• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan pesantren sangatlah besar dalam pendidikan Islam di Indonesia

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Peranan pesantren sangatlah besar dalam pendidikan Islam di Indonesia"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

Berdasarkan data database Kemenag untuk pesantren, total sebaran pesantren di 34 provinsi Indonesia adalah 26.974 dari 82.418 lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah naungan Kemenag RI di seluruh dunia muslim, jaringan tersebut bertindak sebagai pemersatu kehidupan Islam Indonesia. Secara khusus, sebagian masyarakat muslim berpendapat bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang paling baik dan dapat mengakomodir kebutuhan pembelajaran agama secara intensif yang tidak ketinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pesantren dianggap lebih memahami kompleksitas kehidupan masyarakat pada tingkat dasar dan dianggap sebagai potret terbaik pendidikan Islam selama ini, dengan berbagai kelebihan dan kelemahan serta karakteristik jenis pendidikan yang berbeda-beda tentunya. pesantren.

Hal ini disebabkan antara lain pelaksanaan kurikulum pesantren masih berpusat pada guru atau kyai, dan masih mengikuti pola lama dengan sistem sorogan dan wetonan sehingga pembelajaran tidak memerlukan strategi dan metode kent yang berbeda.15 Khuriyah, Zamroni dan Sumarno juga mengatakan dalam penelitiannya bahwa dari segi manajerial, pengaruh personal terlalu besar dan cenderung individual dalam pengelolaan pondok pesantren, dan hal ini menjadi penyebab kurang fokus strategis, kemudian standar. dan kontrol kualitas dalam hal kurikulum juga tidak dimiliki oleh pesantren, karena implementasi kurikulum pesantren di pesantren cenderung masih mengikuti pola tradisional, meskipun pernah menerapkan kurikulum juga. Peneliti berkesimpulan bahwa hasil kajian yang berbeda menunjukkan adanya kesamaan bahwa salah satu penyebab tidak berkembangnya kurikulum pondok pesantren diyakini adalah struktur genetik budaya pondok pesantren tersebut. Namun mengingat pesantren memiliki keunikan tersendiri, dan pesantren menerapkan kurikulum pesantren yang ruang lingkupnya di ruang kelas dan asrama, maka evaluasi yang dilakukan belum menyeluruh.

Dengan demikian, diharapkan dengan mengembangkan model kurikulum pondok pesantren berbasis kompetensi dapat mengubah cara berpikir dan bertindak guru. Peneliti akan merancang model kurikulum pondok pesantren berbasis kompetensi, dimulai dari pengenalan, landasan kurikulum, dan (struktur kurikulum - dengan mengacu pada) teori taksonomi pendidikan dan menggabungkan teori habitus dengan lingkungan budaya pendidikan pondok pesantren. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti terdorong untuk mengembangkan model kurikulum berbasis kompetensi pesantren yang dapat diterapkan di pesantren.

23 Ah.Zakki Fuad, “Merekonstruksi Tujuan Pendidikan Islam Berdasarkan Taksonomi Transendental”, Jurnal Islamica-Jurnal Studi Islaman 9, (2015).

Fokus Masalah

Semua lembaga pendidikan harus mampu melahirkan generasi yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman dalam persaingan global. Tujuan pengembangan menitikberatkan pada keseluruhan anatomi kurikulum pesantren yang dikembangkan berdasarkan konsep taksonomi budaya pendidikan pesantren, mulai dari: (1) pendahuluan, meliputi: latar belakang, karakteristik kurikulum, tujuan kurikulum; (2) landasan kurikulum, meliputi: landasan normatif, filosofis, psikologis, hukum; (3) struktur kurikulum, meliputi: kompetensi siswa, profil lulusan, standar kompetensi “lulusan”, kompetensi “inti”, “kompetensi dasar”, kurikulum, RPP, dan penilaian hasil belajar.

Tujuan Penelitian<>

Signifikansi Penelitian

pesantren; secara teoritis dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan pedoman kurikulum pesantren dan secara praktis model yang dikembangkan dapat digunakan dalam implementasi kurikulum. Dunia pendidikan; secara teoritis menjadi semacam sumbangsih pemikiran dalam bentuk karya sastra yang memperkaya khazanah keilmuan dalam pengembangan model kurikulum, khususnya kurikulum pondok pesantren, dan secara praktis dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan implementasi kurikulum pondok pesantren. .

