis pada SOP. Berdasarkan penjelasan tersebut, SOP menjelaskan instruksi suatu proses bisnis, dan WI melengkapi SOP dengan merincikan aktivitas yang tercantum dalam SOP (Irawati & Hardiastuti, 2016).

2.3.3 Standar Prosedur Pengendalian Dokumen dan Manual Sistem Manajemen Terpadu Perusahaan

Dokumen manual sistem manajemen terpadu (SMT) milik perusahaan merupakan dokumen yang menjadi pedoman bagi perusahaan dalam mempertahankan pelayanan dan mutunya. Dokumen ini disusun berdasarkan ISO 9001:2015, ISO 14001:2015, dan OHSAS 18001:2007. Dokumen tersebut berisi kerangka sistem manajemen perusahaan dengan mencakup ruang lingkup dan pengecualian persyaratan dari SMT, kebijakan dan sasaran, perencanaan sistem manajemen, struktur perusahaan dan interaksi proses SMT dalam perusahaan, daftar dokumentasi, serta gambaran penerapan SMT di lingkungan kerja.

Pada dokumen manual SMT dinyatakan bahwa SOP merupakan informasi terdokumentasi tingkat kedua yang menggambarkan secara sistematis interaksi dan tahapan dalam pelaksanaan suatu proses secara konsisten antar unit kerja yang dilengkapi dengan tanggung jawab. WI pada manual SMT memiliki deskripsi sebagai informasi terdokumentasi tingkat ketiga yang berisi tahapan sistematis dan terinci untuk melaksanakan suatu kegiatan disertai tanggung jawab dan keterkaitan antar unit kerja.

PT. Puninar Infinite Raya memiliki dokumen standar prosedur pengendalian dokumen yang dijadikan acuan dalam mengatur segala informasi yang

(13)

20 didokumentasikan oleh perusahaan. Dokumen ini terdiri dari alur proses pembuatan dan revisi dokumen, tujuan pengendalian dokumen, definisi istilah, ruang lingkup, keluaran, masukan, referensi, kebijakan umum, kepemilikan dan tanggung jawab dokumen, pemantauan dan informasi, serta lampiran.

Gambar 2.4 Template SOP PT. Puninar Infinite Raya

Penyusunan SOP dan WI pada penelitian ini mengikuti template yang menjadi lampiran dari standar prosedur pengendalian dokumen. Template SOP dapat dilihat pada Gambar 2.4. Pada template SOP diatur header, cara pengisian alur proses, identifikasi risiko, abnormality, tujuan, definisi istilah, ruang lingkup, keluaran, masukan, referensi, kebijakan umum, kepemilikian dan tanggung jawab dokumen, pemantauan dan informasi, lampiran, serta riwayat dokumen.Pada Gambar 2.4 terlihat bagian header dan alur proses. Bagian header terdiri dari nama perusahaan, divisi, nama SOP, nomor dokumen, nomor revisi, tanggal berlaku, logo perusahaan dan tanda tangan. Bagian alur proses dari template SOP berisikan tabel dengan kolom nomor,

(14)

21 aktivitas, alur proses berbentuk flowchart disertai nama Person in Charge (PIC), standar mutu baku, dan keterangan.

Gambar 2.5 Template WI PT. Puninar Infinite Raya

Template WI terdiri dari header, proses, ilustrasi, lampiran, dan riwayat dokumen. Template untuk WI terlampir dalam Gambar 2.5. Pada gambar tersebut bagian header dan proses dari template WI. Bagian header WI terdiri dari nama perusahaan, nama WI, tanda tangan, nomor dokumen, nomor revisi, tanggal, halaman, tujuan, dan standar. Pada bagian proses diisi dengan tabel yang terdiri dari nomor, nama PIC, aktivitas, dokumen terkait, standar mutu, dan bagan proses berbentuk flowchart.

