• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Sistem Pemanas Ruangan dengan Memanfaatkan Energi Panas dari Brine di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Perancangan Sistem Pemanas Ruangan dengan Memanfaatkan Energi Panas dari Brine di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Perancangan Sistem Pemanas Ruangan dengan Memanfaatkan Energi Panas dari Brine di Lapangan Panas Bumi Wayang Windu

Fhandy Pandey1 Yanif Dwi Kuntjoro2 Arifuddin Uksan3

Program Studi Ketahanan Energi, Universitas Pertahanan Republik Indonesia, Indonesia1,2,3 Email: [email protected]1

Abstrak

Fluida yang diproduksikan dari sumur-sumur lapangan panas bumi bisa berwujud satu fasa air, satu fasa uap ataupun dalam bentuk dua fasa (air dan uap). Pada lapangan-lapangan panas bumi yang memproduksikan dua fasa fluida, fasa uap dan air dipisah dengan menggunakan separator. Uap digunakan untuk menggerakan turbin. Fluida hasil pemisahan (brine) diinjeksikan kembali ke dalam reservoir. Injeksi kembali fluida ke dalam reservoir melalui sumur reinjeksi. Brine hasil pemisahan masih memiliki energi panas dan dapat dimanfaatkan kembali. Temperatur brine yang dimanfaatkan untuk pemanasan ruangan akan berkurang. Jika temperatur brine berkurang hingga melewati nilai tertentu, maka akan menimbulkan terbentuknya endapan (scaling) pada pipa brine tersebut. Nilai minimum temperatur brine perlu diketahui. Nilai minimum berguna untuk mempertimbangkan besar heat loss dari brine yang digunakan untuk pemanasan ruangan. Tujuan kajian ini yaitu merancang alat penukar panas untuk sistem pemanas ruangan menggunakan brine panas bumi. Sistem pemanas ruangan untuk 64 kamar. Hasil perhitungan didapatkan besar area perpindahan panas HE yaitu 113.9 m2 dan Panjang Pipa HE yaitu 57,11 m. Luas penampang ducting untuk setiap ruangan yaitu 0.05 m2. Nilai SSI < 1 menunjukan bahwa brine keluaran dari heat exchanger menuju sumur injeksi tidak terjadi pengendapan silika.

Kata Kunci: energi terbarukan, panas bumi, geotermal, penukar panas, pemanas ruangan Abstract

The fluid produced from geothermal field wells can be in the form of one air phase, one vapor phase, or two phases (water and steam). In geothermal fields that produce two fluid phases, the vapor and water phases are separated using a separator. The steam is used to drive the turbine. The brine is reinjected into the reservoir. Re-injection brine into the reservoir through reinjection wells. Brine still has heat energy and can be reused. Reuse of brine for agriculture, agro-industry, fisheries, tourism, greenhouses, heating, and others. The temperature of the brine used for heating the room will be reduced. If the temperature of the brine is reduced beyond a certain value, it will cause the formation of deposits (scaling) in the brine pipe.

The minimum brine temperature value needs to be known. The minimum value is useful for considering the amount of heat loss from the salt water used for heating the room. The purpose of this research is to design a heat exchanger for a space heating system using geothermal brine. The results of the calculation of the HE heat transfer area are 113.9 m2 and the HE pipe length is 57.11 m. The cross-sectional area of ducting for each room is 0.05 m2. SSI value < 1 indicates that the brine output from the heat exchanger to the injection well does not contain silica.

Keywords: Renewable Energy, Brine, Geothermal, Heat Exchanger, Space Heating

Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.

PENDAHULUAN

Selain untuk menghasilkan energi listrik, fluida panas bumi digunakan juga untuk pemanfaatan langsung (direct used) di berbagai negara. Pemanfaatan langsung panas bumi dapat diartikan sebagai sebuah proses menggunakan kandungan energi panas di dalam fluida panas bumi secara langsung untuk bermacam kebutuhan. Untuk pemanfaatan langsung, umumnya energi panas dari fluida panas bumi akan dimanfaatkan untuk memanaskan fluida

(2)

heating), mencairkan salju jalanan, pengeringan hasil pertanian, pemanasan tanah pertanian (soil heating), pemandian air panas, pemanas rumah kaca (greenhouse heating), dan lain-lain [1].