Definisi Operasional

  • Pengembangan Model
  • Kurikulum Kepesantrenan
  • Berbasis Kompetensi
  • Pengembangan Model Kurikulum Kepesantrenan Berbasis Kompetensi Berdasarkan pemaparan di atas, maka definisi operasional dari judul

Kurikulum dalam pandangan tradisional diartikan sebagai sekumpulan mata pelajaran yang harus dipelajari siswa untuk memperoleh gelar.29 Sedangkan menurut pandangan kontemporer, salah satunya adalah pendapat Beauchamp: “kurikulum adalah dokumen tertulis yang dapat memuat banyak komponen. tetapi pada dasarnya kurikulum adalah rencana pendidikan siswa selama mereka masuk sekolah tertentu”,30 pernyataan ini memberikan pengertian bahwa kurikulum adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam dan di luar kelas sebagai bentuk proses pembelajaran. tanggung jawab sekolah. Kurikulum adalah dokumen tertulis yang terdiri dari banyak komponen, yang pada dasarnya merupakan rencana pendidikan selama siswa belajar di sekolah. Dokumen ini meliputi: pendahuluan; landasan kurikulum; struktur kurikulum dan yang dibagi menjadi: aushāf khirrījīn /profil lulusan, mi'yār kafāꞌah khirrījīn/standar kompetensi lulusan, kafāꞌah mihwariyyah/kompetensi esensial, kafāꞌah asāsiyyah/al-busic, li-busijadency tadrīs/rencana pelaksanaan pembelajaran dan taqyīm mukhrajāt at-ta'allum/penilaian hasil pembelajaran.

Kompetensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan individu siswa dalam menjalankan tugas atau peran dalam menjalankan fungsinya sebagai siswa. Kemampuan tersebut diwujudkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan (kognitif), penguasaan sikap profesional (afektif) dan penguasaan keterampilan (psikomotorik). Kata kompetensi yang dalam penelitian ini disebut kafā'ah, konsep tersebut dikembangkan dengan menggabungkan teori taksonomi pendidikan dan budaya pendidikan pesantren, yang kemudian menghasilkan enam bentuk kafā'ah yang berasal dari tiga ranah ('ilmiy/kognitif, haliy /afektif, 'amaliy/psikomotorik).

Konsep kafā'ah yang dikembangkan kemudian menjadi dasar pengembangan seluruh komponen model kurikulum pesantren dalam penelitian dan pengembangan disertasi ini.

Kerangka Hipotesis Penelitian

Dengan adanya model kurikulum pesantren berbasis kompetensi, diharapkan kurikulum pesantren dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Dimana pesantren dapat menjabarkan tujuan dan capaian yang diharapkan dalam pembelajaran, menyesuaikan materi, strategi, metode dan evaluasi tingkat capaian pembelajaran pada setiap jenjang, menghubungkan kegiatan dan evaluasi kegiatan di balai santri dengan pembelajaran di kelas serta mengetahui cara mengatasinya kesulitan. implementasi kurikulum pesantren yang dihadapinya dan dapat secara efektif melaksanakan implementasi kurikulum pesantren.

Model Hipotetik

Model kurikulum pesantren yang disajikan dirancang berbasis kompetensi dengan memadukan karakteristik budaya pendidikan pesantren dengan teori-teori taksonomi yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu: (1) teori taksonomi kognitif Bloom dan Anderson; Komponen kurikulum residensi Islam pada model ini terdiri dari: (1) pendahuluan, meliputi: latar belakang, fitur kurikulum, tujuan kurikulum; 2) landasan kurikulum, meliputi: landasan normatif, filosofis, psikologis, sosiologis, dan hukum; (3) struktur kurikulum, meliputi: kompetensi siswa, profil lulusan, standar kompetensi “lulusan”, kompetensi inti, materi, kompetensi dasar, silabus, RPP dan evaluasi hasil belajar. Produk akhir berupa model dokumen kurikulum residensi Islam ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan referensi atau pedoman untuk residensi Islami sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan implementasi kurikulum residensi Islami yang dihadapi selama ini.

