• Tidak ada hasil yang ditemukan

peran aktif hakim pengadilan agama dalam memeriksa

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "peran aktif hakim pengadilan agama dalam memeriksa"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Terhadap Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah)

TESIS

Oleh :

M. REFI MALIKUL ADIL N.P.M. 21802021008

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM MALANG MALANG

2021

(2)

vi

Kata Kunci: Hakim Pengadilan Agama, Gugatan Sederhana, Ekonomi Syariah

M. Refi Malikul Adil Moh. Muhibbin Suratman

Abstrak

Asas dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di peradilan agama ialah salah satunya asas sederhana, cepat dan biayaringan. Namun dalam peraktiknya penyelesaian sengketa ekonomi syariah membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk menjawab persoalan tersebut, Mahkamah Agung kemudian melakukan suatu pembaharuan penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian perkara Ekonomi Syariah. Dalam Perma tersebut, penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat diajukan melalui gugatan sederhana. Dalam gugatan sederhana, Hakim dibatasi waktu 25 hari kerja untuk menyelesaikan perkara. Berkenaan dengan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini ialah memaparkan peran aktif Hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang diajukan melalui gugatan sederhana.

Metode Penelitian dalam penelitian ini mengunakan metode normatif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan undang-undang (

statute approach

) dan pendekatan Konseptual (

Conceptual Approach

). Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, skunder dan tersier. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi dokumentasi.

Adapun hasil dari penelitian ini ialah

pertama

bahwa penyelesaian sengketa ekonomi syariah sudah menjadi kewenangan mutlak peradilan agama Pasca Putusan Mahkamah Konsitusi nomor93/PUU-X/2012.

Kedua

, peran aktif hakim dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah terjadi pada dua tahapan yaitu pertama prapersidangan dan kedua pada tahapan persidangan. Pada kedua tahapan tersebut, peran aktif hakim sangat menentukan dapat tidaknya perkara gugatan sederhana ekonomi syariah diselesaikan dalam kurun waktu 25 hari.

Ketiga, terhadap putusan gugatan sederhana ekonomi syariah terdapat dua upaya hukum yaitu verzet atau perlawanan dan upaya hukum keberatan. Hukum acara verzet terhadap putusan verstek gugatan sederhana tidak ada perbedaan dengan gugatan biasa. Sedangkan, upaya hukum keberatan memiliki perbedaan dengan upaya hukum banding. Sehingga menjadi hal baru dalam hukum acara perdata.

(3)

vii

Resolving Sharia Economic Cases)

Keywords: Judges of Religious Courts, Simple Lawsuits, Sharia Economy

M. Refi Malikul Adil Moh. Muhibbin Suratman

ABSTRACT

One of the principles in resolving sharia economic disputes in religious courts is simple, fast and low cost. However in practice, the settlement of sharia economic disputes takes a long time. To answer this problem, the Supreme Court publish Peratuan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Ekonomi Syariah. In the regulation, the settlement of sharia economic disputes can be submitted through a Small Claim Court. In a Small Claim Court, the judge is limited to 25 working days to settle the case. In this regard, the purpose of this study is to describe the active role of Religious Court Judges in resolving sharia economic disputes submitted through Small Claim Court.

The research method in this study uses the normative method by using two approaches, namely the statute approach and the conceptual approach. This study uses secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. While the data collection techniques in this study were carried out using documentation studies.

The results of this study are first that the settlement of sharia economic

disputes has become the absolute authority of the religious courts after the

Constitutional Court Decision number 93/PUU-X/2012. Second, the active role of

judges in resolving sharia economic disputes occurs in two stages, the first is

pre-trial and the second is at the trial stage. At these two stages, the active role

of the judge will determine whether or not a simple sharia economic lawsuit case

can be resolved within 25 days. Third, there are two legal remedies against the

decision of a simple sharia economic lawsuit, namely verzet or resistance and

legal objections. The verzet procedural law for the verstek decision on a simple

lawsuit is no different from an ordinary lawsuit. Meanwhile, legal remedies for

objections differ from legal remedies for appeals. So that it becomes a new thing

in civil procedural law.

(4)

1 A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai dengan banyaknya kajian-kajian mengenai ekonomi syariah disertai dengan bermunculannya praktek praktek ekonomi syariah di masyarakat seperti hadirnya perbankan syarih.

