• Tidak ada hasil yang ditemukan

perangkat pemujaan - sulinggih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "perangkat pemujaan - sulinggih"

Copied!
244
0
0

Teks penuh

Agama Hindu di Bali mempunyai tiga kerangka dasar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam penelitian ini permasalahan tersebut dikaji lebih lanjut guna mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pemujaan terhadap pendeta Siwa, Budha, Bhujangga Waisnawa dari sudut pandang tiga sadhaka di Bali.

Rumusan Masalah

Selain itu diharapkan kedepannya terdapat pemahaman yang baik dan mendalam mengenai makna dari masing-masing perangkat pemujaan Pandita Siwa, Budha dan Bhujangga Waisnawa terkait bentuk, fungsi dan maknanya dari sudut pandang ketiga sadhaka di Bali. . Dari rumusan masalah yang dikemukakan diatas berkaitan dengan bentuk, fungsi dan makna perangkat pemujaan Pandita Siwa, Budha dan Bhujangga Waisnawa dari sudut pandang tri sadhaka di Bali, diharapkan dapat diperoleh penjelasan yang lebih lengkap dan rinci. agar bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan agama hindu.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan Khusus

Manfaat Penelitian

Manfaat Teoretis

Lebih lanjut, jika penelitian ini selesai dijadikan tesis, maka dapat juga dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis agama Hindu. Manfaat lainnya dapat dijadikan pedoman bagi yang berminat untuk lebih mendalami minat pemujaan terhadap Pandita Siwa, Budha dan Bhujangga Waisnawa selain menambah bahan referensi karya ilmiah yang berkaitan dengan prosesi pertunjukan kehidupan beragama Hindu di Bali.

Manfaat Praktis

Kajian Pustaka

Demikian pula perilaku masyarakat yang mengedepankan keselarasan hubungan antar manusia dengan manusia selalu ditonjolkan dalam kehidupan sehari-hari (Martini, 2009: 13). Namun penelitian mengenai pemujaan Pandita Siwa, Budha dan Bhujangga Waisnawa dari sudut pandang tri sadhaka di Bali masih jarang ditemukan dalam literatur.

Kajian Pustaka Penelitian

Bentuk, Fungsi dan Makna Upacara Pedanda Umat Buddha di Bali” (2009) berupa karya tulis berupa ‘disertasi’ karya Sagung Sri Martini. pendeta di Bali menjelaskan dari segi bentuk, fungsi dan maknanya.

Deskripsi Konsep

Ketiga, linguistik; Konsep memberi makna pada kata dan berfungsi untuk menentukan sifat-sifat berbagai objek dalam pikiran manusia. Artinya, konsep menghubungkan kata dengan objek tertentu yang memberi makna dan memungkinkan kata tersebut bekerja dalam proses berpikir.

Perangkat Pemujaan

Konsep yang diuraikan di bawah ini sesuai dengan judul penelitian yaitu “Peralatan ibadah Pandita Siwa, Buddha dan Bhujangga Waisnawa dalam perspektif Tri Sadhaka di Bali”. Ada beberapa atribut yang melekat pada Sulinggih Pedanda Budha yang wajib dikenakan saat melakukan upacara atau ngelokapalasraya, seperti sinjang, wastra, kampuh, pokepek atau petet, peragi atau selimpet, kewace (baju), sampet, rudrakacatan genitri, gondala, guduita , kanta bharana, karna bharana, amakuta (bhawa/ketu/bracket spiral), lunga-lungka dan kekasang. 3) Perangkat Pemujaan Pandita Bhujangga Waisnawa (Siwopakarana).

Pandita Siwa

Beberapa perlengkapan yang digunakan oleh sulinggih atau Pandita Bhujangga Waisnawa lengkap dan sama dengan perlengkapan pemujaan Pandita Siwa (Siwopakarana), yaitu terdiri dari sepasang nampan, nare, pawijan, panuntunjungya, tripada, siwamba, penyerat, pengapapan, pedamaran, lungka-lungka, saab dulang, bel. Ada beberapa atribut yang berkaitan dengan sulinggih atau Pandita Siwa yang wajib dikenakan saat melakukan upacara atau bidadari kapalasraya, yaitu wastra, kampuh, petet, sampet, rudrakacatan genitri, gondala, guduita, kanta bharana, karna bharana, amakuta (bhawa/ketu).