Pemanfaatan energi panas bumi diperkirakan telah terjadi sejak 2000 tahun yang lalu, dimana pemanfaatannya dilakukan secara langsung dari sumber panas bumi yang ada. Energi panas bumi sudah digunakan untuk memenuhi keperluan air panas warga Iceland saat awal tahun 1990. Selain untuk kebutuhan air panas, air panas bumi juga dimanfaatkan untuk sistem pemanas ruangan [2]. Pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) di Indonesia pada umumnya hanya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). PLTP memanfaatkan uap panas hasil produksi sumur untuk menggerakan turbin. Turbin yang berputar digunakan untuk memutar generator. Generator akan menghasilkan listrik.

Fluida yang diproduksikan dari sumur-sumur lapangan panas bumi bisa berwujud satu fasa air, satu fasa uap ataupun dalam bentuk dua fasa (air dan uap). Pada lapangan-lapangan panas bumi yang memproduksikan dua fasa fluida, fasa uap dan air dipisah dengan menggunakan separator. Uap digunakan untuk menggerakan turbin. Fluida hasil pemisahan (brine) diinjeksikan kembali ke dalam reservoir. Injeksi kembali fluida ke dalam reservoir melalui sumur reinjeksi. Brine hasil pemisahan masih memiliki energi panas dan dapat dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan kembali brine bisa untuk bidang pertanian, agroindustry, perikanan, pariwisata, green house, pemanas ruangan dan lain-lain.

Temperatur brine yang dimanfaatkan untuk pemanasan ruangan akan berkurang. Jika temperatur brine berkurang hingga melewati nilai tertentu, maka akan menimbulkan terbentuknya endapan (scaling) pada pipa brine tersebut. Nilai minimum temperatur brine perlu diketahui. Nilai minimum berguna untuk mempertimbangkan besar heat loss dari brine yang digunakan untuk pemanasan ruangan.

Tujuan penelitian ini yaitu merancang sistem pemanas ruangan menggunakan heat exchanger dengan sebagai pemanfaatan langsung (direct use) brine panas bumi. Sistem pemanas ruangan yang memanfaatkan energi panas bumi membutuhkan heat exchanger.

Sistem pemanas ruangan tersebut memanfaatkan energi panas bumi. Studi kasus yang diambil yaitu pada lapangan Wayang Windu. Penelitian ini menggunakan data lapangan Wayang Windu.

METODE PENELITIAN

Metode perancangan yang digunakan untuk pemanas ruangan terdiri dari beberapa langkah, yaitu: (a) Perhitungan kebutuhan energi. Kebutuhan energi terdiri dari energi yang dibutuhkan kamar, kehilangan panas yang terjadi, daya total yang dibutuhkan, dan laju alir massa udara yang dibutuhkan. Kemudian perhitungan dilanjutkan pada transmisi udara. (b) Perancangan ducting. Pada bagian ini dilakukan perhitungan luas penampang ducting, panjang sisi ducting, kehilangan panas ducting, dan temperatur udara di ducting yang akan memasuki heat exchanger. (c) Perhitungan temperatur brine ke sumur injeksi (T2brine). Setelah perhitungan desain ducting, perhitungan dilanjutkan dengan menghitung nilai temperatur brine menuju sumur injeksi. (d) Perhitungan Silica Saturation Index. Dengan diketahuinya nilai temperatur tersebut maka bisa dihitung nilai Silica Saturation Index (SSI) untuk mengetahui apakah terjadi pengendapan pada brine menuju sumur injeksi. Jika nilai SSI besar dari 1 maka terjadi pengendapan dan dilakukan lagi penginputan data yang lebih sesuai. Jika nilai SSI kecil dari 1 maka tidak terjadi pengendapan silika menuju sumur injeksi dan perhitungan bisa dilanjutkan untuk desain heat exchanger. (e) Perhitungan rancang bangun Heat Exchanger.

Perhitungan desain heat exchanger terdiri dari perhitungan untuk aliran udara dan brine, area perpindahan panas dan panjang pipa heat exchanger yang akan digunakan.