Tingginya minat masyarakat terhadap pelaksanaan ekonomi yang berlandaskan Al-Quran dan Hadist menjadikan perbankan syariah semakin eksis di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya

market share

perbankan syariah pada tahun 2019 yang mencapai 8,29% dari total aset keuangan di Indonesia. Hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan

market share

perbankan syariah pada tahun 2016 yang hanya tumbuh sebesar 4, 87% dari total aset keuangan di Indonesia.1

Menyadari besarnya minat masyarakat terhadap aktifitas ekonomi syariah, maka pemerintah kemudian menerbitkan regulasi untuk menjamin pelaksanaan ekonomi syariah secara aman. Adapun regulasi yang diterbitkan pemerintah yang terkait dengan ekonomi syariah diantaranya Undang- Undang nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

1 Otoritas Jasa Keuangan, Snapshot Perbankan Syariah Indonesia 2019

(5)

Lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, merupakan awal mula ekonomi syariah di Indonesia diakui legalitasnya dan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan ekonomi syariah hingga saat ini. Hal ini dikarenakan Undang-Undang tersebut menjamin kepastian hukum, baik bagi

stakeholders

sebagai pengampu kebijakan maupun bagi masyarakat sebagai pelaksana dari transaksi ekonomi syariah.2

Kemudian, pada tahun 2008 pemerintah melalui lembaga Legeslatif dengan didukung lembaga eksekutif, mengesahkan Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang terdiri dari 70 Pasal yang terbagi dalam 13 Bab. Dibandingkan dengan Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah mengetaur lebih terperinci mengenai pelaksanaan perbankan syariah, termasuk pengeturan mengenai penunjukan lembaga Peradilan Agama sebagai wadah dalam menyelesaikan sengketa yang timbul dalam pelaksanaan perbankan syariah di Indonesia.3

Adanya kewenangan Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa Ekonomi Syariah pada mulanya muncul ketika Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama di revisi dengan Undang- Undang nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. Dalam hal ini, kewenangan Pengadilan Agama yang semula hanya sebatas perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan sodaqoh kemudian ditambah dengan

2 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan,( Jakarta: Sinar Grafika), Hal 44.

3Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

(6)

kewenangan penyelesaian dalam sengketa zakat, infaq dan ekonomi syariah.4

Yang dimaksud dengan ekonomi syariah ialah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah yang meliputi:

a) Bank Syariah

b) Lembaga keuangan mikro syariah c) Asuransi syariah

d) Reasuransi syariah e) Reksadana syariah

f) Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah g) Sekuritas syariah

h) Pembiayaan syariah i) Pegadaian syariah

j) Dana pensiunan lembaga keuangan syariah dan k) Bisnis syariah

Pengadilan Agama dalam memeriksa sengketa ekonomi syariah berpedoman pada hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkup peradilan umum. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pasal 54 yang menyebutkan bahwa

Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan

4Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

(7)

dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini

Hukum acara perdata adalah hukum formil perdata yang memiliki fungsi untuk mempertahankan, memelihara dan menegakkan ketentuan hukum perdata materil. Berdasarkan hal ini, dapat diartikan bahwa hukum acara merupakan peraturan hukum yang mengatur bagaimana proses hakim (pengadilan) menerima, memeriksa, mengadili dan memutus perkara serta bagaimana proses pelaksanaan putusan dalam rangka mempertahankan eksistensi hukum perdata materil.5

Dikarenakan Hukum Acara Perdata merupakan pengawal dari penegakan hukum perdata materil, maka Hukum Acara Perdata harus bersifat sederhana. Hal ini senada dengan pendapat Wirjono Prodjodikoro yang mengatakan bahwa:

Sifat hukum acara perdata di Indonesia semestinya harus sesuai dengan sifat cara rakyat Indonesia dalam memohon peradilan pada umumnya, sangat sederhana. Dalam pokoknya, orang memohon peradilan begitu saja karena merasa terlanggar atau tersinggung haknya dalam pergaulan hidup dengan orang lain. Kehendak rakyat yang sederhana ini tidak akan dipenuhi secukupnya dan sepenuhnya, apabila ada peraturan-peraturan acara yang sangat mengikat kedua belah pihak, sehingga mungkin merupakan rintangan belaka bagi para pihak yang berperkara untuk betul-betul mendapat peradilan. Cara yang sangat mengikat ini dalam bahasa asing dinamakan formalisme dan pada zaman Belanda dianut oleh Raad van Justitiedulu. Bagi orang-orang

5 Muhammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Acara Perdata Perspektif Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, (Bandung: Alumni, 2012).H.7

(8)

yang bersangkutan, yaitu orang-orang Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka peraturan-peraturan yang sangat mengikat itu (formalistis), lambat laun sudah tidak memuaskan. Di negeri Belanda pun makin keras adanya aliran yang berkehendak menyederhanakan Hukum Acara Perdata disana.