Pandita Budha

Jauhi sang wiku yogi, kang paring dhawuh marang kang rama, yen sira sang wiku, denira sang wiku, denira sakti suci, kadya wong wali, atine tan lara. bhoganisrthah, sira tan karsa ing kabungahaning wahyu, sahisnu, tuhagana sira ahyasa, sira suci kaya mripatira.” Sawetawis pirantining pangibadah ingkang wonten ing Upakarana Pedanda Budha utawi ugi dipun wastani Budhopakarana, Pesilakranan utawi Tarparana. dumadi saka para rarapan utawa wani (bokoran), genitri, pemanduyangan, santhi, genta, kembang ura, bija , vajra, samsam, dhupa, pedipaan, swaddling lan papan lilitan.

Pandita Bhujangga Waisnawa

Sira Brahmana Siwa berpisah, sira putra Pranda Wawu Rawuh, mwah Rsi Bhujangga Alit Adiharsa, cincin agemrasa Gelgel, sira sinangeh Sang Trini, lwirnya: Siwa, Sada Siwa, mwang Parama Siwa…….”. Ida Brahmana Siwa, putra Ida Pedanda Wawu Rawuh dan Ida Rsi Bhujangga Alit Adiharsa, bertugas bersama di Puri Gelgel, disebut Trini, terdiri dari Siwa, Sada Siwa dan Parama Siwa..." (Ginarsa, 1979:30) .

Landasan Teori

Teori Fungsionalisme Struktural

Perangkat Ibadah Pandita Siwa, Budha, dan Bhujangga Waisnawa Dalam Perspektif Tri Sadhaka di Bali” merupakan implementasi dari fungsi pencapaian tujuan dan keterpaduan karena perangkat peribadatan Pandita Siwa, Buddha dan. Mengingat struktur dari Siwa, Buddha dan Waisnawa Paksa Upakarana sebagai simbol yang dianggap sakral, yang terakhir yaitu dalam sistem kebudayaan menjalankan fungsi pemeliharaan pola dengan memberikan seperangkat norma dan nilai yang memotivasi tindakan.

Teori Religi

Dengan teori keagamaan, pemujaan terhadap Pandita Siwa, Budha dan Bhujangga Waisnawa juga memenuhi komponen konsep keagamaan dengan adanya emosi keagamaan dan sistem kepercayaan. Artinya peranan Pandita Siwa, Budha dan Bhujangga Waisnawa sangat penting bagi masyarakat Hindu Bali sebagai pemimpin upacara.

Teori Simbol

Upakarana Siwa, Budha dan Bhujangga Waisnawa Paksa merupakan simbol-simbol yang digunakan sebagai upaya menjadikan hal-hal transenden menjadi lebih nyata dan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Upakarana Paksa Siwa, Buddha dan Bhujangga Waisnawa sangat sarat makna melalui simbol-simbol yang terkandung di dalamnya dan merupakan wujud nyata dari pemahaman simbol-simbol itu sendiri.

Model Penelitian

Rasional artinya kegiatan penelitian dilakukan dengan cara yang wajar sehingga berada dalam jangkauan nalar manusia. Agar penelitian dapat mencapai tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu sistem atau metode yang disebut dengan metode.

Rancangan Penelitian

Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-langkah logis tertentu (Sugiyono, 2009:2). Mengenai benda, benda yang diteliti adalah perlengkapan ibadah Pandita Siwa, Budha dan Bhujangga Waisnawa dari sudut pandang tri sadhaka di Bali dan berbagai atribut pakaian yang digunakan oleh seorang pandita.

Lokasi Penelitian

Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitian dilakukan pada kondisi alami (natural environment); Disebut juga metode etnografi karena metode ini pada awalnya lebih umum digunakan untuk penelitian di bidang antropologi budaya.

Jenis dan Sumber Data

Simbol-simbol tersebut merupakan sarana bagi umat Hindu untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, berdialog dengan Yang Maha Kuasa serta memohon perlindungan dan berkah-Nya. Tidak semua umat Hindu mampu memahami makna simbol-simbol tersebut dan banyak pertanyaan yang muncul darinya.

