• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK "

Copied!
60
0
0

Teks penuh

KONSEP DASAR KEHIDUPAN KELUARGA

Pengertian Keluarga

Fungsi Keluarga

Jenis Keluarga

Tujuan Keluarga

Hubungan antar Keluarga

PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK

Pengertian Pelecehan Seksual pada Anak

Pelecehan seksual dapat dikatakan sebagai ancaman sosial utama yang telah menjadi epidemi yang cukup mengancam hampir di seluruh dunia. Pelecehan seksual dapat diklasifikasikan dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda, mulai dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi, seperti pelecehan gender, perilaku menggoda (gerakan non-verbal dan ejekan seksual), suap seksual, pemaksaan seksual, dan kekerasan seksual (Malik, 2022). Pelecehan seksual merupakan bentuk penderitaan yang merendahkan, mempermalukan, menganiaya, menindas, membuat trauma dan melumpuhkan laki-laki, perempuan, muda, paruh baya, dan lanjut usia (Llewellyn, 2019).

Pelecehan seksual terhadap anak juga didefinisikan sebagai peristiwa traumatis yang umumnya disesalkan dan dikaitkan dengan banyak dampak buruk. Pelecehan seksual yang terjadi pada masa kanak-kanak akan menimbulkan penderitaan pada kehidupan anak saat ini dan masa depan (Lange, 2020). Berdasarkan data UNICEF, jelas bahwa setengah dari anak-anak di bawah usia 15 tahun di seluruh dunia menjadi sasaran kekerasan seksual dan tiga dari empat anak berusia antara 2-4 tahun sering mengalami kekerasan seksual (Şenol & Üstündağ, 2021).

Pada tahun 2016, hasil survei data korban pelecehan di sejumlah negara menemukan bahwa 75% perempuan di London, 79% perempuan yang tinggal di kota-kota di India, 86% di Thailand, dan 89% di Brazil mengalami pelecehan seksual ( Fileborn, 2017). Berdasarkan catatan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), pada tahun 2017 tercatat terdapat 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan, dimana 2.657 kasus kekerasan seksual terdiri dari pencabulan (911 kasus), pelecehan seksual (704) kasus), pemerkosaan (699 kasus). kasus) dan hubungan seksual (343 kasus) (Komnas Perempuan, 2017). Data Kementerian Sosial tahun 2020, kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak meningkat pada masa pandemi Juni-Agustus 2020, tercatat sebanyak 8.259 kasus menjadi 11.797 kasus pada bulan Juli dan Agustus menjadi 12.855 kasus (Septiani, 2021).

Meski seharusnya rumah menjadi tempat teraman bagi anak, ternyata rumah justru menjadi tempat dengan persentase kekerasan seksual tertinggi. Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pelecehan seksual terhadap anak merupakan perilaku pemaksaan yang menyakiti hati, menganiaya, menimbulkan luka dan trauma pada anak, dan pelakunya umumnya adalah orang terdekat korban. di Indonesia, namun hal ini hampir menjadi masalah di seluruh dunia. Pelecehan seksual pada anak tidak termasuk korbannya, baik anak laki-laki maupun perempuan bisa menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Penyebab Pelecehan Seksual pada Anak

Misalnya, hasrat seksual yang tidak normal dapat menyebabkan pelaku memperkosa korban di bawah umur tanpa menyadari kondisi dirinya. Pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak terdorong untuk membalas dendam dan dipengaruhi oleh apa yang mereka alami selama menjadi korban. Lalu timbullah motivasi untuk ingin merasakan kembali apa yang dirasakannya. Hubungan antara orang dewasa dan anak-anak terbentuk dalam pola hubungan yang mengendalikan, atau disebut hubungan kekuasaan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi seperti ini mengakibatkan sejumlah anak menjadi korban kekerasan seksual dan penelantaran. Hal ini terlihat dari pemberitaan di media massa yang menggambarkan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai hubungan darah dan tinggal serumah. Namun analisis data menunjukkan bahwa terdapat ratusan, bahkan ribuan, anak-anak dari keluarga miskin yang menjadi korban kekerasan seksual.

Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan terlantar serta hidup di jalanan rentan mengalami pelecehan dan berpotensi menjadi objek kekerasan seksual. Anak yang terpapar pornografi akan menyebabkan kerusakan otak sehingga anak berpotensi mengalami gangguan psikis dan emosional. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya kekerasan seksual dan eksploitasi seksual terhadap anak adalah tahapan dalam situasi darurat.

