• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Perpustakaan dalam Meningkatkan Literasi Informasi Bagi Pemustaka

N/A
N/A
Ilyas Taufik

Academic year: 2024

Membagikan "Peran Perpustakaan dalam Meningkatkan Literasi Informasi Bagi Pemustaka"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Perpustakaan dalam Meningkatkan Literasi Informasi bagi Pemustaka

I Nengah Sutrisna Jaya

Pustakawan Ahli Madya Universitas Pendidikan Ganesha Email : [email protected]

Abstrak

Perpustakaan merupakan institusi strategis dalam mendukung pengembangan literasi informasi, terutama di era digital yang ditandai oleh banjir informasi dari berbagai sumber. Literasi informasi adalah kemampuan individu untuk mengenali kebutuhan informasi, mencari, mengevaluasi, dan menggunakannya secara efektif dalam berbagai konteks. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran perpustakaan dalam meningkatkan literasi informasi bagi pemustaka, termasuk program- program yang dilaksanakan, tantangan yang dihadapi, dan strategi pengembangan layanan. Kajian ini menggunakan metode studi pustaka dengan menganalisis literatur dari jurnal, buku, dan laporan penelitian terkait. Hasil kajian menunjukkan bahwa perpustakaan memiliki peran signifikan dalam mendukung keterampilan literasi informasi, terutama melalui penyediaan sumber daya berkualitas, pelatihan, dan program literasi. Namun, perpustakaan menghadapi tantangan seperti rendahnya partisipasi masyarakat, kesenjangan teknologi, serta keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan strategi inovatif, seperti integrasi teknologi digital, kolaborasi dengan lembaga pendidikan, dan peningkatan kompetensi pustakawan. Kesimpulannya, perpustakaan dapat menjadi agen literasi informasi yang efektif apabila didukung oleh kebijakan dan implementasi program yang tepat. Studi ini merekomendasikan penguatan peran perpustakaan dalam ekosistem pendidikan untuk mendukung pembelajaran sepanjang hayat.

Kata Kunci:literasi informasi, perpustakaan, pemustaka, teknologi digital, pustakawan

Abstract

Libraries are strategic institutions in supporting the development of information literacy, especially in the digital era which is characterized by a flood of information from various sources.

Information literacy is an individual's ability to recognize information needs, search for, evaluate, and use it effectively in various contexts. This research aims to examine the role of libraries in increasing information literacy for users, including the programs implemented, challenges faced, and service development strategies. This study uses a literature study method by analyzing literature from journals, books and related research reports. The study results show that libraries have a significant role in supporting information literacy skills, especially through providing quality resources, training and literacy programs. However, libraries face challenges such as low community participation, technology gaps, and limited budget and human resources. To overcome this challenge, innovative strategies are needed, such as the integration of digital technology, collaboration with educational institutions, and increasing the competence of librarians. In conclusion, libraries can be effective information literacy agents if supported by appropriate policies and program implementation. This study recommends strengthening the role of libraries in the education ecosystem to support lifelong learning.

Keywords :information literacy, library, library, digital technology, librarian

Pendahuluan

Literasi informasi menjadi keterampilan mendasar untuk mengakses informasi yang valid dan relevan (Azaki, 2023; Rosalia & Masruri, 2024). Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar memiliki peran strategis dalam meningkatkan literasi informasi pemustaka.

Perpustakaan adalah sebuah institusi atau tempat yang dirancang untuk mengumpulkan,

(2)

mengelola, menyimpan, dan menyediakan akses ke koleksi sumber informasi, seperti buku, jurnal, dokumen digital, multimedia, dan sumber lainnya, untuk mendukung kegiatan belajar, penelitian, dan hiburan. Perpustakaan berfungsi sebagai pusat pengetahuan yang berperan penting dalam mendukung pendidikan, pengembangan budaya, dan literasi masyarakat (Endarti, 2022; Sukri & Wahyuni, 2024).

Literasi informasi adalah kemampuan untuk mengenali kebutuhan informasi, mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif dan etis. Literasi informasi mencakup keterampilan dalam mencari, memahami, mengevaluasi kredibilitas, serta memanfaatkan informasi dari berbagai sumber untuk mendukung pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, dan pembelajaran sepanjang hayat (Anjali & Istiqomah, 2020; S. C. Putri & Irhandayaningsih, 2021). Perpustakaan berperan penting dalam meningkatkan literasi informasi dengan menyediakan akses ke sumber daya yang berkualitas, serta memberikan bimbingan kepada pengguna dalam memahami dan memanfaatkan informasi secara maksimal. Melalui layanan edukatif seperti pelatihan literasi informasi, perpustakaan membantu individu menjadi pembelajar yang mandiri dan kritis (Anjali & Istiqomah, 2020; Sabilah & Fadly, 2024). Di era digital yang penuh dengan kemajuan teknologi dan kemudahan akses informasi, literasi informasi menjadi keterampilan yang tidak hanya penting, tetapi juga mendesak. Saat ini, kita hidup dalam dunia di mana informasi tersedia melimpah dalam hitungan detik melalui internet. Namun, melimpahnya informasi ini juga membawa tantangan besar: tidak semua informasi yang kita temui dapat diandalkan, relevan, atau benar.

