III. Peranan Keluarga dalam Pencegahan Perundungan
Kemorosotan akhlaq itu agaknya terjadi disemua lapisan masyarakat. Meskipun demikian, pada lapisan remajalah kemerosotan akhlaq itu lebih nyata terlihat, kemorosotan akhlak dikalangan para remaja lebih dikenal sebagai kenakalan remaja. Sebagai akibatnya, seperti dapat kita saksikan, bayaknya perundungan yang dilakukan anak remaja baik terjadi di sekolah umum atau pesantren.
Untuk menangani kenakalan para pelajar ini harus ada senirgis antara, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Lembaga pendidikan, yakni dengan cara mengubah fokusnya pembinaan akhlaq mulia menurut agama masing-masing.
Salah satu perbuatan yang sering dilakukan anak-anak adalah perundungan, dan perundungan itu bias terjadi di keluarga, Lembaga pendidikan atau lingkungan masyarakat.. Menurut data yang bersumber dari Simponi PPA 2023 perundungan yang terjadi di keluarga sekitar 8% ditinjau dari pelaku berdasarkan hubungan. Sehingga untuk pencegah perundungan pertama kali adalah pendidikan didalam keluarga.
Dalam pengasuhan anak, Al-Quran telah memberi tuntunan, dimana tuntunan tersebut tertuang dalam Surat at-Tahrim (66) : 6
اَََهْيَلَع ُةَراَََجِحْل َو ُساّنل اَََهُدوُقَو اًراَََن ْمُكيِلْهَأَو ْمُك َََسُفنَأ ٓوََُق وََُنَماَء َنيِذّل اَهّي ٱ ٱ ۟ا ۟ا ٱ َأَٰٓي
َنوُرَمْؤُي اَم َنوُلَعْفَيَو ْمُهَرَم َأ اَم َهّلل َنوُصْعَي ّل ٌداَدِش ٌظَلِغ ٌةَكِئَٰٓلَم ٱ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
ْمُكَسُفنَأ ۟آوُق ۟اوُنَماَء َنيِذّلٱ اَُهّيَأَٰٓي
اًراَن ْمُكيِلْهَأَو
“ hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”
Dipangkal ayat ini bahwa jelas bahwa semata-mata mengakui beriman saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatan diri dan seisi rumah tangga dari api neraka” yang alat penyalanya ialah manusia dan batu.”
1
1 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 309
Manusia yang durhaka kepada Tuhan, yang hidup didunia ini tiada bernilai karena telah dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserak-serak ditengan pasi, di mungu- munggu dan dibukit-bukit atau disungai-sungai yang mengalir itu.2
َنوُرَمْؤُي اَم َنوُلَعْفَيَو ْمُهَرَم َأ اَم َهّلل َنوُصْعَي ّل ٱ
“…tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Ujung ayat menunjukan bagaimana keras disiplin dan peraturan yang dijalankan dan dijaga oleh malaikat-malaikat itu. nampaklah bahwa mereka semuanya hanya semata-mata menjalankan perintah Allah dengan patuh dan setia, tidak membantah dan tidak merubah sedikitpun.3
Dari rumah tangga itulah kita harus menanamkan iman dan memupuk islam, karena dari keluarga itulah akan terbentuknya umat yang dari umat itulah akan tegaknya masyarakat .
Dalam suasana peristiwa yang terjadi di rumah Nabi saw, memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa, ““ hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu antara lain dengan meneladeni Nabi dan pelihara juga dan keluarga kamu yakni istri, anak-anak dan seluruh yang ada dari tanggung jawab kamu semua terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadikan berhala-berhala.4
Ayat ke enam diatas menggambarkan bahwa dawah dan pendidikan harus dimulai dari rumah.
