• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pemerintah Kota Banda Aceh dalam Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau

N/A
N/A
Wnazizahk

Academic year: 2024

Membagikan "Peran Pemerintah Kota Banda Aceh dalam Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

146

Peran Pemerintah Kota Banda Aceh Dalam Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau (Studi di Wilayah Kota Banda Aceh)

The Role of Banda Aceh City Government in Realizing Open Space Green ( Study in Banda Aceh City)

Saidus Syuhur

Mahasiswa Faukultas Hukum Universitas Syiah kuala Jl. Putroe Phang No.1, Darusalam, Banda Aceh 23111

e-mail : syuhursaidus@gmail.com

Sufyan

Fakultas Hukum Universitas Syiah kuala Jl. Putroe Phang No.1, Darusalam, Banda Aceh 23111

e-mail : sufyan@unsyiah.ac.id

Abstrak- Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan wilayah perkotaan minimal harus memiliki RTH sebesar 30 % dari luas wilayah , dengan pembagian 20 % RTH publik dan 10 % RTH privat. Pengaturan mengenai penyediaan dan pemanfaatan RTH Kota Banda Aceh diatur dalam Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2018. RTH Kota Banda Aceh saat ini tercapai 13,77 %,masih membutuh 6,23 %. Penulisan ini bertujuan untuk melihat perkembangan perencanan dan penyediaan RTH serta melihat faktor yang membuat RTH diwilayah Kota Banda Aceh tidak maksimal. Metode yang dipergunakan pada penulisan ini adalah metode yuridis empiris. Hasil yang ditemukan pada penelitian faktor penghambat pertumbuhan yaitu harga tanah tinggi, ketersediaan anggaran yang terbatas, pertumbuhan penduduk serta pengalihfungsian lahan menjadi bangunan. Disarankan bagi Pemerintah Kota Banda Aceh agar dapat agar dapat menjalin kerjasama dengan pihak swasta. Selain itu dengan menetapkan lahan yang sudah menjadi RTH dalam bentuk regulasi sehingga tidak beralih fungsinya.

Kata Kunci : Pemerintah Daerah, Ruang Terbuka Hijau, Kewenangan, RTRW.

Abstract - Article 29 of the Law No. 26 of 2007 concerning spatial arrangement mentions the minimum urban area should have a RTH of 30% of the area of the city, with a division of 20% public open space green and 10%

private RTH. Arrangement on the provision and utilization of RTH Kota Banda Aceh is set in the Qanun of Banda ACEH number 2 year 2018. The RTH city of Banda Aceh currently reached 13.77%, still need 6.23%.

This writing aims to see the development of planning and provision of RTH and see the factors that make RTH in Banda Aceh not maximal. The method used in this writing was the method of juridical juridical. The results of the research found a growth inhibitory factor that is high land prices, availability of limited budgets, population growth and land-building into buildings. It is recommended for the Banda Aceh government to be able to establish cooperation with private parties. In addition, by assigning land that has become RTH in the form of regulation so it does not change its function.

Keywords : Regional Government,green open space, authority, spatial plans.

PENDAHULUAN

Pada UUD NRI 1945 Pasal 33 ayat (3), Negara memiliki kewajiban untuk melaksanakan penataan ruang dengan pelakasanaan wewenang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan tetap menghormati hak-hak yang dimiliki oleh warga negara.

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan tentang penataan ruang sebuah wilayah kota, dalam pada pasal 29 menerangkan bahwa paling sedikit setiap kota

(2)

harus menyediakan ruang terbuka hijau sebesar 30 % dari total luas wilayahnya tersebut.1 Pembagian ruang terbuka atas ruang terbuka hijau ialah 20 persen ruang terbuka hijau publik yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan 10 persen ruang terbuka hijau privat yang menjadi tanggung jawab individu.

Pelaksanaan penataan ruang yang menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah merupakan bentuk dari representasi pelaksanaan fungsi desentralisasi yang menjadi salah satu landasan pelaksanaan pemerintahan daerah berlandaskan otonomi. Sebuah kota berkelanjutan akan terbentuk dengan penggunaan struktur ruang yang diatur dengan tepat dan ditaati, sehingga pembangunan dari sisi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta kelembagaan secara maksimal. Hal tersebudt diatas harus dipertimbangkan dalam perencanaan penataan kota.2 Peletakan instrumen yuridis dalam memberikan perlindungan terhadap penataan ruang dalam pengaturannya dalam konstitusi hingga pengaturannya pada level undang-undang dan peraturan yang lebih rendah.3

Dalam hal ini pemerintahan Banda Aceh sudah menyiapkan RTRW tahun 2009 sampai tahun 2029 dalam Qanun Banda Aceh No. 1 Tahun 2009 tentang RTRW Banda Aceh Tahun 2009-2029. Kemudian berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Keindahan (DLHK3) Kota Banda Aceh menyebutkan persentase ruang terbuka hijau dibanda Aceh dimulai dari tahun 2014 sebesar 13,11 %, 2015 sebesar 13,20 %, 2016 sebesar 13,22 %, 2017 sebesar 13,24%, dan 2018 sebesar 13,77%. Disini dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir tidak ada peningkatan yang singnifikan atas ruang terbuka hijau dikota Banda Aceh.