Literasi informasi memberikan kemampuan bagi kita untuk mengenali kebutuhan informasi, menemukan sumber yang tepat, serta mengevaluasi kredibilitas dan validitasnya (Hamidah & Fistiyanti, 2019; Komalasari et al., 2023). Dengan literasi informasi, kita dapat memilah informasi yang benar dari misinformasi atau hoaks yang kian marak tersebar di berbagai platform digital. Keterampilan ini melindungi kita dari bahaya penyebaran berita palsu yang dapat memecah belah masyarakat atau memengaruhi keputusan kita secara negative (Subarjo & Setianingsih, 2020). Lebih jauh, literasi informasi membantu kita dalam pengambilan keputusan yang bijak di berbagai aspek kehidupan, seperti memilih layanan kesehatan yang tepat, menentukan investasi yang cerdas, atau menyelesaikan masalah dalam pekerjaan dan pendidikan. Di dunia kerja, misalnya, kemampuan untuk menemukan, memahami, dan menggunakan informasi yang relevan menjadi faktor penting dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Selain itu, literasi informasi mendukung pembelajaran sepanjang hayat. Dengan keterampilan ini, kita dapat memanfaatkan sumber daya digital seperti e-book, jurnal online, dan kursus daring untuk terus belajar dan berkembang, kapan pun dan di mana pun (Safitri et al., 2023; Sinaga & Firmansyah, 2024).

Era digital tidak hanya menyediakan informasi, tetapi juga peluang tanpa batas untuk memperkaya diri, asalkan kita tahu cara menggunakannya dengan benar.

Namun, literasi informasi tidak hanya tentang mencari dan menggunakan informasi, tetapi juga tentang memahami etika penggunaannya. Menghormati hak cipta, menghindari plagiarisme, dan menyebarkan informasi secara bertanggung jawab adalah bagian penting dari literasi informasi yang perlu kita miliki. Di tengah tantangan dan peluang yang disajikan era digital, literasi informasi adalah kunci untuk menjadi individu yang kritis, cerdas, dan bertanggung jawab (Adyanti et al., 2024; Hidayah et al., 2023). Dengan menguasai keterampilan ini, kita tidak hanya dapat menghadapi arus informasi dengan percaya diri, tetapi juga berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih cerdas dan berintegritas.

Penelitian ini bertujuan untuk menggali secara mendalam peran perpustakaan dalam meningkatkan literasi informasi bagi pemustaka. Sebagai institusi yang berfungsi sebagai pusat informasi, perpustakaan memiliki tanggung jawab besar dalam mendukung pemustaka

(3)

untuk menjadi individu yang mampu mengenali, mengevaluasi, dan memanfaatkan informasi dengan efektif di tengah perkembangan era digital yang pesat.

Melalui pendekatan kualitatif dengan kajian pustaka, penelitian ini berupaya menganalisis bagaimana perpustakaan menyediakan strategi dan layanan yang relevan untuk membantu pemustaka mengembangkan keterampilan literasi informasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami sejauh mana perpustakaan berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran pemustaka terhadap pentingnya literasi informasi untuk pengambilan keputusan, pembelajaran, maupun kehidupan sehari-hari. Selain itu, penelitian ini akan mengidentifikasi tantangan dan hambatan yang dihadapi perpustakaan dalam melaksanakan perannya sebagai pusat literasi informasi. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan pemahaman teoretis mengenai peran perpustakaan, tetapi juga menghasilkan rekomendasi praktis untuk mengoptimalkan fungsi perpustakaan dalam membimbing pemustaka menjadi pengguna informasi yang mandiri, kritis, dan bertanggung jawab.

Hasil dan Pembahasan

Literasi informasi adalah keterampilan fundamental yang memungkinkan individu untuk mengelola dan memanfaatkan informasi secara optimal dalam berbagai aspek kehidupan. Berbagai organisasi internasional, seperti ALA dan UNESCO, menekankan pentingnya literasi informasi sebagai kemampuan inti dalam menghadapi tantangan abad ke- 21. ALA, misalnya, mendefinisikan literasi informasi sebagai keterampilan untuk mengenali kebutuhan informasi, serta menemukan dan menggunakan informasi secara efektif dan etis (Dorsa & Connors, 1979; Sujana & Rachmatin, 2019). Definisi ini memperlihatkan bahwa literasi informasi tidak hanya terkait dengan pencarian informasi, tetapi juga kemampuan untuk berpikir kritis terhadap informasi tersebut.

UNESCO, di sisi lain, menekankan bahwa literasi informasi adalah fondasi utama bagi pembelajaran sepanjang hayat dan keberlanjutan dalam masyarakat berbasis pengetahuan (Hendrawan et al., 2022). Dalam pandangan ini, literasi informasi mencakup kemampuan untuk mengevaluasi keandalan sumber informasi dan menyaring data yang relevan dari lautan informasi yang tersedia, terutama di era digital. Pendekatan ini menunjukkan bahwa literasi informasi adalah keterampilan yang berkelanjutan dan harus terus dikembangkan.

SCONUL dan IFLA juga menyoroti aspek tanggung jawab etis dalam literasi informasi. Bukan hanya soal mengakses informasi, tetapi bagaimana informasi digunakan untuk berkontribusi secara positif dalam komunitas dan kehidupan bermasyarakat (Waruwu

& Lawalata, 2024). Hal ini mencakup penghormatan terhadap hak cipta, pemanfaatan informasi secara etis, dan partisipasi aktif dalam ekosistem informasi global. Dengan demikian, literasi informasi merupakan landasan yang mendukung individu untuk menjadi pembelajar mandiri, pengambil keputusan yang baik, dan warga masyarakat yang kritis.

Keterampilan ini tidak hanya penting bagi keberhasilan akademik atau profesional, tetapi juga untuk membangun komunitas yang lebih terinformasi, inklusif, dan inovatif.Elemen dasar literasi informasi: kemampuan mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi.