Ayat ini walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria ( ayah ), tetapi bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan lelaki ( Ibu dan Ayah) sebagai ayat yang serupa ( misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang tertuju kepada kaum lelaki dan perempuan. 5 buatlah perisai untuk memproteksi diri kalian dari api neraka, pelihara, dan jaga, dan lindungi diri kalian dengan mengerjakan apa yang diperintahkan Allah SWT kepada kalian dan meninggalkan apa yang di larang bagi kalian.Didik gembleng dan ajarilah keluarga kalian, perintahlah mereka untuk taat kepada Allah SWT dan laranglah mereka dari melakukan kemaksiatan terhadapnya, nasihatilah dan didiklah mereka sehingga kalian tidak berujung Bersama api neraka yang begitu besar berkobar-kobar dan mengerikan yang apinya menyala dengan bahan bakar manusia dan batu sebagaimana api yang lain yang menyala dengan kayu bakar. 6
2 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 309 3 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 310
4 M.Quraish shihab, Tafsir al-Misbah,volume 14(Jakarta:LlenteraHati 2002) hal 326 5 M.Quraish shihab, Tafsir al-Misbah,volume 14(Jakarta:LlenteraHati 2002i ) hal 327 6 Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir jilid14 hal 691
Ayat diatas, tidak menunjukan kepastian subjek. Dengan begitu tanggungjawab dalam menghindarkan dari hal-hal yang tidak baik menjadi tanggung jawab Bersama. Untuk terbentuknya keluarga yang harmonis itu harus ada komunikasi yang lancar dua arah, paham apa dimaksud oleh kedua belah pihak, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Kurangnya intensitas komunikasi diantara kedua belah pihak , baik komunikasi suami istri, orang tua dengan anak atau anak dengan anak,.
Komunikasi yang baik dalam keluarga : a. Komunikasi antara suami dengan istri
Komunikasi ini dibutuhkan untuk menjaga keutuhan keluarga. Keutuhan keluarga akan tercipta jika dimaksimalkan komunikasi ini. Oleh karena itu, keluarga atau suami-istri harus mengetahui cara yang tepat, efektif dan efisien dalam melakukan komunikasi ini. Dalam al- Qur’an terdapat contoh komunikasi antara suami dan istri, Q.S. at-Tahrim/66:3-4 :
Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan Peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan Menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikatmalaikat adalah penolongnya pula.
Ayat di atas memberikan petunjuk dalam berkomunikasi antara suami dan istri dengan cara selalu meluangkan waktu untuk berkomunikasi, baik dalam mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi atau sekedar berbagi cerita, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw. ketika meluangkan waktunya untuk berdialog dengan Hafsah. Bukan hanya itu, berkomunikasi antara suami dan istri, harus memilih kalimat yang tepat sehingga tidak menyinggung atau memojokkan pasangan. Teguran boleh dilakukan, akan tetapi disampaikan secara halus dan tidak arogan sehingga tidak menyinggung pasangan. Dalam kondisi tertentu, seorang suami dituntut untuk
berlaku tegas dalam rangka menjalankan perintah Allah, agar melindungi keluarganya dari api neraka.Dengan komunikasi antara suami dan istri yang baik, keutuhan keluarga akan semakin kokoh,apapun masalah yang dihadapi akan terpecahkan.7 (file:///C:/Users/ACER/Downloads/567- 1654-1-SM%20(2).pdf)
Keharmonisan sebuah rumah tangga sangat berkorelasi dengan kemampuan suami maupun istri dalam membangun sebuah komunikasi yang efektif. Segala permasalahan dan konflik dalam rumah tangga akan dapat terselesaikan dengan adanya komunikasi yang efektif antara suami dan istri. Terlebih tuntunan ajaran Islam mengenai hal ini lebih dari cukup, Rasulullah sendiri banyak mengemukakan hadis-hadis yang berkaitan tentang komunikasi antara suami dan istri, bagaimana kewajiban suami kepada istri demikian juga sebaliknya kewajiban yang harus dilakukan oleh istri kepada suami
Kitab Shahih Muslem nomor 1704
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi' telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih ia berkata; ini adalah hadits yang telah diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami, dari Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ia pun menyebutkan beberapa hadits, di antaranya adalah- Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita janganlah berpuasa (sunnah) ketika suaminya ada, kecualidengan seizinnya. Dan jangan pula ia membolehkan orang lain masuk ke rumahnya melainkan dengan izin suaminya. Dan sesuatu yang disedekahkan oleh sang isteri dari usaha suaminya tanpa perintah suami, maka setengah dari pahala sedekah itu bagi suaminya."