Kekurangan RTH sebenarnya berkaitan perencanaan yang tidak memadai merupakan pergulatan antara kepentingan ekonomi versus kepentingan publik.4 Oleh karena itu, tata ruang dapat dikatakan sebagai pondasi dan kerangka utama dari pengelolaan kota secara menyeluruh. Dengan demikian perlu ditemukan sebuah upaya untuk mencari solusi untuk menuntaskan probelmatika ini, salah satunya memperhatikan faktor vital dalam pengelolaan tata ruang kota.5

1 Andi Safriani, Urgensi Pengaturan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Jurisprudentie Volume II No. 2 (2015), hlm. 25.

2 M. Zuhri, Aspek Hukum Perencanaan Penataan Ruang Kawasan Perkotaan di Indonesia, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 58, Thn. XIV (2012) hlm. 486.

3 Jazimi Hamidi (et.al), Teori Hukum Tata Negara, Jakarta : Salemba Humanika, 2012, hlm. 77.

4 Chris D. Prasetijaningsih, Inovasi Kota, Jakarta:Graha Ilmu, 2014, hlm. 21.

5 M.Zuhri, Op.cit, hlm. 492.

(3)

Penulisan ini sendiri bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan peranan Pemerintah Banda Aceh dalam mengupayakan ruang terbuka hijau di Banda Aceh serta mengetahui apa saja kendala serta solusi-solusi dalam penyelesaian permasalahan tersebut.

Dari latar belakang di atas dapat di simpulkan bahwa identifikasi masalahnya adalah ialah :

a. Bagaimana peranan Pemko Banda Aceh dalam mewujudkan Ruang Terbuka Hijau ? b. Apa faktor yang menjadi kendala dalam mewujudkan ruang terbuka hijau?

c. Apa upaya Pemko Banda Aceh dalam mewujudkan Ruang Terbuka Hijau secara maksimal ?

METODE PENELITIAN

Pemilihan metode dalam penelitian ini adalah yuridis-empiris dengan mempertimbangankan penelitian pada implementasi ruang terbuka hijau serta untuk mendapatkan bahan data maka dilakukan melalui penelitian lapangan. Penelitian lapangan merupakan mengkaji ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan dengan kenyataan pelaksanaan dalam masyarakat.6 Dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya yang terjadi pada masyarakat dengan maksud untuk mengetahui serta menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan agar menemukan suatu penyesuaian terhadap masalah yang ditemukan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Peranan Pemerintah Kota Banda Aceh dalam mewujudkan Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau (RTH) menjadi suatu satu hal yang harus perlu pengatur dalam RTRW yang ditetapkan dalam bentuk perda atau qanun. Target perencanaan selama 20 tahun serta bisa diubah dengan pertimbangan untuk efesiensi dalam perjalanan implementasiannya.

Pengaturan ruang terbuka hijau (RTH) dalam regulasi tata ruang sangat penting untuk memberikan jaminan serta memberikan target yang harus dicapai oleh pemerintah Banda Aceh, ini merupakan turunan dari undang-undang yang harus dilaksanakan.7

Berdasarkan kondisi luas wilayah Kota Banda Aceh yang kecil serta sebagian wilayah yang berbatasan dengan laut sehingga potensi untuk penyutusan luas wilayah begitu besar

6 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 2002, hlm.15.