Instrumen Penelitian

Beberapa alat ibadah khusus lainnya yang digunakan dalam pelaksanaan upacara (yadnya), pendeta golongan Waisnawa (Bhujangga) dibekali lima senjata yaitu “lonceng padma”, “lonceng uterja”, “lonceng oraga”.

Metode Penelitian

Tahap pengumpulan data merupakan tindakan, upaya, dan upaya yang dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan atau berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan menggunakan berbagai metode. Dari pengertian observasi tersebut diketahui bahwa sebenarnya yang dimaksud dengan metode observasi adalah suatu metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian melalui observasi dan penginderaan.

Analisis Data

Kedatangan Rsi Markandya pada abad ke-9 memberikan peranan yang sangat besar dalam perkembangan agama Hindu di Bali. Penyebaran agama Hindu di Bali pada awal abad ke-10 juga dibuktikan dengan adanya sisa-sisa prasasti di Pura Blanjong, Sanur.

Pandita Siwa

Keempat, Panadahan Upadesa, artinya pandita mempunyai svadharma untuk memberikan pendidikan yang akhlak dan bermartabat kepada masyarakat agar masyarakat hidup selaras dengan akhlak yang luhur. Seorang Shiva Pandita selain tugasnya sebagai ngelokapalasraya juga harus mampu menjadi guruloka, yaitu tugasnya memberikan pencerahan kepada umatnya.

Pandita Budha

Dari sinilah berasal semua Pedanda Budha yang akhirnya menyebar ke Bali, Lombok dan daerah lainnya (Oka dalam Martini, 2009:49). Para pendeta Buddha mempunyai tugas muput caru yang letaknya di bawah pada upacara-upacara yang relatif besar.

Pandita Bhujangga Waisnawa

Dia juga bertanggungjawab menyeru (ntagag), memberi berkat dan menggalakkan bhuta kala menjadi dewa. Tugas menyanyikan bhuta kala bermaksud dalam proses amujanya beliau menggunakan lima jenis alat bunyi yang boleh menghasilkan bunyi yang bising, terdiri daripada gantha, gantha uter, gantha orag, sungu dan setipluk (Suamba dalam Martini, 2009:54).

Tri Sadhaka

Para pendeta Buddha ahli dalam pemujaan Dewa Pitara dalam bhwah loka (akasa) dan dalam tri mandala pemujaan dilakukan dalam madya mandala (paselang). Pandita Bhujangga ahli dalam pemujaan di alam bhur loka (dunia maya) tempat bhuta berada, dan dalam tri mandala pemujaannya dilakukan dalam nista mandala (Suamba, 2011:21).

Perangkat Pemujaan Pandita Siwa

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa Siwopakarana berarti perlengkapan atau perlengkapan ibadah Pandita Hindu yang digunakan dalam beribadah untuk menyucikan badan (dunia) dan melestarikan Dewa Siwa (Guru). Perangkat pemujaan Siwopakarana ini juga digunakan oleh Pandita Hindu Bali dari kelompok Bhujangga Waisnawa saat melaksanakan ibadah.

Bentuk dan Jenis Perangkat Pemujaan Pandita Saiwa/Siwa Paksa (Siwopakarana)

Untuk nampan yang terbuat dari kayu bentuknya bulat pada bagian atas dengan bibir yang rata, sedangkan nampan yang terbuat dari logam tembaga mempunyai bibir yang rata dengan hiasan ukiran yang indah. Biasanya pada bibir atas siwambha juga terdapat hiasan ukiran untuk memberi unsur keindahan (sundaram).

Perangkat Pemujaan Pandita Budha (Budhopakarana/Budha Upakarana)

Seluruh alat-alat yang menjadi bagian dari perlengkapan ibadah ditempatkan pada dua tempat yaitu rarapan dan wanci. Menurut pengamatan penulis, ada beberapa alat ibadah yang biasa digunakan oleh para pendeta Buddha yaitu ari rarapan, pandyangan, santhi, bella, wanci kembang ura, wanci gandha, wanci bija, wanci samsam, bajra, genitri, dhupa, dhipa, kereb/saab , patarana /lungka-lunga, penstantan dan canting.

Bentuk dan Jenis Perangkat Pemujaan bagi Pandita Budha Paksa (Baudha)

Adapun proses pembuatan tirtha dengan alat pemujaan berupa pandyangan yang dilakukan oleh Pandita Buddha adalah sebagai berikut. Wanci ghanda (air cendana) merupakan alat pemujaan Pandita Budha yang bentuk dan bahannya sama dengan wanci lainnya, yaitu dengan ukuran yang kecil.