6

Kesedarhanaan dalam hukum acara perdata juga menjadi asas pelaksanaan peradilan dalam menyelesaikan suatu sengketa yang diajukan kepadanya. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 2 ayat 4 yang menyebutkan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

Namun, pada praktiknya penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan dianggap tidak efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena pemeriksaannya cenderung sangat formalitas dan sangat teknis serta biaya perkara yang mahal. Tak heran penyelesaian sengketa ekonomi syariah membutuhkan waktu penyelesaian yang cukup lama. Padahal, penyelesaian sengketa di Pengadilan khusunya mengenai sengketa ekonomi syariah sangat membutuhkan kesederhanaan, kecepatan dan ketepatan penyelesaian sengketa. Hal tersebut dapat dipahami bahwa penyelesaian sengketa yang berlarut-larut akan berdampak pada kegiatan bisnis yang tidak pasti, sehingga berdampak pada turunnya kepercayaan (

trust

) yang merupakan salah satu modal dalam menjalankan bisnis. Berdasarkan.

Disamping itu, masuknya era perdagangan bebas ASEAN akan menimbulkan

6 Moh.Taufik Makarao,Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004).

H. 5

(9)

sengketa-sengketa serupa didalam bidang bisnis syariah dalam sekala kecil yang membutuhkan penyelesaian secara singkat. Untuk menjawab persoalan tersebut, Mahkamah Agung kemudian melakukan suatu pembaharuan dalam bidang hukum acara perdata melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Perkara Sederhana yang selanjutnya diperbaharui dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019.

Gugatan sederhana atau biasa dikenal dengan

Small Claim Court

dapat diartikan sebagai peradilan yang bersifat informal, tidak terikat secara kaku aturan acara, sehingga mampu menghasilkan keputusan yang cepat terhadap gugatan yang memiliki nilai nominal kecil. Menurut Baldwin,

Small Claim Court

merupakan bentuk penyelesaian penyelesaian sengketa yang bersifat informal, sederhana dan berbiaya murah.7Oleh karenanya, kehadiran gugatan sederhana atau

Small Claim Court

melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Perkara Sederhana merupakan jawaban atas tuntutan dunia usaha dan menjadi instrument hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Adapaun syarat perkara yang dapat diajaukan menggunakan acara gugatan sederhana berdasarkan pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 Tentang perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Gugtaan Sederhana ialah:

7 Imron Rosyadi, Akad Nominat Syariah, (Jakarta: Pranadamedia Grup, 2019). H. 129

(10)

1. Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/ atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

2. Tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah perkara yang diselesaikan melalui peradilan khusus sebagaimana diatur dalam peraturan perUndang-Undangan atau sengketa hak atas tanah;

Dalam bidang ekonomi syariah, gugatan sederhana diatur secara eksplisit dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian perkara Ekonomi Syariah. Jika dilihat lebih lanjut, Antara PERMA Nomor 14 Tahun 2016 dengan PERMA Nomor 4 Tahun 2019 perubahan atas PERMA 2 Tahun 2015, keduanya memiliki keterkaitan yang tidak bisa terlepaskan mengenai penyelesaian perkara ekonomi syariah melalui gugatan sederhana. Hal ini terlihat dalam ketentuan pasal 3 ayat (3) PERMA Nomor 14 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa pemeriksaan perkara secara sederhana mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 entang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana kecuali hal-hal yang diatur secara khusus dalam PERMA Nomor 14 Tahun 2016.8

Ada perbedaan yang signifikan antara penyelesaian sengketa melalui gugatan sederhana dengan gugatan biasa sebagaimana diatur dalam HIR atau RBg. Adapun perbedaan yang paling menonjol yaitu adanya batasan waktu penyelesaian perkara dimana dalam gugatan biasa tidak ada aturan mengenai batas waktu penyelesainnya oleh hakim sedangkan dalam gugatan

8Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian perkara Ekonomi Syariah