7 Muhammad Nur, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Wawancara pada tanggal 15 Juli 2019.

(4)

akibat gelaja alam seperti abrasi dan sebagainya, pemerintah Kota Banda Aceh bersama SKPD mencoba untuk merencanakan ruang terbuka hijau dengan seefesien mungkin.8

Ada beberapa intansi teknis dibawah Pemerintah Kota Banda Aceh yang memiliki tugas dalam mengusahakan ruang terbuka hijau seperti Dinas PUPR Banda Aceh dalam hal perencanaan seperti menyusul fungsi-fungsi ruang dimana didalamnya juga menyusun mengalokasikan letak-letak ruang terbuka hijau di Banda Aceh.9 Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Banda Aceh, Kemudian terdapat Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Keindahan (DLHK3) yang memiliki peran atas pengimplementasian perencanaan ruang terbuka hijau. Selain itu terdapat satu bagian pada sekretariat daerah Kota Banda Aceh yangmemiliki keterkaitan terhadap pelaksanaan ruang terbuka hijau yaitu sub bagian Pengendalian Pembangunan dan Penataan Ruang yang memiliki fungsi pada pembinaan, fasilitasi, koordinasi, pengendalian dan serta mengkoordinasikan antara intansi- intansi teknis.

Dinas-dinas terkait khususnya yang menangani mengenai ruang terbuka hijau memiliki hubungan horizontal yang erat dalam rangka koordinasi dalam menjalankan tugasnya. Tujuan dari koordinasi ini sendiri adalah upaya untuk mencapai keselarasan dan keserasian dalam merencanakan ruang terbuka hijau serta dalam merealisasikannya, agar apa yang diamanahkan oleh undang-undang dapat tercapai. Kemudian disini juga diperlukan hubungan vertikal baik dengan sekretaris daerah maupun dengan pimpinan daerah/walikota dimana visi misi yang diusung serta program rencana strategis tercapai yang salah satu misi dari Walikota Banda Aceh adalah pemantapan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Dari data 13,7 % RTH publik yang dalam data Pemerintah Banda Aceh itu bukanlah milik pemerintah semuanya melainkan hanya 6% saja yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Banda Aceh saja, selain dari pada itu merupakan milik masyarakat seperti lahan tambak, lahan kebun atau tanah-tanah kosong yang ditumbuhi oleh pepohonan.

B. Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Mewujudkan RTH

Dalam pengusahaan ruang terbuka hijau dalam rangka melakanakan amanah Qanun Banda Aceh No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Qanun Kota Banda Aceh Nomor 4

8 Imran , Kepala Sub. Bagian Pengendalian Pembagunan dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Banda Aceh, Wawancara pada tanggal 2 Juli 2019.

9 Kiki Setiawati, Kepala Seksi Perencaan, Pengaturan, dan Pembinaan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Banda Aceh, Wawancara pada tanggal 20 Juni 2019.

(5)

Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, Pemerintah Banda Aceh menemukan beberapa kendala pada realisasi di lapangan, sehingga seperti yang dilihat saat ruang terbuka hijau masih belum mencapai target serta pertumbuhannya yang terkesan lambat sehingga apabila dibiarkan maka pada tahun 2029 ruang terbuka hijau tidak akan mencapai 20%.10

Kedudukan Banda aceh sebagai ibu Kota Provinsi Aceh membuat pertumbuhan baik dibidang ekonomi, serta penambahan populasi penduduk dari pedesaan menuju kekota (urbanisasi) makin meningkat. Sehingga hal ini beribas pada ketersediaan lahan yang makin lama makin sempit di Banda Aceh.

Menurut Muhammad Nur, kedepannya Banda Aceh akan terus mengalami pertumbuhan yang mengarah kepada kota modern, apabila tidak dibarengi dengan konsep green city didalamnya maka dikhawatirkan ruang terbuka hijau tidak akan mencapai target.

Semisalnya memperluas area parkir, tidak mengatur wilayah pemukiman penduduk, semakin maraknya bangunan publik/swasta. Hal ini tentunya lahan-lahan yang dulu memberikan kontribusi untuk ruang terbuka hijau menjadi hilang.11

Disisi lain Ruang Terbuka hijau mengalami kendala dalam pelaksanaan ialah karena faktor anggaran atau ketersediaan dana yang dialokasikan setiap tahunnya pada Anggaran Pendapatan Belanja Kota (APBK) Banda Aceh. Walaupun setiap tahunnya dilakukan pengadaan tanah tapi tidak selalu semuanya peruntukan lahan yang sudah dibeli untuk ruang terbuka hijau, karena pengadaan tanah juga digunakan untuk juga digunakan pelebaran jalan pembagunan pusat pelayanan dan infrastuktur publik lainnya.