Kontribusi Perpustakaan dalam Literasi Informasi

Perpustakaan memiliki kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan literasi informasi bagi pemustaka melalui berbagai program edukasi yang dirancang untuk membekali mereka dengan keterampilan mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif (Ningsih & Sayekti, 2023). Program literasi informasi yang dilaksanakan di perpustakaan telah terbukti memberikan dampak positif pada kemampuan pemustaka, seperti peningkatan kemampuan berpikir kritis, pemahaman terhadap kredibilitas

(4)

sumber informasi, serta pengelolaan informasi untuk mendukung pembelajaran, penelitian, dan pengambilan keputusan. Dalam konteks ini, pustakawan memainkan peran sentral sebagai fasilitator yang tidak hanya menyediakan akses ke sumber informasi, tetapi juga membimbing pemustaka dalam mengembangkan kemampuan literasi informasi(Hardianty et al., 2024). Sebagai mentor, pustakawan membantu pemustaka memahami cara memanfaatkan berbagai alat pencarian informasi, mengevaluasi kualitas data yang ditemukan, serta menerapkan etika dalam penggunaannya. Dengan peran aktif pustakawan, perpustakaan menjadi lebih dari sekadar tempat penyimpanan buku, melainkan sebuah pusat pembelajaran yang mendorong pemustaka untuk menjadi pengguna informasi yang mandiri, kritis, dan bertanggung jawab.

Tantangan dalam Mengembangkan Literasi Informasi

Mengembangkan literasi informasi di masyarakat menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya minat baca masyarakat, yang sering kali disebabkan oleh kurangnya budaya membaca sejak dini dan preferensi terhadap hiburan digital yang cenderung lebih menarik namun kurang edukatif (Mansyur &

Indonesia, 2019; Wahyuni, 2015). Rendahnya minat baca ini memperburuk kemampuan masyarakat untuk mengenali dan menggunakan informasi secara efektif. Selain itu, kesenjangan teknologi dan akses informasi juga menjadi hambatan signifikan, terutama di daerah terpencil atau kurang berkembang, di mana infrastruktur digital belum memadai, dan akses ke internet maupun perangkat teknologi masih terbatas. Ketimpangan ini menciptakan kesenjangan literasi informasi antara masyarakat perkotaan dan pedesaan (Jayanthi &

Dinaseviani, 2022). Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah keterbatasan anggaran dan sumber daya perpustakaan. Banyak perpustakaan, terutama yang berada di wilayah kurang berkembang, menghadapi kendala dalam menyediakan koleksi yang memadai, teknologi modern, serta pelatihan literasi informasi yang efektif. Keterbatasan ini tidak hanya memengaruhi kualitas layanan perpustakaan tetapi juga menghambat kemampuan perpustakaan untuk menjangkau lebih banyak masyarakat dan mendukung mereka dalam mengembangkan literasi informasi. Kombinasi dari tantangan ini membutuhkan pendekatan yang holistik, seperti kampanye kesadaran literasi, investasi infrastruktur teknologi, serta dukungan kebijakan yang mendukung perpustakaan sebagai pusat literasi masyarakat.

Strategi Peningkatan Literasi Informasi

Literasi informasi merupakan kemampuan yang sangat penting dalam menghadapi era digital yang ditandai dengan melimpahnya informasi dari berbagai sumber. Namun, tantangan dalam mengembangkan literasi informasi, seperti rendahnya minat baca, kesenjangan teknologi, dan keterbatasan akses terhadap sumber daya, membutuhkan strategi yang komprehensif dan terintegrasi. Strategi ini harus melibatkan berbagai pihak, mulai dari perpustakaan, institusi pendidikan, pemerintah, hingga masyarakat itu sendiri, untuk memastikan bahwa kemampuan literasi informasi dapat dimiliki oleh setiap individu, tanpa terkecuali.

Salah satu strategi utama dalam meningkatkan literasi informasi adalah melalui penguatan peran perpustakaan sebagai pusat pembelajaran masyarakat (Mujahidin et al., 2022). Perpustakaan dapat menjadi ruang yang inklusif di mana pemustaka dapat belajar mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara kritis. Untuk itu, perpustakaan perlu menyediakan program literasi informasi yang berbasis kebutuhan masyarakat.

Misalnya, pelatihan praktis mengenai cara menggunakan mesin pencari, mengevaluasi kredibilitas sumber informasi, serta memanfaatkan database digital untuk riset. Program-

(5)

program ini harus dirancang dengan pendekatan yang interaktif dan relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, sehingga mereka lebih tertarik untuk berpartisipasi.

Selain program edukasi, perpustakaan juga harus meningkatkan koleksi sumber dayanya, baik dalam bentuk cetak maupun digital. Ketersediaan buku, jurnal, e-book, dan database digital yang berkualitas akan membantu masyarakat mendapatkan akses ke informasi yang valid dan relevan. Dalam hal ini, kolaborasi dengan penyedia konten digital seperti ProQuest, Springer, atau Google Scholar menjadi sangat penting. Tidak hanya itu, perpustakaan juga perlu mengadopsi teknologi modern untuk mempermudah akses informasi, seperti sistem perpustakaan digital (e-library) yang memungkinkan pengguna untuk mengakses koleksi dari jarak jauh.

Peran pustakawan juga harus ditingkatkan sebagai fasilitator literasi informasi.

