• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI BORED PILE DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE LOADING TEST PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU-

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PERBANDINGAN ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI BORED PILE DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE LOADING TEST PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU-"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI BORED PILE DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE LOADING TEST PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU-

TEBING TINGGI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Sipil Pada Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Disusun Oleh:

AGUNG TRISNA 1307210167

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

ii

(3)
(4)
(5)
(6)

iv ABSTRAK

PERBANDINGAN ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI BORED PILE DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE LOADING TEST PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU-

TEBING TINGGI Agung Trisna

1307210167

M. Husin Gultom, ST, MT Dr. Fahrizal Zulkarnain, ST, MSc

Pondasi adalah suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada tanah dan batuan yang terletak dibawahnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya daya dukung dan penurunan yang terjadi pada pondasi. Pada penelitian ini digunakan metode analitis dan metode elemen hingga menggunakan bantuan program analisis yang kemudian dibandingkan dengan data hasil loading test. Berdasarkan data Standard penetration test (SPT), parameter kuat geser tanah dan data pengujian loading test yang diperoleh dan dihitung dengan beberapa metode diperoleh hasil perhitungan untuk data Standard penetration test (SPT) dengan menggunakan metode Mayerhof pada titik BH-1 Qu =1045 ton, BH-2 Qu = 1020 ton, BH-3 Qu = 1162 ton. Untuk parameter kuat geser tanah menggunakan metode elemen hingga pada pada titik BH-1 Qu = 790 ton, BH-2 Qu = 673.2 ton, BH-3 Qu = 671.4 ton. Sedangkan untuk data loading test metode Davisson Qu = 600 ton dan Mazurkiewicz Qu = 700 ton. Untuk penurunan tiang tunggal dihitung menggunakan metode Poulos dan Davis dengan beban 600 ton untuk titik BH-1 S = 12.3 mm, titik BH-2 S = 12.7 mm dan titik BH-3 S = 13.8 mm. Dengan metode elemen hingga titik BH-1 S = 17.73 mm, titik BH-2 S = 17.29 mm dan titik BH-3 S = 15.38 mm. Sedangkan hasil data loading test penurunan S = 15.07 mm.

Kata kunci: Daya dukung,Bored pile, Penurunan, Mayerhof,Loading test.

(7)

v ABSTRACT

COMPARISON OF BEARING CAPACITY AND SETTLEMENT BORED PILE FONDATION WITH ANALYTICAL METHOD AND LOADING

TEST METHOD IN HIGHWAY PROJECT MEDAN-KUALANAMU- TEBING TINGGI

Agung Trisna 1307210167

M. Husin Gultom, ST, MT Dr. Fahrizal Zulkarnain, ST, MSc

The foundation is part of an engineered system that forwards the load supported by the foundation and its own weight to the ground and the rocks located beneath it. This study aims to determine the bearing capacity and to know the settlement in the foundation. In this research used analytical method and finite element method using analysis program aid which then compared with result of loading test. Soil shear strength parameters and static loading statements obtained and calculated by several methods obtained calculation results for Standard penetration test (SPT) report using Mayerhof method at the point BH-1 Qu = 1045 ton, BH-2 Qu

= 1020 ton, BH-3 Qu = 1162 ton. For the shear strength parameters use the analysis program at the point BH-1 Qu = 790 ton, BH-2 Qu = 673 ton, BH-3 Qu

= 671.4 ton. As for static loading with Davisson method Qu = 600 ton and Mazurkiewicz method Qu = 700 ton. For a single pile settlement is calculated using Poulos and Davis methods with a 600 ton load for the point BH-1 S = 13 mm, BH-2 S = 14.7 mm and BH-3 S = 13.3 mm. With the finite element method BH-1 S = 17.73 mm, BH-2 S = 17.29 mm and BH-3 S = 15.38 mm. As for static loading results the settlement S = 15.07 mm.

Keywords: Bearing capacity, bored pile, settlement, Mayerhof, loading test.

(8)

vi KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan nikmat yang tiada terkira. Salah satu dari nikmat tersebut adalah keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini yang berjudul

“Perbandingan analisis daya dukung dan penurunan pondasi bored pile dengan metode analitis dan metodeloading test pada proyek jalan tol Medan-Kualanamu- Tebing tinggi” sebagai syarat untuk meraih gelar akademik Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan.

Banyak pihak telah membantu dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini, untuk itu penulis menghaturkan rasa terimakasih yang tulus dan dalam kepada:

1. Bapak Muhammad Husin Gultom, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing I dan Penguji yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Dr. Fahrizal Zulkarnain, ST, MSc, selaku Dosen Pimbimbing II dan Penguji yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Dr. Ade Faisal, ST, Msc, selaku Dosen Pembanding I dan Penguji yang telah banyak memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, sekaligus sebagai Ketua Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

4. Bapak Mizanuddin Sitompul, ST, MT, yang telah banyak memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Ibu Hj. Irma Dewi, ST, MSi, selaku Sekretaris Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

6. Bapak Munawar Alfansury Siregar, ST, MT, selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

(9)

vii 7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen di Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu ketekniksipilan kepada penulis.

8. Ibu saya yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan kasih sayang yang sangat besar kepada saya serta senantiasa selalu mendoakan saya untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

9. Bapak/Ibu Staf Administrasi di Biro Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

10. Sahabat-sahabat penulis: Zulfuadi Nasution, Muhammad Riski Faujan, All Akbar, kelas Geoteknik Malam dan seluruh angkatan 2013 yang tidak mungkin namanya disebut satu per satu.

Laporan Tugas Akhir ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis berharap kritik dan masukan yang konstruktif untuk menjadi bahan pembelajaran berkesinambungan penulis di masa depan. Semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi dunia konstruksi teknik sipil.

Medan, 24 April 2018

Agung Trisna

(10)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR PERNYATAN KEASLIAN SKRIPSI iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR NOTASI xiv

DAFTAR SINGKATAN xvi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Ruang Lingkup 3

1.4. Tujuan 3

1.5. Manfaat Penulisan 4

1.6. Sistematika Penulisan 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah 5

2.2. Penyelidikan Tanah(Soil Invertigasi) 5 2.2.1. Pengujian Penetrasi Kerucut Statis (Sondir) 7 2.2.2. Pengujian Penetrasi Standar (SPT) 8

2.3. Pondasi 11

2.4. Pengertian Pondasi Tiang 16

2.5. Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor 17

2.6. Kapasitas Daya Dukung 22

2.6.1. Tiang Dukung Ujung Dan Tiang Gesek 22 2.6.2. Kapasitas Daya Dukung Dari Data SPT 22

2.7. Faktor Keamanan 24

2.8. Penurunan tiang Tunggal(Settlement) 25

(11)

ix

2.9. Parameter Tanah 29

2.10. Metode Elemen Hingga 33

2.11. Uji Pembebanan Statik(Static Loading Test) 35 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Diagram Alir Metode Penelitian 37