Matan Hadis Ahmad No 9357(Lidwa Pustaka i-Software: Kitab Sembilan Imam)
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abdurrahman dari Sufyan dari Abu Az Zinad dari Musa bin Abi Utsman dari bapaknya dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang istri berpuasa sehari penuh ketika ada suaminya kecuali dengan izinnya." Waki' menyebutkan, "Kecuali pada bulan Ramadhan." ( https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/hikmah/article/view/1735/1035 )
komunikasi interpersonal menjadi kunci utama dalam menumbuhkan kedekatan Hubungan interpersonal antara suami dan istri dalam keluarga. terdapat tiga faktor yang dapat 7 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 309
menumbuhkan hubungan interpersonal dalam upaya mencapai keberhasilan komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu:
(1) adanya sikap percaya suami terhadap istri maupun sebaliknya. Kepercayaan ini merupakan sebuah bukti bahwa mereka tidak akan saling menghianati. Sikap percaya dalam keluarga akan terbangun apabila keduanya saling jujur dan saling menerima .
(2) adanya sikap suportif atau sikap saling mendukung dan saling menghargai sehingga keduanya dapat menghilangkan sikap defensif yang cenderung menutup diri dalam setiap aktifitas komunikasi yang dilakukan
(3) adanya sikap terbuka yang nantinya dapat mendorong timbulnya saling pengertian, saling memahami dan saling mengembangkan lima faktor yang dapat menentukan efektifitas komunikasi interpersonal, yaitu adanya keterbukaan, empati, sikap suportif, sikap positif dan adanya kesetaraan.
Intensitas pertemuan suami dan istri yang jarang karena keduanya sama-sama sibuk bekerja atau bahkan hidup berjauhan karena salah satu berada diluar negeri dapat menyebabkan berkurangnya intensitas komunikasi interpersonal suami dan istri dalam keluarga. Seiring berjalannya waktu kondisi ini akan memunculkan berbagai permasalahan dalam keluarga yang pada akhirnya berdampak terhadap penurunan hubungan interpersonal suami dan istri sebagai akibat dari kurangnya komunikasi yang dilakukan.
Untuk itu sudah menjadi keharusan bagi setiap pasangan agar senantiasa melakukan komunikasi yang baik dengan selalu terbuka dan jujur pada masing-masing pasangan agar terbangun hubungan interpersonal yang baik sehingga konflik-konflik yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik dan rumah tangga menjadi tenteram dan harmonis.
Didalam rumah tangga sering terjadi masalah, dimana masalah itu kadang tidak bisa diselesaikan dan berujung dengan perceraian tetapi Allah telah memberi solusi yaitu sebagaimana tercantum dalam surat ath-Thalaq ayat 6 dan 7.
ِتَٰل ُأ ّنُك نِإَو ّنِهْيَلَع وُقّي َََضُتِل ّنُهوّراَضُت َلَو ْمُكِدْجُو نّم مُتنَكَس ُثْيَح ْنِم ّنُهوُنِكْس ۟و ۚ ۟ا َأ وُقِفنَأَف ٍلْمَح
۟ا
َنْعَضَي ٰىّتَح ّنِهْيَلَع
ْمُتْر َََساَعَت نِإَو ٍفوُرََْعَمِب مُكَنْيَب وُرََِمَت ۖ ۟ا ْأَو ّنُهَروُجُأ ّنُهوُتأََف ْمُكَل َنْعَضْرَأ ْنِإَف ّنُهَلْمَح ۖ ۚ
ٰىَرْخ ُأ ُهَل ُعِضْرُتَسَف ٓۥ
Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.
Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
ْمُكِدْجُو نّم مُتنَكَس ُثْيَح ْنِم ّنُهوُنِكْس َأ
“ tempatkanlah mereka kira-kira dimana bertempat menurut kesanggupanmu.”(pangkat ayat 6).pangkal ayat ini menjelaskan kewajiban bagi seorang suami menyediakan tempat tinggal bagi isterinya dimana si suami bertempat, menurut ukuran si suami sendiri. Meskipun si isteri anak orang kaya raya sedang si suami tidak sekaya mertua atau isterinya, diapun hanya berkewajiban, menyediakan menurut ukuran hidupnya juga. Sebagai pepatah orang melayu, “ Sepajang tubuh sepanjang bayang-bayang.”8
Dalam talak ini masalah perumahan harus diperbincangkan dan diperlatikan dengan pangkal larangan tuhan di ayat 1. Yaitu dilarang suami mengeluarkan atau mengusir istrinya yang dalam ‘iddah dari rumah-rumah mereka dan mereka sendiripun tidak boleh keluar. Selama dalam masa iddah perempuan itu masih berhak tinggal disana. Tetapi cerai talak tiga, meskipun memakai ‘iddah untuk mengawasi kalua-kalau dia hamil, ‘iddah nya selama dia mengandung. 9 tetapi kalua isteri tidak hamil maka isteri boleh tinggal selama iddah dan sehabis iddah segera keluar.