Perangkat Pemujaan Pandita Bhujangga Waisnawa (Siwakrana/Bhujangga Upakarana)

Misalnya Brahmana Siwa dengan satu senjata yaitu “lonceng padma”, Brahmana Budha dengan dua senjata yaitu “lonceng padma” dan “bajra”, sedangkan Brahmana Bhujangga Waisnawa dilengkapi dengan lima senjata yaitu “ Lonceng Padma”, Lonceng, “Lonceng Orag”, “Sungu’ dan “Ketipluk”. Gaya rambut Brahmana Siwa Pandita dan Bhujangga Brahmana Waisnawa adalah meperucut (lanang/pria) sedangkan gaya rambut Brahmana Pandita Budha adalah megotra (gagakaking).

Bentuk dan Jenis Perangkat Pemujaan bagi

Di bahagian bawah atau kaki Garuda Wisnu terdapat hiasan bunga padma sebagai pangkal kaki Garuda. Kalpik biasanya diletakkan di atas cawan kecil di atas pengisar atma ini.

Fungsi dan Makna Perangkat Pemujaan Pandita Siwa Paksa (Siwopakarana)

Fungsi dan Makna Dulang (1) Fungsi Dulang atau Nare

Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa fungsi nampan adalah sebagai tatakan atau tempat (wadah) seluruh perlengkapan pemujaan Siwopakarana yang digunakan Pandita Siwa pada saat upacara mapuja atau muput. Sebagai wadah atau tatakan segala perlengkapan ibadah Pandita Siwa, fungsi nampan tidak dapat digantikan oleh wadah, tempat atau tatakan lain.

Fungsi dan Makna Tripada (1) Fungsi Tripada

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa tripada merupakan alat Paveda yang mempunyai tiga kaki. Dari uraian di atas kita dapat memahami bahwa fungsi tripada adalah untuk menunjang siwambha atau argha.

Fungsi dan Makna Siwambha (1) Fungsi Siwambha

Dijelaskan bahwa siwambha adalah wadah atau tempat air suci (tempat pendeta ngarga - membuat - tirtha). Dalam hal ini pendeta memuja air suci yang terkandung dalam siwambha, sehingga kelak disebut tirtha.

Makna dan Fungsi Penuntun Surya (1) Fungsi Penuntun Surya

Siwambha disucikan dengan cara siwambha pradaksina sebanyak tujuh kali mengelilingi pelita (dipa) yang mengandung makna Tuhan yaitu Agni Tattwa (Sanghyang Iswara). Dari fungsi solar guide atau padma penuntun dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan solar guide adalah menghadirkan Sang Hyang Parama Siwa dengan cara ditempatkan pada solar guide pada saat proses pemujaan (mepuja/muput) berlangsung.

Fungsi dan Makna Pawijan (1) Fungsi Pawijan

Dengan demikian, mewija/mebija mengandung makna yang sangat mendalam, yaitu penanaman benih-benih Siwa dalam diri manusia. Tujuannya untuk menumbuhkan benih Siwa, karena Siwa (Dewa) adalah sumber kehidupan.

Makna dan Fungsi Gandhaksata

Benih tersebut akan dapat tumbuh dan berkembang apabila ditanam di tempat yang bersih dan suci. Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa wija atau bija mengandung makna menabur benih trikaya parisuda dalam diri masyarakat.

Fungsi dan Makna Sirowista (1) Fungsi Sirowista

Pemasangan sirowista pada alat pemujaan Siwopakarana seperti pada siwambha berarti air suci dapat diterima oleh siwatma suci. Dalam setiap upacara yang bertujuan penyucian selalu digunakan rumput alang-alang, dipelintir, diikat atau tidak.”

Fungsi dan Makna Saet Mingmang (1) Fungsi Saet Mingmang

Umat ​​​​Hindu percaya bahwa kekuatan rumput alang-alang (ambengan) dapat memberikan perlindungan, sehingga alang-alang dijadikan sebagai alat pemujaan Pandit Siwa yang disebut saet mingmang.