(3)

Penelitian ini menggunakan data yaitu (a) laju aliran brine sebelum diinjeksikan, (b) kandungan silika, (c) dimensi dan banyak ruangan, (d) suhu lingkungan, (e) kecepatan angin dan (f) tekanan udara. Diagram alir penelitian ini bisa dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Diagram alir penelitian

Metode Perancangan Heat Exchanger

Dasar teori yang paling banyak dipakai dalam penelitian ini yaitu perpindahan panas.

Panas berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Ada tiga macam perpindahan panas yaitu panas mengalir secara konduksi, konveksi dan radiasi. Selain perpindahan panas, teori kinetik gas juga dipakai pada perancangan sistem pemanas udara.

Teori kinetik gas adalah teori yang meninjau gerak dan energi partikel-partikel gas. Gerak dan energi partikel ditinjau untuk melihat sifat-sifat gas secara utuh. Teori kinetik gas meninjau dan menjelaskan sifat gas ideal. Hasil kali tekanan (P) dan volume (V) gas sebanding dengan hasil kali massa (m), suhu (T) dan tetapan umum gas (R) tersebut. Pernyataan tersebut dapat ditulis dalam menjadi persamaan:

PV = mRT (1)

Apabila rapat massa (ρ) adalah perbandingan antara massa (m) dan volume (V) maka persamaan 1 menjadi:

𝜌 = 𝑃

𝑅𝑇 (2)

(4)

Laju perpindahan panas secara konduksi (Q) menurut hukum Fourier adalah hasil kali konduktivitas termal bahan (k), luas permukaan kontak termal (A) dan perbedaan temperatur antara kedua zat tersebut dibagi dengan panjang/jarak (L) kedua zat tersebut. Persamaan dari hukum Fourier adalah sebagai berikut:

Q=k.A.𝑇1−𝑇2

𝐿 (3)

Bunyi hukum Newton mengenai konveksi adalah perpindahan panas (Q) pada suatu zat yaitu sebanding dengan perbedaan temperatur zat tersebut dengan lingkungan dikali dengan koefisien perpindahan panas dan luas permukaan panas tersebut berpindah. Persamaan hukum Newton mengenai konveksi sebagai berikut:

𝑄 = ℎ𝑐 . 𝐴. (𝑇1 − 𝑇2) (4)

Heat exchanger (HE) adalah alat yang berfungsi untuk mentransfer energi panas (entalpi) antara dua atau lebih fluida. Perpindahan energi panas terjadi akibat perbedaan temperatur.

Perancangan HE sebisa mungkin dirancang agar perpindahan panas terjadi secara efisien [2].

Bagian yang paling penting dari heat exchanger yaitu permukaan kontak termal. Kontak termal adalah bagian terjadinya perpindahan panas. Jika luas total bidang kontak yang berada di heat exchanger semakin besar, maka besar efisiensi perpindahan panas akan semakin tinggi [3].

Berdasarkan kontak dengan fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Heat exchanger (HE) kontak langsung. Pada HE kontak langsung fluida bertemperatur lebih tinggi akan dicampurkan secara langsung dengan fluida yang bertemperatur lebih rendah (tanpa ada pemisah). Peristiwa percampuran fluida terjadi dalam suatu wadah atau ruangan.

Deaerator adalah salah satu contoh HE kontak langsung.

b. Heat exchanger (HE) kontak tidak langsung. Pada HE kontak langsung fluida panas tanpa kontak langsung dengan fluida dingin. Jadi, proses transfer panas yang terjadi menggunakan perantara medium. Media perantara dapat berupa plat, pipa, atau media jenis lain. Salah satu contoh alat penukar kalor kontak tak langsung adalah kondensor.

Terdapat 4 jenis heat exchanger (Gambar 1) yaitu:

a. Parallel flow heat exchanger b. Counter flow heat exchanger c. Shell and tube heat exchanger d. Cross flow heat exchanger

Gambar 2. Jenis heat exchanger [4].

Panas adalah energi yang membuat benda memiliki temperature. Energi panas berpindah dari sebuah benda yang memiliki temperatur tinggi menuju benda bertemperatur rendah.