ّنِهْيَلَع وُقّيَضُتِل ّنُهوّراَضُت َلَو ۟ا
“ Dan janganlah mereka itu kamu susahkan karena hendak menyempitkan mereka” jangan dibuat hatinya sakit selama dalam ‘iddah itu dengan maksud agar dia kesal, dengan tindakan sendiri dia minta keluar. Terjadinya juga perbincangan diantar ulama tentang perempuan yang ditalak tiga. Mazhab Imam Malik dan Imam syafi’I wajib menyediakan tempat tinggalnya, tetapi tidak wajib nafkah.Mazhab imam Abu Hanifah; “ tempat8 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 276 9 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 276
tinggal dan nafkah keduanya dijamin. Mazhab Imam Ahmad bin Hambal dan Ishaq bin Rawaihi dan Abu Tsaur; “ rumah tak wajib dibayar dan rumah tak wajib disediakan.10
Alasan mazhab yang ketiga ini, yang rumah tidak nafkah tidak ialah sebuah hadis berkenaan dengan Fatimah bin Qais. Fatimah ini berkata “ aku masuk menghadap Rasulullah saw. Bersam saudara dari suamiku, lalu aku berkata; “ya Rasulullah ! aku telah diceraikan oleh suamiku, sedang saudaranya ini mengatakan bahwa saya tidak berhak mendapat tempat tinggal dan tidak pula nafkah!
Lalu Rasulullah menjawab; “ bahkan kau masih merhak mendapat rumah dan nafkah.”
Tetapi saudara suaminya berkata; “tetapi dia diceraikan talak tiga !
Rasulullah menjelaskan lagi; “ jamin rumah dan nafkah hanyalah untuk talak yang bisa rujuk lagi.
Hadis ini dirawikan oleh ad-Daruquthni. 11
Di Kaufah terjadi pula pertikaian pendapat tentang ini al-Aswad bin Yazid dari Tabi'in berpegang kepada Hadis Fatimah ini; "Tidak berhak kediaman dan nafkah." Sebab itu ketika Fatimah datang ke Kaufah diminta cileh al-fuwad agar Fatimah mengulangi lagi Hadis itu kepadanya.
Hadis Fatimah binti Qais inilah pegangan Imam Ahmad. Tetapi ada lagi Hadis Fatimah binti Qais ini menurut riwayat Muslim, bahwa Fatimah binti Qais itu ditalak oleh suaminya di waktu Rasulullah masih hidup, sedang nafkahnya kurang dari yang patut. Setelah mengalami demikian dia berkata; "Demi Allah aku akan memberitahukan hal ini kepada Rasulullah s.a.w.
Kalau memang saya berhak mendapat nafkah saya akan minta diberi yang sepantasnya, tetapi kalau aku tak berhak atasnya, tidaklah aku akan mengambilnya sepeser pun. Setelah hal itu aku sampaikan kepada Rasulullah, beliau berkata; "Kau tidak berhak mendapatkan nalkah dan tidak berhak mendapatkan tempat kediaman."
Tetapi Saiyidina Umar bin Khathab setelah jadi Khalifah, telah terjadi pula hal seperti ini. Lalu disampaikan orang kepada beliau Hadis Fatimah binti Qais ini. Tegas beliau berkata;
"Aku tidak mau membuat suatu ketentuan untuk seluruh kaum Muslimin hanya berdasar kepada ucapan perempuan." Lalu beliau putuskan perempuan yang telah ditalak tiga itu masih berhak atas rumah dan nafkah.12
10 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 277 11 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 277 12 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 278
"Maka jika mereka menyusukan untuk kamu. " Karena yang empunya anak yang dia lahirkan itu ialah kamu sendiri, yaitu ayah dari anak itu. Tetapi perempuan itu akan menyusukan anak kamu sendiri, sedang dia sudah jadi jandamu! "Maka benkanlah upah mereka dan bermusyawaratlah di antara kamu dengan ma'ruf."