Pustakawan tidak hanya bertugas menjaga koleksi perpustakaan tetapi juga menjadi mentor yang membantu masyarakat memahami cara mencari dan menggunakan informasi (Wijatiningsih & Zulaikha, 2020). Untuk itu, pustakawan harus mendapatkan pelatihan profesional yang memperkuat kompetensi mereka dalam literasi digital, komunikasi, dan pedagogi. Pustakawan yang memiliki pengetahuan mendalam tentang sumber informasi dan kemampuan untuk mengajarkannya kepada pemustaka dapat menjadi agen perubahan yang signifikan dalam meningkatkan literasi informasi di masyarakat.

Strategi berikutnya adalah melalui integrasi literasi informasi ke dalam sistem pendidikan formal. Literasi informasi harus menjadi bagian dari kurikulum di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan literasi informasi di sekolah dapat dimulai dengan mengajarkan siswa bagaimana mengenali kebutuhan informasi, mencari informasi yang tepat, dan membedakan fakta dari opini. Di tingkat yang lebih tinggi, seperti perguruan tinggi, literasi informasi dapat diajarkan melalui mata kuliah khusus atau integrasi ke dalam tugas penelitian dan pembelajaran berbasis proyek. Guru dan dosen juga perlu dibekali dengan keterampilan literasi informasi sehingga mereka dapat mengajarkannya secara efektif kepada siswa.

Kampanye kesadaran masyarakat juga menjadi strategi yang tidak kalah penting.

Banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya literasi informasi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kampanye publik yang berfokus pada manfaat literasi informasi dapat meningkatkan kesadaran mereka. Kampanye ini dapat dilakukan melalui media sosial, televisi, atau acara komunitas. Misalnya, membuat konten edukasi tentang cara mengidentifikasi berita palsu, pentingnya memeriksa sumber informasi, atau etika dalam berbagi informasi. Kampanye seperti ini dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, termasuk mereka yang belum terhubung dengan perpustakaan atau institusi pendidikan.

Di sisi lain, pengurangan kesenjangan digital juga harus menjadi prioritas. Dalam banyak kasus, kesenjangan dalam akses terhadap teknologi dan internet menjadi penghambat utama literasi informasi, terutama di daerah pedesaan atau terpencil. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dan pihak swasta perlu berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur digital, seperti memperluas jaringan internet ke daerah yang belum terjangkau.

Selain itu, program pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan penggunaan teknologi dasar juga harus digalakkan. Dengan akses yang lebih baik terhadap teknologi, masyarakat dapat lebih mudah mengembangkan kemampuan literasi informasi mereka.

Keterbatasan anggaran dan sumber daya di perpustakaan juga perlu diatasi dengan strategi kolaborasi. Perpustakaan dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah untuk mendapatkan dukungan finansial dan sumber daya. Misalnya, program berbagi koleksi antarperpustakaan (library consortium) dapat membantu perpustakaan dengan anggaran terbatas untuk tetap memberikan akses ke sumber daya informasi yang lebih luas. Selain itu, program donasi buku atau pendanaan dari pihak swasta juga dapat menjadi solusi untuk meningkatkan koleksi perpustakaan.

(6)

Penting juga untuk mengembangkan indikator keberhasilan literasi informasi yang terukur. Pemerintah dan lembaga terkait harus menetapkan standar nasional yang jelas mengenai literasi informasi, termasuk kompetensi yang harus dimiliki individu di berbagai jenjang pendidikan dan usia. Dengan adanya indikator ini, program peningkatan literasi informasi dapat dievaluasi secara lebih efektif, dan dampaknya terhadap masyarakat dapat diukur.

Tidak kalah pentingnya adalah pendekatan berbasis komunitas dalam meningkatkan literasi informasi. Kelompok-kelompok masyarakat dapat didorong untuk membentuk komunitas belajar yang fokus pada pengembangan keterampilan literasi informasi. Misalnya, klub membaca, kelompok diskusi, atau pelatihan bersama di desa-desa dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan konsep literasi informasi secara informal.

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan keterampilan literasi informasi tetapi juga memperkuat hubungan sosial dan kolaborasi antarindividu.

Dengan strategi-strategi yang komprehensif ini, literasi informasi dapat dikembangkan sebagai kemampuan yang mendasar bagi seluruh lapisan masyarakat.

Penting untuk menyadari bahwa peningkatan literasi informasi adalah tanggung jawab bersama yang melibatkan perpustakaan, institusi pendidikan, pemerintah, dan masyarakat itu sendiri. Dengan sinergi dari berbagai pihak, tantangan dalam literasi informasi dapat diatasi, dan masyarakat akan lebih siap untuk menghadapi kompleksitas informasi di era digital ini.

Implementasi teknologi informasi dan komunikasi (ICT) di perpustakaan

Implementasi teknologi informasi dan komunikasi (ICT) di perpustakaan telah membawa perubahan besar dalam cara perpustakaan beroperasi dan melayani penggunanya. Perpustakaan modern kini tidak lagi hanya bergantung pada koleksi fisik seperti buku dan majalah, tetapi juga memanfaatkan berbagai teknologi untuk mengakses, mengelola, dan mendistribusikan informasi. Teknologi ini tidak hanya mempermudah operasional perpustakaan, tetapi juga meningkatkan layanan dan memperluas jangkauan kepada pemustaka.

Salah satu implementasi ICT yang paling penting di perpustakaan adalah sistem manajemen perpustakaan berbasis komputer (LMS). Dengan menggunakan LMS, perpustakaan dapat mengelola koleksi dengan lebih efisien, termasuk proses pengadaan, katalogisasi, dan peminjaman buku. Pengguna dapat dengan mudah mencari dan meminjam buku melalui katalog online yang terintegrasi, menghemat waktu dan tenaga. LMS juga memungkinkan perpustakaan untuk melacak sirkulasi koleksi, mengelola pengembalian, dan mengingatkan pemustaka tentang buku yang jatuh tempo, sehingga meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya.