(11)

sederhana penyelesaian sengketa harus diselesaikan dalam kurun waktu 25 hari sejak sidang pertama digelar. Berdasarkan hal ini, maka Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk menyidangkan perkara gugatan sederhana, dituntut untuk lebih berperan aktif dalam menyelesaikan gugatan sederhana karena karena adanya tuntutan waktu dalam menyelesaikan gugatan sederhana. Padahal selama ini banyak anggapan kuat bahwa hakim perdata harus bersikap pasif. Hal ini kemudian menarik untuk diteliti mengenai peran aktif hakim dalam menyelesaikan gugatan sederhan ekonomi syariah berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian perkara Ekonomi Syariah

jo.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Perkara Sederhana.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitan ini diantaranya:

1. Bagaiamana kewenangan peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012?

2. Bagaimana peran aktif Hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang diajukan melalui gugatan sederhana?

3. Bagaimana upaya hukum terhadap putusan gugatan sederhana ekonomi syariah?

(12)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis kewenangan peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012;

2. Untuk menganalisis peran aktif Hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang diajukan melalui gugatan sederhana.

3. Untuk menganalisis upaya hukum terhadap putusan gugatan sederhana ekonomi syariah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini, akan menghasilkan beberapa manfaat. Apabila dikelompokkan secara umum, maka terdapat dua segi manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, diantaranya:

1. Manfaat teoritis

Melihat secara teoritis, diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan kontribusi secara teoritis mengenai penyelesaian sengketa yang timbul dalam pelaksanaan ekomi syariah mengingat perkembangan dalam dunia bisnis cukup dinamis.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih kajian keilmuan kepada para akademisi dibidang ilmu hukum islam dan masyarakat luas terkait penyelesaian sengketa keperdataan dalam bidang ekonomi syariah. Selain itu, adanya

(13)

penelitian ini diharapakan dapat berguna bagi para praktisi di bidang hukum dalam mewujudkan penegakan hukum yang lebih berwibawa dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.

E. Definisi Oprasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Adapun definisi oprasional dalam penelitian ini yaitu terkait dengan peran aktif hakim.

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) peran diartikan sebagai bagian yang dimainkan dalam suatu kegiatan dalam adegan filem, sandiwara dengan berusaha bermain baik dan secara aktif dibebankan kepadanya.9 Bahrudin Raho mendefinisikan peran sebagai pola tingkah laku yang diharapkan oleh masyarakat dari seseorang yang menduduki status tertentu, dalam hal ini juga berkaitan dengan hubungan berdasarkan peran yang dimiliki seserang yang menduduki status sosial tertentu.

Berdasarkan definisi peran tersebut diatas, maka maksud dari peran aktif hakim dalam penelitian ini ialah pola tingkah laku aktif yang diharapkan dari seorang hakim dalam menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.

Dalam hal ini, peran aktif hakim dimulai setelah perkara dilimpahkan kepadanya hingga perkara tersebut diputus.

9KBBI (Kamus besar bahasa indonesia)

(14)

F. Penelitian Terdahulu

Sebagai pencegah terjadinya duplikasi penelitian, maka dalam penelitian ini menyajikan penelitian terdahulu yang telah membahas dengan tema yang sama. Dalam hal ini, penelitian terdahulu disajikan dan kemudian dideskripsikan terkait perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang diajukan dalam thesis ini. Adapun penelitian terdahulu sebagai berikut:

Pertama

, penelitian yang dilakukan oleh Ana Lathifatul Hanifah, mahasiswa Pascasarjana IAIN Purwokerto. Ia mengangkat penelitian dengan judul Implementasi Gugatan Sederhana (

Small Claim Court

) Dalam Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga. Penelitian yang dilakukan Ana Lathifatul Hanifah membahas terkait penyelesaian ekonomi syariah melalui gugatan sederhana di Pengadilan Agama Purbalingga. Hasil dari penelitian ini ialah Penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Purbalingga dapat diselesaikan melalui

small claim court

. Hal ini sudah di implementasikan setelah diterbitkannya Perma Nomor 14 tahun 2016 tata cara penyelesaian sengketa ekonomi syari‟ah yang mengacu pada Perma Nomor 2 tahun 2015 tentang gugatan sederhana.10

Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Ana Lathifatul Hanifah dengan penelitian ini. Persamaannya ialah sama- sama menyinggung Perma nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Sedangkan perbedaannya ialah penelitian yang dilakukan Ana Lathifatul Hanifah lebih kepada penerapan dan

10 Ana Lathifatul Hanifah, Implementasi Gugatan Sederhana (Small Claim Court) Dalam Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga¸Thesis Pascasarjana IAIN Purwokerto Tahun 2018.