Besar energi panas yang berpindah yaitu berbanding lurus dengan massa (m), kapasitas panas

(5)

(Cp) dan beda temperatur ΔT. Oleh karena itu untuk menghitung energi kalor pada kenaikan suhu dapat menggunakan persamaan:

𝑄 = ṁ. 𝐶𝑝. (𝑇1 − 𝑇2) (5)

Proses perpindahan panas pada heat exchanger memenuhi hukum kesetimbangan energi.

Jika berlaku hukum kesetimbangan energi, maka jumlah kalor yang dilepas fluida panas (Qbrine)

= jumlah kalor yang diterima fluida dingin (Qudara) sehingga dapat ditulis:

𝑄𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒 = 𝑄𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 (6)

Perubahan jumlah kalor dalam suatu zat yaitu hasil perkalian debit massa (ṁ), kapasitas panas (Cp) serta perbedaan nilai temperatur awal (T1) dan temperatur akhir (T2). Sehingga persamaan 6 dapat ditulis menjadi:

𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒. 𝐶𝑝 𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒. (𝑇1 𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒− 𝑇2𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒) = ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎. 𝐶𝑝𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎. (𝑇1 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 − 𝑇2𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎)(7)

Daya (𝑄̇) yang diserap oleh udara pada saat terjadi kontak termal adalah hasil perkalian koefisien perpindahan panas (U), luas permukaan kontak termal (A) dan temperatur log rata- rata (ΔTlmtd). Dari hubungan tersebut maka dapat disimpulkan persamaan untuk menghitung luas permukaan kontak termal yaitu:

𝐴 = 𝑄̇

𝑈.𝛥𝑇𝑙𝑚𝑡𝑑 (8)

Jika temperatur fluida masuk dan temperatur fluida keluar bisa dihitung atau diketahui, maka metode LMTD dapat digunakan untuk perhitungan perancangan heat exchanger. Apabila LMTD bisa dihitung maka aliran panas, luas permukaan kontak termal dan koefisien perpindahan panas total juga dapat dihitung. Aliran fluida dalam saat melewati heat exchanger dapat berupa aliran sejajar atau aliran berlawanan. Pada HE aliran sejajar, arah aliran fluida akan bergerak ke arah yang sama dan juga keluar bersamaan. Sementara itu untuk HE alirannya berlawanan, arah aliran dua fluida saling berlawanan di dalam HE.

Beda temperatur antara fluida panas (T1brine-T2udara) dan fluida dingin (T2brine-T1udara) saat masuki heat exchanger dan ketika keluar heat exchanger bernilai tidak sama. Nilai rata- rata beda temperatur antara fluida panas dan fluida dingin perlu diketahui. Jika nilai rata-rata beda temperatur diketahui maka besar jumlah kalor yang dipindahkan dari fluida pada heat exchanger dapat dihitung.

Perubahan temperatur sepanjang permukaan kontak termal terjadi secara logaritmik.

Oleh sebab itu rata-rata perubahan temperatur heat exchanger adalah logaritmik (ΔTlmtd). Nilai (ΔTlmtd) sebanding dengan beda temperatur antara fluida panas dan fluida dingin dibagi dengan nilai logaritmik fluida panas berbanding fluida dingin. Persamaan untuk menghitung ΔTlmtd

adalah:

𝛥𝑇𝑙𝑚𝑡𝑑 =(𝑇1 𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒 −𝑇2𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎)−(𝑇2 𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒 −𝑇1𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎)

𝑙𝑛(𝑇1 𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒 −𝑇2𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎) (𝑇2 𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒 −𝑇1𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎)

(9)

Apabila total koefisien perpindahan panas adalah U, hbrine adalah koefisien perpindahan panas brine dan hudara adalah koefisien perpindahan panas udara maka nilai total koefisien perpindahan panas pada heat exchanger dihitung dengan persamaan berikut:

𝑈 = 1 1 ℎ𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒+ 1

ℎ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

(10)

(6)

Kelarutan jenuh atau saturasi adalah sifat kimia silika amorphous yang langsung mempengaruhi tahapan terbentuknya scaling. Kelarutan jenuh adalah fungsi dari suhu. Adanya penurunan temperatur brine selama tahap injeksi brine mengakibatkan penurunan kelarutan jenuh silika amorphous di sepanjang jalur injeksi.

