• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROPINSI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Kolegium

Academic year: 2024

Membagikan "PERATURAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROPINSI JAWA TIMUR "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Dinas Pekerjaan Umum Pengairan

Propinsi Jawa Timur

PERDA 5 TH.2000

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR

NOMOR: 5 TAHUN 2000

TENTANG

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROPINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR

MENIMBANG:

a. bahwa kondisi air pada sumber-sumber air di Jawa Timur mutunya cenderung semakin menurun akibat pencemaran yang terjadi karena kegiatan manusia sehingga mutu air berubah sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;

b. bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitan dengan pengendalian pencemaran air telah berkembang sedemikian rupa, sehingga materi muatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 8 tahun 1989 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa

Timur Tanggal 30 April 1990 Nomor I Tahun 1990 Seri C, perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan;

c. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut huruf a dan b konsideran Menimbang ini serta kebutuhan yang mendesak, perlu segera pengaturan kembali yang dituangkan dalam suatu Peraturan Daerah.

MENGINGAT:

(2)

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi juncto Undang-undang Nomor 18 Tahun 1950 perihal Mengadakan Perubahan dalam Undang-undang Tahun 195O Nornor 2 dan hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara tahun 1950 Nomor 32);

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274)

6. Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan lembaran Negara Nomor 3419);

7. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nornor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427);

8. Undang-undang Nomor 12 tahun 1994 tentang Pertanian (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);

9. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

10. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negura Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

11. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839)

12. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225);

14. Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin Penggunaan Air dan atau sumber air;

20. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 614/KPTS/1991 tentang Pelimpahan Wewenang Pelaksanaan Pemberian Izin Penggunaan air dan atau sumber-sumber air di wilayah Kerja Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur,

21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 67/PRT/1993 tentang Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I;

22. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor Kep-02/MENLH/1998 tentang Pedoman Penetapan Buku Mutu Lingkungan;

23. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep.51/MENLH/12/1995 tentang Buku mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri;

24. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep.52/MENLH/1O/1995 tcntang Baku Mutu Limbah Bagi Kegiatan Hotel;

25. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep58/MENLH/21/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit;

26. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 tahun 1982 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur;

27. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1986 tentang Irigasi di Jawa Timur,

28. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1987 tentang Perizinan Penggunaan Air di Jawa Timur junctis Nomor 10 Tahun 1991 dan Nomor 11 Tahun 1995 dan Nomor 11 tahun 1998;

29. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 tahun 1991 tentang Kawasan Lindung.

(3)

Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Jawa Timur MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

a. Pemerintah Propinsi adalah Pemerintah Propinsi Jawa Timur;

b. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;

c. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur;

d. BAPEDALDA adalah instansi yang bertugas mengendalikan dampak lingkungan hidup di daerah;

e. Kepala BAPEDALDA, adalah Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Jawa Timur yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Pengendalian Dampak Lingkungan di Jawa Timur;

f. Dinas Teknis adalah Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Tirnur;

g. Dinas/Instansi terkait adalah dinas intansi di Jawa Timur yang berwenang dalam pembinaan usaha/kegiatan pengendalian pencemaran air;

h. Perusahaan Umum Jasa Tirta adalah Badan Usaha yang menyelenggarakan usaha eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber air di wilayah kerjanya;

i. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Jawa Timur;

j. Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air baik yang terdapat di atas maupun dibawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut;

k. Sumber-sumber air adalah tempat-tempat dan wadah air, baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah;

l. Baku Mutu Air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada. dan/atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber-sumber air tertentu;

m. Beban pencemaran adalah jumlah suatu paramater pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah;

n. Sumber pencemaran adalah setiap usaha kegiatan yang membuang dan memasukkan makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain dalam ukuran batas atau kadar tertentu kedalam sumber-sumber air, o. Daya tampung sumber-sumber air adalah kemampuan sumber-sumber air untuk menyerap zat. energi.

dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;

p. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;

q. Limbah adalah sisa suatu usaha dari/atau kegiatan;

r. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha/kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan;

s. Baku Mutu Limbah cair adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan;

t. Izin adalah izin pembuangan limbah cair oleh orang yang menggunakan sumber-sumber air sebagai tempat pembuangan limbah cair atas usahanya;

u. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum.

(4)

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

1. Pengendalian pencemaran air , dimaksudkan sebagai upaya pencegahan pencemaran dan sumber pencemar, penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumber-sumber air.

2. Pengendalian pencemaran air dimaksud pada ayat 1, dilaksanakan untuk menjaga agar mutu air pada sumber-sumber air tetap terkendali sesuai dengan peruntukannya.

Pasal 3

Pengendalian pencemaran air bertujuan untuk rnewujudkan kelestanian fungsi air, agar air yang ada pada sumber-sumber air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan peruntukannya.

BAB III

HAK KEWAJIBAN DAN PERANSERTA MASYARAKAT

Pasal 4

Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan dan kelestarian.