(15)

penyelesaian ekonomi syariah melalui gugatan sederhana dengan berlandaskan Perma nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Perkara Ekonomi Syarian dan Perma nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Sedangkan dalam penelitian ini membahas mengenai penggunaan Perma nomor 2 Tahun 2015 Tantang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana sebagai hukum acara di Indonesia. Perbedaan selanjutnya terdapat pada metode yang digunakan.

Dalam hal ini, Ana Lathifatl Hanifah menggunakan metode penleitian lapangan sedangkan dalam penelitian ini menggunakan metode kepustakaan.

Kedua

, penelitian yang dilakukan oleh Supangat salah satu Mahasiswa Magister IAIN Purwokerto. Ia melakukan suatu penelitian yang berjudul Penerapan Hukum Acara Perdata Pada Pengadilan Agama Purbalingga Dan Purwokerto Dalam Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah Perspektif Hukum Acara Peradilan Islam. Penelitian yang dilakukan oleh Supangat membahas mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang ditangani oleh Pengadilan Agama Purbalingga dan Pengadilan Agama Purwokerto dalam menangani perkara ekonmi syariah dengan menitikberatkan dari aspek hukum acaranya, karena hukum acara yang selama ini dipergunakan oleh Pengadilan Agama adalah hukum acara yang berlaku di Peradilan Umum yang menurut asumsi penulis dibuat bukan untuk kepentingan pemeriksaan dan penyelesaian perkara ekonomi syariah.11

11Supangat, Enerapan Hukum Acara Perdata Pada Pengadilan Agama Purbalingga Dan Purwokerto Dalam Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah Perspektif Hukum Acara Peradilan Islam, Thesis Pascasarjana IAIN Purwokerto Tahun 2016.

(16)

Ada persamaan dan perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Supangat dengan penelitian ini. Adapun persamaannya ialah secara umum sama-sama membahas mengenai penerapan hukum acara perdata dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Sedangkan perbedaannya ialah bahwa sanya penelitian yang dlakukan Supangat membahas problematika Hukum Acara Perdata dalam menyelesaikan perkara sengketa ekonomi syariah. Sedangkan penelitian ini membahas mengenai keaktifan hakim dalam menyelesaikan perkara gugatan sederhana ekonomi syariah.

Ketiga

, penelitian yang dilakukan pada tahun 2020 oleh salah satu Mahasiswa Pascasarjana dalam program studi Magister Ilmu Hukm Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang bernama Jantiani Longli Naetasi.

Ia mengangkat penelitian dengan judul Penerapan Peran Aktif Hakim dalam Persidangan atas Gugatan Sederhana. Penelitian yang dilakukan Jantiani Longli Naetasi berfokus pada latarbelakang lahirnya peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Peraturan Mahlamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian yang dilakukan Jantiani dengan penelitian ini. Persamaannya terletak pada kesamaan menjadikan Perma Normer 2 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan PERMA Nomor 4 Tahun 2019 sebagai salah satu objek kajian penelitan.

Sedangkan perbedaan terletak pada fokus penelitian dimana Jantiani berfokus pada mencari latarbelakang hadirnya PERMA 2 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan PERMA Nomor 4 Tahun 2019, sedangkan dalam penelitian ini berfokus pada sejauh mana keaktifan hakim dalam

(17)

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang diajukan melalui gugatan sederhana. Sehingga fokus kajian tidak hanya berpusat pada 2 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan PERMA Nomor 4 Tahun 2019, melainkan juga pada PERMA Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Perkara Ekonomi Syariah.

Untuk mempermudah pembaca, maka penelitian terdahulu diatas disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

No Judul Rumusan Masalah Kesimpulan

1 Implementasi

Gugatan Sederhana (

Small Claim Court

) Dalam Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga karya Ana Lathifatul Hanifah mahasiswa Pascasarjana IAIN Purwokerto.

Bagaimana

implementasi gugatan sederhana (small claim court) dalam sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Purbalingga?

