• Tidak ada hasil yang ditemukan

peralihan status kepemilikan tanah warisan menjadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "peralihan status kepemilikan tanah warisan menjadi"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

Penelitian tentang “Peralihan Status Kepemilikan Tanah Warisan ke Tanah Palaba Pura Pada Masyarakat Hukum Adat Bali” (Studi Kasus di Desa Bungaya Kangin Karangasem Bali) bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis: (1) bagaimana status ahli warisnya? yang berpindah agama ke tanah warisan yang berubah menjadi tanah Pura Pelaba dalam masyarakat hukum adat di Desa Adat Bungaya Kangin; dan (2) bagaimana proses peralihan kepemilikan tanah warisan menjadi tanah pura Pelaba pada masyarakat hukum adat di Desa Adat Bungaya Kangin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Status ahli waris yang berpindah agama (dari Hindu ke agama lain) menurut hukum adat di Desa Adat Bungaya Kangin akan menghilangkan kedudukannya sebagai ahli waris tanah Pelaba Pura, statusnya adalah disamakan dengan orang yang meninggalkan tanggung jawab keluarga sehingga ia tidak berhak mendapat warisan. 2) Proses kepemilikan tanah warisan menjadi tanah pelaba pura dalam masyarakat hukum adat Bali di Bungaya Kangin dilakukan dengan keadaan dan cara sebagai berikut: (a) dalam pewarisan tidak ada ahli waris pengganti; (b) ahli waris yang berpindah agama tidak dapat lagi dikatakan ahli waris; (c) peninggalan yang disengketakan adalah tanah air desa yang dikuasai oleh Banjar Adat Bungaya Kangin sebagai pemelihara dan pelindung Pura Khayangan Banjar secara turun temurun; (d) secara sporadis seperti kawasan yang dijadikan Pelaba Pura. Hubungan manusia dengan tanah dalam hukum adat mempunyai hubungan kosmis-magis-religius, artinya hubungan tersebut bukan antara perorangan dengan tanah.

Hukum adat merupakan hukum adat yang tidak tertulis dan bersifat majemuk yang tetap menjadi sumber hak hidup suatu masyarakat hukum tertentu. Pengakuan hak ulayat atas tanah sebagai asas yang terkandung dalam berdirinya UUPA tidak terlepas dari arah jaminan hak atas tanah. Seseorang yang berpindah agama berdasarkan hukum waris adat Bali dan hukum keluarga patrilineal di Bali menunjukkan bahwa ia tidak lagi terikat pada masalah kesinambungan keturunan (silsilah keluarga) atau bukan penerima hak dan kewajiban ahli waris. .

Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan pokok pertanian menyatakan bahwa hak atas tanah dapat dialihkan dan dialihkan. Sengketa pertanahan yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat saat ini antara lain sengketa hak atas tanah. Tidak ada alasan untuk meragukan bahwa yang dimaksud dengan hukum adat dalam landasan pertanian adalah hukum asli masyarakat hukum adat, yaitu hukum yang hidup yang tidak tertulis dan memuat unsur-unsur asli bangsa, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekerabatan yang menjadi landasannya. pada keseimbangan yang mencakup bidang keagamaan.

Hukum adat yang berlaku di Bali juga mengatur tentang pewarisan yang sering disebut dengan hukum adat waris. Undang-undang ini mengatur tentang kepemilikan tanah warisan. Desa Adat Bungaya Kangin merupakan desa yang terletak di Bali dan tunduk pada hukum adat Bali. warisan itulah yang menyebabkan kegelapan. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul : “TRANS STATUS KEPEMILIKAN TANAH WARISAN DI TANAH PALABA PURA PADA MASYARAKAT HUKUM ADAT BALI DALAM TINJAUAN HUKUM AGRARIA” (Studi Kasus di Desa Bungayagin Karangasem , Bali).

Rumusan Masalah

Oleh itu adalah perlu untuk mengkaji peraturan yang jelas untuk mengiktiraf status harta pusaka daripada waris kepada warisnya yang telah memeluk agama lain.Perubahan status hak milik daripada tanah pusaka kepada tanah adat.