Perhitungan potensi pengendapan silika bisa dilakukan dengan menghitung nilai SSI (silica saturation index). Nilai SSI (Silica Saturation Index) merupakan nilai patokan untuk menentukan apakah terjadi pengendapan silika atau tidak. Nilai SSI juga menginformasikan tingkat kejenuhan silika pada brine. Nilai SSI bisa dihitung dengan cara membandingkan konsentrasi amorf silika (SiO2) terukur yang berada dalam brine dengan kelarutan quartz silika dalam brine pada temperatur (T) yang sama. Pernyataan diatas dapat ditulis dalam menjadi persamaan:

𝑆𝑆𝐼 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑖𝑂2 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒 (𝑚𝑔/𝑘𝑔)

𝐾𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑟𝑖𝑛𝑒 (𝑚𝑔/𝑘𝑔) (11)

Jika besar nilai SSI > 1, maka terjadi pengendapan silika. Jika nilai SSI < 1, maka tidak terjadi pengendapan silika. Perhitungan besar nilai SSI dapat memakai persamaan dari Fournier and Rowe (1977) mengenai kelarutan Silica Amorphous dengan menggunakan persamaan sebagai berikut [9]:

𝐿𝑜𝑔 𝑆𝑖𝑂2 = 4.52 - 731

𝑇+273 (12)

Bentuk logaritma a log b = c jika dinyatakan dalam bentuk eksponen maka akan menjadi ab = c sehingga persamaan 2.9 menjadi bentuk:

𝑆𝑆𝐼 = 𝑆𝑖𝑂2

10[

−731

𝑇+271+4.52] (13)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Lapangan Panas Bumi Wayang Windu

Lapangan panas bumi Wayang Windu berada di kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Lapangan Wayang Windu terletak di sebelah selatan dari kota Bandung. Jarak dari kota Bandung ke lapangan ini sejauh 40 km (Gambar 3). Kapasitas total pembangkitan PLTP Wayang Windu yaitu 227 MWe. Pembangkitan listrik lapangan ini berasal dari 2 unit pembangkit. Pembangkit Unit 1 telah beroperasi sejak tahun 2000, sedangkan pembangkit Unit 2 sejak tahun 2009. Pasokan uap Unit 1 berasal dari 13 sumur produksi dengan kapasitas pembangkit 110 MWe. Pasokan uap Unit 2 berasal dari 6 sumur produksi dengan kapasitas pembangkit sebesar [10].

Gambar 3. Lapangan Panas Bumi Wayang Windu

(7)

Terdapat sumur yang memiliki fluida 2 fasa yang dimiliki oleh lapangan panas bumi Wayang Windu. Fluida fasa uap dan fasa cair dipisahkan menggunakan separator. Fluida uap akan digunakan untuk memutarkan turbin. Sedangkan brine yang dihasilkan dari separator akan dialirkan ke sumur injeksi. Brine yang dihasilkan di lapangan ini cukup banyak, yaitu mencapai 30 kg/s.

Daerah injeksi lapangan Wayang Windu terletak di daerah selatan dengan produksi kondensat sebesar 120 kg/s dan produksi brine sebesar 30 kg/s. Dari zona-zona produksi yang tersebar di area WKP lapangan Wayang Windu, maka daerah Gambung sebagai daerah pemasok ekstraksi massa fluida yang paling besar dengan kontribusi sebesar 76% dari total produksi 450 kg/s, sedangkan daerah Puncak Besar dengan kontribusi 15% dan yang paling sedikit adalah daerah Wayang dengan kontribusi sebesar 8%.

Tekanan keluaran brine setelah keluar dari separator adalah 11,73 Bara. Pada tekanan tersebut maka air dengan bentuk fasa cair memiliki temperatur sebesar 186,7°C. Laju alir massa brine pada lapangan Wayang Windu sebesar 30 kg/s dan mempunyai temperatur 186,7°C. Laju massa alir brine dan temperatur tersebut memungkinkan lapangan panas bumi Wayang Windu bisa dimanfaatkan untuk pemanfaatan langsung. Pemanfaatan langsung dalam hal ini berupa pemanas ruangan yang akan dipasang pada penginapan karyawan. Lapangan ini memiliki jumlah kamar sebanyak 64 kamar. Lokasi penginapan karyawan berjarak 415 m dengan separator. Tekanan udara ditempat ini adalah 83,2 kPa. Temperatur lingkungan disekitar penginapan karyawan mencapai 15°C, dengan temperatur terendah adalah 7°C [11].