3.2. Data Umum Proyek 38

3.3 Lokasi Titik Pengeboran 39

3.4. Pengumpulan Data 40

3.5. Analisis Data Tanah 40

3.6. Analisis Parameter Tanah 42

3.7. Menghitung Daya Dukung Dengan Metode Elemen Hingga 46

3.7.1. Pemodelan Geometri 46

3.7.2. Kondisi Batas 46

3.7.3. Input Parameter Tanah 47

3.7.4. Penyusunan Jaring Elemen (Meshing) 48 3.7.5. Kondisi Awal (Initial Condition) 48

3.7.6. Kalkulasi 49

3.8. Hasil Pengujian Pembebanan Statik 49 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Dengan Data SPT 53

4.1.1. Perhitungan Pada Titik BH-1 53

4.1.2. Perhitungan Pada Titik BH-2 56

4.1.3. Perhitungan Pada Titik BH-3 59

4.2. Penurunan Tiang Tunggal(Settlement) 62

4.2.1. Penurunan Pada Titik BH-1 62

4.2.2. Penurunan Pada Titik BH-2 63

4.2.3. Penurunan Pada Titik BH-3 64

4.3. Kapasitas Daya Dukung Dari DataLoading Test 66

4.3.1. Metode Davisson 66

4.3.2. Metode Mazurkiewicz 67

4.4. Hasil Program Analisis 68

4.5. Perbandingan Hasil Perhitungan 72

(12)

x BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 73

5.2. Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 75

LAMPIRAN 77

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Parameter rencana tiang untuk tanah lempung 24 Tabel 2.2 Faktor keamanan untuk pondasi tiang 25 Tabel 2.3 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada tanah lempung 30 Tabel 2.4 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir 30 Tabel 2.5 Hubungan Jenis Tanah dan poisson ratio 31 Tabel 2.6 Hubungan jenis tanah degan berat isi tanah kering 32 Tabel 2.7 Nilai koefisien Permeabilitas tanah 33

Tabel 3.1 Data hasil pengeboran (BH 1) 40

Tabel 3.2 Data hasil pengeboran (BH 2) 41

Tabel 3.3 Data hasil pengeboran (BH 3) 41

Tabel 3.4 Parameter Tanah BH-1 43

Tabel 3.5 Parameter Tanah BH-2 44

Tabel 3.6 Parameter Tanah BH-3 45

Tabel 3.7 Tabel rekapitulasi pembebanan pada pengujianstatic loading 50 Tabel 4.1 Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data SPT BH-1 55 Tabel 4.2 Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data SPT BH-2 58 Tabel 4.3 Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data SPT BH-3 61 Tabel 4.4 Rekapitulasi perhitungan penurunan elastis tiang tunggal 65

Tabel 4.5 Perbandingan daya dukung ultimate 72

Tabel 4.6 Perbandingan penurunan tiang 72

(14)

xii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rincian konus ganda 8

Gambar 2.2 Pengujian penetrasi standar (SPT) 10

Gambar 2.3 Skema urutan pengujian penetrasi standar (SPT) 11

Gambar 2.4 Macam-macam tipe pondasi 12

Gambar 2.5 Contoh pondasi bila lapisan pendukung pondasi cukup dangkal 15 Gambar 2.6 Contoh pondasi bila lapisan pendukung pondasi berada

sekitar 10 meter dibawah prmukaan tanah 15 Gambar 2.7 Contoh pondasi bila lapisan pendukung pondasi berada

sekitar 20 meter dibawah prmukaan tanah 15 Gambar 2.8 Contoh pondasi bila lapisan pendukung pondasi berada

sekitar 30 meter dibawah prmukaan tanah 15 Gambar 2.9 Overbreakdiameter lubang bor akibat longsoran tanah 19 Gambar 2.10 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya 22

Gambar 2.11 Faktor penurunan Rk 27

Gambar 2.12 Koreksi kedalaman Rh 27

Gambar 2.13 Koreksi kompresi Io 28

Gambar 2.14 Koreksi angka Poisson, Rμ 28

Gambar 2.15 Koreksi kekakuan lapisan pendukung Rb 29 Gambar 2.16 Kurva interpretasi metode Davisson 36 Gambar 2.17 Kurva interpretasi metode Mazurkiewicz 36

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 37

Gambar 3.2 Denah Lokasi Proyek Pembangunan Jalan Tol Medan

Kualanamu Tebing Tinggi Seksi 6 38

Gambar 3.3 Lokasi titik pengeboran BH-1 dan BH-2 39

Gambar 3.4 Lokasi titik pengeboran BH-3 39

Gambar 3.5 Pemodelan geometri pada program analisis 46 Gambar 3.6 Penetapan kondisi batas pada geometri 47 Gambar 3.7 Input parameter tanah dan pemodelan Mohr-coulomb 47

Gambar 3.8 Penyusunan jaring mesh 48

Gambar 3.9 Hasil perhitunganinitial stresses 48

Gambar 3.10 Tahapan perhitungan 49

(15)

xiii Gambar 3.11 Grafik siklus pembebanan dengan waktu 51 Gambar 3.12 Grafik siklus penurunan dengan waktu 51 Gambar 3.13 Grafik hubungan beban dan penurunan 52 Gambar 4.1 Curva daya dukung ijin pada titik BH-1 55 Gambar 4.2 Curva daya dukung ijin pada titik BH-2 58 Gambar 4.3 Curva daya dukung ijin pada titik BH-3 61 Gambar 4.4 Interpretasi daya dukung dengan metode Davisson 67 Gambar 4.5 Interpretasi daya dukung dengan metode Mazurkiewicz 68 Gambar 4.6 Penurunan dengan beban rencana 300 ton 69 Gambar 4.7 Penurunan dengan beban rencana 600 ton 69 Gambar 4.8 Kurva perbandingan penurunan antara titik BH-1, BH-2

dan BH-3 menggunakan program analisis 70 Gambar 4.9 Kurva bebanversus penurunan dengan metode elemen hingga

menggunakan program analisis 70

Gambar 4.10 Kurva perbandingan bebanversus penurunan dengan metode

Elemen hingga dan dataloading test 71

(16)

xiv DAFTAR NOTASI

Qb = Qp = Kapasitas tahanan di ujung tiang Qs = Kapasitas tahanan kulit

Qult = Kapasitas tahananultimate Qall = Qijin = Kapasitas tahanan ijin Ap = Luas penampang tiang P = Luas selimut tiang D = Diameter tiang L = Panjang tiang

Li = Panjang Lapisan tanah yang ditinjau N = Harga SPT lapangan

SF = Faktor keamanan

c = Kohesi

Cu = Kohesi undrained

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang K = Faktor kekakuan tiang

qc = Tahanan ujung sondir

Es = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang Eb = Modulus elastisitas tanah didasar tiang Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang S = Penurunan pondasi

Io = Faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat (incomressible) dalam massa semi tak terhingga

Rk = Faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk µ =0.35 Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada

tanah keras

Rµ = Faktor koreksi angka poison

Rb = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung

H = Kedalaman

(17)

xv ø = sudut geser dalam

γsat = Berat isi tanah jenuh γdry = Berat isi tanah kering υ = µ = Poisson Ratio

ᴪ = Sudut dilatansi

(18)

xvi DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

SPT = Standard penetration test FK = Faktor keamanan

Dr = Kepadatan relatif Ux = Koordinat titik arah x Uy = Koordinat titik arah y Kx = Permeabilitas arah x Ky = Permeabilitas arah y EI = Elastisitas dengan Inersia EA = Elastisitas dengan Luas

(19)
(20)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi dan ekonomi saat ini mengiringi kemajuan pembangunan. Ketersediaan akan sarana infrastuktur yang ada di Indonesia sekarang ini semakin meningkat. Hal tersebut seiring dengan berjalannya waktu dan zaman yang semakin maju dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat serta berkembang pesat. Dengan adanya pengadaan infrastuktur tersebut dapat menunjang kehidupan Negara Indonesia lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Jalan tol juga merupakan salah satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi kemacetan yang semakin meningkat di Indonesia.

Demi mengembangkan perekonomian di wilayah Sumatera Utara, khususnya Medan dan sekitarnya. Pemerintah pusat terus berupaya menyediakan infrastruktur untuk mendukung pusat perekonomian Sumatera Utara antara lain, Bandara Internasional Kualanamu dan Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi.