Setelah bencana, anak-anak menghadapi risiko, terutama perpisahan dari orang tuanya, yang dapat membuat mereka rentan terhadap perdagangan manusia, penculikan, atau kekerasan seksual. Selama fase pengobatan dan pemulihan, anak-anak semakin rentan terhadap pelecehan melalui prostitusi sebagai sarana untuk bertahan hidup. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa pelaku pelecehan seksual pada umumnya adalah orang-orang terdekat korban, namun para orang tua bisa saja berpesan kepada anaknya untuk tidak terlalu dekat dengan orang selain orang tuanya.

Akibat Pelecehan Seksual pada Anak

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya ada banyak penyebab terjadinya pelecehan seksual terhadap anak. Sebagian besar penelitian juga menjelaskan bahwa pelecehan seksual terhadap anak perempuan cenderung lebih sering terjadi dibandingkan anak laki-laki (Barth, 2013). Oleh karena itu, orang tua mempunyai peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya pelecehan seksual terhadap anaknya.

Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak dapat menyebabkan semakin banyak anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Upaya pencegahan pelecehan seksual tertuang dalam Undang-Undang Pudana (KUHP) tentang kejahatan terhadap kesusilaan (pasal 281 hingga pasal 299). Pelecehan seksual terhadap anak merupakan kekerasan yang tingkat kekerasannya paling tinggi dibandingkan kekerasan fisik dan psikis.

Ada beberapa teknik dalam konseling yang dapat digunakan seorang konselor untuk membantu klien korban kekerasan seksual pada anak (CSA), yaitu menghadiri (attention), membuka (opening), menerima, menyatakan kembali (repeating), merefleksikan perasaan (reflection) . perasaan), klarifikasi, parafrase, penataan (restriction), memimpin (direction), keheningan (silence), nasihat (suggestion/advice), rangkuman (ringkasan/kesimpulan), konfrontasi (kontradiksi), interpretasi (penafsiran), kesimpulan (conclusion) ). ). Selain itu Suharto (Huraerah, 2007) menjelaskan beberapa model program konseling yang dapat ditawarkan kepada anak yang mengalami kekerasan seksual. Sedangkan strategi pemerintah dalam mengurangi kekerasan seksual terhadap anak dapat dilakukan dengan menciptakan: Peraturan perundang-undangan dan implementasi kebijakan yang melindungi anak dari segala bentuk kekerasan (Wulandari & Suteja, 2019).

Psikoedukasi pendidikan seks bagi guru dan orang tua sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. Mendeskripsikan pemahaman anak usia sekolah dasar mengenai pendidikan seksualitas dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. Pembelajaran kontekstual: Layanan bimbingan dan konseling berisi materi tentang pelecehan seksual dan akibat yang ditimbulkannya.

RISET TERKINI TENTANG PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK

Riset berkenaan dengan Pencegahan

Bagaimana tidak, dunia masa kanak-kanak yang seharusnya penuh kegembiraan, perkembangan, dan penanaman kebaikan, kembali menjadi cerminan kabur dan potret ketakutan, karena anak kini telah menjadi objek pelecehan seksual. Orang tua merupakan orang pertama yang bertanggung jawab, mengontrol, menuntut, mendidik dan juga merawat anaknya agar masa pertumbuhan dan perkembangannya baik dan tidak dirusak oleh hal-hal yang negatif. Ada berbagai bentuk pencegahan kekerasan seksual pada anak yang dapat dilakukan orang tua terhadap anaknya sebagai upaya melindungi anaknya dari kejahatan seksual, baik berupa peningkatan pengetahuan, perilaku, pola asuh maupun optimalisasi peran orang tua.

Selanjutnya Suseni & Untara (2020) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Non-Kriminal Terhadap Anak”. Orang tua memberikan pendidikan dasar, pola asuh positif, peran komunikasi, merawat dan melindungi anak dari hal-hal negatif yang dapat merugikan anak. Kemampuan, kapabilitas dan kemauan orang tua dalam memberikan pendidikan seks menentukan perasaan anak di kemudian hari (Djiwandono dalam Hasrul & Mutmainnah, 2018).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencegahan kekerasan seksual tidak akan optimal jika pendidikan seks hanya dilakukan oleh orang tua, namun akan lebih efektif jika sekolah juga mendukungnya dengan memberikan pendidikan seks pada anak usia sekolah (Weatherley et al., 2012). . Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa anak usia sekolah dasar sudah dapat menerima pendidikan seks, dan hal ini akan mempengaruhi kemampuan anak dalam melindungi dirinya dari kekerasan seksual (Chen et al., 2007; Islawati & Paramastri, 2015). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gibson dan Leitenberg menunjukkan bahwa program pencegahan pelecehan seksual terhadap anak terkait insiden berbasis sekolah mengurangi kekerasan.