Penelitian yang dilakukan Ana Lathifatul berbeda dengan penelitian ini karena penelitian yang dilakukan Ana Lathifatul Hanifah lebih kepada

penerapan dan

penyelesaian ekonomi syariah melalui gugatan sederhana dengan berlandaskan Perma nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Perkara Ekonomi Syarian dan Perma nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Sedangkan dalam penelitian ini membahas mengenai penggunaan Perma nomor 2 Tahun 2015 Tantang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana sebagai hukum acara di Indonesia

2 Penerapan Hukum Acara Perdata Pada Pengadilan Agama Purbalingga Dan Purwokerto Dalam Penyelesaian

Perkara Ekonomi

1. Bagaimana

implementasi hukum acara yang dipakai Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dan Pengadilan Agama Purwokerto

Penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Supangat memiliki perbedaan. Adapun perbedaannya bahwa sanya penelitian yang dlakukan Supangat

(18)

Syariah Perspektif Hukum Acara Peradilan Islam karya Supangat

salah satu

Mahasiswa Magister IAIN Purwokerto

dalam

memeriksa,memutus dan menyelesaikan perkara Ekonomi Syari’ah ?

2. Apakah Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dan Pengadilan Agama Purwokerto dalam memeriksa,memutus dan menyelesaikan perkara perkara ekonomi syari’ah mengimplementasik an hukum acara peradilan Islam

membahas problematika Hukum Acara Perdata dalam menyelesaikan perkara sengketa ekonomi syariah.

Sedangkan penelitian ini membahas mengenai keaktifan hakim dalam menyelesaikan perkara gugatan sederhana ekonomi syariah.

3 Penerapan Peran Aktif Hakim dalam Persidangan atas Gugatan Sederhana karya Jantiani Longli Naetasi Magister

Ilmu Hukm

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

1. Untuk menganalisis latar belakang Perma Nomor: 2

Tahun 2015

sebagaimana diubah dengan Perma Nomor: 4 Tahun 2019 diterbitkan untuk menangani perkara Gugatan Sederhana?

2. Untuk menganalisis implikasi Perma Nomor: 2 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Perma Nomor: 4 Tahun 2019 pada pelaksanaan

peradilan Gugatan Sederhana?

Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jantiani Longli Naetasi yaitu fokus penelitian dimana Jantiani berfokus pada mencari latarbelakang hadirnya PERMA 2 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan PERMA Nomor 4 Tahun 2019, sedangkan dalam penelitian ini berfokus pada sejauh mana keaktifan hakim dalam menyelesaiakn sengketa ekonomi syariah yang diajukan melalui gugatan sederhana.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penelitian ini tersusun dalam empat bab, dimana dalam setiap babnya memiliki sub pembahasan yang berbeda-beda.

Adapun penjelasan mengenai sub pembahasan setiap bab nya sebagai berikut:

(19)

Bab pertama merupakan pembahasan mengenai pendahuluan penelitian. Dalam bab ini, pembahasan yang dilakukan memiliki beberapa unsur, seperti latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi oprasional, penelitian terdahulu dan sistematika pembahasan.

Berbicara seputar latarbelakang dilakukannya penelitian berisikan mengenai problematika-problematika yang memicu untuk dilakukannya penelitian ini. Kemudian, problematika tersebut dirumuskan dalam suatu rumusan masalah sebagai inti penelitian yang harus dijawab. Selain berisikan problematika dan rumusan masalah, manfaat dan tujuan dilakukan penelitian ini pun juga tertuang dalam bab ini sebagai bentuk sumbangsih terhadap khasanah keilmuan. Kemudian dalam penelitian ini, dicantumkan beberapa penelitian terdahulu agar tidak terjadi duplikasi penelitian. Selanjutnya terdapat penjelasan terhadap definisi oprasional sebagai jabaran dari masing-masing variabel. Pembahasan dalam bab ini ditutup dengan penulisan sistematika penelitian ini, sebagai gambaran alur penelitian.

Pada Bab Dua, pembahasan terkait dengan Tinjauan Kepustakaan.

Dalam hal ini teori-teori utama yang digunakan sebagai bahan untuk mengkaji dijelaskna secara rinci, seperti teori penyelesaian sengketea ekonomi syariah. selain itu, kajian kepustakaan yang mendukung dalam penelitian akan turut mewarnai penelitian, seperti pembahasan seputar kewenangan Mahkamah Agung dalam menerbitkan peraturan perUndang- Undangan.