Pembangunan jalan tol Trans-Sumatera dengan ruas Medan – Kualanmu – Tebing Tinggi sepanjang 61,72 kilometer ini terbagi menjadi tujuh seksi. Seksi 1 sampai seksi 6 sepanjang 52,85 kilometer yang terbentang dari Tanjung Morawa hingga Sei Rampah. Sedangkan seksi 7 terbentang dari Sei Rampah hingga Tebing Tinggi.

Pondasi adalah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya (Bowles, 1997).

Secara umum permasalahan pondasi dalam lebih rumit dari pondasi dangkal.

Untuk hal ini penulis mencoba mengkonsentrasikan Tugas Akhir ini pada perencanaan pondasi dalam, yaitu pondasi bored pile. Pondasi bored pile adalah suatu pondasi yang dibangun dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi dengan tulangan dan dicor. Daya dukung bored pile diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity) yang diperoleh dari tekanan pada ujung tiang dan daya dukung geser atau selimut (friction bearing capacity) diperoleh dari

(21)

2 daya dukung gesek antara bored pile dan tanah disekelilingnya. Bored pile berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada struktur atas. Untuk menghasilkan daya dukung yang akurat maka diperlukan suatu penyelidikan tanah yang akurat juga.

Ada dua metode yang biasa digunakan dalam penentuan kapasitas daya dukung bored pile yaitu dengan menggunakan metode statis dan metode dinamis.

Dalam dunia teknik sipil sendiri, khususnya geoteknik, dikenal program perhitungan lapisan tanah yaitu plaxis. Plaxis adalah program elemen hingga untuk aplikasi geoteknik dimana digunakan model-model tanah untuk melakukan simulasi terhadap prilaku dari tanah. Program ini sangat membantu proses perhitungan parameter tanah, pemadatan tanah, lendutan dan lainnya pada proses perhitungan tiang bor atau tiang pancang. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti studi kasus di pembangunan Jalan tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi seksi 6 (Sei Rampah) Medan Sumatra Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam tugas akhir ini sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil perhitungan daya dukung pondasi bored pile pada 3 titik yang berbeda?

2. Bagaimana hasil perbandingan daya dukung pada masing-masing titik menggunakan metode analitis dan metode elemen hingga dengan data hasil loading test?

3. Berapakah besar penuruan yang terjadi pada pondasi bored pile untuk 3 titik yang berbeda?

4. Bagaimana hasil perbandingan penurunan pondasi bored pile dengan metode analitis, metode elemen hingga dan data hasil loading test?

(22)

3 1.3. Ruang Lingkup

Pada pelaksanaan proyek pembangunan Jalan Tol Medan - Kualanamu - Tebing Tinggi seksi 6, terdapat banyak permasalahan yang dapat ditinjau dan dibahas, maka didalam laporan ini sangatlah perlu kiranya diadakan suatu pembatasan masalah, yang bertujuan menghindari kekaburan serta penyimpangan dari masalah yang dikemukakan sehingga semuanya yang dipaparkan tidak menyimpang dari tujuan semula. Walaupun demikian, hal ini tidaklah berarti akan memperkecil arti dari pokok-pokok masalah yang dibahas disini, melainkan hanya karena keterbatasan belaka. Namun dalam penulisan laporan ini permasalahan yang ditinjau hanya dibatasi pada :

1. Hanya meninjau pada tiang tunggal.

2. Haya meninjau gaya vertikal.

3. Hanya meninjau 3 titik yang berbeda dengan menggunakan data standard penetration test (SPT).

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Untuk menghitung daya dukung pondasi bored pile menggunakan Metode analitis dan Metode elemen hingga pada 3 titik yang berbeda.

2. Untuk membandingkan hasil daya dukung pondasi bored pile menggunakan Metode analitis, Metode elemen hingga dan data hasil loading test.

3. Untuk menghitung penurunan yang terjadi pada pondasi bored pile pada 3 titik yang berbeda.

4. Untuk membandingkan hasil penurunan dengan metode analitis, metode elemen hingga dan data loading test.

(23)

4 1.5. Manfaat Penulisan

Ada dua manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan tugas akhir ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoritis dalam penulisan tugas akhir ini adalah menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama bangku kuliah dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam teknik sipil.

2. Menambah pengetahuan praktis ketekniksipilan dari pembimbing, sehingga menambah pengetahuan bagi penulis yang nantinya dapat diaplikasikan selama di lapangan. Dan diharapkan bermanfaan sebagai khasanah perkembangan ilmu pengetahuan di bidang geoteknik, terutama pondasi bored pile bagi penulis dan pihak–pihak terkait.

1.6. Sistematika Pembahasan

Laporan tugas akhir ini terdiri dari lima bab dengan rincian bab sebagai berikut:

BAB - I PENDAHULUAN

Pada bab ini diabahas mengenai latar belakang, tujuan, manfaat, pembatasan masalah dan metode pengumpulan data.

BAB - II TINJAUAN PUSATAKA

Bab ini berisikan tentang teori–teori dasar yang mendukung studi yang digunakan dalam laporan tugas akhir.

BAB - III METODOLOGI

Bab ini berisi meteologi penelitian, pengumpulan dan interpretasi data yang akan digunakan dalam tugas akhir ini.

BAB - IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

Bab ini berisi tentang analisis dan perhitungan kapasitas daya dukung pondasi bored pile berdasarkan dari data yang dikumpulkan.

BAB - V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dan saran mengenai studi kasus pada laporan tugas akhir ini.

(24)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah

Dalam pandangan Teknik Sipil tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap-ngendap diantara partikel- partikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara, ataupun keduanya (Hardiyatmo, 2008)

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

Dalam bukunya Das (1995) menjelaskan ukuran dari partikel tanah adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup besar, tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (slit), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pacta tanah tersebut. Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan ukuran-ukuran partikelnya, beberapa organisasi telah mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah (soil-separate-size limits).

2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah di lapangan dibutuhkan untuk data perancangan pondasi bangunan, seperti bangunan gedung, dinding penahan tanah, bendungan, jalan, dermaga, dan lain-lain. Bergantung pada maksud dan tujuannya, penyelidikan dapat dilakukan dengan cara-cara menggali lubang-cobaan (trial-pit), pengeboran, dan pengujian langsung dilapangan (in-situ test). Dari data yang diperoleh, sifat-sifat

(25)

6 teknis tanah dipelajari, kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisis daya dukung dan penurunan (Hardiyatmo, 1996).

Tuntutan ketelitian penyelidikan tanah tergantung dari besarnya beban bangunan, tingkat keamanan yang diinginkan, kondisi lapisan tanah, dan dana yang tersedia untuk penyelidikan. Oleh karena itu, untuk bangunan-bangunan sederhana atau ringan, kadang-kadang tidak dibutuhkan penyelidikan tanah, karena kondisi tanahnya dapat diketahui berdasarkan pengalaman setempat (Hardiyatmo, 1996).

Tujuan penyelidikan tanah, antara lain:

1) Menentukan daya dukung tanah menurut tipe pondasi yang dipilih.

2) Menentukan tipe dan kedalaman pondasi.

3) Untuk mengetahui posisi muka air tanah.

4) Untuk meramalkan besarnya penurunan.

5) Menentukan besarnya tekanan tanah terhadap dinding penahan tanah atau pangkal jembatan.

6) Menyelidiki keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan pada bangunan yang telah ada sebelumnya.

7) Pada proyek jalan raya dan irigasi, penyelidikan tanah berguna untuk menentukan letak-letak saluran, gorong-gorong, penentuan lokasi dan macam bahan timbunan.

Penyelidikan tanah ada dua jenis yaitu (Hardiyatmo, 1996):

1) Penyelidikan di lapangan

Jenis penyelidikan di lapangan seperti pengeboran (hand boring ataupun machine boring), Cone Penetrometer Test (Sondir), Standard Penetration Test (SPT), Sand Cone Test dan Dynamic Cone Penetrometer.