Pembahasan

Perhitungan Kebutuhan Energi Pemanas Ruangan

Dalam merancang desain sistem pemanas ruangan, hal yang terpenting yaitu menghitung kebutuhan energi pemanas ruangan. Ruangan atau kamar yang digunakan untuk penginapan ini memiliki volume sebesar 68,11 m3. Luas permukaan dinding yaitu sebesar 61 m2. Luas permukaan atap dan dinding masing masing memiliki nilai 24,5 m2. Jumlah ruangan pada penginapan ini yaitu sebanyak 64 ruang. Pada lapangan panas bumi Wayang Windu, kandungan silika pada brine memiliki nilai rata-rata 500 mg/kg dan memiliki nilai temperatur sebesar 186,7oC. Laju alir massa brine yang disediakan adalah sebesar 30 kg/s.

Temperatur kenyamanan termal untuk wilayah khatulistiwa yaitu berada saat temperatur udara di kisaran 22.4–26.7ºC. Temperatur udara lingkungan dikatakan nyaman pada temperatur sekitar 25oC. Jika temperatur udara bernilai diatas 26oC maka tubuh manusia sudah berkeringat. Tekanan udara di lokasi ini yaitu 83,2 kPa. Temperatur lingkungan rata-rata adalah 15oC, dengan temperatur paling rendah adalah 7oC [7]. Temperatur lingkungan yang paling rendah digunakan untuk mengantisipasi hal terburuk.

Atap dan lantai terbuat dari kayu dengan nilai k = 0,17 W/(m.oC). Dinding ruangan terbuat dari gipsum yang memiliki nilai konduktivitas termal yang sama dengan kayu. Jumlah ruangan yang akan dipasang pemanas ruangan yaitu sebanyak 64 kamar. Temperatur ruangan yang diinginkan yaitu temperatur udara nyaman berdasarkan Lippsmeir (1994) yang bernilai 24oC.

Nilai minimum dari temperatur udara sekitar adalah 7oC. Besar nilai tekanan udara di daerah sekitar yaitu 83,2 kPa. Data yang dipakai untuk perancangan pemanas ruangan bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data untuk perhitungan desain pemanas ruangan Brine Properties

Kandungan silika 500 mg/kg

(8)

Debit massa brine 30 kg/s Ruangan

Parameter Dinding Lantai Atap Satuan

Bahan Kayu Kayu Kayu

Konduktivitas 0.17 0.17 0.17 W/(m.oC)

Tebal bahan 0.027 0.018 0.018 m

Luas bahan 61 24.5 24.5 m2

Tinggi ruangan 2.78 m

Jumlah ruangan 64

Tekanan udara 83.2 kPa

Temperatur ruangan yang diinginkan 24 oC

Temperatur lingkungan 7 oC

Infiltrasi

Parameter Pintu Jendela satuan

Tinggi 2 0.7 m

Panjang 0.7 0.5 m

Celah 0.001 0.001 m

Kecepatan angin 20 m/s

Ducting

Jenis bahan isolator Glasswool Satuan

Konduktivitas termal 0.04 W/(m.oC)

Ketebalan isolator 0.1 m

Jarak sumber brine ke rumah 415 m

Temperatur udara keluar ducting 50 oC

Heat exchanger

Parameter Brine Udara Satuan

Diameter pipa 0.635 0.864 m

Kapasitas panas 4405.55 1008 J/kgoC

Viskositas dinamik 0.000015 0.0000196 N.s/m²

Konduktivitas panas 0.675 0.02815 W/(m.°C)