Meskipun isteri sendiri yang tidak bercerai dan meskipun menyusukan anak adalah keinginan dan kerinduan seorang ibu, namun ayat ini memberi ingat kepada tiap-tiap suami, bahwa anak yang disusukannya itu adalah anakmu. Sebab itu apabila ibunya menyusukannya, maka itu adalah kepentinganmu jua! Ingatlah bahwa menurut kebiasaan dunia bahwa anak adalah dibangsakan kepada ayahnya. Misalnya seorang anak bemama Abdulmalik, hasil dari perkawinan seorang laki-laki bernama Abdulkarim dengan seorang perempuan bemama Shafiyah, maka anak itu disebut orang "Abdulmalik bin Abdulkarim" bukan Abdulmalik bin Shafiyah. Dalam Surat 33 al-Ahzab ayat 5 sudah diberikan bimbingan yang jelas;
ْمُهوُعْدٱ
ْمُِهِٓئاَباَءِل
ُطَسْقَأ َوُه
َدنِع
ِ ّلٱ
ۚنِإَف
۟آوُمَلْعَت ْمّل
ْمُهَءاَباَء
ْمُكُن َٰو ْخِإَف
ِنيّدلٱىِف
ْمُكيِل َٰوَمَو
ۚ
َسْيَلَو
ْمُكْيَلَع
ٌحاَنُج اَميِف مُتْأَط ْخَأ ۦِهِب نِكَٰلَو
ْتَدّمَعَتاّم
ْمُكُبوُلُق
َۚناَكَو
ُ ّلٱ اًروُفَغ اًميِحّر
"Panggillah mereka dengan ayah mereka; itulah gang lebih adil di sisi Allah." Sedangkan isteri sendiri yang menyusukannya. Lagi patut tenaga isteri itu dihargai dengan nafkah istimewa, kononlah lagi bila perempuan itu telah kamu ceraikan, baik talak raj'i yang tidak rujuk lalu habis'iddah, ataupun talak Baa-in karena talak tiga yang tidak boleh rujuk lagi. Ayat ini menjelaskan bahwa perbelanjaan menyusukan anak itu, ditambah perbelanjaan mengasuh anak itu (hadhaanah), sampai dia besar adalah kewajiban si suami membayamya. Alangkah aibnya jika misalnya perempuan itu dapat bersuami lain, padahal si isteri menyusukan anak orang lain, yaitu suaminya yang bukan anak dari suaminya yang baru.
Kalau si isteri sudah bersuami lain, niscaya sudah sepatutnya bermusyawarah di antara kamu dengan ma'ruf, yaitu secara patut. Ataupun perempuan itu tidak dapat lagi berkesurutan dengan ayah anak itu, karena suatu halangan yang bisa saja terjadi. Musyawarahlah dengan baik mengambil keputusan berapa patutnya. Sehingga demikian jelas sekali bahwa seorang ummat Muhammad sadar akan tanggungiawabnya. "Dan jika kamu menemui kesulitan, maka bolehlah menyusukannya perempuan lain. " (ujung ayat 6).
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
Dengan pangkal ayat 7 ini jelaslah bahwa seorang suami wajib memberi nafkah atau perbelanjaan untuk isterinya, menurut kemampuannya. Jika ia orang yang mampu berilah nafkah menurut kemampuan. "Dan orang yang terbatas rezekinya," yaitu orang yang terhitung tidak mampu. Dalam bahasa Indonesia terdapat juga ungkapan ini; "Kemampuan terbatas." Dalam bahasa Minangkabau orang yang miskin biasa mengungkapkan kemiskinannya dengan perkataan
"Umurku panjang rezeki diagakkan." Mereka yang kemampuan terbatas itu pun wajib juga memberikan nalkah menurut keterbatasannya. "Tidaklah Allah memakso seseorqng melainkan sekedar apa yang diberikanNya." Nasib orang di dunia ini tidak sama, kaya atau miskin, mampu atau berkekurangan, namun makan disediakan Tuhan juga; "Allah akan menjadikan kelapangan sesudah kesempitan." (ujung ayat 7).13
Dalam ayat ini Allah menunjukan kasih sayang dang pengharapan yang tidak putus- putusnya bagi orang yang beriman. Untuk itu tiapa ayat diperingatkan supaya kehidupan berumah tangga dipatrikan dengan takwa kepada Allah.yang pokok takwa sekali-kali jangan dilepaskan ,pengalaman hidup manusia menunjukan harta benda bukan faktor yang pertama yang menentukan ketentraman rumah tangga.