Selain itu, perpustakaan kini semakin mengembangkan layanan berbasis digital seperti e-book, jurnal online, dan database penelitian. Pengguna perpustakaan tidak lagi harus datang secara fisik untuk mengakses sumber daya, karena banyak koleksi yang dapat diakses dari jarak jauh melalui portal digital perpustakaan. Layanan ini sangat berguna bagi pemustaka yang berada di daerah terpencil atau bagi mereka yang membutuhkan akses informasi secara cepat dan mudah. Teknologi ini membuka peluang bagi perpustakaan untuk memperluas aksesibilitas informasi ke lebih banyak orang tanpa batasan geografis.

Implementasi teknologi juga mencakup penggunaan situs web dan aplikasi mobile untuk memberikan informasi dan layanan secara real-time. Melalui situs web, perpustakaan dapat menyediakan informasi tentang jadwal, program acara, dan panduan penggunaan koleksi, yang dapat diakses kapan saja oleh pemustaka. Aplikasi mobile yang terintegrasi dengan sistem perpustakaan juga memudahkan pemustaka untuk meminjam buku,

(7)

memperpanjang masa pinjam, atau mengecek status koleksi secara langsung dari perangkat ponsel mereka.

Pustakawan juga semakin terbantu dengan adanya teknologi untuk mendukung tugas mereka. Penggunaan perangkat lunak untuk pengelolaan koleksi, alat pencarian berbasis internet, dan sistem otomasi membantu pustakawan untuk lebih fokus pada tugas- tugas strategis seperti pengembangan koleksi, perencanaan program literasi informasi, dan pelayanan kepada pemustaka. Teknologi memungkinkan pustakawan untuk lebih cepat menemukan informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka dan memberikan layanan yang lebih cepat dan lebih tepat.

Namun, implementasi ICT di perpustakaan tidak hanya berfokus pada perangkat keras dan perangkat lunak. Pelatihan bagi pustakawan dan pemustaka juga merupakan bagian penting dari proses ini. Pustakawan perlu dilatih untuk mengelola teknologi yang ada dan memanfaatkan sistem yang ada secara maksimal. Di sisi lain, pemustaka juga perlu diberi pemahaman tentang cara menggunakan teknologi dengan bijak, termasuk cara mengakses sumber daya digital, mencari informasi secara efektif, dan menjaga etika dalam penggunaan informasi.

Secara keseluruhan, implementasi teknologi informasi dan komunikasi di perpustakaan telah membawa dampak yang sangat positif, membuat perpustakaan lebih efisien, fleksibel, dan responsif terhadap kebutuhan pemustaka. Dengan adanya teknologi, perpustakaan dapat memberikan layanan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih mudah diakses, meningkatkan peranannya dalam mendukung pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.

Pelatihan dan pengembangan profesional bagi pustakawan

Pelatihan dan pengembangan profesional bagi pustakawan memainkan peran yang sangat penting dalam memastikan mereka dapat memberikan layanan yang berkualitas kepada pemustaka. Di tengah perkembangan teknologi informasi yang cepat, pustakawan dituntut untuk tidak hanya memiliki pengetahuan tradisional tentang pengelolaan koleksi, tetapi juga keterampilan yang relevan dalam menghadapi tantangan baru, seperti pengelolaan sumber daya digital, literasi informasi, dan pemanfaatan teknologi dalam layanan perpustakaan.

Pelatihan bagi pustakawan harus mencakup berbagai aspek, mulai dari keterampilan teknis hingga keterampilan interpersonal. Salah satu area yang sangat penting adalah penguasaan teknologi informasi. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, pustakawan perlu memahami sistem manajemen perpustakaan berbasis komputer, pengelolaan e-book, jurnal online, dan penggunaan berbagai perangkat lunak yang membantu dalam pengelolaan koleksi dan layanan pemustaka. Pustakawan yang terampil dalam teknologi dapat lebih efisien dalam memberikan layanan, mengelola katalog online, dan mendukung pemustaka dalam mengakses informasi dengan mudah dan cepat.

Selain keterampilan teknis, pustakawan juga perlu dilatih dalam hal literasi informasi, agar mereka dapat membantu pemustaka dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif dan etis. Pelatihan literasi informasi ini penting, karena pustakawan tidak hanya bertindak sebagai pengelola sumber daya informasi, tetapi juga sebagai fasilitator dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mencari dan memanfaatkan informasi dengan bijak di era digital. Dengan keterampilan ini, pustakawan dapat mengedukasi pemustaka mengenai cara menghindari misinformasi dan hoaks yang beredar di dunia maya.

Selain itu, pengembangan profesional pustakawan juga mencakup peningkatan keterampilan komunikasi dan pelayanan. Pustakawan yang baik harus memiliki kemampuan

(8)

untuk berinteraksi dengan pemustaka, memberikan panduan, serta mendengarkan dan memahami kebutuhan mereka. Keterampilan komunikasi ini sangat penting untuk menciptakan hubungan yang baik antara pustakawan dan pemustaka, serta untuk memberikan informasi yang jelas dan akurat. Pelatihan dalam hal ini bisa meliputi komunikasi efektif, keterampilan melayani pemustaka yang beragam, dan cara menyampaikan informasi dengan cara yang mudah dipahami oleh berbagai kalangan.