Batasan Penelitian

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Penelitian Terdahulu

Dengan menggunakan metode penelitian empiris, penelitian ini mengkaji tentang pelaksanaan pendaftaran hak milik atas tanah karena pewarisan dan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan. Penelitian Eka Nugrah, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang tahun 2002 yang ke-20 dengan judul: Hak Milik Bait Suci dan Permasalahannya Pasca Pemberlakuan UUPA (Studi Kasus v. 19 Holifia Sajad, 2008, “Pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik Hak Atas Tanah Karena Warisan Kabupaten Rembang Kabupaten Rembang”, Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang.

20Eka Nugraha, 2002, “Hak Kepemilikan Tanah Candi dan Permasalahannya Pasca Pemberlakuan UUPA (Studi Kasus di Wilayah Lombok Barat)”, Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian ini mengkaji tata cara pendaftaran tanah milik candi dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pendaftaran tanah milik candi serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut dengan menggunakan metode penelitian empiris. Penelitian I Gusti Ngurah Bayu Krisna21, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponogoro Semarang Tahun 2007 yang berjudul : Kedudukan Ahli Waris Pindah Agama Terhadap Warisan Orang Tua Berdasarkan Hukum Adat Bali (Studi Kasus Di Desa Adat/Pekraman Panjer Kelurahan Panjer , Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar).

21I Gusti Ngurah Bayu Krisna, 2007, “Kedudukan Ahli Waris Pindah Agama Terhadap Warisan Orang Tua Berdasarkan Hukum Adat Bali (Studi Kasus di Desa Adat/Panjer Pekraman, Desa Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar)”, Skripsi Notaris dari program magister universitas program Diponegoro,Semarang. Ketiga penelitian di atas merupakan kajian hukum kenotariatan yang berkaitan dengan peralihan status penguasaan tanah, namun berbeda dengan permasalahan yang peneliti bahas dalam penelitian ini. negara berdasarkan hukum adat Bali.

Kerangka Teori

Hukum yang memuat aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi tingkah laku individu dalam masyarakat, baik dalam hubungannya dengan orang lain maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Kepastian hukum normatif adalah suatu peraturan dibuat dan diundangkan dengan pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Kepastian hukum mengacu pada penerapan undang-undang yang jelas, permanen, stabil, dan konsekuensial, yang penerapannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan subjektif.

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua makna, yaitu pertama, adanya aturan umum yang membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa. Doktrin kepastian hukum ini bermula dari doktrin Juridico-Dogmatis yang berlandaskan pada aliran pemikiran positivis dalam dunia hukum yang cenderung memandang hukum sebagai sesuatu yang otonom, mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini hukum tidak lebih dari sebuah kumpulan aturan. Kepastian hukum diwujudkan dengan hukum yang pada hakikatnya hanya merupakan suatu peraturan hukum yang bersifat umum.

Ia berpendapat keadilan dan kepastian hukum harus tetap diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dan ketertiban suatu negara. Utilitas, menurut Bentham hukum bertujuan untuk mewujudkan apa yang berguna atau sesuai dengan kegunaannya (efektif). Pada dasarnya peraturan hukum membawa manfaat atau adat istiadat hukum untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat, karena dengan adanya hukum maka ketertiban akan berjalan tertib.

Menurut Radbruch, aspek keadilan hukum, manfaat dan kepastian hukum bersifat relatif sehingga dapat berubah; pada titik tertentu manfaat dari hak dapat ditekankan. Dalam masyarakat modern, ketertiban sosial dijaga antara lain dengan sistem kontrol sosial yang bersifat memaksa yaitu hukum, dan untuk menegakkannya hukum didukung oleh sesuatu. Analisis efektivitas hukum dalam masyarakat, menurut Malinowski, terbagi menjadi dua, yaitu masyarakat modern dan masyarakat primitif.