Prandtl number 1.151 0.7

Besar kehilangan panas setiap ruangan karena konduksi dinding, lantai, dan atap masing- masing 6.529 watt, 3.934 watt, 3.934 watt. Kehilangan panas konveksi karena infiltrasi yaitu 3.298 watt per ruangan. Total kehilangan panas untuk 64 kamar yaitu 1.132 kW. Tabulasi hasil perhitungan kehilangan panas karena konduksi dan konveksi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Kehilangan Panas Pada Ruangan

Qloss dinding Kehilangan panas karena konduksi dinding per ruangan 6.529 watt Qloss lantai Kehilangan panas karena konduksi lantai per ruangan 3.934 watt Qloss atap Kehilangan panas karena konduksi atap per ruangan 3.934 watt Qloss konveksi Kehilangan panas karena infiltrasi per ruangan 3.298 watt Total Qloss Kehilangan panas konveksi dan konduksi seluruh ruangan 1.132 kW

Tabel 3 menunjukan energi yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur udara seluruh ruangan yaitu 77.294 kJ. Daya yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur ruangan dalam 30 menit 1.175 kW. Laju alir massa udara untuk menaikan temperatur seluruh ruangan 27,12 kg/s. Laju alir massa udara untuk mempertahankan temperatur tetap 24 oC yaitu 26.13 kg/s.

(9)

Tabel 3. Jumlah Energi Dan Laju Alir Massa Udara Untuk Menaikan Temperatur Ruangan

Energi untuk menaikan temperatur ruangan 77.294 kJ

Daya yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur dalam 30 menit 1.175 kW Laju alir massa udara untuk menaikan temperatur 27,12 kg/s Laju alir massa udara untuk mempertahankan temperatur 26,13 kg/s

Desain ducting dan perhitungan kehilangan panas transmisi udara

Tebal isolator ducting yaitu 0,1 meter. Desain ducting dibalut insulasi glasswool yang memiliki konduktivitas termal 0,04 W/(m.oC). Panjang transmisi udara yaitu jarak brine line dengan perumahan yaitu sepanjang 415 m dan temperatur keluar ducting ditentukan adalah sebesar 50oC. Ducting ini merupakan tempat yang dilalui udara dari heat exchanger menuju ruangan. Kecepatan aliran udara yang digunakan berdasarkan standard dari ASHRAE.

Kecepatan yang disarankan adalah 4-7 m/s agar tercapainya kondisi comfort system. Kecepatan udara yang dipilih adalah 7 m/s. Panjang transmisi atau jarak antara brine line dengan rumah adalah 415 m. Tabel 4 menunjukan hasil perhitungan panjang sisi ducting adalah 2,08 meter.

Besar kehilangan panas selama transmisi yaitu 59.33 kW dan temperatur udara masuk ducting dari heat exchanger yaitu 52.14oC.

Tabel 4. Hasil perhitungan desain heat exchanger

Panjang sisi ducting 2,08 m

Panjang transmisi 415 m

Qloss sepanjang transmisi udara 59.33 kW

Temperatur udara masuk ducting 52,14 oC

Luas penampang ducting di tiap ruangan 0.05 m2

Perancangan Heat exchanger

Energi panas dari brine diserap oleh udara. Pertukaran panas dari brine ke udara terjadi di dalam heat exchanger. Heat exchanger yang digunakan adalah tipe heat exchanger counter flow yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Counterflow heat exchanger

Nilai kapasitas panas brine yaitu 4,405,55 J/(kg.K) dan besar kapasitas panas udara 1,008 J/(kg.K). Viskositas dinamik brine 0,000015 N.s/m2 dan viskositas dinamik udara 0,0000196 N.s/m2. Besar konduktivitas panas brine dan udara masing-masing yaitu 0,675 W/(m.oC) dan 0,002815 W/(m.oC). Prandtl number brine dan udara masing-masing 1,151 dan 0,7. Besar diameter pipa brine yaitu 0,635 meter dan diameter pipa udara adalah 0,864 meter.

Temperatur udara masuk heat exchanger adalah temperatur udara lingkungan yaitu sebesar 7oC. Hasil perhitungan temperatur udara keluaran dari heat exchanger yang akan memasuki ducting adalah sebesar 52,17oC. Temperatur brine yang masuk ke heat exchanger

(10)

temperature brine yang menuju sumur injeksi bernilai 177,3oC. Perhitungan temperature brine yang keluar heat exchanger memakai hukum kesetimbangan energi.