2) Penyelidikan di laboratorium

Sifat-sifat fisik tanah dapat dipelajari dari hasil uji Laboratorium pada sampel tanah yang diambil dari pengeboran. Hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung kapasitas daya dukung ultimit dan penurunan.

Jenis penyelidikan di laboratorium terdiri dari uji index properties tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity, Sieve Analysis) dan engineering properties tanah (Direct Shear Test, Triaxial Test, Consolidation Test, Permeability Test, Compaction Test, dan CBR).

(26)

7 Dari hasil penyelidikan tanah diperoleh contoh tanah (soil sampling) yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu (Hardiyatmo, 1996):

1) Contoh tanah tidak terganggu (undisturbed soil)

Suatu contoh tanah dikatakan tidak terganggu apabila contoh tanah itu dianggap masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah tersebut. Sifat asli yang dimaksud adalah contoh tanah tersebut tidak mengalami perubahan pada strukturnya, kadar air, atau susunan kimianya. Contoh tanah seperti ini tidaklah mungkin bisa didapatkan, akan tetapi dengan menggunakan teknik- teknik pelaksanaan yang baik, maka kerusakan-kerusakan pada contoh tanah tersebut dapat diminimalisir. Undisturbed soil digunakan untuk percobaan engineering properties.

2) Contoh tanah terganggu (disturbed soil)

Contoh tanah terganggu adalah contoh tanah yang diambil tanpa adanya usaha-usaha tertentu untuk melindungi struktur asli tanah tersebut.

Disturbed soil digunakan untuk percobaan uji index properties tanah.

2.2.1. Pengujian Penetrasi Kerucut Statis (Sondir)

Uji Penetrasi Kerucut Statis atau Uji Sondir banyak digunakan di Indonesia.

Pengujian ini berguna untuk menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tanahan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman pada alat sondir (SNI 2827, 2008).

Hasil penyelidikan dengan Sondir ini digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap konus yang dinyatakan dalam gaya persatuan panjang.

Konus yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Gambar 2.1):

(27)

8 a) b)

Gambar 2.1: Rincian Konus Ganda: a) Keadaan Tertekan dan b) Keadaan Terbentang (SNI 2827, 2008).

Dimana:

1) Ujung konus bersudut 60o ± 5o .

2) Ukuran diameter konus adalah 35,7 mm ± 0,4 mm atau luas proyeksi konus

= 10 cm2; bagian runcing ujung konus berjari-jari kurang dari 3 mm.

3) Konus ganda harus terbuat dari baja dengan tipe dan kekerasan yang cocok untuk menahan abrasi dari tanah.

2.2.2. Pengujian Penetrasi Standar (SPT)

Tujuan Pengujian Penetrasi Standar yaitu untuk menentukan kepadatan relatif dan sudut geser lapisan tanah tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan tabung, dapat diketahui jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah tersebut, untuk memperoleh data yang komulatif pada perlawanan penetrasi tanah dan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasanya sulit diambil sampelnya.

(28)

9 Pengujian Penetrasi Standar (SPT) adalah suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap (SNI 4153, 2008)

a. Persiapan Pengujian

Lakukan persiapan pengujian SPT di lapangan dengan tahapan sebagai berikut (Gambar 2.2):

1) Pasang blok penahan (knocking block) pada pipa bor.

2) Beri tanda pada ketinggian sekitar 75 cm pada pipa bor yang berada di atas penahan.

3) Bersihkan lubang bor pada kedalaman yang akan dilakukan pengujian dari bekas-bekas pengeboran.

4) Pasang split barrel sampler pada pipa bor, dan pada ujung lainnya disambungkan dengan pipa bor yang telah dipasangi blok penahan.

5) Masukkan peralatan uji SPT ke dalam dasar lubang bor atau sampai kedalaman pengujian yang diinginkan.

6) Beri tanda pada batang bor mulai dari muka tanah sampai ketinggian 15 cm, 30 cm dan 45 cm.

(29)

10 Gambar 2.2: Pengujian penetrasi standar (SPT) (SNI 4153, 2008).

b. Prosedur Pengujian

Lakukan pengujian dengan tahapan sebagai berikut (Gambar 2.3):

1) Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval sekitar 1,50 m s.d 2,00 m atau sesuai keperluan.

2) Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat sebelumnya (kira-kira 75 cm).

3) Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan, Ulangi 2) dan 3) berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm.

4) Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama.

5) Ulangi 2), 3), 4) dan 5) sampai pada penetrasi 15 cm yang ke-dua dan ke- tiga.

(30)

11 6) Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm:

 15 cm pertama dicatat N1

 15 cm ke-dua dicatat N2

 15 cm ke-tiga dicatat N3

 Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor bekas pengeboran;

7) Bila nilai N lebih besar dari pada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah pengujian sampai minimum 6 meter.

8) Catat jumlah pukulan pada setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.

Gambar 2.3: Skema urutan pengujian penetrasi standar (SPT) (SNI 4153, 2008).

2.3. Pondasi

Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan.ketanah atau batuan yang berada di bawahnya (Hardiyatmo, 1996).

Terdapat dua klasifikasi pondasi, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal didefinisikan sebagai pondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti: pondasi telapak, pondasi memanjang dan pondasi rakit. Pondasi dalam

(31)

12 didefinisikan sebagai pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak relatif jauh dari permukaan, contohnya pondasi sumuran dan pondasi tiang. Macam-macam contoh tipe pondasi diberikan dalam Gambar 2.4.

Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi. Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang oleh suatu pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya (Bowles, 1997).

Gambar 2.4: Macam-macam tipe pondasi:

(a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi telapak, (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang (Bowles, 1997).

Istilah struktur-atas umumnya dipakai untuk menjelaskan bagian sistem yang direkayasa yang membawa beban kepada pondasi atau struktur-bawah. lstilah struktur-atas mempunyai arti khusus untuk bangunan-bangunan dan jembatan- jembatan, akan tetapi, pondasi tersebut dapat juga hanya menopang mesin-mesin, mendukung peralatan industrial, bertindak sebagai alas untuk papan iklan, dan sejenisnya. Karena sebab-sebab inilah maka lebih baik melukiskan suatu pondasi

a

(b) (a)

(e)

(32)

13 itu sebagai bagian tertentu dari sistem rekayasaan komponen-komponen pendukung beban yang mempunyai bidangantara (interfacing) terhadap tanah.

Menurut Bowles (1997) langkah-langkah berikut ialah persyaratan minimum untuk merancang suatu pondasi:

1) Tentukan lokasi tapak dan posisi dari muatan. Perkiraan kasar dari beban- beban pondasi biasanya disediakan oleh nasabah atau dihitung-sendirinya (in- house). Tergantung dari kepelikan sistem beban atau tapak, maka dapat dimulai membuat tinjauan kepustakaan untuk mengetahui bagaimana orang lain berhasil mengadakan pendekatan atas masalah yang sejenis.

2) Pemeriksaan fisik atas tapak tentang adanya setiap masalah geologis atau masalahmasalah lain, bukti-bukti dari kemungkinan adanya permasalahan.

Lengkapilah hal-hal ini dengan segala data pertanahan yang telah diperoleh sebelumnya.

3) Menetapkan program eksplorasi lapangan dan penyusun pengujian pelengkap lapangan yang perlu atas dasar temuan, serta menyusun program uji laboratorium.