Amelia dkk (2017) menjelaskan terdapat dua strategi pencegahan yang dilakukan melalui program perlindungan diri pada anak, yaitu perlindungan diri anak terhadap tindakan kekerasan secara umum dan perlindungan diri anak terhadap tindakan kekerasan seksual. Pendidikan perlindungan terhadap kekerasan seksual meliputi mengajarkan anak tentang bagian pribadi tubuh, mengenal berbagai jenis sentuhan, mengajarkan anak untuk mengatakan tidak pada sentuhan yang tidak diinginkannya, bahwa sentuhan tersebut bisa saja berasal dari orang yang sudah dikenalnya, perilaku yang pantas. yang harus dilakukan ketika berhadapan dengan orang asing, carilah tindakan untuk mempertahankan diri. Beberapa program yang dapat dilaksanakan pemerintah untuk mengurangi kekerasan seksual pada anak antara lain: Penguatan program bantuan (bantuan) kesejahteraan anak dengan memasukkan bantuan pemeriksaan kesehatan anak, outcome pembelajaran anak dan pelatihan orang tua.

Riset berkenaan dengan Pengentasan

Faller (1989) mengemukakan beberapa strategi wawancara terhadap anak korban kekerasan seksual, yaitu: mengajukan pertanyaan umum terlebih dahulu, menggunakan pertanyaan yang fokus pada kekerasan seksual yang dialami anak, dan mengajukan pertanyaan terbuka. Contoh pertanyaan yang salah adalah: Jika guru kelas Anda mengatakan bahwa Anda pernah mengalami kekerasan seksual di rumah, apakah benar? Menggunakan pertanyaan yang fokus pada kekerasan seksual yang dialami anak, misalnya pelakunya, bentuk perlakuannya, bagian tubuh mana yang mengalami kekerasan seksual, dan lain sebagainya.

Dengan demikian peran konselor adalah memberikan pengetahuan atau menyebarkan informasi tentang konseling seks kepada klien, berupa bahaya dan dampaknya bagi klien dan lingkungannya untuk mencegah dan menekan terjadinya kekerasan seksual (Carolina et al., 2022) . . Meskipun pendidikan seks bukan merupakan mata pelajaran yang diajarkan langsung di sekolah, namun pendidikan seks menjadi landasan untuk menyelamatkan anak dari pelecehan dan kekerasan seksual. Konseling ini fokus pada pengembangan keyakinan anak bahwa peristiwa kekerasan seksual melibatkan kesalahan dan tanggung jawab pelaku, bukan korban.

Dalam bimbingan ini, anak dilatih untuk menguasai keterampilan untuk mengurangi kerentanannya terhadap kekerasan seksual dari orang lain, tergantung usianya. Misalnya, anak prasekolah dilatih untuk mengatakan 'tidak' terhadap sentuhan yang tidak diinginkan atau menjauh secepat mungkin dari orang yang terlihat ingin melakukan kekerasan seksual. Tujuan dari pembinaan ini adalah menyadarkan anak korban bahwa dirinya sebenarnya bukanlah korban, melainkan orang yang mampu bertahan (survivor) yang dihadapkan pada permasalahan kekerasan seksual.

Selain itu, anak didorong untuk mengungkapkan perasaan tidak menyenangkan baik pada saat mengalami kekerasan seksual maupun saat ini. Konseling dilakukan dengan cara mengintervensi pikiran negatif anak yang muncul akibat kekerasan seksual dengan berbagai cara, misalnya dengan menghentikan pikiran negatif tersebut. Seorang anak korban kekerasan seksual diminta membayangkan dirinya sedang mengangkat tangan, meraih keran, dan menutupnya dengan kuat.

Upaya pencegahan dan pemberantasan kekerasan seksual tidak dapat dilakukan oleh seorang konselor saja, namun semua pihak dapat ikut serta dalam upaya pencegahan tersebut, termasuk dari kalangan birokrasi pemerintah. Penelitian dan pengabdian berfokus pada konseling populasi khusus, kesehatan reproduksi remaja, konseling keluarga, pelecehan dan kekerasan seksual, serta penelitian cyberbullying remaja.

PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK

Referensi

Dokumen terkait

Bacelar, Sao Paulo, Brazil hGokongwei College of engineering, De La Salle University, Manila, Philippines iCentre for European Studies, Fudan University, Shanghai, China