Perbedaan antara WI dan SOP pada PT. Puninar Infinite Raya dapat terlihat dari template bentuk dokumen pada Gambar 2.4 dan 2.5. Hal lain yang membedakan SOP dan WI sesuai yang tercantum dalam dokumen manual SMT terletak pada bagian

(15)

22 penanggung jawab proses. Jika proses dilaksanakan oleh dua departemen atau lebih, maka standar prosedur pelaksanaan proses tergolong ke dalam SOP. Jika suatu proses hanya dilaksanakan oleh pihak-pihak yang tercakup dalam satu departemen, maka standar prosedurnya berbentuk WI. Menurut peraturan perusahaan terkait pengisian kolom PIC pada dokumen WI untuk departemen gudang terbagi menjadi dua, yaitu project leader untuk jabatan section head dan warehouse operation untuk jabatan checker, picker, forklift operator, dan general admin.

2.4 Penelitian Terdahulu

Dalam penyusunan tugas akhir ini mengacu dari penelitian sebelumnya terkait pemodelan proses bisnis. Tabel 2.2 menunjukkan rangkuman hasil penelitian terdahulu.

Tabel 2.2 Penelitian terdahulu

No Nama

Peneliti

Tahun Masalah Metode Hasil

1 Sitorus dkk 2017 Gudang belum memiliki

SOP dan

tidak ada penanggung jawab aktivitas

Observasi dan

wawancara

SOP penerimaan barang,

penyimpanan barang, pengiriman ke produksi, pengiriman ke pelanggan 2 Rahmaningtias

dkk

2020 Pelanggan mengeluh karena pelayanan yang tidak konsisten

Simulasi dan evaluasi SOP yang ada

SOP barang masuk dan keluar

3 Almara dkk 2020 Inventarisasi dokumen tidak terorganisir

Lean office dan

analisis dengan tools OPC

SOP

pengambilan dokumen, inventarisasi dokumen pengadaan, dan pengambilan dokumen pengadaan

(16)

23 Pada Tabel 2.2 terdapat tiga penelitian terkait penyusunan SOP gudang.

Ketiga penelitian tersebut ditinjau untuk memperoleh informasi terkait masing- masing masalah, metode, dan hasil penelitian.

Penelitian Sitorus dkk mengungkapkan bahwa gudang tidak memiliki SOP dan penanggung jawab setiap aktivitas. Metode penelitian yang dilakukan ialah studi pendahuluan, perumusan masalah, penetapan tujuan, pengumpulan data, pengolahan data, serta kesimpulan dan saran. Penelitian tersebut menghasilkan SOP penerimaan barang, penyimpanan barang, pengiriman ke produksi, pengiriman ke pelanggan (Sitorus & Nasution, 2017).

Masalah yang diselesaikan oleh penelitian Rahmaningtyas dkk pelaksanaan pelayanan yang tidak konsisten. Penelitian mengungkapkan bahwa masalah tersebut mengakibatkan keluhan dari pelanggan. Penyebab terjadinya masalah tersebut ialah ketidakjelasan standar pada proses. Oleh sebab itu penelitian mengevaluasi SOP yang ada dan menghasil SOP barang masuk dan keluar yang baru (Rahmaningtias & Hati, 2020).

Penelitian Almar dkk membantu departemen gudang dalam menyelesaikan masalah inventarisasi dokumen yang tidak terorganisir. Sebelumnya departemen tersebut tidak memiliki panduan baku dalam menginventarisasi dokumennya.

Penelitian ini menghasilkan SOP pengambilan dokumen, inventarisasi dokumen pengadaan, dan pengambilan dokumen pengadaan (Almara & Liquiddanu, 2020).

Berdasarkan peninjauan terhadap ketiga penelitian tersebut disimpulkan bahwa membutuhkan SOP yang jelas agar proses dapat berjalan dengan lancar.

Penggunaan SOP sebagai pedoman dalam proses juga dapat membantu untuk merapikan barang dalam gudang dan memastikan pelayan yang diberikan kepada pelanggan konsisten.

Referensi

Dokumen terkait

A study of transfer processes of radioactivity materials 3.1 Analysis of radioactivity concentration level in major marine fishery products ○ Concentration level analysis of major