4) Tentukan parameter rancangan tanah yang perlu berdasarkan pengintegrasian data uji, asas-asas, ilmiah, dan pertimbangan rekayasa. Hal ini mungkin melibaikan analisis komputer yang bersifat sederhana atau rumit. Untuk masalah-masalah yang kompleks, bandingkanlah data yang dianjurkan deagan kepustakaan yang pernah diterbitkan atau gunakanlah konsultan geoteknis yang lain agar hasil-hasilnya memberikan perspektif menurut sumber luar.

5) Buatlah rancangan pondasi dengan menggunakan parameter-parameter tanah menurut langkah nomor 4. Laksanakan interaksi yang erat dengan semua pihak yang berkepentingan (nasabah, para perekayasa, arsitek, kontraktor) sehingga sistem struktur-bawah itu tidak dirancang secara berlebihan dan risiko dijaga agar berada pada tingkat-tingkat yang dapat diterima.

Sedangkan menurut Sosrodarsono dan Nakazawa (2000) untuk memilih pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan dilapangan dan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya. Bila keadaan tersebut ikut

(33)

14 dipertimbangkan dalam menentukan macam pondasi, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan:

1) Keadaan tanah pondasi.

2) Batasan-batasan akibat konstruksi diatasnya.

3) Batasan-batasan dari sekelilingnya.

4) Waktu dan biaya pekerjaan.

Dari hal-hal diatas, jelas bahwa keadaan tanah pondasi pada urutan no 1 yang merupakan keadaan paling penting dan perinciannya. Berikut ini adalah jenis-jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah pondasi yang bersangkutan (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000):

1) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau 2-3 meter dibawah permukaan tanah (Gambar 2.5), dalam hal ini pondasinya adalah pondasi telapak (spread foundation).

2) Bla tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman 10 meter dibawah permukaan tanah, dalam hal ini dipakai pondasi tiang atau pondasi tiang apung untuk memperbaiki tanah pondasi (Gambar 2.6). Jika memakai tiang, maka tiang baja atau tiang beton yang dicor ditempat (cast in place) kurag ekonomis, karena tiang tersebut kurang panjang.

3) Bila tanah pondasi terletak pada kedalaman 20 meter dibawah permukaan tanah, dalam hal ini tergantung dari penurunan (settlement) yang diizikan, dapat dipakai pondasi seperti Gambar 2.7. Apabila tidak boleh terjadi penurunan, biasanya digunakan pondasi tiang pancang (pile driven foundation). Tetapi bila terdapat batu besar (cobble stones) pada lapian antara, pemakaian kaison lebih menguntungkan.

4) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter di bawah permukaan tanah, biasanya dipakai kaison terbuka, tiang baja atau tiang yang dicor di tempat, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.8.

Tetapi apabila tekanan atmosfir yang bekerja ternyata kurang dari 3 kg/cm2 digunakan juga kaison tekanan.

5) Bila tanah pendukmg pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di bawah permukaan tanah, dalam hal ini yang paling baik adalah tiang baja dan tiang beton yang dicor di tempat.

(34)

15 Gambar 2.5: Contoh pondasi bila lapisan pendukung pondasi cukup dangkal

(Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).

Gambar 2.6: Contoh pondasi bila lapisan pendukung pondasi berada sekitar 10 meter dibawah prmukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).

Gambar 2.7: Contoh pondasi bila lapisan pendukung pondasi berada sekitar 20 meter dibawah prmukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).

Gambar 2.8: Contoh pondasi bila lapisan pendukung pondasi berada sekitar 30 meter dibawah prmukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).

(35)

16 2.4. Pengertian Pondasi Tiang

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthgonal kesumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000). Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan dengan monolit menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi.

Harianto (2007) menjeaskan perbedaan antara pondasi tiang bor dengan pondasi tiang pancang terletak pada metode konstruksinya. Secara umum, pondasi tiang bor (bored pile) merupakan pondasi yang dikonstruksi dengan cara mengecor beton segar kedalam lubang yang telah dibor sebelumnya. Tulangan baja dimasukkan ke dalam lubang bor sebelum pengecoran beton. Pondasi tiang bor merupakan nondisplacement pile karena pelaksanaannya tidak menyebabkan perpindahan tanah.

Keuntungan-keuntungan pondasi tiang bor:

a) peralatan pengeboran mudah dipindahkan sehingga waktu pelaksanaan relatif sangat cepat,

b) berdasar contoh tanah selama pengeboran dapat dipelajari kesesuaian kondisi tanah yang dijumpai dengan keadaan tanah dari boring log yang dilakukan pada waktu penyelidikan tanah,

c) diameter dan kedalaman lubang bor mudah divariasikan sehingga jika terjadi perubahan-perubahan dari rencana semula misalnya beban kolom berubah, kondisi tanah berbeda dengan penyelidikan tanah dapat segera dilakukan penyesuaian-penyesuaian,

d) suara dan getaran yang ditimbulkan dari alat boring relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan alat-alat pancang lain,

e) dapat dipergunakan untuk segala macam kondisi tanah misalnya harus menembus lapisan keras, kerakal, lensa-lensa batuan yang tidak dapat ditembus oleh tiang pancang,

f) tiang bor merupakan ”high bearing capacity piles” karena diameter dapat divariasikan sampai 1,50 m, sehingga lebih ekonomis untuk beban-beban kolom yang besar terutama untuk pondasi bangunan tinggi. Dalam arti, 1 tiang bor

(36)

17 dapat menggantikan suatu kelompok tiang pancang sehingga pile cap yang diperlukan praktis lebih kecil dan ekonomis,

g) tidak diperlukan sambungan tiang terutama untuk tiang-tiang yang dalam dimana pada tiang pancang mempunyai panjang yang terbatas sehingga harus disambung dan titik sambungan biasanya merupakan titik-titik perlemahan selama pemancangan.

Kerugian-kerugian pondasi tiang bor :

a) prosedur pelaksanaan terutama pengecoran adalah kritis terhadap kualitas tiang secara keseluruhan sehingga memerlukan pengawasan dan pencatatan yang lebih ketat dan teliti selama pelaksanaan,

b) teknis-teknis pelaksanaan kadang sangat sensitif terhadap keadaan tanah yang dijumpai sehingga diperlukan personel-personel yang betul-betul berpengalaman,

c) kekurangan pengalaman, pengetahuan dari masalah-masalah pelaksanaan dan metode perencanaan dapat menimbulkan masalah-masalah seperti:

keterlambatan pelaksanaan, daya dukung yang tidak dipenuhi dan sebagainya, d) kondisi lapangan pekerjaan lebih kotor/berlumpur dibandingkan dengan pondasi

tiang pancang sehingga dapat menghambat pekerjaan,

e) karena makin besar diameter tiang bor yang direncanakan makin besar pula daya dukungnya sehingga apabila diperlukan loading test, biayanya menjadi lebih mahal,

f) kondisi tanah di kaki tiang seringkali rusak akibat proses pengeboran. Adanya endapan tanah dari runtuhan dinding lubang bor atau sedimentasi lumpur menjadikan daya dukung ujung dari tiang bor tidak dapat diandalkan,

g) pelaksanaan pondasi tiang bor memerlukan waktu yang cukup lama.

2.5. Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor

Kualitas dari pondasi tiang sangat tergantung dari cara pelaksanaannya.

Pemilihan cara pelaksanaan dan alat yang sesuai, cara pelaksanaan (workmanship) yang baik dan pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan pondasi tiang bor sangat penting.