Tempatkanlah mereka para istri yang dicerai itu di mana kamu wahai yang menceraikannya bertempat tinggal. Kalau dahulu kamu mampu tinggal di tempat yang mewah dan sekarang penghasilan kamu menurun - atau sebaliknya - maka tempatkanlah mereka di tempat menurut yakni yang sesuai dengan kemampuan kamu sekarang; dan janganlah sekali-kali kamu sangat menyusahkan mereka dalam hal tempat tinggal atau selainnya dengan tujuan untuk menyempitkan hati dan keadaan mereka sehingga mereka terpaksa keluar atau mihta keluar. Dan jika mereka istri-istri yang sudah dicerai itu sedang hamil, baik perceraian yang masih memungkinkan rujuk maupun yang ba’in (perceraian abadi )maka berikanlah mereka nafkah mereka sepanjang masa kehamilan itu hingga mereka bersalin; jika mereka menyusukan untuk kamu yakni menyusukan anak kamu yang dilahirkannya itu dan yang membawa nama kamu sebagai bapaknya, maka berikanlah kepada mereka imbalan mereka dalam melaksanakan tugas menyusukan itu/ dan musyawarahkanlah di antara kamu dengan mereka segala sesuatu termasuk soal imbalan tersebut dengan musyawarah yang baik sehingga hendaknya masing-masing mengalah dan mentoleransi: dan jika kamu saling menemui kesulitan dalam hal penyusuan itu, misalnya ayah enggan membayar dan ibu enggan menyusukan, maka perempuan lain pasti akan 13 Hamka tafsir al-Azhar juz 28 ( Jakarta: Pustaka Panjimas 1985),hal 278
dan boleh menyusukan anak itu untuk ayah-nya baik melalui air susunya maupun susu buatan.
Karena itu jangan memaksa ibunya untuk menyusukan sang anak, kecuali jika bayi itu enggan menyusu selain susu ibunya14.
Kata( اورمتاو ) wa’tamiru adalah perintah bagi ayah dan ibu untuk memusyawarahkan persoalan anak mereka itu. Ini adalah salah satu dari dua ayat yang memerintahkan bermusyawarah dan dari empat ayat yang bericara tentang musyawarah. Kalau yang telah bercerai saja diperintahkan untuk melakukan musyawarah, maka tentu saja hal tersebut lebih dianjurkan lagi kepada suami istri yang sedang menjalin hubungan kemesraan, dan tentu saja buat mereka bukan hanya dalam hal penyusuan anak, tetapi menyangkut segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga bahkan kehidupan bersama mereka.15
" Selanjutnya, Allah SWT memerintahkan untuk membayarkan upah atas penyusuan,
"Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik." (ath-Thalaq:6) Apabila setelah itu para istri yang kalian talak menyusui anak-anak kalian yang mereka lahirkan, berilah mereka upah menyusui jika mereka setuju dengan ujrah mitsl [upah standar).
Saling memerintah, menyuruh, meminta, dan bermusyawarahlah kalian wahai para suami dan istri yang terjadi perceraian dan talak di antara kalian, dengan baik, patut, dan benar menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan anak dengan dilatarbelakangi oleh semangat menjaga kemaslahatan anak kondisi kesehatan, dan penghidupannya, tanpa menimpakan mudharat, tanpa saling memberatkan dan mempersulit, sebagaimana firman Allah SWT dalam ayat,16
"Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya." (al-Baqarah: 233) "
Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut."
(al-Baqarah: 233)
Ayat ini menjadi dalil yang menunjukkan bahwa biaya upah menyusui bagi anak-anak adalah menjadi kewajiban dan tanggung jawab para suami, sedangkan hak perawatan adalah menjadi tanggung jawab para istri.
"Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya." (ath-Thalaaq: 6) .
14 M.Quraish shihab, Tafsir al-Misbah,volume 14(Jakarta:LlenteraHati 2002) hal 301 15 M.Quraish shihab, Tafsir al-Misbah,volume 14(Jakarta:LlenteraHati 2002) hal 302 16 Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir jilid14 hal 660
Jika kalian bersikap saling tidak sepaham, berselisih, tidak memiliki titik temu, tidak mau saling memaklumi, dan tidak bisa mencapai kata sepakat menyangkut penyusuan, saling mempersulit, bapak tidak setuju dengan jumlah upah yang diminta dan diinginkan oleh ibu, sementara ibu tidak mau menyusui kecuali dengan upah yang diinginkannya, bapak mengupah perempuan lain untuk menyusui anak. Di sini tersirat teguran terhadap ibu yang bersikap terlalu keras dalam menuntut dan tidak mau bersikap toleran dengan ayah. Hal itu adalah jika memang anak mau disusui oleh perempuan lain. Jika tidak, wajib bagi ibu untuk menyusui.17
Hendaklah bapak atau wali anak memberi nafkah kepada anak menurut kemampuan, kekuatan dan kesanggupannya. Barang siapa yang miskin atau disempitkan rezekinya, hendaklah ia memberi nafkah dari rezeki yang berikan Allah SWT kepadanya sesuai dengan ukuran kemampuannya, tidak lebih dari itu. Hal ini sebagai mana firman Allah SWT dalam ayat,
“ allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ( Al-Baqarah : 286)
Sedangkan Allah berfirman,
“ allah tidak membebani seseorang melaikan ( sesuai) dengan apa yang diberikan kepadanya.
Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan rezeki yang Dia berikan kepadanya, Allah SWT tidak membebani orang miskin untuk menafkahi istri dan keluatganya seperti orang kaya melebihi batas kemampuan dan kesanggupan kondisi ekonominya.18
Melihat beberapa mufasir dalam surat ath-Thalaq menandakan bahwa seorang suami atau ayah dibebankan untuk menyediakan tempat tinggal yang ia persiapkan untuk keluarganya. Pada pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan, Pasal 107 ayat (2) KUHPer dan pasal 80 ayat (2) dan ayat (4)kompilasi Hukum Islam. Penyediaan tempat tinggal ini tidak dijelaskan kepemilikannya, melainkan sesuai dengan kemampuannya, suami atau ayah tidak harus memaksakan diri dalam menyiapkan tempat yang lebih baik. Melainkan tempat yang layak untuk bernaung keluargaya.19
Jangan pula suami atau ayah menyulitkan istri dan anaknya mengenai tempat tinggal ini,dalam tempat ini ayah harus mengajak istri dan anaknya memusyawarahkan memberi pemahaman dan masukan sehingga ayah dapat membuat keputusan yang adil.
17 Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir jilid14 hal 661 18 Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir jilid14 hal 661
19 Dr.Ahmad Fauzan,S.H.I.,M.H, Tafsir tematik keluarga Jogyakarta 2020,hal 262
Kehidupan keluarga ibarat anggota tubuh yang digunakan sesuai dengan fungsinya, tetapi apa bila salah satu fungsi tidak berguna ( sakit ) maka anggota tubuh lain harus membantu Jadikanlah musyawarah itu menjadi suatu kebiasaan dimana menentukan masalah selalu hasil keputusan bersama.
Diakhir ayat, disebutkan jika seorang ibu atau istri memiliki halangan untuk memenuhi krbutuhan anaknya, maka boleh dihadirkan perempuan lain untuk memenuhi kebutuhan itu. Dan ini dilakukan dengan sepengetahuan dan ijin suami,.
Pada ayat ini yang disebutkan ialah proses menyusu, hal ini bisa berkembang menuju hal lain, misalnya adalah pengasuhan anak apa bila air susu tidak keluar atau istri seorang wanita karir yang tidak mungkin memberikan ASI eksklusif atau tidak bisa mengasuh anak seharian penuh.20
20 Dr.Ahmad Fauzan,S.H.I.,M.H, Tafsir tematik keluarga Jogyakarta 2020,hal 263
.