Nilai SSI yang didapat dari temperature brine ke sumur injeksi yaitu 0,64 . Nilai SSI < 1 menunjukan bahwa brine keluaran dari heat exchanger menuju sumur injeksi tidak terjadi pengendapan silika. ΔTlmtd dari hasil perhitungan bernilai 151,7oC. Hasil perhitungan area perpindahan panas dengan besar diameter pipa tersebut bernilai 113,9 meter persegi dan panjang pipa heat exchanger adalah 57,11 meter. Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil perhitungan desain heat exchanger dan nilai SSI.

Tabel 5. Hasil perhitungan desain heat exchanger dan SSI

Parameter Brine Udara Satuan

T1 186,7 7 oC

T2 177,3 52,17 oC

Red 4010203.29 2038904.04

Aliran Turbulen Turbulen

Nud 4598,15 2224.77

Delta T LMTD 151,7 oC

Diameter pipa brine HE 0,635 m

Area perpindahan panas 113,9 m2

Panjang pipa HE 57,11 m

SSI 0,64

KESIMPULAN

Hasil perhitungan didapatkan besar area perpindahan panas HE yaitu 113.9 m2 dan Panjang Pipa HE yaitu 57,11 m. Luas penampang ducting untuk setiap ruangan yaitu 0.05 m2. Nilai SSI < 1 menunjukan bahwa brine keluaran dari heat exchanger menuju sumur injeksi tidak terjadi pengendapan silika. Diperlukan kajian lebih lanjut untuk aspek tekno ekonomi untuk pembuatan sistem pemanas ruangan serta diperlukan desain sistem kontrol otomatis untuk kecepatan aliran udara.

DAFTAR PUSTAKA

Andris Auliciems and Steven V. Szokolay (2007): Thermal Comfort - Passive And Low Energy Architecture International Design Tools And Techniques, The University Of Queensland Dept. Of Architecture.

Boban, L.; Miše, D.; Herceg, S.; Soldo, V. Application and Design Aspects of Ground Heat Exchangers. Energies 2021, 14, 2134. https://doi.org/10.3390/en14082134

Carolina M. Rodriguez, Marta D'Alessandro. Indoor thermal comfort review: The tropics as the next frontier. Urban Climate, Volume 29, 2019, 100488. ISSN 2212-0955, https://doi.org/10.1016/j.uclim.2019.100488.

Chatenay, Carine., Halldóra Guðmundsdóttir and Thorleikur Jóhannesson. 2014. United Nation University. Geothermal Training Program.

Fournier, Chemical geothermometers and mixing models for geothermal systems, Geothermics, Volume 5, Issues 1–4, 1977, Pages 41-50, ISSN 0375-6505, https://doi.org/10.1016/0375-6505(77)90007-4.

Geothermal Space Heating. Dr. R. Gordon Bloomquist, Ph.D. Washington State University Energy Program. Geothermics Volume 32, Issues 4–6, August–December 2003, Pages 513-526 https://doi.org/10.1016/j.geothermics.2003.06.001

Moran, M.J. and Shapiro, H.N. (2008) Fundamentals of Engineering Thermodynamics. John Wiley & Sons, INC, New York.

(11)

Murakami, Hiroshi., Yoshifumi Kato, Nobuo Akutsu. Construction Of The Largest Geothermal Power Plant For Wayang Windu Project, Indonesia. Proceedings World Geothermal Congress 2010

Nugroho, M.A. (2011): A Preliminary Study of Thermal Environment in Malaysia’s Terraced Houses, Journal and Economic Engineering: 2, 25-28

Syah Zikri, Jansent Kajo, Zerry Antro, M. Rahman Raharjo. Project Development of the Wayang Windu Unit 2 Geothermal Power Plant. Proceedings World Geothermal Congress 2010.

Zarrouk, S.J.; Woodhurst, B.C.; Morris, C. Silica scaling in geothermal heat exchangers and its impact on pressure drop and performance: Wairakei binary plant, New Zealand.

Geothermics 2014, 51, 445–459

Referensi

Dokumen terkait