Disisi lain harga tanah yang cukup tinggi di Kota Banda Aceh menjadi juga kendala yang cukup besar dalam perluasan dan pengembangan wilayah ruang terbuka hijau. Dana Pembebasan lahan yang cukup tinggi memperparah kondisi dengan ketersediaan lahan yang terbatas. Dalam setahun agar ruang terbuka hijau tercapai menjadi 20 % pada tahun 2029 maka Pemerintah Kota Banda Aceh harus membeli tanah seluas 7 ha pertahunnya.12

Masyarakat yang memiliki lahan di Kota Banda Aceh saat ini sulit untuk menjual tanahnya ke pemerintah, mereka lebih suka menjual tanahnya kepada swasta. Hal ini karenakan ada standar yang berbeda terkait harga tanah yang ditawarkan, dimana pemerintah

10 Imran , Kepala Sub. Bagian Pengendalian Pembagunan dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Banda Aceh, Wawancara pada tanggal 2 Juli 2019.

11 Muhammad Nur, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Wawancara pada tanggal 15 Juli 2019.

12 Kiki Setiawati, Kepala Seksi Perencaan, Pengaturan, dan Pembinaan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Banda Aceh, Wawancara pada tanggal 20 Juni 2019.

(6)

akan membeli tanah dengan harga yang sudah ditentukan sedangkan pada swasta si pemilik/masyarakat bisa menjual tanahnya sesuai dengan kesepakatan mereka. Dimana tentunya harga tanah yang ditawar oleh swasta lebih tinggi dibandingkan dengan pemerintah, sehingga hal tersebut membuat masyarakat lebih memilih menjual tanahnya kepada swasta.

C. Upaya Pemerintah Kota Banda Aceh Dalam Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau Secara Maksimal

Pemerintah Kota Banda Aceh usaha-usaha dalam menuntaskan permasalahan ruang terbuka hijau ini. Diantaranya adalah menetapkan dan memantapkan zonasi proritas ruang terbuka hijau diwilayah bekas tsunami yang notabenenya ada beberapa wilayah di Kota Banda Aceh yang bisa dikembangkan untuk ruang terbuka hijau. Wilayah yang dimaksud adalah sepanjang pesisir dari mulai Alue Naga, Syiah Kuala, Lampulo, hingga Ulee Lheeu.

Pada kawasan tersebut sangat strategis untuk dikembangan ruang terbuka hijau karena ada larangan terhadap pembangunan perumahan dikawasan tersebut. Pengembangannya sendiri nantinya dengan konsep jalur hijau dengan tanaman mangrove, karena selain untuk ruang terbuka hijau juga kegunaan utamanya ialah untuk menahan efek abrasi.

Pengoptimalan dalam pembuatan jalur hijau pada kawasan sepadan sungai, sepadan pantai, jalur jalan, serta kawasan pemakaman. Karena saat ini pada kawasan-kawasan tersebut berdasarkan data yang dikeluarkan sudah terdapat ruang terbuka hijau didalamnya, sehingga diperlukan optimalisasi agar ruang terbuka hijau pada kawasan tersebut menjadi lebih maksimal kedepannya.

Pemko Banda Aceh harusnya mampu membangun kerjasama tersebut dengan pihak swasta. Pemerintah Kota Banda Aceh harus membangun komitmen dengan pihak swasta seperti hotel, mall, bank dan lain sebagainya. Sehingga mereka yang para pihak swasta tersebut memiliki kepedulian terhadap lingkungan yang berada di wilayah Kota Banda Aceh.

Selanjutnya dalam membangun kemitraan dengan swasta ini, nantinya juga dapat dibangun ruang terbuka hijau dengan konsep-konsep yang menarik. Dimana ruang terbuka hijau nanti bukan hanya ditumbuhi oleh pepohonan semata saja didalamnya. Melainkan dalam kawasan ruang terbuka hijau tersebut bisa dikembangkan dengan konsep taman edukasi, taman bermain dan lain sebagainya seperti halnya hutan raya Bogor, Jawa Barat.

Menurut pemerhati lingkungan Muhammad Nur, hal yang dapat diberlakukan oleh pemerintah Kota Banda Aceh ialah dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan walikota sebagai turunan dari Qanun RTRW. Peraturan walikota ini sendiri

(7)

nantinya cukup berguna dimana akan menentukan wilayah-wilayah atau tempat-tempat yang sudah ada ruang terbuka hijau. Sehingga ruang terbuka hijau yang sudah ada tidak akan berubah fungsinya, misal menjadi bangunan dan sebagainya.13

Selain itu upaya yang bisa oleh Pemko Banda Aceh dengan meminta bantuan pemerintah Provinsi dalam hal penyediaan atau pembebasan lahan. Karena salah satu kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Banda Aceh adalah dalam penyediaan lahan baru, karena harga tanah yang cukup tinggi di Banda Aceh. Ketersediaan anggaran Banda Aceh yang terbatas sehingga menjadikan upaya ini menjadi salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan terhadap penyediaan lahan. Karena letak wilayah adminitrasi pemerintahan Provinsi Aceh terdapat dalam wilayah Kota Banda Aceh,sehingga menjadikan hal ini menjadi alasan yang untuk meminta bantuan pemerintah provinsi. Kemudian pada lahan-lahan yang sudah dibebaskan oleh Pemerintah Provinsi Aceh yang belum digunakan juga dapat digunakan untuk pengembangan RTH dengan sifat sementara, sampai dengan lahan tersebut digunakan.