Pelatihan dan pengembangan profesional juga harus mencakup pembekalan mengenai etika dan hukum informasi. Pustakawan perlu memahami tentang hak cipta, privasi data, serta bagaimana informasi dapat digunakan dengan cara yang etis dan bertanggung jawab. Dengan pemahaman ini, pustakawan dapat membantu menghindari penyalahgunaan informasi, serta mendidik pemustaka untuk menggunakan informasi dengan cara yang sah dan bertanggung jawab.

Program pelatihan ini sebaiknya tidak berhenti pada pendidikan formal saja, tetapi juga mencakup pelatihan berkelanjutan. Mengingat perkembangan teknologi dan tren informasi yang cepat, pustakawan perlu terus mengupdate pengetahuan dan keterampilan mereka. Oleh karena itu, organisasi profesi pustakawan, seperti Asosiasi Pustakawan Indonesia (IPI) dan International Federation of Library Associations (IFLA), dapat menyediakan platform untuk pembelajaran berkelanjutan, seminar, webinar, dan konferensi yang memungkinkan pustakawan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Secara keseluruhan, pelatihan dan pengembangan profesional bagi pustakawan sangat penting untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya kompeten dalam menjalankan tugas administratif, tetapi juga dapat berperan sebagai agen perubahan yang mendukung pemustaka dalam memanfaatkan informasi dengan bijaksana. Dengan pengembangan yang terus menerus, pustakawan dapat tetap relevan dalam menghadapi tantangan baru dan memberikan layanan yang optimal di era digital.

Kampanye literasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat

Kampanye literasi merupakan salah satu upaya yang efektif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan informasi secara cerdas dan bertanggung jawab (Nasrullah et al., 2017; N. M. Putri et al., 2024). Di era digital saat ini, di mana informasi beredar dengan sangat cepat dan tak terbatas, kemampuan masyarakat untuk memilah dan menggunakan informasi dengan bijak sangat penting. Oleh karena itu, kampanye literasi yang didesain dengan baik dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masyarakat dengan dunia informasi yang lebih luas, serta meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya keterampilan literasi informasi dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu tujuan utama dari kampanye literasi adalah untuk mengedukasi masyarakat agar memiliki keterampilan untuk mengenali, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dengan cara yang efektif dan etis. Kampanye ini tidak hanya berfokus pada literasi membaca dan menulis, tetapi juga literasi digital dan informasi, yang menjadi kebutuhan mendasar di tengah maraknya penyebaran informasi melalui platform online. Dalam hal ini, kampanye literasi berfungsi untuk mengajak masyarakat lebih kritis dalam mengakses sumber informasi, baik yang berasal dari media sosial, website, maupun platform berita online (Maqruf, 2021). Dengan meningkatkan kemampuan untuk mengevaluasi kredibilitas sumber, masyarakat akan lebih mampu menghindari hoaks, misinformasi, atau berita palsu yang sering kali beredar luas di dunia maya.

Kampanye literasi juga memiliki peran penting dalam mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Dengan keterampilan literasi yang baik, individu akan lebih siap untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, baik itu dalam

(9)

pendidikan, pekerjaan, maupun kehidupan sosial. Literasi informasi membantu masyarakat untuk mengakses pengetahuan yang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik, baik itu dalam hal kesehatan, ekonomi, atau politik (Santoso et al., 2023). Sebagai contoh, dengan meningkatkan literasi informasi, masyarakat akan lebih memahami hak-hak mereka, termasuk hak atas pendidikan, akses layanan kesehatan, atau informasi terkait hak pilih dalam pemilu.

Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kampanye literasi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat yang menjadi targetnya. Kampanye ini bisa dilakukan melalui berbagai metode, seperti seminar, workshop, pameran literasi, atau pelatihan berbasis komunitas. Media sosial juga bisa dimanfaatkan sebagai platform yang efektif untuk menjangkau audiens yang lebih luas, terutama kalangan muda yang lebih terbiasa dengan penggunaan teknologi digital. Melalui platform ini, kampanye literasi dapat disampaikan dalam bentuk yang menarik, seperti video edukasi, infografis, atau artikel blog yang mengedukasi masyarakat tentang cara mencari dan menggunakan informasi dengan bijak.

Selain itu, kerjasama antara berbagai pihak juga sangat penting dalam memperkuat kampanye literasi. Pemerintah, lembaga pendidikan, perpustakaan, organisasi non- pemerintah, dan sektor swasta dapat bekerja sama untuk menciptakan program literasi yang komprehensif dan mudah diakses oleh masyarakat (Kirana et al., 2024). Perpustakaan, sebagai salah satu pusat informasi utama, dapat memainkan peran yang sangat penting dalam kampanye literasi ini dengan menyediakan sumber daya, pelatihan, dan program yang dapat diakses oleh masyarakat dari berbagai lapisan sosial. Perpustakaan juga bisa mengadakan acara yang melibatkan masyarakat, seperti pelatihan keterampilan literasi informasi, sehingga meningkatkan kesadaran akan pentingnya literasi dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan kampanye literasi yang berkelanjutan, diharapkan masyarakat dapat semakin sadar akan pentingnya literasi informasi dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.

