1. Maseral memiliki peranan dalam analisis penentuan lingkungan pengendapan, perananan tersebut didasarkan pada sifat yang dimilikinya. Sifat tersebut diantaranya adalah sifat atribut dan sifat skalar.
Sifat atribut dicirikan dengan keberadaan suatu maseral dalam batubara, dalam hal ini kelimpahan maseral sangat penting untuk menentukan suatu lingkungan tertentu (Diessel, 1992). Batubara yang diendapkan pada lingkungan upper delta plain dan fluviatile (wet forest swamp) relatif kaya akan vitrinite, batubara dari lingkungan lagoon akan didominasi oleh maseral desmocolinite, sedangkan batubara yang berasal dari lingkungan air tawar akan lebih kaya kandungan maseral telinite, resinite dan inertinite (Navale, 1981).
Sifat skalar suatu maseral didasarkan pada hubungan kuantitatif antar tiap maseral dalam batubara.
Terdapat dua parameter utama dalam menentukan fasies batubara berdasarkan komposisi maseral, yaitu TPI (Tissue Preservation Index) dan GI (Gelification Index).
file:///C:/Users/lenka/Downloads/7215-18280-1-PB.pdf
2. Batubara yang diendapkan pada lingkungan upper delta plain dan fluviatile (wet forest swamp) relatif kaya akan vitrinite, batubara dari lingkungan lagoon akan didominasi oleh maseral desmocolinite, sedangkan batubara yang berasal dari lingkungan air tawar akan lebih kaya kandungan maseral telinite, resinite dan inertinite (Navale, 1981).
3. Diessel (1986) memperkenalkan dua parameter utama dalam penentuan fasies batubara berdasarkan komposisi maseral pada batubara yaitu Tissue Preservation Index (TPI) dan Gelification Index (GI) dan Calder (1991) menyatakan bahwa salah satu parameter dalam pembentukan mire / lahan gambut (rheotophic, mesotropic dan ombrotopic) adalah kondisi pengaruh air tanah yang dicerminkan melalui nilai indeks (GWI)Groundwater Index yang secara langsung berhubungan dengan kontinuitas air hujan dan suplai nutrisi / ion-ion yang ada pada air.
https://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?
article=3370923&val=29576&title=GEOLOGI%20DAN%20LINGKUNGAN
%20PENGENDAPAN%20BATUBARA%20SEAM%20A1%20SEAM%20A2%20DAN
%20SEAM%20B%20FORMASI%20MUARA%20ENIM%20DAERAH%20MUARA%20TIGA
%20BESAR%20UTARA%20DAN%20SEAKITARNYA%20KECAMATAN%20MARAPI
%20KABUPATEN%20LAHAT%20PROVINSI%20SUMATRA%20SELATAN
4. Salah satu parameter dalam pembentukan mire / lahan gambut (rheotophic, mesotropic dan ombrotopic) adalah kondisi pengaruh air tanah yang dicerminkan melalui nilai indeks GWI (Groundwater index) yang secara langsung berhubungan dengan kontinuitas air hujan dan suplai nutrisi / ion-ion yang ada pada air. Rheotrophic mire dapat dibagi menjadi Fen, Swamp dan Marsh yang tergantung pada tingkat genangan air pada lahan gambut. Sementara mire dapat diistilahkan sebagai Bogs (Moore 1987 dalam Calder 1991)
https://repository.itsb.ac.id/id/eprint/857/4/TA_Agung%20Mulyadin_122.15.006_JURNAL.pdf 5. Kandungan sulfur dan abu pada batubara merupakan karakteristik geokimia pada batubara yang
dapat menginterpretasi kondisi lingkungan pengendapan. Kelimpahan sulfur sebagian besar dikontrol oleh derajat pengaruh air laut selama pengendapan batubara. Kontrol air laut pada batubara dapat mendeterminasi kerangka sekuen dari pengendapan batubara di daerah penelitian.
Kadar abu yang berasal dari material anorganik dapat menginterpretasi tingkat suplai sedimen file:///C:/Users/lenka/Downloads/23194-66844-1-PB.pdf
6.
https://www.academia.edu/9143839/GEOLOGI_BATUBARA_GENESA_BATUBARA 7. A
8. 1) Pirit singenitik, yaitu pirit yang terbentuk selama proses penggambutan (peatification). Pirit jenis ini biasanya berbentuk framboidal dengan butiran sangat halus dan tersebar dalam material pembentuk batubara (Demchuk, 1992).
2) Pirit epigenitik, yaitu pirit yang terbentuk setelah proses pembatubaraan. Pirit jenis ini biasanya terendapkan dalam kekar dan rekahan pada batubara serta biasanya bersifat masif.
(Mackowsky, 1968; Gluskoter, 1977; Frankie dan Howe, 1987). Umumnya pirit jenis ini dapat diamati sebagai pirit pengisi rekahan pada batubara.
file:///C:/Users/lenka/Downloads/108-Article%20Text-398-1-10-20180815%20(1).pdf