Fungsi dan Makna Dhupa/Padhupan/Pasepan (1) Fungsi Padhupan

I Gede Pudja (1991:79) lebih lanjut menjelaskan bahwa dhupa adalah lambang akasa tattwa dan dhipa adalah sakti tattwa. Dari uraian tersebut terlihat bahwa dhupa dan dhipa menyeru Agni agar segala upacara berhasil.

Fungsi dan Makna Genta (1) Fungsi Genta

Sebagaimana tercantum dalam daun lontar Prakempa, bunyi lonceng pinarah pitu merupakan bunyi alam. Sebagaimana disebutkan dalam Prakempa kelapa, bunyi lonceng tersebut merupakan bunyi bhuwana Agung (alam semesta alam ini) dan dalam cetakan lontar Kundalini disebutkan bahwa bunyi lonceng tersebut merupakan sapta cakra pada bhuwana alit (pada manusia). ).

Fungsi dan Makna Kalpika (1) Fungsi Kalpika

Hal ini terlihat dalam kitab Surya Sevana yaitu “genta mijil sakeng nada, mantranya berasal dari tri antah karana”.

Fungsi dan Makna Sesirat

Fungsi dan Makna Sirat Lingga

Dengan dipasangnya Ida Sang Hyang Siwa pada serat (sepasang lingga), maka sirat-lingga mempunyai fungsi dan makna yang luar biasa. Pada lingga sirat juga terdapat mingmang saet yang masing-masing terdiri dari 11 mingmang saet yang melambangkan 11 Rudra, seluruhnya terdiri dari 33 helai buluh (kusa) yang melambangkan 33 dewa.

Fungsi dan Makna Penastan (1) Fungsi Penastan

Kami menyembahMu, dilambangkan dengan huruf rah dan phat, kami menyembah nyala suci. Kami sujud di hadapanMu yang dilambangkan dengan akasara hum, rah dan phat, kami tunduk di hadapan nyala suci.

Fungsi dan Makna Canting

Dari uraian tersebut terlihat jelas bahwa makna penstantan sangat sakral karena digunakan pada awal atau pertama kali sebagai penyucian sebelum pendeta menghadap Siwopakarana untuk kemudian melakukan ibadah.

Fungsi dan Makna Saab

Fungsi dan Makna Lungka-lungka/Patarana (1) Fungsi Lungka-lungka/Patarana

Salah satunya ialah kehadiran kusyen tempat duduk empat segi, yang dikenali oleh masyarakat Hindu Nusantara dan Hindu Bali sebagai lungka-lungka atau patarana. Oleh itu Longka-lungka atau patarana bukan sahaja kusyen tempat duduk, tetapi juga bermaksud kusyen untuk postur yogiswara Shiva.

Fungsi dan Makna Perangkat Pemujaan Pandita Budha Paksa (Budha Pakarana)

Fungsi dan Makna Rarapan

Fungsi dan Makna Pamandyangan

Fungsi dan Makna Santi

Fungsi dan Makna Ghanta/Genta (1) Fungsi Genta

Antara isi lontar Prekempa dan isi lontar Kundalini sangat jelas terlihat bahwa bunyi ganta/lonceng ada pada bhuwana Agung dan pada bhuwana alit (sekala niskala). Sebagaimana tercantum dalam seni ramal tapak tangan Prakempa, bunyi ganta/lonceng merupakan bunyi bhuvana agung (sifat alam semesta), sedangkan dalam lontar Kundalini dikatakan bahwa bunyi ganta/lonceng merupakan cakra sapta dalam bhuwana alit (pada manusia).

Fungsi dan Makna Wanci Kembang Ura

Fungsi dan Makna Wanci Wija

Wija diberikan kepada orang setelah shalat dan diletakkan di antara dahi, di dada dan ditelan. Ketika kita memberikannya kepada seseorang, kita meletakkannya di antara dahi, di dada dan menelannya tanpa dikunyah (Putra, 2006:20 dalam Martini, 2009:83).

Fungsi dan Makna Wanci Ghanda

Wija wanci (tempat) berfungsi untuk menempatkan wija atau aksata yang berbau harum sebagai simbol keabadian atau kehidupan abadi. Dalam upacara wija terbuat dari beras utuh yang bersih dan dicuci dengan air cendana dan air bunga.