(37)

18 Salah satu faktor utama yang menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan jenis pondasi adalah keandalannya. Arti dari keandalan disini adalah keyakinan bahwa pondasi telah dirancang dapat memikul beban yang diberikan dengan suatu faktor keamanan yang memadai. Konsekuensi dari keandalan yang ditawarkan oleh pondasi tiang bor, perhatian yang lebih besar harus dicurahkan pada detail pelaksanaan. Pada dasarnya, semua cara pelaksanaan pondasi tiang akan merubah keadaan tanah asli setempat. Pelaksanaan konstruksi yang dilakukan tanpa pengawasan kontraktor ahli dapat berakibat pada kegagalan konstruksi dan juga terhadap desain pondasi tiang bor yang telah dilakukan.

Pelaksanaan pondasi tiang bor secara garis besar meliputi tahapan sebagai berikut:

1. Penggalian lubang

Penggalian lubang dilakukan dengan cara pengeboran tanah. Pengeboran diawali dengan menentukan posisi peralatan pengeboran dan melakukan pengeboran awal dengan metode kering hingga kedalaman tertentu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengeboran adalah : a. dimensi alat bor dan pemasangan alat pengeboran serta ketelitian letak dan

tegak lurusnya tiang,

b. persediaan alat-alat bantu yang kiranya diperlukan seperti casing, alat-alat untuk membersihkan lubang, alat-alat pengaman dan sebagainya,

c. batas dalamnya pengeboran lubang. Batas ini tergantung dari keadaan tanah.

Meskipun umumnya telah ditentukan dalam spesifikasi, namun sebaiknya penentuan di lapangan ditentukan oleh site soil engineer yang cukup ahli dan berpengalaman.

Pada tanah lempung cukup keras, umumnya lubang tiang dapat langsung dibuat tanpa harus menggunakan casing. Dalam hal ini, mungkin ada bagian- bagian dinding yang runtuh, namun secara umum akan terlihat potongan lubang seperti pada Gambar 2.9.

(38)

19 Akibat dari penggalian lubang, maka :

a. tanah sekeliling dan di bawah lubang terganggu, serta terjadi perubahan tegangan pada bagian yang diarsir pada Gambar 2.9 karena pengambilan tanah,

b. jika muka air tanah tinggi, maka akan terjadi aliran air pori tanah ke dalam lubang.

Gambar 2.9: Overbreak diameter lubang bor akibat longsoran tanah (Harianto, 2007).

Para ahli umumnya sependapat bahwa kedua peristiwa tersebut di atas akan mengakibatkan berkurangnya kekuatan geser tanah lempung. Untuk mengurangi pengaruh tersebut maka penting agar pengecoran beton dilaksanakan secepat mungkin setelah lubang dibuat. Sebagian ahli berpendapat bahwa penggunaan bentonite juga dapat mengurangi pengaruh tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan yaitu bahwa dasar lubang bor harus dibersihkan dahulu dari lumpur dan kotoran yang disebabkan oleh longsornya sebagian dinding lubang sebelum beton dicor.

Masalah utama dalam instalasi tiang bor pada tanah pasir adalah masalah pelaksanaan. Pada keadaan tanah khusus, seperti tanah pasir lepas sering

(39)

20 memerlukan dipakainya casing atau penggunaan bentonite. Pengaruh pengeboran tanah pasir pada dasar lubang umumnya sama dengan pada tanah lempung yaitu berkurangnya daya dukung tanah. Berdasar penelitian beberapa ahli, disimpulkan bahwa penggunaan bentonite secara praktis tidak mengurangi tahanan selimut tanah pada tiang bor, jika cara pelaksanaan tiang bor cukup baik.

2. Pembersihan dasar lubang

Pembersihan dasar lubang dianggap hal yang paling penting dalam pelaksanaan pengeboran, terlebih jika lubang penuh dengan air. Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan, tetapi jika lubang penuh air, pemakaian cleaning bucket khusus mungkin yang paling dapat diandalkan. Hal penting juga agar lubang tidak terlalu lama dibiarkan, sebaiknya pemasangan tulangan dan pengecoran dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam setelah lubang dibor.

3. Pemasangan tulangan

Perencanaan besi tulangan untuk tiang bor merupakan bagian dari proses desain dan bentuk geometri besi tulangan memiliki pengaruh yang signifikan pada tahapan konstruksi. Penulangan untuk tiang bor biasanya diperlukan untuk menahan gaya lateral, gaya tarik dan momen yang timbul akibat gaya gempa, angin dan sebagainya.

Besi tulangan yang dipakai harus memenuhi spesifikasi ASTM A 615 yakni mempunyai tegangan leleh minimum 3900 kg/cm2. Semua besi tulangan harus dipabrikasi secara akurat dan ukuran-ukurannya harus sesuai dengan gambar kerja (shop drawing). Tulangan tiang bor terdiri dari tulangan longitudinal (tulangan utama) dan tulangan transversal (sengkang). Prinsip utama penulangan longitudinal adalah untuk menahan tegangan akibat lentur dan tarik. Apabila tegangan lentur dan tegangan tarik diabaikan, maka tidak diperlukan tulangan utama kecuali diperlukan dalam spesifikasi. Umumnya, penulangan tiang bor akan maksimum pada daerah atas dan akan berkurang seiring dengan bertambahnya panjang. Tulangan longitudinal yang digunakan adalah tulangan ulir.

(40)

21 Kedalaman lubang bor umumnya cukup dalam dibandingkan dengan panjang tulangan besi yang tersedia sehingga tidak mungkin membuat satu rangkaian tulangan yang utuh untuk sepanjang kedalaman lubang bor.

Sambungan diperlukan jika tiang bor cukup panjang. Sambungan pada tulangan longitudinal umumnya dilakukan dengan membuat overlap tulangan longitudinal yang akan disambung sehingga lekatan (bond) tulangan cukup kuat. Penyambungan tulangan dilakukan dengan mengelas bagian yang overlap.

Untuk membantu dalam proses pabrikasi besi tulangan tiang bor dan untuk memastikan bahwa diameternya tepat, maka tulangan transversal yang berbentuk spiral harus dipabrikasi dengan diameter yang benar. Spiral umumnya memberikan bantuan agar pemasangan tulangan menjadi mudah dan diameternya tepat.

4. Pengecoran beton

Seperti dikemukakan sebelumnya, untuk menghindari terganggunya stabilitas lubang bor sehingga terjadi keruntuhan dinding lubang dan sebagainya, maka pelaksanaan pengecoran beton pada tiang bor sebaiknya dilaksanakan segera setelah lubang dibor.

Apabila lubang bor dalam keadaan kering dan tidak terlalu dalam, pengecoran beton biasanya tidak memerlukan teknik tertentu. Lain halnya jika lubang penuh dengan air dan cukup dalam, maka pengecoran beton biasanya dilakukan dengan tremie. Pelaksanaan pengecoran dengan tremie memerlukan teknik khusus.

Hal penting pertama yang perlu diperhatikan adalah workability dari beton. Workability beton diperlukan agar beton dapat mendesak kotoran tanah yang berada didasar lubang ke atas serta dapat mendesak ke samping lubang.

Biasanya diperlukan beton dengan slump >15cm. Hal kedua adalah agar beton tidak cepat mengering/mengeras. Hal ini perlu disesuaikan dengan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian pengecoran. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah teknik menggerakkan tremie dan ketinggian mengangkat pada saat tahap pengecoran.

(41)

22 2.6. Kapasitas Daya Dukung

2.6.1. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek

Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam (Hardiyatmo, 2008), yaitu :

1) Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zona tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras.

Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang (Gambar 2.10a).

2) Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2.10b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

(a) (b)

Gambar 2.10 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya: a) Ujung, b) Selimut (Hardiyatmo, 2008).

2.6.2. Kapasitas Daya Dukung Dari Data Standard Penetratoin Test (SPT) Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), berdasarkan nilai jumlah pukulan (N).