KESIMPULAN

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 29 ayat (2) menyebutkan

“Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota”. Kemudian pada ayat (3) yang sama menyebutkan “Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

Selanjutnya Pemerintah Kota Banda Aceh mengatur mengenai rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dalam Qanun Kota Banda Aceh No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Qanun Kota Banda Aceh No. 4 Tahun 2009 .Dalam pengimplementasian rencana ruang terbuka hijau Banda Aceh sampai dengan saat ini baru tercapai 13,77 persen dari 20 persen yang direncanakan serta masih membutuh 6,23 persen. Pertumbuhan yang dibawah 1 persen selama lima tahun kebelakang, apabila tidak ada perubahan dengan kondisi pertumbuhan saat maka dapat dipastikan pada tahun 2029 RTH di Banda Aceh tidak akan mencapai 20 persen.

Terdapat beberapa kendala dalam penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) di Banda Aceh dimana faktor-faktor kendalanya adalah terkait harga tanah yang cukup tinggi, anggaran yang terbatas, orientasi masyarakat yang cenderung menjual tanahnya

13 Muhammad Nur, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Wawancara pada tanggal 15 Juli 2019.

(8)

ke swasta serta beberapa faktor penghambat lainya. Upaya yang bisa dilakukan Pemko Banda Aceh sendiri adalah dengan menetapkan kawasan prioritas ruang terbuka hijau, membentuk regulasi seperti peraturan walikota untuk menetapkan kawasan yang sudah menjadi ruang terbuka hijau, melakukan kerjasama dengan pihak swasta, membuat ruang terbuka hijau di setiap kecamatan serta beberapa upaya lainnya.

DAFTAR PUSTAKA a. Kutipan Buku

Jazimi Hamidi (et.al), Teori Hukum Tata Negara, Salemba Humanika, Jakarta, 2012, hlm. 77.

Chris D. Prasetijaningsih, Inovasi Kota, Graha Ilmu, Jakarta, 2014, hlm. 21.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm.15.

b. Kutipan Jurnal

Andi Safriani, “Urgensi Pengaturan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang”, Jurisprudentie Volume Vol. 2, No. 2, Februari 2015, hlm. 25.

Zuhri, “Aspek Hukum Perencanaan Penataan Ruang Kawasan Perkotaan di Indonesia”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 14, No. 58, Thn. 2012 hlm. 486, 492.

Referensi

Dokumen terkait

Ruang Terbuka Hijau di Bantaran Sungai Bengawan Solo ini adalah membantu Pemerintah Kota Surakarta menyumbang Ruang Terbuka Hijau publik yang kurang dari 20% dari

Penataan ruang terbuka publik di kawasan Pasar Aceh yaitu Taman Aman Kuba belum sesuai dengan RTRW Kota Banda Aceh tahun 2009-2029 dimana pada peta pemanfaatan ruang kota

LKjIP Bappeda Kota Banda Aceh mengacu pada Penetapan Kinerja (performance agreement) yang tertuang dalam dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) Bappeda Kota Banda Aceh Tahun 2021

Strategi Humas Pemerintah Kota Banda Aceh dalam Mewujudkan Model Kota Madani berdasarkan hasil penelitian yakni melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, dan memanfaatkan

mencapai kondisi RUANG TERBUKA HIJAU yang sesuai norma di koridor Jalan M.T Haryono, kota Cilacap Deskriptif Normatif Deskriptif Kualitatif Bentuk penyediaan RUANG TERBUKA

Pendekatan yang digunakan adalah kota hijau, khususnya atribut green open space (ruang terbuka hijau/RTH). Pengumpulan data mengenai titik-titik ruang terbuka hijau

Makalah ini membahas tentang dampak pengalihan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Kota Tua Jakarta di seberang Stasiun Kota yang tadinya Taman Stasiun

RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI INFRASTRUKTUR HIJAU KOTA PADA RUANG PUBLIK KOTA STUDI KASUS : ALUN-ALUN WONOSOBO Adinda Septi Hendriania aProgram Studi Arsitektur Universitas Sains