Fungsi dan Makna Wanci Samsam

Bila digunakan, air cendana atau cendana dan air bunga berfungsi menimbulkan bau aromatik pada wija. Artinya sebelumnya beras dicuci bersih dengan air, kemudian direndam dalam air bunga dan diberi bubuk cendana untuk menambah rasa wija.

Fungsi dan Makna Bhajra

Sesuai penjelasan tertulis Ida Pedanda Gde Nyoman Jelantik Duaja bahwa “Bhajra punika wannah senjata pawakan Bayu Jnana Maha Suci, dan palebur pangruwatan mala mwang neraka”. Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa bhajra artinya alat atau senjata yang mempunyai kekuatan jnana maha suci, yang menyucikan dan meleburkan segala kotoran.

Fungsi dan Makna Dhupa (1) Fungsi Padhupan

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa dhupa merupakan unsur api yang merupakan lambang Dewa Brahma dan merupakan lambang magma atau energi atau merupakan lambang akasa. Itulah makna yang terkandung dalam padhupan, sebagai api suci yang menghalau dan membakar segala kekotoran dunia serta menjadi saksi suci dalam setiap pelaksanaan yadnya.

Fungsi dan Makna Dhipa (1) Fungsi Dhipa

Kami bersujud dihadapanMu yang dilambangkan dengan tokoh Am, kami bersujud pada api suci dupah dan kambing. Dari uraian tersebut terlihat bahwa dhupa dan dhipa menyeru Agni agar segala upacara berhasil.

Fungsi dan Makna Wanci Genitri

Genitri adalah rangkaian buah genitri yang disatukan kedua ujungnya dan diikat dengan murdha hingga membentuk rantai. Jumlah genitrisad sebanyak 108 dan digunakan untuk melambangkan seluruh Buddha dan Bodhisattva yang dipuja pada saat proses pemujaan pembuatan tirtha (air suci).

Fungsi dan Makna Kereb

Penggunaannya berkait rapat dengan pembersihan segala kotoran pada tubuh manusia dan perkara-perkara yang telah menjadi suci. Secara umumnya, bentuk kereb sebagai penutup juga biasa digunakan untuk menutup atau melindungi benda-benda suci yang lain.

Fungsi dan Makna Penastan (1) Fungsi Penastan

Fungsi dan Makna Canting

Fungsi dan Makna Lungka-lungka/Patarana

Jadi lunga-lungka atau patarana bukan sekedar bantalan untuk diduduki, namun penting sebagai landasan postur yogisvara. Lungka-lungka merupakan sarana perlengkapan yang penting, seperti Pandita Siwa dan Bhujangga Waisnawa, untuk menjamin kenyamanan yang baik saat melakukan ritual puja (muput).

Fungsi dan Makna Perangkat Pemujaan Pandita Bhujangga Waisnawa Paksa

Dalam ajaran Hindu Siwa Sidhanta di Bali, sadhaka atau Pandita Buddha juga merupakan bagian dari Siwa Sidhanta, lungka-lunga/patarana merupakan salah satu bantalan duduk.

Fungsi dan Makna Genta Padma

Fungsi dan Makna Genta Uter

Fungsi dan Makna Genta Orag

Fungsi dan Makna Sungu/Sangka

Fungsi dan Makna Ketipluk/Damaru

Mereka dipanggil dengan ketipluk atau gendang damaru ini dan kemudian diberi yadnya (persembahan suci) agar tidak mengganggu mereka. Arti alat berupa ketipluk atau damaru atau bunyi yang dihasilkannya adalah untuk menciptakan keseimbangan antara tangga nada dan abstrak.

Fungsi dan Makna Siwambha (1) Fungsi Siwambha

Artinya, di dunia lain segala sesuatunya adalah ciptaan-Nya, sehingga diharapkan dengan adanya upacara yang dilakukan oleh umat manusia, maka yadnya didalamnya juga diberikan kepada bhuta-bhuti dan atma kesasar, dipanggil oleh ketipluk atau damaru untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di dunia. hari yang akan datang. Siwambha dimunculkan dan diputar searah jarum jam sebanyak tujuh kali, diiringi mantra-mantra yang mengandung makna “pengabdian kepada Tuhan dalam wujud pertamanya berupa windhu” (Pudja, 1991: 105).

Fungsi dan Makna Tripada (1) Fungsi Tripada

Referensi

Dokumen terkait