(42)

23 Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah pasir dan lempung didasarkan pada data uji lapangan SPT, Meyerhof (1976) mengusulkan persamaan sebagai berikut :

1. Kekuatan ujung tiang (end bearing) dan kekuatan lekatan (skin friction) pada tanah non kohesif (Meyerhof, 1976) ditunjukkan dalan Pers. 2.1 dan 2.2.

Kekuatan ujung tiang:

Qp = 14. N. . Ap (2.1)

Untuk tahanan selimut tiang:

Qs = 0.67. N. p. L (2.2)

Dimana:

𝑁 = Jumlah nilai SPT rata-rata (10D diatas dan 4D dibawah

tiang).

Ap = Luas penampang tiang (Pers. 2.3)

p = keliling tiang untuk bagian yang di tinjau L = Panjang lapisan tanah yang di tinjau D = Diameter tiang

Luas penampang tiang:

Ap = . π. D²

(2.3)

2. Kekuatan ujung tiang (end bearing) dan kekuatan selimut (skin friction) pada tanah kohesif ditunjukkan dalam Pers. 2.4 dan 2.5 :

Untuk tahanan ujung tiang:

Qp = Nc. Cu. Ap (2.4)

Untuk tahanan selimut tiang:

Qs =α. Cu. p. L (2.5)

Dimana:

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang Cu = Kohesi Undrained (Tabel 2.1)

Nc = Faktor kapasitas daya dukung

(43)

24 p = keliling tiang (Pers. 2.6)

L = panjang lapisan tanah yang di tinjau Dengan:

p = π. D (2.6)

Tabel 2.1: Parameter rencana tiang untuk tanah lempung (BMS, 1992)

Cohesive soil condition Nominal avarage undrained shear strength, Cu (kPa)

Remolding coefficients Fe

Consistency “N”

Value

Verry soft Exudes beteen fingers 0-2 0-10 1.0

Soft Easily moulded with fingers

2-4 10-25 1.0

Firm Can be moulded with

finger by strong pressure 4-8 25-45 1.0

45-50 1.0-0.95

Stiff Cannot be moulded with fingers

8-15 50-60 0.95-0.8

60-80 0.8-0.65

80-100 0.65-0.55

Verry stiff Brittle or tough 15-30 100-120 0.55-0.45

120-140 0.45-0.4

140-160 0.4-0.36

160-180 0.36-0.35

180-200 0.35-0.34

Hard Hard >30 >200 0.34

2.7. Faktor Keamanan

Reese dan O’Neill (1989) menyarankan pemilihan faktor aman untuk perancangan pondasi tiang (Tabel 2.2), yang dipertimbangkan tergantung pada beberapa faktor yaitu (Hardiyatmo, 2008):

1. Jenis dan kepentingan struktur.

2. Variasi kondisi tanah.

3. Tingkat kehandalan penyelidikan geoteknik.

4. Ketersediaan data uji pembebanan didekat lokasi.

5. Tingkat pengawasan dan pengendalian mutu pekerjaan pondasi.

6. Probabilitas beban rencana yang akan terjadi sepanjang masa bangunan.

(44)

25 Tabel 2.2: Faktor keamanan untuk pondasi tiang (Hardiyatmo, 2008).

Klasifikasi struktur bangunan

Bangunan monumental

Bangunan permanen

Bangunan sementara FK

(Pengendalian baik) 2.3 2.0 1.4

FK

(Pengendalian normal) 3.0 2.5 2.0

FK

(Pengendalian kurang) 3.5 2.8 2.4

FK

(Pengendalian buruk) 4.0 3.4 2.8

2.8. Penurunan Tiang Tunggal (Settlement)

Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Umumnya, penurunan yang tidak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada penurunan totalnya.

Selain dari kegagalan daya dukung (bearing capacity failure) tanah, setiap proses penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan keadaan tegangan di dalam tanah. Perubahan tegangan pasti akan disertai dengan perubahan bentuk, umumnya ini yang menyebabkan penurunan pada pondasi.

Menurut Poulos dan Davis (1980), penurunan jangka panjang untuk pondasi tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah relatif kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya.

Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan Pers. 2.7 - 2.10.

a. Untuk tiang apung atau friksi s = .

. (2.7)

Dimana (Gambar 2.11-2.15):

I = I . R . R . R (2.8)

b. Untuk tiang dukung ujung s = .

. (2.9)

(45)

26 Dimana (Gambar 2.11-2.15):

I = I . R . R . R (2.10)

Keterangan:

S = Besar penurunan yang terjadi Q = Besar beban yang bekerja D = Diameter tiang

Es = Modulus elastisitas tana disekitar tiang

Io = Faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat (incomressible) dalam massa semi tak terhingga Rk = Faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk µ = 0.35 Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada

tanah keras

Rµ = Faktor koreksi angka poison

Rb = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung H = Kedalaman

K adalah suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan oleh Pers. 2.11.

K = . (2.11)

Dimana RA yaitu rasio area tiang dihitung dengan Pers. 2.12.

R = . . ² (2.12)

Keterangan:

K = faktor kekakuan tiang

EP = modulus elastisitas dari bahan tiang Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang

(46)

27 Gambar 2.11: Faktor penurunan Rk (Poulos dan Davis, 1980).

Gambar 2.12: Koreksi kedalaman Rh (Poulos dan Davis, 1980).

(47)

28 Gambar 2.13: Koreksi kompresi Io (Poulos dan Davis, 1980).

Gambar 2.14: Koreksi angka Poisson, Rμ (Poulos dan Davis, 1980).

(48)

29 Gambar 2.15: Koreksi kekakuan lapisan pendukung Rb (Poulos dan Davis, 1980).

2.9. Parameter Tanah

Parameter tanah adalah ukuran atau acuan untuk mengetahui atau menilai hasil suatu proses perubahan yang terjadi dalam tanah baik dari sifat fisik dan jenis tanah.

Dengan mengenal dan mempelajari sifat-sifat tersebut, keputusan yang diambil dalam perancangan akan lebih ekonomis. Karena sifat-sifat tersebut maka penting dilakukan penyelidikan tanah (soil investigation).

Dari uji lapangan yang dilakukan kita bisa mendapatkan parameter-parameter tanah yang dapat digunakan untuk analisis maupun desain. Interpretasi data geoteknik mempunyai tingkat ketelitian yang berbeda-beda tergantung pada uji yang dilakukan, kompleksitas material alami yang terjadi, perubahan setempat dan asal-usul bahan.

1. Modulus Young (E)

Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah granuler maka beberapa pengujian lapangan telah dikerjakan untuk mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah. Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT (Standart Penetration Test). Modulus elastisitas tanah dapat ditentukan dengan

(49)

30 pendekatan terhadap jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT , seperti pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

Tabel 2.3: Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada tanah lempung (Randolph, 1978).

Subsurface condition

Penetration resistance

range N

Ɛ50 (%) Poisson’s Ratio (v)

Shear strengh

Su (psf)

Young’s Modulus Range Es

(psi)

Shear Modulus Range G

(psi)

Very soft 2 0,020 0,5 250 170-340 60-110

Soft 2-4 0,020 0,5 375 260-520 80-170

Medium 4-8 0,020 0,5 750 520-1040 170-340

Stiff 8-15 0,010 0,45 1500 1040-2080 340-690

Very stiff 15-30 0,005 0,40 3000 2080-4160 690-1390

Hard 30 0,004 0,35 4000 2890-5780 960-1930

40 0,004 0,35 5000 3470-6940 1150-2310

60 0,0035 0,30 7000 4860-9720 1620-3420

80 0,0035 0,30 9000 6250-12500 2080-4160

100 0,003 0,25 11000 7640-15270 2540-5090

Tabel 2.4: Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir (Schmertman, 1970).