Kampanye ini tidak hanya membantu masyarakat dalam memperoleh informasi yang lebih baik dan berkualitas, tetapi juga mendorong mereka untuk menjadi peserta aktif yang mampu berkontribusi dalam pengambilan keputusan, baik di tingkat individu, komunitas, maupun negara. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik dapat meningkat, dan masyarakat yang lebih terinformasi akan membawa dampak positif bagi pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Perpustakaan memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan literasi informasi bagi pemustaka. Sebagai pusat pembelajaran dan sumber daya informasi, perpustakaan tidak hanya menyediakan akses ke koleksi buku dan bahan bacaan lainnya, tetapi juga menyelenggarakan berbagai program literasi informasi yang membantu pemustaka mengembangkan keterampilan dalam mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif. Pustakawan sebagai fasilitator juga berperan aktif dalam membimbing pemustaka untuk menguasai teknologi informasi dan memahami pentingnya literasi informasi di era digital. Oleh karena itu, untuk meningkatkan dampak literasi informasi, perpustakaan perlu terus berinovasi dengan menyediakan akses ke sumber daya digital yang lebih luas, memperkuat pelatihan bagi pustakawan, dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya literasi informasi melalui kampanye yang efektif, serta memperluas jangkauan layanan perpustakaan, baik secara fisik maupun digital, agar semua lapisan masyarakat dapat terlibat. Dengan langkah-langkah ini, perpustakaan dapat terus berperan sebagai agen

(10)

perubahan yang mendukung pembangunan masyarakat yang lebih cerdas, kritis, dan terinformasi.

Daftar Pustaka

Adyanti, A. M., Fitria, A. R., & Rachman, I. F. (2024). Pengembangan Kurikulum Berorientasi Literasi Digital; Upaya Menuju Masa Depan Berkelanjutan.Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia,1(3), 385–393.

Anjali, M. E. C., & Istiqomah, Z. (2020). Meningkatkan literasi informasi penulisan karya ilmiah mahasiswa melalui pelatihan zotero.Berkala Ilmu Perpustakaan Dan Informasi, 16(2), 198–210. https://doi.org/10.22146/bip.v16i2.104

Azaki, F. F. (2023). Kemampuan Literasi Informasi Pemustaka Di Perpustakaan Universitas Negeri Padang Menggunakan Information Literacy Standars For Higher Education.Al Maktabah,8(1), 66. https://doi.org/10.29300/mkt.v8i1.7712

Dorsa, D. M., & Connors, M. H. (1979). Canine growth hormone responsiveness during pentobarbital anesthesia: A method for evaluating serotoninergic stimulatory action.

Endocrinology,104(1), 101–104. https://doi.org/10.1210/endo-104-1-101

Endarti, S. (2022). Perpustakaan Sebagai Tempat Rekreasi Informasi.ABDI PUSTAKA:

Jurnal Perpustakaan Dan Kearsipan,2(1), 23–28. https://doi.org/10.24821/jap.v2i1.6990 Hamidah, A., & Fistiyanti, I. (2019). Kemampuan Literasi Informasi Generasi Milenial pada

Pemustaka di Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya Aries Hamidah.Indonesian Journal of Academic Librarianship,3(1), 15–27.

Hardianty, S., Muliardi, R., Maulinda, I., Gunawan, N., Islam, M. P., & Syariah, P. (2024).

Penguatan peran profesi pustakawan dalam meningkatkan literasi masyarakat.5(2), 1608–1617.

Hidayah, Y., Dwi Kurniawan, I., & Nawang Ginusti, G. (2023). JPK: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan (Print) Penggunaan Literasi Informasi untuk Pengembangan Watak Kewarganegaraan: Interaksi antara Pendidikan Kewarganegaraan, Teknologi dan Bahasa.JPK: Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan,8(1), 65–75.

http://journal.umpo.ac.id/index.php/JPK/index

Jayanthi, R., & Dinaseviani, A. (2022). Kesenjangan Digital dan Solusi yang Diterapkan di Indonesia Selama Pandemi COVID-19.JURNAL IPTEKKOM Jurnal Ilmu Pengetahuan

& Teknologi Informasi,24(2), 187–200.

https://doi.org/10.17933/iptekkom.24.2.2022.187-200

Kirana, A. N., Lestari, E. P., & Rachman, I. F. (2024). Peningkatan Literasi Digital Melalui Kolaborasi Pemerintah, Sektor Swasta, Dan Masyarakat: Kontribusi Terhadap

Pencapaian SDGS 2030 Dalam Pendidikan.MERDEKA: Jurnal Ilmiah Multidisiplin,1(5), Komalasari, Y., Yiharodiyah, L., & Kristiawan, M. (2023). Digital Transformation: Building a1–8.

Literacy Bridge for the Zoomers Generation through Digital Library Needs Analysis.

Journal of Innovation in Educational and Cultural Research,4(4), 700–709.

https://doi.org/10.46843/jiecr.v4i4.1015

Mansyur, U., & Indonesia, U. M. (2019).Gempusta: Upaya Meningkatkan Minat Baca.

December.

Maqruf, R. D. (2021). Bahaya Hoaks Dan Urgensi Literasi Media: Studi Pada Mafindo Solo Raya.Academic Journal of Da’wa and Communication,2(1), 121–150.

https://doi.org/10.22515/ajdc.v1i1.3273

Mujahidin, I. A., Sunarsih, D., & Toharudin, M. (2022). Peran Perpustakaan Sekolah Dalam Meningkatkan Literasi Membaca Siswa Kelas IV SDN Sawojajar 01.Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan,8(19), 182–199. https://doi.org/10.5281/zenodo.7165714

Nasrullah, R., Aditya, W., Satya, T. I., Nento, M. N., Hanifah, N., Miftahussururi, & Akbari, Q.