Hukum dapat dikatakan efektif apabila terdapat dampak hukum yang positif. Pada titik itulah hukum mencapai tujuannya dalam mengarahkan atau mengubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku hukum. Dapat dikatakan bahwa efektifitas suatu peraturan dapat dilihat dari perilaku yang tercermin dalam masyarakat yang menerima peraturan tersebut.

Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang “Peralihan Status Kepemilikan Tanah Warisan pada Tanah Palaba Pura dalam Masyarakat Hukum Adat Bali”. Studi kasus di desa Bungaya Kangin, Karangasem, Bali) bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis: (1) bagaimana kedudukan ahli waris yang berpindah agama atas tanah warisan yang telah dialihfungsikan menjadi tanah pura pelaba dalam masyarakat hukum adat di desa adat. Bungaya Kangin; dan (2) bagaimana proses peralihan kepemilikan tanah warisan menjadi tanah pelaba pura pada masyarakat hukum adat di desa adat Bungaya Kangin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Status ahli waris yang berpindah agama (dari Hindu ke agama lain) menurut hukum adat di desa adat Bungaya Kangin akan menghilangkan kedudukannya sebagai ahli waris tanah Pelaba Pura, statusnya adalah disamakan dengan mereka yang meninggalkan tanggung jawab keluarga dan dari. oleh karena itu dia tidak mempunyai hak atas warisan.

Diharapkan kepada pemerintah untuk terus melakukan sosialisasi dengan pembinaan dan bimbingan di bidang hukum waris di seluruh wilayah provinsi Bali, yang menentukan apakah ahli waris yang berpindah agama dari agama Hindu ke agama lain akan kehilangan hak untuk mewarisi harta warisan yang ditinggalkan oleh ahli waris tersebut. . Hal ini diperlukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dapat terjadi di masyarakat. Ketentuan hukum adat Bali diharapkan dapat dituangkan dalam awig-awig desa adat agar tidak terjadi kesalahpahaman atau perselisihan dalam masyarakat dan antar umat beragama. Hal ini harus dilakukan agar ada ketentuan hukum pasti yang mengatur hal tersebut. kasus. Diharapkan demikian.

Pekraman Bungaya Kangin agar apa yang diputuskan oleh hakim menjadi lebih dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan hukum yang berlaku di desa tersebut. Eka Nugraha, 2002, “Hak Milik Tanah Pura dan Permasalahannya Pasca Berlakunya UUPA (Studi Kasus di Kabupaten Lombok Barat)”, Tesis Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang Hendriatiningsih, 2008, “Masyarakat dan Tanah Adat di Bali (Studi Kasus. Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali)"; Jurnal Sosioteknologi Edisi 15, Bali,. Hilman Hadikusuma, 1991, Hukum Warisan Perundang-undangan Indonesia, Hukum Adat, Hukum Agama Hindu, Islam, PT.

Holifia Sajad, 2008, “Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Karena Warisan di Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang”, Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang. I Nyoman Sirtha, 2008, Aspek Hukum Sengketa Adat di Bali, Edisi Pertama, Udayana University Press, Denpasar. I Gde Pudja, 1977, Hukum Warisan Hindu Dimasukkan ke dalam Hukum Adat Bali dan Lombok, Edisi Pertama, CV.

I Gusti Ngurah Bayu Krisna, 2007, “Kedudukan Ahli Waris Pindah Agama Terhadap Warisan Orang Tua Berdasarkan Hukum Adat Bali (Studi Kasus di Desa Adat/Panjer Pekraman, Desa Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar)”, Disertasi Notaris dari program magister universitas Diponegoro,Semarang. Soepomo, 1986, Bab Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, R Nofriany, 2016, “Konsep Manajemen Umum”, Jurnal Universitas Islam.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

3 TO: CONSTITUTIONAL COURT OF SOUTH AFRICA 1 Hospital Street Constitutional Hill Braamfontein AND TO : LOWNDES DLAMINI First Respondent's Attorneys First Floor 56 Wierda Road