Penelitian Terdahulu

  • Penelitian Tentang Pengembangan Model Kurikulum
  • Penelitian Tentang Taksonomi Pendidikan
  • Penelitian Tentang Pondok Pesantren
  • Penelitian Tentang Pondok Pesantren di Kalimantan Selatan
  • Sistematika Penulisan

Beberapa peneliti terdahulu yang mempelajari pengembangan model kurikulum antara lain: Pertama, Deny Setiawan yang meneliti dan mengembangkan “model kurikulum” berorientasi KKNI di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Dalam penelitian tersebut, peneliti mengembangkan model kurikulum berdasarkan analisis kebutuhan, dimana peneliti mengidentifikasi jenis anak berkebutuhan khusus (SEN) yang mengalami kesulitan dan hambatan belajar sesuai dengan karakteristiknya, serta guru kelas yang mengalami kesulitan. dalam menangani anak yang kesulitan menerima pelajaran sesuai dengan kurikulum yang ada. Disimpulkan bahwa Kurikulum peneliti kemudian menawarkan model kurikulum yang memberikan peluang untuk desain kurikulum terpadu antar lembaga pendidikan Islam se-Asia Tenggara dan pengembangan lintas-kurikuler se-Asia Tenggara, sehingga yang nantinya menjadi kebutuhan dan peluang dunia kerja. , khususnya dalam bidang pendidikan agama dapat dicapai secara obyektif Kurikulum mempertimbangkan penguasaan bahasa asing dengan menggunakannya sebagai bahasa pengantar34.

Dari ketiga kajian sebelumnya, jelas bahwa untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh lembaga pendidikan diperlukan pengembangan model kurikulum. 33 Endro Wahyuno, Ruminiati, dan Sutrisno, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Inklusif Tingkat Sekolah Dasar,” Jurnal Sekolah Dasar 23, no. Oleh karena itu, sudut pandang peneliti dari penelitian sebelumnya adalah untuk menemukan model kurikulum pondok pesantren yang tepat untuk pesantren modern.

Dan peneliti dalam disertasi ini akan menggunakan taksonomi pendidikan sebagai dasar pengembangan model kurikulum pesantren yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Kedua, Zaini Tamin A.R menemukan dua respon pesantren dalam menghadapi dinamika perkembangan kurikulum pendidikan pesantren, yaitu: (1) revisi kurikulum dengan mengintegrasikan mata pelajaran umum; (2) pengembangan lembaga pendidikan untuk menjawab kepentingan pendidikan umum. 39 “Zaini” Tamin A.R, “Developmental Dynamics of Islamic Education School International Curriculum; A Philosophical Analysis,” Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Al-Banat 8, no.1 (2018).

40 Nur'Syahid,-“Pengembangan Kurikulum Pendidikan di Pesantren al Khoziny, Buduran-Sidoarjo,” Kudwatuna: Jurnal Pendidikan Islam 1, no.2 (September 2018). Ia berpendapat bahwa di Pondok Pesantren Khalafiyah diterapkan model kurikulum humanistik melalui program pendidikan yang bersifat umum dan bersifat lokal yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan keterampilan tertentu. Di pesantren Selefiyah diterapkan model kurikulum mata pelajaran akademik yang masih mempertahankan tradisi lama dengan unsur buku mata pelajaran akademik yang sama selama bertahun-tahun.

Kemudian pesantren secara kombinasi menerapkan model kurikulum mata pelajaran akademik dengan tipe salafiyah dan menerapkan kurikulum humanistik dengan tipe khalafiyah, sehingga santri dibekali dengan ilmu agama dan ilmu umum. Beliau mengembangkan kurikulum pendidikan diniyah tingkat wustha dengan pendekatan akar rumput yang meliputi SKL diniyah (meliputi: ta'dīb, ta'līm wa tadrīs, tarbiyah wa mahārāt), standar isi (meliputi: dirāsah lughawiyah, dirasah Islāahmiyah, Islāahmiyah dirāmiyah, iyyah ), standar proses (meliputi: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) dan standar desain penilaian (meliputi: ujian tertulis, ujian lisan, ujian praktek). Posisi peneliti dari peneliti sebelumnya adalah menemukan dan mengembangkan model kurikulum berbasis kompetensi untuk rumah tinggal Islami.

Peneliti terdahulu mengkaji bagaimana kurikulum diimplementasikan dan juga perlunya model pengembangan kurikulum, ada yang menawarkan model kurikulum yang dikembangkan untuk menjawab permasalahan implementasi kurikulum pesantren dengan pendekatan akar rumput, sedangkan peneliti menawarkan model lain yang dirancang berdasarkan kompetensi berdasarkan konsep taksonomi budaya pendidikan pesantren. 43 Hamdan, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Tingkat Wustha di Kalimantan Selatan, (Disertasi: Diterbitkan IAIN Antasari, 2017).

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

The ‘Dry unit weight’ is defined as the weight of soil solids per unit of total volume ; the former is obtained by drying the soil, while the latter would be got prior to drying.