S. (2017). Materi Pendukung Literasi Digital.Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, 43. http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/literasi-DIGITAL.pdf

(11)

Ningsih, L. S., & Sayekti, R. (2023). Peran perpustakaan dalam meningkatkan literasi

informasi di kalangan masyarakat: sebuah systematic literature review.Pustaka Karya : Jurnal Ilmiah Ilmu Perpustakaan Dan Informasi,11(2), 141–156.

https://doi.org/10.18592/pk.v11i2.10104

Putri, N. M., Listiawati, W., & Rachman, I. F. (2024). Pengaruh Literasi Digital Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Dalam Konteks Sdgs 2030.Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI),1(3), 349–360. https://doi.org/10.62017/jppi.v1i3.1208

Putri, S. C., & Irhandayaningsih, A. (2021). Literasi Informasi Generasi Millennial dalam Bermedia Sosial untuk Mengatasi Penyebaran Berita Hoax Terkait Covid-19 di

Kabupaten Pati.Anuva: Jurnal Kajian Budaya, Perpustakaan, Dan Informasi,5(3), 491–

504. https://doi.org/10.14710/anuva.5.3.491-504

Rosalia, D. R., & Masruri, A. (2024). Peningkatan Literasi Informasi Melalui Seminar Pengenalan Artificial Intelligence dan Ragam Research Tools dalam Penulisan Karya Ilmiah di Perpustakaan STIPRAM Yogyakarta.Jurnal Adabiya,26(1), 55.

https://doi.org/10.22373/adabiya.v26i1.21328

Sabilah, Z. A., & Fadly, A. (2024). Sebagai Upaya Memperbaiki Kualitas Pengajaran Siswa untuk Meningkatkan Fokus Belajar dan Revitalisasi Perpustakaan.Semnasfip, 1884–

1892.

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/SEMNASFIP/article/view/23774%0Ahttps://jurnal.umj.a c.id/index.php/SEMNASFIP/article/viewFile/23774/11064

Safitri, D., Aulia, nadhifa N., & Wijaya, R. V. (2023). Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Memenuhi Kebutuhan Sumber Informasi dan Pembelajaran.Journal of Strategic Communication,15, 13.

Santoso, G., Supiati, A., Komalasari, L., Hafidah, I., & Toton Subandi, E. (2023).

Kewarganegaraan digital di era industri 4.0: tantangan dan peluang membangun masyarakat global yang inklusif.Jupetra: Jurnal Pendidikan Transformatif,02(02), 141–

Sinaga, W. M. B. B., & Firmansyah, A. (2024). Perubahan Paradigma Pendidikan di Era146.

Digital.Jurnal Teknologi Pendidikan,1(4), 10. https://doi.org/10.47134/jtp.v1i4.492 Subarjo, A. H., & Setianingsih, W. (2020). Literasi Berita Hoaxs Di Internet Dan Implikasinya

Terhadap Ketahanan Pribadi Mahasiswa (Studi Tentang Penggunaan Media Sosial Pada Mahasiswa STT Adisutjipto Yogyakarta).Jurnal Ketahanan Nasional,26(1), 1.

https://doi.org/10.22146/jkn.51109

Sujana, A., & Rachmatin, D. (2019). Literasi Digital Abad 21 Bagi Mahasiswa PGSD: Apa, Mengapa, dan Bagaimana.Conference Series Journal,1(1), 1–7.

https://ejournal.upi.edu/index.php/crecs/article/view/14284

Sukri, M., & Wahyuni, S. (2024). Perpustakaan Sebagai Jantung Pendidikan.Tarbiatuna:

Journal of Islamic Education Studies,4(1), 319–334. https://doi.org/10.54066/jikma- itb.v1i3.463

Wahyuni, S. (2015). Menumbuhkembangkan Minat Baca Menuju Masyarakat Literat.Diksi, 16(2), 179–189. https://doi.org/10.21831/diksi.v16i2.6617

Waruwu, E. W., & Lawalata, M. (2024). Membangun Masyarakat Digital Yang Beretika:

Mengintegrasikan Nilai-Nilai Kristen Di Era Teknologi Digital 5.0.Didache: Journal of Christian Education,5(1), 22–46. https://doi.org/10.46445/djce.v5i1.747

Wijatiningsih, D., & Zulaikha, S. R. (2020). Kualitas Kepemimpinan Bagi Masa Depan Perpustakaan Umum.TADWIN : Jurnal Ilmu Perpustakaan Dan Informasi,1(2), 120–

127. https://doi.org/10.19109/tadwin.v1i2.6051

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “ Peran Guru dan Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan

Untuk dapat meningkatkan Minat Kunjung Pemustaka di Perputakaan Universitas Fajar Makassar sebaiknya pustakawan melakukan promosi perpustakaan kepada semua Mahasiswa

Untuk itu, Pelatihan Literasi informasi ditawarkan kepada pengguna perpustakaan/pemustaka agar dapat mengetahui dengan lebih baik bagaimana mencari informasi yang

Berdasarkan hasil dari aspek intensitas interaksi yang rata-rata pemustaka menyebutkan jarang berkomunikasi dengan pustakawan telah menunjukkan bahwa penggunaan literasi

Kebutuhan Informasi Pemustaka (Studi Deskriptif mengenai Pemenuhan Kebutuhan Informasi Pemustaka di Perpustakaan Univ ersitas Airlangga Surabaya)” , maka saya bermaksud mengajukan

Literasi informasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang memiliki kearifan lokal yang tidak dimiliki oleh perpustakaan khusus lainnya, seperti

learning). Ketrampilan dalam literasi informasi ini mencakup kemampuan dalam mengidentifikasi masalah; mencari dan menemukan informasi; mensintesiskan

Abstrak: Pengembangan Perpustakaan Digital Bahasa Indonesia untuk Meningkatkan Literasi Informasi Siswa SMA di Bandarlampung. Penelitian ini bertujuan untuk 1)