Pasal 5

Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air serta mencegah dan menanggulangi pencemaran air.

Pasal 6

1. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya peningkatan mutu air pada sumber-sumber air;

2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan dengan cara memberikan saran pendapat dan/atau menyampaikan informasi;

3. Tata cara pemberian saran dan/atau penyampaian informasi dimaksud pada ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.

BAB IV WEWENANG

(5)

Pasal 7

1. Gubernur berwenang mengendalikan pencemaran yang meliputi:

a. perlindungan, penanggulangan dan pernulihan mutu air pada sumber-sumber air;

b. pencegahan pencemaran air pada sumber pencemaran;

c. penetapan perizinan pembuangan limbah cair; d. pengawasan.

2. Pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilimpahkan kepada Bapedalda;

3. Kepala Bapedalda sebagaimana dimaksud pada ayat mempunyai fungsi membantu Gubernur dalam hal:

a. inventarisasi dan identifikasi sumber-sumber air dan sumber pencemaran;

b. penetapan penggolongan air menurut peruntukannya;

c. penetapan baku mutu cair;

d. penetapan daya tampung sumber-sumber air;

e. penetapan baku mutu limbah cair;

f. penetapan rencana peningkatan mutu air;

g. penetapan penurunan beban pencemaran;

h. penetapan perizinan pembuangan limbah cair;

i. pengawasan.

4. Ketentuan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan keputusan Gubenur.

Pasal 8

Penanganan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1), dilaksanakan dengan melibatkan Dinas Teknis, Dinas/Instansi terkait. Perusahaan Umum Jasa Tirta dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Gubenur.

BAB V

PERLINDUNGAN Bagian Pertama Inventarisasi dan Identifikasi

Pasal 9

Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber-sumber air, Gubernur menetapkan Keputusan tentang inventarisasi dan identifikasi sumber-sumber air serta sumber pencemaran. BagianKedua Pengglongan

(6)

Sumber-sumber Air, Baku Mutu Air Dan Daya Tampung Sumber-sumber Air Pasal 10

Gubenur rnenetapkan penggolongan sumber-sumber air. Dan baku mutu air sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Pasal 11

1. Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air, Gubenur menentukan daya tampung beban pencemaran pada sumber-sumber air;

2. Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk:

a. pengelolahan air dan sumber-sumber air;

b. penataan ruang;

c. perizinan lokasi usaha atau kegiatan baru atau perluasan yang dalam usaha atau kegiatannya membuang limbah cair ke dalam sumber-sumber air;

d. perizinan lokasi pembuangan limbah cair bagi suatu usaha dan atau kegiatan;

e. penentuan persyaratan pembuangan dan/atau pelepasan limbah cair ke dalam air dan/atau sumber-sumber air;

f. penetapan mutu air dan pengendalian pencemaran air;

3. Penentuan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan.

Bagian Ketiga Baku Mutu Limbah Cair

Pasal 12

1. Dalam rangka pengaturan pembuangan limbah cair kesumber-sumber air agar tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu limbah cair;

2. Gubenur menetapkan baku mutu cair sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;

Pasal 13

Masukan suatu unsur pemcemar kedalam sumber-sumberr air yang tidak tentu tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu limbah cairnya, dikendalikan pada faktor penyebabnya.

Bagian Keempat

Peningkatan Mutu Air dan Penurunan Beban Pencemaran

(7)

Pasal 14

1. Gubernur menetapkan peningkatan mutu air pada sumber-sumber air yang sehubungan dengan menurunnya mutu air;

2. Peningkatan mutu air dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar mutu air pada sumber-sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.

Pasal 15

Penurunan beban pencemaran pada sumber pencemaran dilakukan olen Dinas/Instansi terkait bertujuan agar memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan.

Pasal 16

Upaya perlindungan dan pengamanan atas air dan atau sumber-sumber air di daerah tanggkapan air dilaksanakan dengan

melibatkan Dinas Teknis. Perusahaan Umum Jasa Tirta dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta Instansi yang berwenang, dan pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Gubenur.

BAB VI PERIZINAN

Pasal 17

1. Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air harus mendapatkan izin dari Gubernur sesuai syarat-syarat yang ditetapkan;

2. Syarat-syarat perizinan sehagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Membuat bangunan saluran pembuangan limbah cair, sarana baik kontrol untuk memudahkan pemgambilan contoh limbah cair dan alat pengukur debit limbah cair atau meter air dan pengamanannya;

b. Konstruksi bangunan dan saluran pembuangan limbah cair wajib mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh Dinas Teknis atau perusahaan Umum Jasa Tirta;

c. Mengolah limbah cair sampai batas syarat baku mutu yang telah ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air tanpa melakukan pengeceran;

d. Memberikan izin kepada Pengawas untuk memasuki lingkungan usaha kegiatan dan pembantu terlaksananya tugas Pengawas tersebut untuk memeriksa bekerjanya peralatan pengolah limbah beserta kelengkapannva:

e. Wajib menyampaikan laporan kepada Gubenur melalui Kepala Bapedalda tentang mutu limbah cair 1 (satu) bulan sekali dan hasil uji laboratorium yang memenuhi syarat labotarium

lingkungan;

f. Menanggung biaya pengambilan conto dan pemeriksaan mutu limbah cair yang dilakukan oleh Pengawas secara berkala, serta biaya penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat usaha/kegiatannya;

g. Membayar iuran pembuangan limbah cair yang akan diatur lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;

h. Persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha/kegiatan yang membuang limbah cair ke sumber-sumber air.