(20)

Pada Bab tiga berisikan pembahasan mengenai metode penelitian.

Metode penelitian berisikan tatacara bagaimana penelitian ini dilakukan, seperti jenis penelitian, pendekatan penelitian yang digunakan, sumber bahan hukum yang diambil, teknik pengumpulan data dan analisis bahan hukum.

Selanjutnya, Bab empat merupakan hasil penelitian dan pembahasan peran aktif hakim dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang diajuka melalui gugatan sederhana berdasarkan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

jo.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

Bab ini merupakan inti dari penelitian, karena bab ini berisiskan analisis-analisi terhadap bahan hukum pada bab-bab sebelumnya.

Penyajian analisis dilakukan dengan cara deskripsi melalui penjelasan kata- kata mengenai hasil penelitian.

Bab lima merupakan bab terakhir dalam penelitian ini yang memuat pembahasan mengenai kesimpulan dan saran. kesimpulan dalam penelitian ini bukan merupakan ringkasan secara keseluruhan, melainkan ringkasan jawaban atas kesimpulan rumusan masalah

(21)

71 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan beberpa poin sebagai berikut:

1. Bahwa penyelesaian sengketa ekonomi syariah khsusnya dalam sengketa perbankan syariah secara litigasi pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 menjadi kewenangan mutlak peradilan agama.

Hal ini dikarenakan Majelis Hakim menilai bahwa penjelasan pasal 55 ayat (2) UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang memberikan peluang menyelesaikan sengketa sengketa secara litigasi diluar ruang lingkup peradilan agama adalah bertentangan dengan konstitusi. Sehingga Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa penjelasan pasal 55 ayat (2) UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

2. Peran aktif hakim peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah terbagi menjadi dua tahapan yaitu tahapan pra persidangan dan tahapan persidangan. Dalam melakukan pemeriksaan pra persidangan, hakim secara aktif melakukan dual hal yaitu memeriksa materi gugatan dan menilai sederhana atau tidaknya pembuktian. Pada tahapan persidangan hakim dituntut aktif dalam beberapa hal yaitu,

pertama

, memberikan penjelasan terhadap Penggugat dan Tergugat terkait dengan pelaksanaan hukum acara. Yang

kedua

, menuntun Penggugat dan Tergugat dalam pembuktian.

(22)

3. Upaya hukum yang dijatuhkan dalam gugatan sederhana ekonomi syariah tidak sama dengan upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap gugatan biasa ekonomi syariah. Upaya hukum dalam gugatan sederhana ekonomi syariah, hanya dapat diajukan dua upaya hukum yaitu upaya hukum

verzet

atau perlawanan dan upaya hukum keberatan. Upaya hukum

verzet

dalam gugatan sederhana memiliki perbedaan dengan upaya hukum

verzet

dalam gugatan biasa dalam hal tenggang waktu pengajuan. Sedangkan upaya hukum keberatan merupakan upaya hukum yang baru dalam hukum acara perdata. Jika dilihat sekilas upaya hukum keberatan memiliki persamaan dengan upaya hukum banding.

Namun, diantara keduanya terdapat persamaan dan perbedaan. Adapun persamaannya diantaranya adanya kesamaan konsep peradilan ulangan, diajukan terhadap upaya hukum terhadap putusan verzet, putusan hadir dan putusan kontradiktur dan dilakukan dalam pemeriksaan majelis.

Sedangkan perbedaannya diantaranya waktu pengajuan, keaktifan hakim dalam mencari fakta hukum baru, waktu penyelesaian dan upaya hukum setelahnya.

B. Saran

1. Kepada para hakim dilingkungan peradilan peradilan agama, dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah khususnya yang diajukan kepadanya melalui gugatan sederhana hendaklah lebih berperan aktif sejak perkara dilimpahkan kepadanya. Sehingga perkara ekonomi syariah yang diajukan kepadanya dapat diselesaikan secara cepat dan tepat.

(23)

2. Karena hukum acara gugatan sederhana dalam penyelesaian ekonomi syariah tergolong sebagai hukum acara yang baru dalam lingkupan hukum acara perdata, maka peneliti menyarankan kepada akademisi untuk memberikan matakuliah terkait hukum acara gugatan sederhana dalam penyelesaian ekonomi syariah.