Subsurface condition

Penetration Resistan

cerange (N)

Friction Angle Ø (deg)

Poisson Ratio

(v)

Cone penetration

qc=4N

Relatief Density Dr(%)

Young’s Modulus Range Es

(psi)

Shear Modulus Range G

(psi)

Very loose 0-4 28 0,45 0-16 0-15 0-440 0-160

Losse 4-10 28-30 0,4 16-40 15-35 440-1100 160-390

Mediu m 10-30 30-36 0,35 40-120 35-65 1100-3300 390-1200 Dense 30-50 36-41 0,3 120-100 65-85 3300-5500 1200-1990 Very dense 50-100 41-45 0,2 200-400 85-100 5500-10000 1990-3900

(50)

31 2. Poisson’s Ratio (𝜈)

Rasio poisson sering dianggap sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaan – pekerjaan mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan dalam perhitungan, ini disebabkan nilai dari rasio poisson sukar diperoleh untuk tanah (Hardiyatmo, 1994). Dalam Tabel 2.5 ditunjukkan hubungan antara jenis tanah, konsistensi dengan poisson ratio.

Tabel 2.5: Hubungan Jenis Tanah dan poisson ratio (𝜈) (Hardiyatmo, 1994).

Soil Type Description (𝜈')

Clay

Soft 0.35-0.40

Medium 0.30-0.35

Stiff 0.20-0.30

Sand

Loose 0.15-0.25

Medium 0.25-0.30

Dense 0.25-0.35

3. Kohesi (c)

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah.

Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

4. Berat Isi Tanah Kering (γdry)

Berat isi tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan satuan volume tanah. Berat isi tanah kering diperoleh dari pengujian dilaboratorium. Berat isi tanah kering dapat juga menggunakan korelasi dengan jenis tahan seperti Tabel 2.6.

(51)

32 Tabel 2.6: Hubungan jenis tanah degan berat isi tanah kering (Soedarmo, 1993).

Jenis Tanah Angka Pori e

Kadar air dalam keadaan

jenuh (%)

Berat isi tanah kering γdry lb/ft3 kN/m3

Pasir lepas seragam 0.80 30 92 14.50

Pasir padat seragam 0.45 16 116 18

Pasir kelanauan lepas berbutir tajam/bersudut

0.65 25 102 16

Lempung kaku 0.60 21 108 17

Lempung lunak 0.90-1.40 30-50 73-93 11.50-14.50

Loess 0.90 25 86 13.50

Lempung organik lunak 2.50-3.20 90-120 38-51 6-8

Tanah glasial 0.30 10 134 21

5. Berat Isi Tanah Jenuh (γsat)

Berat isi tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air dengan satuan volume tanah seluruhnya. Di mana berat isi tanah kering juga diperoleh dari pengujian dilaboratorium, atau dengan Pers. 2.13.

γsat = γdry + 9.8 (2.13)

6. Sudut Geser Dalam (ø)

Sudut geser dalam bersama dengan kohesi merupakan faktor dari kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

7. Sudut Dilatansi (Ѱ)

Sudut dilatansi, ᴪ dinyatakan dalam derajat. Selain tanah lempung yang terkonsolidasi sangat berlebih, tanah lempung cenderung tidak menunjukkan dilatansi sama sekali yaitu ᴪ = 0. Dilatansi dari tanah pasir tergantung pada

(52)

33 kepadatan serta sudut gesernya (Bakker dkk., 2007), yang dinyatakan dengan Pers.

2.14.

Ѱ = Ø − 30˚ (2.14)

8. Permeabilitas (k)

Permeabilitas adalah kecepatan masuknya air pada tanah dalam keadaan jenuh. Penetapan permeabilitas dalam tanah baik vertial maupun horizontal sangat penting peranannya dalam pengelolaan tanah dan air. Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah tersebut seperti pada Tabel 2.7:

Tabel 2.7: Nilai koefisien Permeabilitas tanah (Das, 1995).

Jenis tanah K

cm/dtk ft/mnt

Kerikil bersih 1.0-100 2.0-200

Pasir kasar 1.0-0.01 2.0-0.02

Pasir halus 0.01-0.001 0.02-0.002

Lanau 0.001-0.00001 0.002-0.00002

lepung < 0.000001 < 0.000002

2.10. Metode Elemen Hingga

Program analisis ini merupakan program pendekatan prinsip finite elemen method dalam analisis beberapa masalah yang komplek dibidang geoteknik.

Konsep dasar program ini membagi elemen-elemen kecil tak terhingga berbentuk segitiga tidak beraturan (meshing). Adapun tahapan-tahapan dalam pemodelan menggunakan program ini antara lain:

1. Input

Input merupakan tahap awal untuk membuat dan memodifikasi model geometri, mendefiniskan parameter model, menentukan kondisi batas (boundary condition), meshing model serta menentukan kondisi awal (initial condition) dari

(53)

34 model yang dibuat. Adapun langkah yang dilakukan pada tahap input dengan material model Mohr coulomb adalah sebagai berikut:

a. Kondisi awal geometri tanah dan material dengan awal proses yaitu project setting dan dimension setting. kemudian menentukan model struktur yang akan dilakukan analisis, model struktur dibagi menjadi dua jenis yaitu plane strain dan axisymetry.

b. Menentukan elemen-elemen jaringan segitiga tak berhingga dan tak beraturan dalam beberapa titik nodal (node), dengn dua pilihan yaitu 6 node dan 15 node.

c. Pembuatan model geometri konstruksi yang akan dilakukan analisis secara numeris. Geometry line toolbar menggambarkan konstruksi dan bidang batas pada draw area koordinat x dan y.

d. Menetapkan boundary condition menjadi geometri terkekang (standard fixities), pada kondisi ini sebagai batas perpindahan deformasi yang terpengaruh beban secara horizontal (Ux) dan vertikal (Uy).

e. General material setting, Pada bagian ini perlu tipe material, berat volume tanah (γsat dan γdry) nilai permeabitias tanah (Kx dan Ky). parameter setting nilai kekakuan bahan (E) dari hasil uji di laboratorium maupun menggunakan persamaan korelasi. Properties tanah seperti kohesi (c), sudut gesek dalam (φ) dan sudut dilatansi (ψ). Interface setting struktur merupakan interaksi struktur dengan tanah, pilih rigid interface jika keberadaan material mempengaruhi kekuatan tanah.

f. Tahap tipe konstruksi, konstruksi yang digunakan dalam simulasi numerik adalah model pelat (plate).

g. Menentukan beban luar (external load), besarnya beban luar diaplikasikan pada konstruksi dapat berupa beban terbagi rata (distributed load) maupun beban titik (point loads).

h. Mesh Generation, Pada tahap ini konstruksi yang akan didiskritsasi atau dibagi menjadi elemen-elemen segitiga yang lebih kecil, dan hasil geometri berupa Meshing yang tidak teratur. Tingkat ketelitian dalam mendiskritisasi (meshing) dapat dibagi menjadi beberapa pilihan antara lain very coarse, coarse, medium fined, fine dan very fined.

Gambar

Gambar 2.1: Rincian Konus Ganda: a) Keadaan Tertekan dan b) Keadaan  Terbentang (SNI 2827, 2008)
Gambar 2.3: Skema urutan pengujian penetrasi standar (SPT) (SNI 4153, 2008).
Gambar 2.8: Contoh pondasi bila lapisan pendukung pondasi berada sekitar 30  meter dibawah prmukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
Gambar 2.9: Overbreak diameter lubang bor akibat longsoran tanah  (Harianto, 2007).
+7

Referensi

Dokumen terkait

indictment on corrupt practices of the Nigerian politicians: „If you see such a man, mark him well/He has stolen his country‟s oil wealth‟. The poem clearly delineates