(8)

BAB VII PENGAWASAN

Pasal 18

1. Gubenur melakukan pengawasan terhadap penataan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atas persyaratan perizinan yang telah ditentukan;

2. Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubenur dapat menunjuk Kepala Bapedalda;

3. Untuk melakukan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang melakukan:

a. Pemantauan;

b. Meminta keterangan;

c. membuat salinan dari dokumen dan atau catatan yang diperlukan;

d. memasuki tempat usaha dan atau kegiatan;

e. mengambil contoh atau sampel limbah cair;

f. memeriksa peralatan;

g. memeriksa instalasi dan atau alat transportasi;

h. meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan atau kegiatan;

4. Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang diminta untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi kondisi tempat pengawasan tersebut.

BAB VIII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 19

1. Gubernur berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemullihan atas beban biaya dari penanggung jawab

usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturanl perundang-undangan yang berlaku.

2. Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didahului dengan surat perintah Gubernur.

3. Guhernur berwenang pula melakukan:

(9)

a. penutupan saluran pembuangan limbah cair;

b. penarikanuang paksa;

c. pencabutan izin pembuangan limbah cair;

d. terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu, Gubernur dapat memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Pusat yang berwenang selaku pembina, untuk mengambil langkah-langkah

penyelesaian lebih lanjut.

BAB IX P E M B I A Y A A N

Pasal 20

Pembiayaan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 sampai dengan pasal 16 dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 21

1. Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha/kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan;

2. Pelaksanaan lebih lanjut dan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur oleh Gubernur.

Pasal 22

1. Penggunaan hasil iuran sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat 2 huruf h, hanya diperuntukkan upaya pengendalian pencemaran air;

2. Dalam hal pemerintah Propinsi menyediakan tempat dan/atau sarana pembuangan dan pengolahan limbah cair Pemerintah Propinsi dapat memungut retribusi, ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

BAB X

KETENTUAN PIDANA

Pasal23

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam pasal 17 dan/atau melanggar ketentuan lain yang ditetapkan dalam surat izin diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Pasal 24

Apabila pelanggaran dimaksud daiam pasal 23 mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dikenakan ketentuan pidana yang diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 dan peraturan perundang-

(10)

undangan lainnya.

BAB XI

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 25

1. Selain penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan instansi Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang pengelolaan lingkungan hidup, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Hukum Acara Pidana yang berlaku;

2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dibidang lingkungan hidup;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dibidang lingkungan hidup;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dibidang lingkungan hidup;

d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lain berkenan dengan tindak pidana dibidang hngkungan hidup;

e. melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil

pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalarn perkara tindak pidana dibidang lingkungan hidup;

3. Penyidik pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;

4. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26

1. Semua ketentuan yang mengatur tentang pengendalian pencemaran air yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini;

2. Selambat-lambatnya 6 bulan setelah berlakunya Peraturan Daerah ini, setiap orang yang membuang lirnbah cair pada sumber-sumber air harus sudah mengajukan izin.

BAB XIII

(11)

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur sepanjang mengenai pelaksanaannya.

Pasal 28 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah

Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 8 Tahun 1989 tentang Pengendalian pencemaran air di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 29

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur.

Ditetapkan di : Surabaya Pada tanggal : 3 Januari 2000

GUBERNUR JAWA TIMUR

Ttd.

IMAM UTOMO. S

Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur tanggai 19 Januari 2000 Nomor 1 Tahun 2000 Seri C.

A.n. GUBERNUR JAWA TIMUR Sekretanis Daerah

Ttd

Drs. SOENARJO, Msi Pembina Utama Madya NIP. 510 040 479

© 2006 Dinas Pekerjaan Umum Pengairan

powered by WebExpress © 2006 SAM Design

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menyatakan bahwa, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya

Peran PDAM dalam pengelolaan limbah cair sebagai upaya pengendalian pencemaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1999 sudah berjalan dengan baik meskipun belum maksimal..

(1) Dalam hal materi muatan Rancangan Perda tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kesusilaan dan/atau ketertiban umum, Sekretaris

(1) Dalam hal materi muatan Rancangan Perda tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kesusilaan dan/atau ketertiban umum, Sekretaris

Analisis prioritas strategi pengendalian pencemaran air dilakukan berdasarkan data kondisi kualitas air, pengamatan di lapangan serta wawancara mendalam dengan 4

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan

Di dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara terdapat parameter logam berat timbal (Pb) yang telah diatur baku mutunya, dengan