3. Kepada para pencari keadilan, hendaklah selektif dalam memilih jalur pengajuan gugatan sengketa ekonomi syariah. Sehingga perakara yang diajukan oleh para pihak dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan yang dibutuhkan.

(24)

74

Amirudin dan Zainal Asikin,

Pengantar Metode Penelitian Hukum

, Jakarta : Pt.

Rajagrafindo Persada, 2006.

Armania, Nurnaningsih,

Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan

, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.

Direkotori Putusan Mahkamah Agung, diakses pada tanggal 08 Desember 2020, https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/57a8c514487 2f29a4c0e883a68f53348.html

Fakhriah, Efa Laela, Jurnal,

Eksistensi Small Claim Court Dalam Mewujudkan Tercapainta Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

, Bandung:Universitas Padjajaran, 2013.

Gazali, Djoni S. dan Rachmadi Usman,

Hukum Perbankan

, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Hanifah, Ana Lathifatul,

Implementasi Gugatan Sederhana (Small Claim Court) Dalam Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga

¸ Thesis Pascasarjana IAIN Purwokerto Tahun 2018.

Harahap, M. Yahya,

Hukum Acara Perdata

, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Harahap, M. Yahya,

Beberapa permasalahan Hukum Acara Pada Peradilan Agama

, Jakarta: Yayasan Al Hikmah, 1994

Herzien Inlandsch Reglement (HIR).

Kamus besar bahasa indonesia (KBBI).

Makarao, Moh.Taufik,

Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata

, Jakarta: Rineka Cipta.Jakarta. 2004.

Manan, Abdul,

Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama

, Jakarta: Yayasan Al Hikmah, 2000.

Marzuki, Peter Mahmud,

Penelitian Hukum

, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2005.

Mertokusumo, Sudikno,

Hukum Acara Perdata di Indonesia¸

Yogyakarta: Liberty, 2006.

(25)

Muljono, Wahju,

Teori & Praktik Peradilan Perdata di Indonesia

, Yogyakarta:

Pustaka Yustisia, 2012.

Nesaa, M. Rum, Amran Suadi, dkk,

Membumikan Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia

, Yogyakarta: UII Press, 2016.

Otoritas Jasa Keuangan, Snapshot Perbankan Syariah Indonesia 2019.

Prodjdikoro, Wirjono,

Hukum Acara Perdata di Indonesia

, Bandung: Sumur Bandung, 1982.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian perkara Ekonomi Syariah.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang tata cara penyelesaian gugatan sederhana.

Raihan, A. Rasyid,

Hukum Acara Peradilan Agama

, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010.

Rahmadi, Takdir,

Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat

, Jakart: PT. T Rahmadi. Raja Grafindo Persada, 2010

Rosyadi, Imron,

Akad Nominat Syariah

, Jakarta: Pranadamedia Grup, 2019.

Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg).

Saleh, Muhammad dan Lilik Mulyadi,

Bunga Rampai Hukum Acara Perdata Perspektif Teoritis, Praktik dan Permasalahannya

, Bandung: Alumni 2012.

Sismarwoto, Edy,

Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah

, Semarang: Pustaka Magister, 2009.

Soekanto, Soerjono,

Pengantar Penelitin Hukum

, Jakarta : Ui Pres, 1986.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji,

Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat

, Jakarta: Rajawali Press, 2001.

Sugeng, Bambang,

Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata,

Jakarta: Kencana Pranada Media Grup, 2011.

Supangat,

Enerapan Hukum Acara Perdata Pada Pengadilan Agama Purbalingga

Dan Purwokerto Dalam Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah Perspektif

Hukum Acara Peradilan Islam

, Thesis Pascasarjana IAIN Purwokerto Tahun 2016.

(26)

Surat Edaran Direktur Jendral Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 31 Januari 2017.

Suratman, dan Philips Dillah,

Metode Penelitian Hukum

, Bandung: Alfabeta, 2015.

Susanti, Octorina dan A’an Efendi,

Penelitian Hukum (Legal Research),

Jakarta : Sinar Grafika, 2014.

Sutantio, Rento Wulan,

Hukum Acara Perdata

, Bandung: CV Mandar Maju, 2009.

Syukur, Sarmin,

Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia

, Surabaya: Jaudar Press, 2018.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura

Undang-Undang

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Referensi

Dokumen terkait

For a summary of his Australian work see George Tibbits, ‘John Grainger in Australia’, in Brian Allison ed., John Harry Grainger: Architect and civil engineer, University of